II - 182
Infrastruktur di Jawa Tengah dalam mendukung dan menunjang pembangunan daerah khususnya infrastruktur
perhubungan ditingkatkan dengan pembangunan Jalan Jalur Lingkar Selatan JJLS, Jalan Tol Semarang
–Solo, double track kereta api, peningkatan akses Pantura
– Pansela di wilayah barat dan timur Jawa Tengah, pengembangan pelabuhan
pengumpul dan penumpang, serta pengembangan bandara internasional di Semarang dan Surakarta serta bandara
pengumpan di beberapa wilayah Jawa Tengah. Sedangkan infrastruktur lainnya yang juga dikembangkan antara lain
penyediaan air baku, air minum dan irigasi dengan pemba- ngunan waduk dan embung. Selain itu juga dikembangkan
infrastruktur penyedia energi dengan pembangunan dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU,
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTPB, Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro PLTMH, Pembangkit Listrik Tenaga Solar Home System PLTSHS, serta tidak menutup kemungkinan pengembangan
PLTN.
Permasalahan pembangunan infrastruktur di Jawa Tengah diantaranya adalah kesenjangan infrastruktur pengem-
bangan wilayah di bagian utara dengan bagian selatan serta keterbatasan jumlah dan kualitas infrastruktur di berbagai
wilayah Jawa Tengah, hal tersebut disebabkan salah satunya karena keterbatasan pembiayaan pembangunan infrastruktur.
3 Pengembangan Wilayah
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di Jawa Tengah menjadi pedoman dalam penyediaan lahan
kawasan untuk berbagai kebutuhan daerah, diantaranya telah disediakannya kawasan
–kawasan industri sehingga penggunaan lahankawasan lebih jelas dan tertata khususnya bagi dunia
industri dan investor yang hendak mena-namkan modal di Jawa Tengah. Posisi wilayah Jawa Tengah yang strategis di tengah
Pulau Jawa serta kondusivitas dan stabilitas wilayah yang terus terjaga, menjadikan pengembangan wilayah di Jawa Tengah
akan terus meningkat sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Selain itu, dengan adanya kerjasama antar wilayah
dalam hal kelembagaan, transportasi, SPAM dan persampahan meskipun belum optimal namun diharapkan mampu mengatasi
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Jawa Tengah.
b. Eksternal
Faktor ekternal yang berpengaruh terhadap pembangunan daerah di Jawa Tengah antara lain :
1 Ekonomi
II - 183
Pemberlakuan perdagangan bebas antara Asia Tenggara de-ngan Cina dengan adanya ACFTA 2010 dan AEC 2015 selain
menjadi tantangan karena akan meningkatkan impor produk Cina, juga membuka peluang bagi peningkatan pasar ekspor
mengingat meningkatnya peluang investasi di Jawa Tengah karena ketergantungan nasional terhadap Jawa Tengah sebagai
penyangga pangan, meningkatnya daya saing produk daerah, pemantapan struktur pengembangan industri dan upah buruh
di provinsi lain yang lebih tinggi daripada Jawa Tengah serta adanya dukungan program Corporate Social Responsibility CSR
dan Program Kemitraan Bina Lingkungan PKBL.
Namun demikian masih perlu perhatian atas longgarnya penerapan kebijakan pengurangan subsidi BBM karena
mengakibatkan defisit APBN yang akan berpangaruh juga pada pembiayaan pembangunan di Jawa Tengah. Selain itu juga
harus diwaspadai pengaruh fluktuasi ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi regional, terutama berlanjutnya krisis
ekonomi di Eropa dan perlambatan ekonomi Amerika Serikat.
2 Infrastruktur
Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah relatif memiliki lahan yang lebih luas
dalam pengembangan infrastruktur. Kepadatan pelabuhan di Jakarta dan Surabaya juga menjadikan sarana pelabuhan di
Jawa Tengah sebagai pilihan yang lebih efisien, sehingga perlu akselerasi pembangunan dan peningkatan pelabuhan dan
infrastruktur lainnya. Hal ini sesuai dengan kebijakan pusat tentang MP3EI utamanya konektivitas antar wilayah. Walaupun
komitmen
pusat kepada
penyelesaian pembangunan
infrastruktur masih belum optimal sehingga menjadi salah satu sebab keterlambatan pembangunan infrastruktur di Jawa
Tengah, namun dengan mulai terbukanya kerjasama antara pemerintah
dengan swasta
akan dapat
meningkatkan penyediaan infrastruktur di Jawa Tengah.
