Menjadi Umat Beragama dan Berkepercayaan yang Dewasa

dengan gembira adalah suatu tatanan kehidupan yang selalu ada kapan dan di mana pun manusia berada, oleh sebab itu pendidikan religiositas mengajak siswa- siswi untuk selalu kembali kepada pengalaman di mana siswa-siswi tersebut pernah mengalami pengalaman melayani tersebut untuk melihat nilai-nilai yang hidup di dalamnya. Di dalam pendidikan religiositas tercakup hidup bermoral sebagai salah satu fungsi dari pendidikan religiositas. Di sini topik tentang melayani dengan gembira adalah tindakan ataupun perbuatan dari setiap pribadi yang mempunyai moralitas, pribadi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Pribadi yang menghidupi keutamaan moral dalam hubungan dengan orang lain yang bersumber dari ajaran agama dan kepercayaan setiap pribadi. William Chang dalam bukunya Moral Spesial 2015: 68 mengungkapkan bahwa cinta kasih lebih daripada sekadar pemberian materi kepada seseorang, cinta kasih tidak hanya dibatasi oleh tindak pemberian barang, keperluan-keperluan pada tingkat lebih tinggi, seperti keperluan rohani juga perlu dipenuhi. Di sini penulis melihat topik pendidikan religiositas tentang melayani dengan gembira adalah suatu perbuatan yang bukan hanya sebatas melayani dalam bentuk fisik ataupun materi tetapi juga cinta kasih sebagai suatu keutamaan pribadi yang beragama dan berkepercayaan yang berguna bagi setiap pribadi yang melakukan dan bagi orang lain.

2. Agama dan Kepercayaan Membawa Pembaharuan

a. Menjadi Umat Beragama dan Berkepercayaan yang Dewasa

Agama dan kepercayaan adalah sistem atau prinsip keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran, kebaktian, dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan keyakinan tersebut Komkat KAS Komisi Pendidikan Katolik KAS, Pendidikan Religiositas untuk SMP kelas 1 buku guru Agama dan Kepercayaan Membawa Pembaharuan 2006A:18. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ada berbagai macam sikap orang dalam beragama dan berkepercayaan, ada yang bersikap eksklusif tertutup ada yang bersikap inklusif terbuka. Dalam hidup sosial beragama sikap eksklusif adalah suatu tantangan, kesenjangan diantara para pengikut agama. Untuk itu perlu dan pentingnya untuk membangun sikap inklusif sebagai jalan untuk mengetengahi setiap perbedaan dalam hidup beragama. Sikap inklusif ini menjadi satu ciri dari orang yang beragama dan berkepercayaan yang dewasa, di mana sikap inklusif ini menjadi tanda bahwa orang yang beragama mempunyai iman yang matang. Hal ini berarti bahwa setiap orang yang mempunyai sikap inklusif mempunyai ketahanan yang kuat akan iman dan kepercayaannya dan tetap mampu membuka diri terhadap orang yang lain yang berbeda agama dan kepercayaan. Adapun buah-buah dari sikap beragama dan berkepercayaan yang dewasa adalah rasa syukur atas apa yang dimilikinya agama dan kepercayaan, rasa bangga dan bahagia, menghayati agama dan kepercayaan sebagai rahmat Tuhan, menghargai umat yang berbeda agama, menghormati, mudah bergaul dan bekerja sama dengan setiap orang baik yang seagama maupun yang berbeda agama Komkat KAS Komisi Pendidikan Katolik KAS, Pendidikan Religiositas untuk SMP kelas 1 buku guru Agama dan Kepercayaan Membawa Pembaharuan 2006:19. Nur Achmad dalam buku Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keberagaman 2001A:84 mengungkapkan bahwa agama diturunkan ke bumi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI untuk kebaikan umat manusia, mengatur hubungan manusia terutama dengan manusia, alam sekelilingnya dan hubungan manusia dengan Tuhan. Hal ini mau menunjukkan bahwa tidak ada kata tidak untuk saling menerima satu sama lain kendati setiap manusia mempunyai perbedaan dalam agama dan kepercayaan, karena kalau setiap orang mampu untuk memahami agama adalah rahmat dan kebaikan dari Tuhan untuk umat manusia pastilah dalam kehidup sosial beragama dan berkepercayaan akan muncul sikap inklusif satu sama lain.

b. Manusia Makhluk Sosial