proposal dan mempresentasikannya baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Pihak perusahaan cukup menilai proposal dan
presentasinya, kemudian menetapkan pihak ketiga yang paling tepat ditetapkan sebagai mitra kerja dan membuat ikatan kerja dalam jangka
waktu tertentu. Sejak pihak ketiga melaksanakan tugasnya, maka perusahaan harus senantiasa melakukan pengawasan. Juga perlu
dilakukan evaluasi yang fair atas kinerja pihak ketiga yang menjadi mitra kerja. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi acuan bagi perusahaan
apakah akan melanjutkan kerjasama dengan pihak ketiga tersebut atau memutuskannya dan mencari pihak ketiga laiinya yang dianggap lebih
berkompeten dalam menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan Siagian, 2012: 183.
2.3.6 Langkah-langkah Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Untuk lebih menjamin keberhasilan pemberdayaan masyarakat sebagai wujud implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan, harusnya ditempuh
beberapa langkah sebagai berikut Siagian dan Suriadi, 2012: 190 : I.
Pemilihan lokasi dan kelompok sasar Pemilihan tempat dan kelompok sasar harus sesuai dengan
indikator yang disepakati oleh organisasi perusahaan atau organisasi lain yang secara sah bekerja sama dengan perusahaan,
pihak-pihak terkait misalnya: pemerintah lokal, dan masyarakat sendiri. Prinsip pertimbangan tempat yang diusulkan adalah
kesediaan masyarakat menerima aktivitas non fisik, tidak banyak
Universitas Sumatera Utara
aktivitas lain, adanya kelompok mayarakat yang miskin dan perlu diberdayakan, adanya dukungan pemimpin desa dan tokoh-tokoh
masyarakat desa, lokasi terjangkau bagi tim pemberdayaan masyarakat, sesuai dengan kemampuan dan alat yang tersedia.
II. Sosialisasi program pemberdayaan masyarakat itu kepada masyarakat
setempat. Langkah ini meliputi berbagai aktivitas, seperti: pertemuan
formal dengan pemimpin dan pejabat pemerintah lokal tingkat desa, pertemuan formal dengan masyarakat, kunjungan nonformal
dengan masyarakat setempat, meliputi : kunjungan ke rumah, musyawarah kelompok, dan terlibat dalam aktivitas masyarakat.
Dengan demikian sosialisasi program pemberdayaan masyarakat pada masyarakat setempat mendukung upaya peningkatan
pemahaman masyarakat setempat dan semua pihak yang terkait. III.
Proses pemberdayaan masyarakat Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan masyarakat
meliputi berbagai aktivitas, seperti: a.
Kajian keadaan desa partisipatif, b.
Pengembangan kelompok, c.
Penyusunan rencana dan implementasi aktivitas, dan d.
Pengawasan dan penilaian partisipatif. IV.
Pemandirian masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah proses berkelanjutan dengan
tujuan kemandirian masyarakat setempat dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Artinya ikhtiar tim
Universitas Sumatera Utara
pemberdayaan masyarakat secara pelan-pelan dikurangi dan akhirnya akan berhenti. Peran tim pemberdayaan masyarakat
sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain dari masyarakat setempat yang dianggap mampu oleh
masyarakat. Walaupun tim pemberdayaan masyarakat telah mundur, namun anggotanya tetap berperan, yaitu sebagai
penasihat yang setiap saat bersedia datang jika diperlukan masyarakat.
Masyarakat yang berbekal kearifan lokal, yang berasal dari pengalaman, cenderung mempertahankan pendekatan sendiri yang justru berbeda dengan kalangan
akademik dan pemerintah. Hal paling utama disini adalah bagaimana caranya menyatukan model pendekatan akademik, model pendekatan pemerintah, dan model
pendekatan masyarakat yaitu dengan model implementasi model pendekatan Partisipatory Rapid Appraissal PRA.
Hal yang sangat penting dan utama dalam PRA adalah semua pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam semua aktivitas dari tiap-tiap langkah yang telah
dikemukakan. Mekanisme penglibatan semua pemangku kepentingan dapat ditempuh dengan berbagai langkah, seperti analisis pemegang kepentingan, PRA,
dan Focus Group Discussion. Ketiganya dapat digunakan secara bersamaan. Model PRA dapat dilaksanakan jika tim pelaku pemberdayaan masyarakat
tidak berperan sebagai perancang untuk masyarakat setempat. Berbagai keterampilan yang harus dimiliki dan diterapkan dalam aktivitas perencanaan partisipatif adalah
melakukan musyawarah kelompok terarah dan mendukung fasilitas untuk menganalisis pola keputusan yang dilakukan masyarakat setempat dalam proses
perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan atau model PRA lebih mengutamakan proses implementasi yang melibatkan masyarakat, dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip sebagai acuan
berikut: 1.
Belajar dari masyarakat, dimana program pemberdayaan masyarkat harus dipahami sebagai satu program dari, oleh dan untuk masyarakat setempat.
Dengan demikian semua tahapan program harus menjadikan masyarakat sebagai sumber data.
2. Orang luar peneliti, staf perusahaan, staf organisasi mitra kerja perusahaan
berperan sebagai fasilitator sedangkan orang dalam atau masyarakat setempat sebagai pelaku. Orang luar harus menyadari keberadaannya sebagai fasilitator
saja.mereka tidak boleh tampil sebagai aktor utama atau tampil sebagai orang yang lebih tahu.
3. Saling belajar dan saling berbagi pengalaman. Walaupun masyarakat
setempat lebih paham atas keadaan desanya dan mereka mempunyai kearifan lokal, namun tidak selamanya mereka itu benar dan dibiarkan tidak berubah.