3 Pengembangan Wilayah
Banyaknya alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukan di Jawa Tengah telah menyebabkan timbulnya
masalah lingkungan, hal tersebut diperparah dengan kebijakan sektoral di tingkat pusat yang tidak sinkron satu sama lainnya
sehingga perlu peningkatan komitmen dalam pengembangan wilayah sesuai dengan RTRWN dan potensi wilayah sesuai
dengan koridor MP3EI.
Wilayah Jawa Tengah juga banyak yang rentan terhadap bencana alam seperti longsor, banjir, kebakaran hutan, letusan
gunung berapi dan gempa sehingga perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah.
II - 184
2.6.
Permasalahan Pembangunan Daerah
Identifikasi permasalahan pembangunan daerah dilakukan dengan berdasarkan hasil gambaran umum kondisi daerah dari aspek
geografi, demografi, kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah, serta mendasarkan pada hasil evaluasi RKPD Tahun
2012. Hasil proses identifikasi permasalahan ini kemudian dikerucutkan menjadi isu strategis daerah dengan memperhatikan capaian MDGs dan
lingkungan strategis daerah. Identifikasi permasalahan tergambarkan secara sederhana dalam Gambar 2.33 berikut.
Gambar 2.33 Alur Proses Identifikasi Isu Strategis Daerah
Berdasarkan hasil analisis gambaran umum kondisi daerah, serta dengan memperhatikan hasil evaluasi RKPD Tahun 2012, capaian
MDG
’s dan lingkungan strategis, maka permasalahan pembangunan daerah Jawa Tengah yang teridentifikasi dilihat dari aspek ekonomi,
sosial, infrastruktur, lingkungan hidup, dan pemerintahan adalah : 1
Melambatnya penurunan angka kemiskinan disebabkan masih banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan;
rendahnya terhadap akses pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, berusaha dan permodalan. Hal tersebut di ikuti pula dengan masih
besarnya beban pemenuhan kebutuhan dasar air bersih, sanitasi, rumah layak huni dan kelayakan kecukupan pangan;
2 Capaian pertumbuhan ekonomi masih di bawah capaian rata-rata
nasional; 3
Ketimpangan pendapatan antar masyarakat dan kesenjangan antar wilayah cukup tinggi;
4 Belum optimalnya kualitas, akses, serta cakupan pelayanan KB bagi
Pasangan Usia Subur Pra KS dan KS-1; Capaian MDGs
Lingstra
Permasalahan Isu Strategis
Daerah
Gambaran Kondisi Daerah :
Geografi dan Demografi
Kesejahteraan
Masyarakat
Pelayanan Umum
Daya Saing Daerah Evaluasi RKPD Tahun 2012
II - 185
5 Belum optimalnya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan
terhadap perempuan dan anak; 6
Belum memadainya kapasitas tenaga kerja sesuai tuntutan pasar kerja, perluasan kesempatan kerja dan berusaha untuk penyerapan
tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja;
7 Belum optimalnya pengelolaan administrasi kependudukan;
8 Belum memadainya keterampilan, kesiapan lahan dan lokasi
penempatan calon transmigran, serta alokasi kuota penempatan transmigran yang tidak sebanding dengan animo masyarakat;
9 Masih rendahnya capaian APK SMAMASMK;
10 Masih rendahnya jumlah pendidik yang berkualifikasi S1D4 dan
bersertifikasi; 11
Belum optimalnya kuantitas dan kualitas sarana prasarana pendidikan;
12 Belum optimalnya upaya pelestarian seni dan budaya daerah, baik
upaya perlindungan, pengembangan maupun pemanfaatan; 13
Kurangnya penguasaan ketrampilan dan jiwa kewirausahaan pemuda serta kurang berkembangnya usaha ekonomi produktif dan
kreatif di kalangan pemuda; 14
Belum optimalnya pola pembibitan dan pembinaan atlet olahraga serta dukungan penyelenggaraan kompetisi olahraga secara rutin dan
berkelanjutan; 15
Belum optimalnya sumber daya dan layanan perpustakaan utamanya bagi masyarakat di pelosok desa;
