II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agribisnis
Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan hulu dan hilir
mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan food supply chain
4
. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari
strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Istilah agribisnis diserap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang berasal dari agriculture pertanian dan business bisnis. Objek agribisnis dapat berupa
tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Kegiatan budidaya merupakan inti core agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan
sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya hasil panen dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan merupakan kegiatan
agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
2.2. Desa dan Perdesaan
Definisi desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ suatu daerah
dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis bahwa Desa adalah penduduknya kurang dari
2.500 jiwa dengan ciri-cirinya sebagai berikut
5
: a
Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b
Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
4
Agribisnis, 2011. http:id.wikipedia.org
[4 April 2011]
c Cara berusaha ekonomi adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat perdesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap wargaanggota masyarakat yang
hakikatnya bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana dia hidup. Masyarakat perdesaan juga mempunyai perasaan
bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama yaitu sebagai anggota masyarakat yang saling
mencintai saling menghormati dan mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat perdesaan antara lain sebagai berikut :
a Di dalam masyarakat perdesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang
lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat perdesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
Gemeinschaft atau paguyuban. c
Sebagian besar warga masyarakat perdesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan- pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan yang biasanya
sebagai pengisi waktu luang. d
Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat- istiadat dan sebagainya.
Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan
mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut
mereka akan selalu bekerjasama. Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.
5
Sosiologi Pedesaan, http:blog.unila.ac.idronemata-kuliahsosiologi-pedesaan [12 Juli 2011]
2.2.1. Pembangunan Perdesaan
Maksud pembangunan perdesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial–ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan
keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya Jayardinata dan Pramandika, 2006. Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah perdesaan umumnya
miskin. Sasaran dari program pembangunan perdesaan adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga miskin sehingga mereka mendapat
kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material makanan-minuman, pakaian, perumahan, alat-alat, dsb dan
kebutuhan spiritualnya pendidikan, agama, ilmu, keamanan, kepercayaan kepada diri, dsb dengan layak.
Pengembangan agribisnis perdesaan bertujuan menjadikan petani handal atau modern yang bisa mengelola komoditas pertaniannya dari pratanam hingga pasca
panen atau pemasaran
6
. Hampir di seluruh desa di Indonesia, para petani hanya menguasai sub-sistem produksi, sedangkan sub-sistem agribisnis lainnya seperti
pengadaan sarana dan modal, pengolahan hasil, dan pemasaran masih berada diluar kendali mereka. Di dalam sub-sistem produksi pun, praktek pertanian mereka masih
perlu ditingkatkan dengan penerapan teknologi pertanian yang lebih maju dan lebih produktif.
Pengembangan agribisnis dengan demikian dapat dikaitkan dalam kerangka pembangunan perdesaan untuk masa yang akan datang. Di mana melalui program
pemerintah di sektor agribisnis haruslah memperkuat posisi petani sebagai yang terlibat langsung dalam kegiatan agribisnis dan kewirausahaan. Sejalan dengan upaya
pengembangan agribisnis, yang sejak awal mesti diprogramkan oleh pemerintah daerah, maka salah satu langkah ke arah itu ialah memberi kemudahan kepada petani
dalam memperoleh segala bentuk sumber daya agraria. Akan tetapi kalau sumber daya agraria ini sulit, atau karena hambatan birokrasi, maka dapat diperkirakan bahwa
petani kita tidak akan pernah bangkit dari nestapa keterpurukan mereka sebagai petani yang tetap tidak berdaya, lebih-lebih petani penggarap
7
.
6
Abdurachman Adimihardja, 2006. Prima Tani Membangun Agroindustri Pedesaan dengan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis.
http:www.litbang.deptan.go.id [4 April 2011]
7
Aminuddin Siregar, 2008. Pengembangan Agribisnis dan Pembangunan Desa
http:klubhausbuku.multiply.comjournal [4 April 2011]
Sebaliknya, bila para petani meperoleh kemudahan menjangkau sumber daya agraria ini, maka langkah berikutnya kembali perlu dipikirkan ialah upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ini berkait pula dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan agribisnis yang dibuat oleh pemerintah baik pusat
maupun daerah. Kualitas sumber daya manusia amat sangat terkait dengan pembangunan masyarakat perdesaan, terutama yang menyangkut penataan ulang
terhadap mekanisme pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya dalam bidang perencanaan pembangunan desa.
