b. Kemungkinan kesinambungan implementasi program di masa
mendatang c.
Tingkat kemandirian dan tingkat kebergantungan kelompok sasar terhadap pelaku program dalam rangka kesinambungan
program di masa mendatang. d.
Persepsi dan respon masyarakat terhadap implementasi program seperti: tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman,
tingkat persetujuan, tingkat partisipasi, dan tingkat kepuasan atas hasil yang dicapai atau dampak yang nyata terjadi
Siagian, 2012: 192.
2.3.10 Konsep-konsep Terkait 2.3.10.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik Good Corporate Governance
Konsep Good Corporate Governance antara lain menegaskan bahwa dalam
melakukan aktivitas ekonominya, perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan hukum, tetapi segala aktivitas ekonominya harus pula didasarkan pada
etika. Berdasarkan pemikiran tersebut maka sekarang ini berkembang konsep etika perusahaan yang sering juga dinamakan dengan etika bisnis. Konsep etika
perusahaan oleh banyak pihak diperjuangkan sebagai suatu panduan perilaku bagi pelaku usaha Siagian dan Suriadi, 2012: 51.
Gagasan perlunya penerapan Good Corporate Governance diilhami oleh kajian tentang dampak dari sepak terjang para pelaku usaha yang sesungguhnya
muncul sebagai jawaban terhadap persaingan yang makin ketat dalam dunia usaha. Harus diakui bahwa persaingan di antara perusahaan-perusahaan makin ketat. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu seluruh elemen dari suatu perusahaan harus dikerahkan dan diarahkan untuk mendukung perusahaan dalam rangka pencapaian itu sendiri.
Terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang oleh para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan, yaitu:
1. Prinsip Keterbukaan Transparency
Prinsip ini menuntut keterbukaan atas informasi. Dalam kaitan ini maka seluruh perusahaan dituntut memiliki kerelaan dan kemampuan,
memberikan informasi yang lengkap, benar atau akurat dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.
2. Prinsip Akuntabilitas Accountability
Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi, susunan, sistem, dan tanggung jawab tiap-tiap bagian yang ada
dalam suatu perusahaan. Melalui implementasi asas ini akan mampu diwujudkan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan kekuasaan serta
tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan eksekutif perusahaan.
3. Prinsip Pertanggungjawaban Responsibility
Prinsip ini menegaskan bahwa perusahaan harus memiliki kepatuhan terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan yang sah atau
berlaku sah, seperti kepatuhan atas hukum yang perpajakan, hukum yang berkenaan dengan hubungan antara pelaku-pelaku industri dan para
pekerjanya, hukum yang berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, hukum yang berkenaan dengan perlindungan terhadap lingkungan,
hukum yang berkenaan dengan pemeliharaan hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara pelaku-pelaku usaha dan masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
lain-lain. Implementasi prinsip ini akan menyadari para pelaku usaha bahwa dalam tiap-tiap operasional perusahaannya, mereka bukan hanya
bertanggung jawab kepada pemegang saham atau pemilik perusahaan, tetapi juga memiliki tanggungjawab kepada seluruh pemangku
kepentingan. 4.
Prinsip Kemandirian Indepedency Prinsip ini menegaslan perlunya pengelolaan perusahaan secara
profesional tanpa adanya benturan-benturan kepentingan ataupun tekanan dan campur tangan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan berbagai
hukum yang sah. Denga demikian profesionalisasi pengelolaan perusahaan merupakan harga mati, dan berbagai variabel yang
menghalanginya harus dihindarkan. 5.
Prinsip Keselarasan dan Kewajaran Fairness Prinsip ini menuntut, bahwa dalam semua aktivitas ekonominya
perusahaan harus menghormati nilai-nilai keadilan, kepatutan atau kewajaran dalam memenuhi hak setiap pemangku kepentingan dengan
segala kepentingan masing-masing Hasmadillah, dalam Siagian dan Suriadi, 2012: 54.
2.3.10.2 Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan secara sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang memiliki kemampuan dalam menjamin kebersinambungan
pembangunan. Hal mana dilakukan dengan cara berikhtiar memenuhi keperluan masa sekarang tanpa membahayakan peluang generasi yang akan datang dalam
memenuhi berbagai keperluan hidup nantinya. Dengan demikian, konsep
Universitas Sumatera Utara
pembangunan berkelanjutan memberikan perhatian terhadap kepentingan masa sekarang dan kepentingan masa mendatang Siagian dan Suriadi, 2012: 56.