16 Masih tingginya angka kematian ibu maternal dan angkakasus
kematian bayi dan balita; 17
Masih ditemukannya kasus gizi kurang dan gizi buruk di Jawa Tengah;
18 Belum optimalnya cakupan imunisasi karena masih adanya
penolakan sebagian kecil masyarakat yang memiliki pemahaman yang salah tentang imunisasi;
19 Masih tingginya kasus penyakit menular AIDS dan HIV serta DBD;
20 Belum optimalnya mutu pelayanan kesehatan dasar PKD,
Puskesmas dan rujukan BKPM,BKIM, Badan Labkes dan RSUDRSJD;
21 Banyaknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS yang
belum tertangani dan diberikan bantuan, yang didukung dengan ren- dahnya kesadaran PSKS dan dunia usaha dalam upaya penanganan
PMKS;
22 Kondisi sarana dan prasarana Panti Sosial terutama milik swasta
kurang memadai sehingga penanganan PMKS kurang optimal; 23
Belum optimalnya pemanfaatan potensi air baku dan ancaman potensi banjir serta kekeringan;
II - 186
24 Belum optimalnya kondisi kinerja pelayanan dan keselamatan
transportasi, serta kualitas prasarana jalan dan jembatan untuk mendukung pemerataan pembangunan wilayah dan daya saing
daerah;
25 Belum optimalnya intermoda transportasi dan belum selesainya pem-
bangunan infrastruktur strategis seperti bandara, pelabuhan, double track, JJLS, serta PLTU;
26 Belum optimalnya promosi potensi investasi, standar pelayanan dan
regulasi investasi serta infrastruktur pendukung investasi; 27
Masih lemahnya kualitas SDM dan Kelembagaan KUMKM, belum optimalnya pengembangan KUMKM berbasis sumber daya lokal,
akses permodalan dan pemasaran; 28
Belum optimalnya promosi, rendahnya kualitas produk, jasa pariwisata, SDM pengelola obyek dan daya tarik wisata,
pramuwisata maupun para pelaku pariwisata lainnya, lemahnya jejaring dan kerjasama serta kurang tersedianya sarana dan
prasarana untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan;
29 Masih tingginya penggunaan bahan baku impor bagi IKM dan ren-
dahnya sertifikasi kualitas mutu produk serta kurangnya kemitraan usaha besar dengan industri kecil;
30 Rendahnya penduduk yang memiliki akses air minum yang
terlindungi dan sanitasi dasar; 31
Masih adanya penduduk yang tinggal di rumah tidak layak huni; 32
Belum optimalnya produksi dan produktivitas pertanian dalam arti luas secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas;
33 Terbatasnya infrastuktur jaringan irigasi, jalan usaha tani,
pengetahuan dan ketrampilan petani serta kurang berkembangnya kelembagaan kelompok tani;
34 Perubahan iklim yang sulit diprediksi yang berdampak pada eksplosi
hama dan penyakit, pergeseran pola tanam, kekeringan, kebanjiran; 35
Belum optimalnya peningkatan diversifikasi pangan, serta masih tingginya alih fungsi lahan pertanian;
36 Belum optimalnya pemanfaatan energi baru terbarukan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan listrik pedesaan; 37
Masih terdapatnya lahan kritis dan kerusakan pesisir serta belum optimalnya pengelolaan kawasan konservasi, serta pemenuhan ruang
terbuka hijau; 38
Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam mendukung perwujudan reformasi birokrasi;
39 Belum optimalnya penerapan SPM dalam mendukung peningkatan
pelayanan publik; 40
Belum optimalnya pengelolaan dan pendayagunaan asset daerah untuk mendukung peningkatan PAD;
II - 187
41 Belum optimalnya masyarakat dalam penggunaan hak pilih
Pemilukada serta rendahnya kesadaran hukum dan penghormatan HAM;
42 Terbatasnya jumlah personil aparat keamanan, ketentraman dan
ketertiban serta masih rendahnya peran serta masyarakat dalam mendukung pemantapan kondusivitas daerah.
2.7. Isu Strategis Pembangunan Daerah