Buku Teks Fisika SMAMA

20 efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. 29 Keterampilan generik sains adalah keterampilan yang dihasilkan dari kemampuan intelektual yang dipadukan dengan keterampilan psikomotorik sehingga menghasilkan sikap yang akan melekat sepanjang hayat. 30 Keterampilan ini merupakan keterampilan yang dapat digunakan untuk mempelajari berbagai konsep dan menyelesaikan berbagai masalah sains.

2. Jenis Keterampilan Generik Sains

Keterampilan generik sains pertama kali dikembangkan oleh Brotosiswoyo 2001. Pada awalnya hanya terdapat sembilan keterampilan yang dijelaskan oleh Brotosiswoyo. Seiring perkembangan dalam penelitian keterampilan generik sains, saat ini terdapat sepuluh keterampilan yang dapat dilatihkan dalam pembelajaran sains. Berikut jenis-jenis keterampilan generik sains yang merujuk pada pengembangan penelitian Brotosiswoyo dan Moerwani, et al 2001, yaitu pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, pemahaman tentang skala, bahasa simbolis, kerangka logika taat azas, konsistensi logis, inferensi logika, pemodelan matematik, hubungan sebab-akibat, dan abstraksi.

a. Pengamatan Langsung

Pengamatan langsung adalah mengamati objek secara langsung. 31 Mampu melakukan pengamatan menjadi hal pertama yang perlu dimiliki siswa dalam mempelajari sains ataupun disiplin ilmu lainnya. Pengamatan langsung dapat diperoleh melalui kejadian sehari-hari dan atau sengaja dikondisikan saat percobaan. 32 29 Depdiknas, Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. 30 Iwan Permana S., “Mengembangkan Keterampilan Generik pada matakuliah IPBA”, Jurnal Pendidikan Fisika UIN Jakarta, 2013, h. 3. 31 Brotosiswoyo, op. cit., hal. 7. 32 Sudarmin, op. cit., hal. 32. 21 Pengamatan langsung dalam fisika mengembangkan dua aspek penting, yaitu kejujuran dan kesadaran akan batas ketelitian. 33 Aspek pertama merupakan fakta bahwa ilmu fisika dapat menjadi ilmu yang tangguh, karena sikap jujur dalam penyajian hasil pengamatan. Kejujuran diperlukan karena ilmu fisika bisa dan boleh diuji oleh siapa pun. Sikap jujur ini akan timbul karena ukuran keberhasilan kegiatan pengamatan lebih ditekankan pada kejujuran, bukan pada kesesuaian hasil pengamatan itu dengan teori fisika yang ada. Aspek lain dalam pendidikan yang terkait dengan pengamatan dalam fisika adalah kesadaran akan batas-batas ketelitian yang dapat diwujudkan. Indra pengamatan dan alat memiliki keterbatasan yang biasa diistilahkan sebagai teori kesalahan. Kesadaran akan hal itu merupakan kebiasaan baik yang dapat ditumbuhkan dalam kegiatan pengamatan langsung.

b. Pengamatan Tidak Langsung

Fisika adalah ilmu tentang gejala dan perilaku alam sepanjang dapat diamati oleh manusia, mulai dari hal yang begitu besar seperti sistem tata surya hingga hal-hal mikroskopis seperti partikel, atom, molekul. 34 Keterbatasan indra pengamat menyebabkan banyak gejala dan perilaku alam tidak dapat diamati secara langsung, untuk itu diperlukan bantuan dari alat-alat tertentu guna memahami aspek mikroskopis. Listrik adalah salah satu contoh objek alam yang ada, tetapi tidak dapat dilihat, didengar, atau dicium baunya oleh pengamat. Karena itu pengukuran dalam kelistrikan dilakukan lewat alat. Pada sistem tata surya, misalnya saat hendak mengamati planet jupiter diperlukan teropong sebagai alat bantu melihat.

c. Kesadaran tentang Skala Besaran Sense of Scale

Ukuran skala yang dipelajari dalam ilmu fisika sangat banyak, dimulai dari yang sangat kecil elektron sampai ukuran sangat besar jagat raya. 35 Dalam skala waktu, fisika membahas hingga ukuran waktu yang sangat kecil seperti 33 Brotosiswoyo, op. cit., hal. 8. 34 Ibid., hal. 6. 35 Iwan Permana S., op. cit., hal. 5. 22 lifetime dari pasangan elektron-positron sebab mata kita hanya dapat membedakan signal yang muncul kira-kira 130 detik. Sense of scale dalam jumlah benda juga perlu ditanamkan mengingat jumlah benda bisa menjadi sangat banyak dan membingungkan bila tidak digunakan istilah besaran tertentu untuk menyederhanakannya. Banyak pembahasan fisika dilukiskan dalam ungkapan tulisan atau rumus maka tanpa kesadaran tentang skala besaran yang baik suatu bahasan fisika akan kurang dapat dipahami makna konkretnya dalam alam ini. Dalam optik, penting untuk memahami skala besaran yang ada, seperti pemahaman jarak fokus lensa atau cermin, kuat lensa, dan panjang teropong.

d. Bahasa Simbolik

Banyak perilaku alam, khususnya perilaku yang dapat diungkapkan secara kualitatif, yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa komunikasi sehari-hari. Sifat kuantitatif tersebut menyebabkan adanya keperluan untuk menggunakan bahasa yang kuantitatif juga. Banyak istilah-istilah berupa simbol atau hal lainnya yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu fenomena. Namun, harus diakui bahwa tidak semua orang dapat dilatih untuk fasih dalam bahasa simbolik. Kesederhanaan serta makna dari ungkapan-ungkapan simbolik dalam kaitannya dengan gejala atau peristiwa alam yang ingin di“bahasakan”kan perlu memperoleh prioritas. Dan hal yang harus dihindari adalah kebiasaan menuliskan bahasa simbolik yang sesungguhnya belum diketahui maknanya. Ada kecenderungan, juga pada para pengajar, untuk menampilkan ungkapan-ungkapan simbolik guna mencitrakan level hebatnya topik yang sedang dibahas. Tetapi, tanpa memahami makna dari simbol yang digunakan sesungguhnya hanya akan mengelabui diri sendiri. 36 Brotosiswoyo menyatakan bahasa simbolik meliputi sub kategori kemampuan dalam a memahami informasi dari grafik, tabel, atau gambar; b memahami simbol-simbol fisika; c memahami persamaan yaitu penggunaan numerik angka-angka seperti koefisien. 37 Keterampilan generik terkait bahasa 36 Brotosiswoyo, op. cit., hal. 14. 37 Sudarmin, op. cit., hal. 35-36.