Para pelaku usaha industri di negara-negara maju dan di negara-negara sedang membangun dengan bebas melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Praktek ini berlangsung dalam jangka waktu yang berkepanjangan. Sedangkan di negara-negara miskin tidak mempunyai pilihan lain.
Mereka dipaksa menjual sumber daya alam mereka dalam jumlah yang sangat besar dalam rangka membayar hutang kepada bangsa-bangsa lain. Akibat yang muncul
selanjutnya adalah pemanasan global, kepunahan berbagai spesies tumbuhan dan satwa, penurunan kualitas tanah dan makin berkurangnya hamparan hutan,
meluasnya wabah penyakit, masalah kekeringan yang seterusnya mengakibatkan masalah kelaparan, banjir dan lain-lain World Business Council Development, dalam
Siagian dan Suriadi, 2012: 57. Perserikatan Bangsa Bangsa melaksanakan konferensi khusus tentang
Masalah Lingkungan dan Pembangunan. Konferensi ini lebih dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Riode Janeiro, Brazil Tinto, dalam Siagian dan
Suriadi, 2012. Konferensi ini mengangkat slogan “berpikir mendunia, bertindak sesuai keadaaan setempat”. Slogan ini berupaya menggambarkan perlunya bertindak
bijaksana terhadap lingkungan. Oleh karena itu, maka Konferensi Tingkat Tinggi Bumi ini berupaya menyadarkan perlunya menumbuhkan semangat kebersamaan
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang diakibatkan oleh benturan antara kelompok-kelompok pelaku pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan
dengan kelompok yang memperhatikan lingkungan. Hasil utama implementasi Konferensi Tingkat Tinggi Bumi antara lain adalah
berupa kesepakatan para pemimpin negara-negara di dunia ini untuk menyetujui
Universitas Sumatera Utara
berbagai rancangan besar yang berkaitan dengan pembangunan berkesinambungan yang didasarkan atas pemeliharaan lingkungan. Pembangunan ekonomi dan sosial
yang dimasukkan dalam tiga dokumen yang secara hukum wajib berlaku atau mengikat dan tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat.
Adapun tiga persetujuan meliput i: 1.
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati. Konferensi ini bertujuan melestarikan beraneka ragam sumber daya genetika, semua jenis
mahluk hidup, habitat, dan sistem lingkungan. 2.
Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim Global. Persetujuan ini bertujuan untuk menyeimbangkan kepekatan
gas rumah kaca di atmosfer hingga pada tingkat yang dapat mencegah campur tangan manusia yang berbahaya yang berkaitan dengan iklim.
Persetujuan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penyelesaian Masalah Penurunan Kualitas Tanah. Persetujuan ini berupaya mencipta pemecahan
terhadap masalah rusaknya tanah. Penurunan kualitas tanah ini telah mengurangi secara signifikan daya dukung suatu kawasan bagi kehidupan
manusia yang mendiaminya Soejachman, dalam Siagian dan Suriadi, 2012. Selanjutnya tiga dokumen lainnya yang secara hukum tidak mengikat
merangkum dua kesepakatan, yaitu: 1.
Pendeklarasian Rio berkenaan dengan asas yang menekankan hubungan antara lingkungan dan pembangunan. Asas tersebut dapat dilaksanakan secara
umum dalam rangka menjamin pemeliharaan lingkungan dan pembangunan yang bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
2. Dasar-dasar kebenaran pengelolaan hutan, yaitu pernyataan yang mengikat
tentang dasar-dasar kebenaran bagi satu pertujuan dunia tentang pengelolaan, pelestarian dan pembangunan berkesinambungan dari semua jenis hutan.