Dalam konteks ini, pekerja sosial harus mampu menempatkan posisi secara proporsional, karena kesalahan dalam menempatkan posisi dapat berakibat
fatal, seperti runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap pekerja sosial. 4.
Santai dan informal. Aktivitas PRA menuntut penciptaan suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa, dan suasana informal. Dengan
suasana seperti ini maka masyarakat setempat akan menunjukkan sikap terbuka. Dalam kondisi seperti ini masyarakat akan sangat rela dan lancar
mengeluarkan uneg-unegnya. 5.
Penglibatan semua kelompok masyarakat. Suatu kekeliruan akan timbul jika pemimpin formal maupun tokoh-tokoh masyarakat setempat dianggap benar-
Universitas Sumatera Utara
benar mewakili semua elemen masyarakat. Jika anggapan seperti ini dianut dan diterapkan, maka program pemberdayaan masyarakat itu hanya akan
memenuhi kepentingan kelompok atau golongan tertentu saja. 6.
Menghargai perbedaan. Dalam PRA, semangat dan sikap saling menghargai atas perbedaan pendapat dan pandangan sangat diutamakan. Pendapat dan
pandangan yang berbeda-beda harus ditata dan diurutkan prioritasnya oleh masyarakat setempat sebagai pemilik.
7. Triangulasi. Untuk memperoleh informasi yang kedalamannya data terjamin
dapat diterapkan cara triangulasi yang menganut asas konfirmasi ulang. Untuk itu, berbagai informasi dari berbagai pihak harus dipertemukan dan
diperbandingkan. Dalam hal ini peranan fasilitator harus dapat ditampilkan tim pemberdayaan masyarakat, seperti tergambar berikut ini:
Gambar 2.1 Sikap dan Peranan Fasilitator
SIKAP
TEKNIK-TEKNIK BERBAGI
- Duduk bersama,
mendengar, belajar -
Memfasilitasi -
Tidak terburu-buru
- Analisis kehidupan
- Pemetaan kemiskinan
- Mekanisme ekonomi
- Diagram Venn
- Alur sejarah
- Pengetahuan
- Pengalaman
- Proses belajar
Universitas Sumatera Utara
8. Mengoptimalkan hasil. Implementasi PRA memerlukan masa dan ahli,
pelaku, dan keterlibatan masyarakat setempat. 9.
Belajar dari kesalahan. Melakukan sesuatu yang tidak benar dimaklumi dalam PRA. Untuk itu, tiap-tiap kesalahan harus dijadikan sebagai pelajaran
untuk berbuat benar di masa depan. 10.
Orientasi praktis. PRA berorientasi pada pemecahan masalah dan pengembangan program. Untuk itu diperlukan tujuan sesuai dan memadai.
11. Berkelanjutan. Aktivitas PRA bukanlah suatu praktek aktivitas yang berhenti
setelah penggalian informasi dianggap cukup. Kepentingan-kepentingan dan masalah-masalah masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah menurut waktu
sesuai dengan perubahan dalam masyarakat itu sendiri Siagian dan Suriadi, 2012: 164.
Metode lain yang dapat diterapkan agar seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam pemberdayaan masyarakat adalah melalui Focus Group Discussion
FGD. Pada awalnya FGD hanya digunakan sebagai alat mengumpul data dalam penelitian. Namun di kalangan pelaku pemberdayaan masyarakat, FGD telah
digunakan dalam rangka implementasi pemberdayaan masyarakat. FGD adalah metode khusus untuk pengelolaan musyawarah atau serangkaian
musyawarah. Melalui FGD masyarakat setempat mampu menyampaikan sikap, pemikiran, gagasan, atau pemecahan suatu masalah dari topik yang didiskusikan.
Tujuan FGD adalah memperoleh pemahaman yang mendalam dari sudut pandang dan pengalaman masyarakat, perasaan, pemglihatan, kepercayaan,
pengetahuan, dan sikap masyarakat berkenaan dengan topik yang diperbincangkan. Selain itu melalui FGD pelaku pemberdayaan masyarakat dapat pula menyampaikan
Universitas Sumatera Utara
gagasan-gagasan baru. Bahkan FGD dapat digunakan sebagai media untuk menilai program yang telah dilaksanakan. Lebih lengkapnya, FGD dapat digunakan untuk:
1. Pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dalam menanggapi suatu
program, metode, kebijakan, hasil, dan pemanfaatan. 2.
Mengidentifikasi masalah, hambatan, biaya, atau manfaat. Memotivasi pemikiran baru, misalnya pemecahan yang optimum, peluang, keterkaitan
atau dampak yang sangat mungkin. 3.
Menentukan prioritas atau batasan masalah. 4.
Mendapat informas yang lebih mendalam. 5.
Mendapat gambaran budaya atau kelompok masyarakat yang lebih akurat. 6.
Melibatkan pendengar baru. 7.
Mendapat respon lebih cepat. Suedi, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 169. Berdasarkan berbagai strategi yang dapat diterapkan dalam upaya
pemberdayaan masyarakat dapat disimpulkan bahwa pelaku pemberdayaan masyarakat harus terdiri dari tim yang diisi oleh orang-orang yang memiliki berbagai
bidang kompetensi. Hal ini sangat penting diperhatikan mengingat masalah-masalah yang dihadapi masyarakat sangat berbeda-beda dan meliputi semua aspek kehidupan.
Artinya, jika pelaku pemberdayaan masyarakat adalah suatu organisasi, maka organisasi itu harus diisi oleh berbagai pakar, sehingga dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi masyarakat setempat dan pemerintak lokal Suedi, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 169.
2.3.7 Jenis-jenis CSRTanggung Jawab Sosial Perusahaan