Pengembangan agribisnis kembali perlu mendapat perhatian serius. Terutama dari pihak pemerintah pusat, khususnya pemerintah daerah yang memiliki
kewenangan dan yang secara otonomi pemerintah daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Bagi kabupaten yang memiliki sumber daya alam
yang potensial, pengembangan agribisnis merupakan peluang untuk dapat melakukan pembangunan desa.
Pengembangan agribisnis ini, hanya dapat dikatakan berhasil apabila perlakuan terhadap sistem pendistribusian produk pertanian berlaku sama dengan
pendistribusian barang ekonomi lainnya. Dengan kata lain pengembangan agribisnis tidak hanya membutuhkan komitmen tetapi juga memerlukan aturan yang jelas.
Prospek kedepan dari pengembangan agribisnis didukung oleh pemerintah dan lembaga terkait, sebab pengembangan usaha pertanian melalui agribisnis ini akan
berkait langsung dengan perekonomian rakyat, yang juga menjadi bagian dengan mengantisipasi terpuruknya ekonomi rakyat khususnya di perdesaan. Kemudian yang
diperlukan selanjutnya adalah niat yang ikhlas untuk membantu petani, ikhtiar secara profesional, dan tawakal kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
2.2.2. Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan
Dalam pengembangan agribisnis perdesaan, selain pendekatan agribisnis dapat juga menggunakan pendekatan wilayah dan kesejahteraan masyrakat. Hal ini
berarti bahwa pembangunan tidak terbatas pada sektor pertanian saja, tetapi menyentuh
seluruh aspek
kemasyarakatan secara
komperhensif, dengan
memperhatikan kekhususan kondisi wilayah. Masyarakat tani berupaya menggali potensi sumberdaya alam dan sosial-budaya untuk meningkatan kesejahteraan, yang
dilaksanakan secara partisipatif dengan para peneliti, penyuluh, aparat Dinas Pemda, swasta, dan sebagainya
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan semua sektor pembangunan harus dibangun secara integratif di bawah koordinasi pemerintah
bersangkutan, maka dapat diharapkan prasarana dan sarana pertanian serta berbagai fasilitas umum perdesaan pun dapat tertata dengan lebih baik. Perlunya
pengembangan agribisnis ini dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan disebabkan potensi ekonomi lokal sebagian besar masyarakat perdesaan di Indonesia
adalah masyarakat agraris, yakni bidang pertanian. Kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk dapat memberdayakan
ekonomi masyarakat perdesaan untuk merubah kehidupan masyarakat desa menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha
untuk memberdayakan mereka sehingga mereka mempunyai akses pada sumber- sumber ekonomi. Usaha memberdayakan masyarakat desa serta perang melawan
kemiskinan dan kesenjangan di daerah perdesaan masih harus menjadi agenda penting dalam kegiatan pembangunan dan pembangunan perdesaan masih relevan
untuk ditempatkan pada prioritas kebijaksanaan. Pembangunan perdesaan dalam perkembangnya tidak semata-mata terbatas
pada peningkatan produksi pertanian. Pembangunan perdesaan juga tidak hanya mencakup implementasi program peningkatan kesejahteraan sosial melalui distribusi
uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu adalah sebuah upaya kegiatan yang menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap
anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat terlepas dari belenggu kemiskinan.
2.3. Persoalan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif dan kemiskinan subjektif Usman, 2010. Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret. Ukuran itu lazimnya
berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat sandang, pangan dan papan. Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan absolute
yang berbeda-beda sebab kebutuhan dasar hidup masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan.
Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya
adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam
ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup.
Sedangkan konsep kemiskinan subjektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah
garis kemiskinan, mungkin tidak menganggap dirinya sendiri miskin dan demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, konsep kemiskinan semacam ini dianggap lebih
tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan
8
. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan
yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
8
Kemiskinan, 2011. http:id.wikipedia.orgwiki [14 Juli 2011]
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
2.4. Penelitian Terdahulu