3. Agenda 21 yang merupakan rancangan lengkap tentang program
pembangunan berkesinambungan saat memasuki abad ke-21. Disebutkan dalam Agenda 21 bahwa selain pemerintah bangsa-bangsa di dunia, badan-
badan khusus Perserikatan Bangsa bangsa dan organisasi internasional lainnya, maka seluruh lapisan masyarakat perlu memahami konsep
pembangunan berkesinambungan. Ditegaskan pula, bahwa terdapat sembilan kelompok utama yang diharapkan terllibat dalam program ini, yaitu:
1. Organisasi non pemerintah NGOLSM
2. Pemuda
3. Pekerja
4. Petani dan nelayan
5. Pemerintah lokal
6. Perempuan
7. Ilmuwan
8. Pemuka adat Siagian dan Suriadi, 2012: 62.
2.3.10.3 Millenium Development Goals MDGs
Kesamaan kemauan dan perhatian terhadap masalah kemiskinan yang di derita oleh masyarakat dari berbagai negara, terutama negara-negara miskin dan
sedang berkembang antara lain terwujud dengan kehadiran Pernyataan Perserikatan Bangsa Bangsa, yaitu Millennium Development Goals, yang disepakati oleh 189
Universitas Sumatera Utara
negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Millennium pada tahun 2000.
Terdapat delapan tujuan dan sasaran yang dirangkum dalam Millennium Development Goals yang harus dicapai sebelum 2015, yaitu:
1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan yang parah.
2. Pencapaian Sekolah Dasar secara umum.
3. Membangun kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
4. Mengurangi tingkat kematian anak.
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
6. Perlawanan terhadap HIVAIDS, malaria, dan penyakit serius lainnya.
7. Menjamin kesinambungan pembangunan lingkungan.
8. Mengembangkan kerjasama global bagi pembangunan.
MDGsmenempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan
pada konsensus dan kemitraan global sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka. Sedangkan negara maju
berkewajiban mendukung upaya tersebut. Manfaat dari MDGs tidak semata-mata untuk mengukur target dan
menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan millenium dikonkritkan
pelaksanaannya. Misalnya tidak saja menghitung berapa jumlah ibu yang meninggal disebabkan melahirkan tetapi juga bagaimana menghentikan kematian ibu karena
melahirkan tersebut Siagian dan Suriadi, 2012: 70.
Universitas Sumatera Utara
2.3.10.4 Tiga Garis Dasar Triple Bottom Line
Upaya membatasi meluasnya sikap egosentris dari para pelaku usaha secara tajam datang dari John Elkington. Melalui bukunya berjudul Cannibals with Forks,
the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business, Elkington 1997 mengenalkan konsep tiga garis dasar Triple Bottom Line. Dalam bukunya tersebut
Elkington mencoba menyadarkan para pelaku usaha bahwa jika pelaku ingin aktivitas ekonomi perusahaannya berkesinambungan dan berjalan baik maka para
pelaku usaha tidak boleh hanya berorientasi pada satu fokus berupa keuntungan, melainkan harus menjadikan tiga fokus sebagai orientasi aktivitas ekonomi yang oleh
Elkington dinamakan dengan konsep “3P”. Cakupan yang harus menjadi pusat perhatian para pelaku usaha adalah selain
mengejar keuntungan perusahaan Profit, pihak pelaku usaha juga harus memperhatikan dan terlibat secara sungguh-sungguh dalam upaya pemenuhan
kesejahteraan masyarakat People,serta turut berpera aktif dalam menjamin pemeliharaan dan pelestarian lingkungan Planet.
Suatu perusahaan tidak boleh lagi dihadapkan dengan unsur tanggung jawab yang berpijak pada satu garis dasar saja, yaitu berupa aspek ekonomi yang senantiasa
hanya diukur berdasarkan keadaan keuangan sebagai gambaran dari tingkat dan besarnya keuntungan perusahaan. Bagaimanapun perusahaan senantiasa dihadapkan
pada tanggung jawab yang berpijak pada tiga garis dasar yang mana dua garis pertanggungjawaban lainnya adalah memperhatikan aspek sosial, khususnya
kesejahteraan masyarakat lokal dan pemeliharaan serta pelestarian lingkungan sebagai umpan balik dari eksploitasi terhadap sumber daya alam Elkington, dalam
Siagian dan Suriadi, 2012: 72.
Universitas Sumatera Utara
Meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi memang sangatlah penting. Namun demikian, suatu hal yang tidak kalah pentingnya adalah
memperhatikan pemeliharaan lingkungan. Dalam kaitan inilah sangat sesuai dan diperlukan implementasi konsep tiga garis dasar atau “3P”yang dikembangkan
Elkington. Dengan demikian, para pelaku usaha harus menyadari bahwa jantung hati aktivitas ekonomi mereka bukan hanya keuntungan, melainkan juga masyarakat
dengan segala keperluannya dan lingkungan dengan segala keperluannya juga Siagian dan Suriadi, 2012: 78
2.4. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan