Strategi Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan (Kasus : Desa Tangkil dan Hambalang, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan perdesaan sangat diperlukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia melakukan pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di perdesaan1. Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan sektor agribisnis perdesaan, petani dihadapkan dengan kondisi yang serba lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan) dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan (system of development) agribisnis.

Di Indonesia sejak dilaksanakan pembangunan pertanian, telah diterapkan beberapa sistem pengembangan pertanian berskala usaha baik untuk komoditi pangan maupun non pangan. Jika dikaji lebih jauh tujuan dan sasaran sistem pengembangan yang pernah diterapkan di sektor pertanian, pada hakekatnya adalah pengembangan sektor pertanian secara menyeluruh dan terpadu, yakni tidak hanya peningkatan produksi, tetapi juga pengadaan sarana produksi, pengolahan produk, pengadaan modal usaha dan pemasaran produk secara bersama atau bekerjasama dengan pengusaha. Sistem pengembangan sektor pertanian semacam ini, jika menggunakan istilah sekarang, tidak lain adalah pengembangan pertanian berdasarkan agribisnis, atau dengan kata lain pengembangan agribisnis.

Strategi Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antar kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah produsen sebagai pusat kegiatan pertanian yang kurang berkembang. Pembangunan sektor pertanian sekarang adalah sangat penting, karena apabila pembangunan sektor ini di wilayah tersebut menjadi tidak berhasil dikembangkan, dapat memberi dampak-dampak negatif terhadap pembangunan nasional secara keseluruhannya, yaitu terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antar wilayah dan antar kelompok antara lain mengenai tingkat pendapatan.

1


(2)

Pengembangan agribisnis di perdesaan merupakan pilihan tepat dan strategis untuk dapat menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan. Hal ini memungkinkan karena adanya kemampuan yang tinggi dari agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja, mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal dengan berbasis pada masyarakat dalam upaya meningkatkan perekonomian di perdesaan. Tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor agribisnis dapat dilihat berdasarkan data statistik BPS yaitu data penduduk yang bekerja di 15 tahun ke atas dari tahun 2007 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2007 – 2010 (jiwa)

No Lapangan Pekerjaan

Utama 2007 2008 2009 2010

1 Agribisnis 41.206.474 41.331.706 41.611.840 41.494.941

2 Pertambangan dan

Penggalian 994.614 1.070.540 1.155.233 1.254.501

3 Industri Pengolahan 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

4 Listrik, Gas, dan Air 174.884 201.114 223.054 234.070

5 Bangunan 5.252.581 5.438.965 5.486.817 5.592.897

6

Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel

20.554.650 21.221.744 21.947.823 22.492.176

7

Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi

5.958.811 6.179.503 6.117.985 5.619.022

8

Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan

1.399.940 1.459.985 1.486.596 1,739,486

9 Jasa Kemasyarakatan,

Sosial dan Perorangan 12.019.984 13.099.817 14.001.515 15.956.423 Total 99.930.217 102.552.750 104.870.663 108.207.767

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa penyerapan tenaga kerja di Indonesia didominasi oleh sektor agribisnis, tetapi hal ini tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan para pelaku agribisnis terutama buruh tani yang kesejahteraannya rendah. Keadaan ini menciptakan ketimpangan yang rentan terhadap setiap goncangan yang menimbulkan gejolak ekonomi sosial yang dapat terjadi secara


(3)

berulang-ulang. Hal ini juga diperparah dengan kondisi wilayah desa dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian yang mengalami produktivitas yang relatif rendah akibat beberapa permasalahan. Di sisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima bahan berlebih, sehingga untuk mengatasi kesenjangan ini perlu adanya strategi pengembangan agribisnis di perdesaan.

Desa Tangkil dan Hambalang merupakan desa miskin yang kesadaran pendidikan masyarakatnya masih rendah dengan mata pencaharian utama sebagai buruh tani, sehingga penghasilan yang diperoleh menjadi rendah dengan jumlah nominal yang tidak menentu. Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang sangat serius dan perlu penanggulangan yang tepat. Kemiskinan di Desa Tangkil dan Hambalang ditandai dengan perbandingan jumlah kepala keluarga di kedua desa dengan banyaknya jumlah kepala keluarga miskin penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Presentase Kepala Keluarga Penerima BLT di Desa Tangkil dan Hambalang Tahun 2009

No. Desa Jumlah Kepala

Keluarga

Jumlah Kepala Keluarga Penerima BLT

Presentase Penerima BLT

(%)

1 Tangkil 235 95 40,425

2 Hambalang 2.757 1.013 36,743

Sumber : Daftar Pengawasan Pembayaran Bantuan Langsung Tunai di Desa Tangkil dan Desa Hambalang (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, hampir setengah dari kepala keluarga yang ada di kedua desa merupakan masyarakat yang tergolong miskin dan memerlukan bantuan. Bahkan 700 kepala keluarga (KK) kondisi rumahnya dalam keadaan tidak layak huni dan sebagian besar rumah beralaskan tanah dan terbuat dari bilik bambu2. Di desa Hambalang juga masih terdapat satu kampung yang belum dialiri listrik. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan di mana lokasi Kecamatan Citeureup tidak jauh dari ibukota Kabupaten Bogor yaitu Cibinong.

Akibat kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan maka masyarakat desa secara nasional mulai melakukan migrasi ke wilayah perkotaan. Meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan, tetapi kehidupan di kota lebih


(4)

memberikan harapan untuk menambah penghasilan. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan persoalan-persoalan yang dapat berakibat buruk bagi masyarakat kawasan kota yang sudah terlalu padat, sehingga dapat menimbulkan pencemaran, pemukiman kumuh, sanitasi buruk, menurunnya kesehatan yang pada gilirannya akan menurunkan produktivitas masyarakat kawasan perkotaan. Maka dengan ini pengembangan sektor agribisnis dan pemberdayaan ekonomi perdesaan di Desa Tangkil dan Hambalang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mencegah ketimpangan kesejahteraan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan.

1.2. Perumusan Masalah

Semakin hari sektor agribisnis sudah dianggap kurang prospektif lagi bagi masyarakat perdesaan karena berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku agribisnis di perdesaan. Hal ini juga diakibatkan kurang berkembangnya industri pengolahan yang terkait dengan produksi usahatani sehingga mempengaruhi daya serap pasar akan produksi usahatani serta kurangnya informasi pasar kepada para pelaku agribisnis di perdesaan3. Dengan kurang berkembangnya agribisnis di perdesaan tentu akan berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakatnya karena sektor agribisnis merupakan tonggak perekonomian bagi masyarakat perdesaan.

Pengembangan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang masih berhadapan dengan banyak kendala. Diantaranya pertama, sebagian besar kepemilikan lahan pertanian yang selama ini digunakan untuk bercocok tanam oleh masyarakat desa berstatus lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik pemerintah. Lahan pertanian sebagian besar sudah beralih fungsi menjadi bangunan markas Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP TNI) dan tanah-tanah yang ada dikuasai perusahaan-perusahaan dan pengembang. Hal ini dikarenakan lahan pertanian bukan hak milik masyarakat, melainkan milik pihak ketiga.

Kedua belum tampak secara riil usaha pemerintah daerah untuk mengembangkan kegiatan agribisnis secara sungguh-sungguh di kedua desa. Sehingga iklim usaha kurang dapat merangsang investor untuk mengembangkan 2

RTLH Desa Hambalang Capai 700 KK. http://www.radar-bogor.co.id [3 April 2011]

3

Sutrisno, 2009. Pengembangan Agribisnis sebagai Terobosan Ekonomi Perdesaan. http://litbang.patikab.go.id [3 April 2011]


(5)

bidang agribisnis di kedua desa, seperti masih terbatasnya sarana pemasaran seperti transportasi jalan, listrik, pasar yang representatif dan fasilitas pascapanen. Demikian pula keterbatasan prasarana permodalan dan perkreditan dan tenaga ahli yang mampu melayani kegiatan-kegiatan sektor ini setelah pascapanen beserta pengolahannya.

Ketiga, kurangnya sarana pendidikan di perdesaan menyebabkan rendahnya kualitas SDM di Desa Tangkil dan Hambalang. Selain itu kesadaran masyarakat atas pentingnya pendidikan masih dirasa kurang. Dengan kurangnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dapat menghambat pembangunan perekonomian perdesaan, maka diperlukan perhatian seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya pendidikan yang berkualitas.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu memihak pemberdayaan ekonomi rakyat. Maka program pemberdayaan masyarakat miskin yang berbasis pengembangan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang harus dirancang berdasarkan analisa tentang kemiskinan dan faktor sosial ekonomi lainnya. Permasalahan utama di kedua desa tersebut adalah rendahnya tingkat kesejahteraan, masyarakat menjadi miskin bukan karena malas, melainkan karena produktifitasnya rendah. Produktivitas yang rendah itu diakibatkan oleh kurangnya akses dalam bidang ekonomi (modal), kesehatan dan pendidikan. Tertutupnya akses masyarakat miskin dalam berbagai bidang terutama ekonomi, kesehatan dan pendidikan menyebabkan mereka sulit berkembang dan beranjak dari kemiskinan.

Selain permasalahan internal juga ada beberapa permasalahan eksternal yang mempengaruhi pemberdayaan ekonomi perdesaan di Desa Tangkil dan Hambalang. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor tersebut serta besar pengaruhnya terhadap kegiatan agribisnis di kedua desa. Setelah itu dapat dicarikan strategi apa yang paling tepat yang dapat diaplikasikan dan dikembangkan oleh masyarakat di Desa Tangkil dan Hambalang.

Untuk mengetahui strategi mana yang paling tepat bagi Desa Tangkil dan Hambalang, maka langkah awalnya adalah mengetahui dengan jelas faktor-faktor internal maupun eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman


(6)

usahanya tersebut, sehingga dapat diajukan beberapa alternatif strategi yang tepat untuk diterapkan sebagai solusi masalah yang ada.

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang akan diangkat adalah : 1. Apa saja potensi agribisnis yang dapat dikembangkan untuk pemberdayaan

agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang?

2. Apa saja faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi penentuan strategi pemberdayaan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang?

3. Bagaimana alternatif strategi yang dapat diterapkan untuk pemberdayaan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi gambaran umum potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

2. Mengidentifikasi dan menganalisa faktor internal dan faktor eksternal pemberdayaan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

3. Merumuskan alternatif strategi terbaik yang dapat diterapkan untuk pemberdayaan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai objek penelitian untuk mengidentifikasi potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembilan keputusan strategi pemberdayaan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

3. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah sedangkan bagi kalangan umum, dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan serta sebagai bahan pustaka bagi penelitian selanjutnya.


(7)

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian dan pembahasan skripsi ini meliputi gambaran umum potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang, analisis faktor-faktor internal dan eksternal perdesaan, perumusan strategi dan penentuan prioritas strategi yang dapat diterapkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat di kedua desa tersebut. Fokus kajian penelitian hanya meliputi kegiatan agribisnis secara umum yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Tangkil dan Hambalang untuk mengetahui potensi dan permasalahan yang dihadapi pelaku agribisnis di kedua desa tersebut. Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak mengkaji lebih dalam seluruh sub-sektor agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agribisnis

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain)4. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Istilah "agribisnis" diserap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang berasal dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Kegiatan budidaya merupakan inti (core) agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan merupakan kegiatan agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

2.2. Desa dan Perdesaan

Definisi desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis bahwa Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-cirinya sebagai berikut5:

a) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

4


(9)

c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Masyarakat perdesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang hakikatnya bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana dia hidup. Masyarakat perdesaan juga mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama yaitu sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati dan mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.

Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat perdesaan antara lain sebagai berikut :

a) Di dalam masyarakat perdesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat perdesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.

b) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau paguyuban).

c) Sebagian besar warga masyarakat perdesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan Pekerjaan-pekerjaan sambilan yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.

d) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.

Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama. Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.

5


(10)

2.2.1. Pembangunan Perdesaan

Maksud pembangunan perdesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial–ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya (Jayardinata dan Pramandika, 2006). Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah perdesaan umumnya miskin. Sasaran dari program pembangunan perdesaan adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga miskin sehingga mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material (makanan-minuman, pakaian, perumahan, alat-alat, dsb) dan kebutuhan spiritualnya (pendidikan, agama, ilmu, keamanan, kepercayaan kepada diri, dsb) dengan layak.

Pengembangan agribisnis perdesaan bertujuan menjadikan petani handal atau modern yang bisa mengelola komoditas pertaniannya dari pratanam hingga pasca panen atau pemasaran6. Hampir di seluruh desa di Indonesia, para petani hanya

menguasai sub-sistem produksi, sedangkan sub-sistem agribisnis lainnya seperti pengadaan sarana dan modal, pengolahan hasil, dan pemasaran masih berada diluar kendali mereka. Di dalam sub-sistem produksi pun, praktek pertanian mereka masih perlu ditingkatkan dengan penerapan teknologi pertanian yang lebih maju dan lebih produktif.

Pengembangan agribisnis dengan demikian dapat dikaitkan dalam kerangka pembangunan perdesaan untuk masa yang akan datang. Di mana melalui program pemerintah di sektor agribisnis haruslah memperkuat posisi petani sebagai yang terlibat langsung dalam kegiatan agribisnis dan kewirausahaan. Sejalan dengan upaya pengembangan agribisnis, yang sejak awal mesti diprogramkan oleh pemerintah daerah, maka salah satu langkah ke arah itu ialah memberi kemudahan kepada petani dalam memperoleh segala bentuk sumber daya agraria. Akan tetapi kalau sumber daya agraria ini sulit, atau karena hambatan birokrasi, maka dapat diperkirakan bahwa petani kita tidak akan pernah bangkit dari nestapa keterpurukan mereka sebagai petani yang tetap tidak berdaya, lebih-lebih petani penggarap7.

6

Abdurachman Adimihardja, 2006. Prima Tani Membangun Agroindustri Pedesaan dengan Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. http://www.litbang.deptan.go.id [4 April 2011]

7

Aminuddin Siregar, 2008. Pengembangan Agribisnis dan Pembangunan Desa http://klubhausbuku.multiply.com/journal [4 April 2011]


(11)

Sebaliknya, bila para petani meperoleh kemudahan menjangkau sumber daya agraria ini, maka langkah berikutnya kembali perlu dipikirkan ialah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ini berkait pula dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan agribisnis yang dibuat oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Kualitas sumber daya manusia amat sangat terkait dengan pembangunan masyarakat perdesaan, terutama yang menyangkut penataan ulang terhadap mekanisme pemberdayaan ekonomi rakyat khususnya dalam bidang perencanaan pembangunan desa.

Pengembangan agribisnis kembali perlu mendapat perhatian serius. Terutama dari pihak pemerintah pusat, khususnya pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dan yang secara otonomi pemerintah daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Bagi kabupaten yang memiliki sumber daya alam yang potensial, pengembangan agribisnis merupakan peluang untuk dapat melakukan pembangunan desa.

Pengembangan agribisnis ini, hanya dapat dikatakan berhasil apabila perlakuan terhadap sistem pendistribusian produk pertanian berlaku sama dengan pendistribusian barang ekonomi lainnya. Dengan kata lain pengembangan agribisnis tidak hanya membutuhkan komitmen tetapi juga memerlukan aturan yang jelas. Prospek kedepan dari pengembangan agribisnis didukung oleh pemerintah dan lembaga terkait, sebab pengembangan usaha pertanian melalui agribisnis ini akan berkait langsung dengan perekonomian rakyat, yang juga menjadi bagian dengan mengantisipasi terpuruknya ekonomi rakyat khususnya di perdesaan. Kemudian yang diperlukan selanjutnya adalah niat yang ikhlas untuk membantu petani, ikhtiar secara profesional, dan tawakal kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

2.2.2. Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan

Dalam pengembangan agribisnis perdesaan, selain pendekatan agribisnis dapat juga menggunakan pendekatan wilayah dan kesejahteraan masyrakat. Hal ini berarti bahwa pembangunan tidak terbatas pada sektor pertanian saja, tetapi menyentuh seluruh aspek kemasyarakatan secara komperhensif, dengan


(12)

memperhatikan kekhususan kondisi wilayah. Masyarakat tani berupaya menggali potensi sumberdaya alam dan sosial-budaya untuk meningkatan kesejahteraan, yang dilaksanakan secara partisipatif dengan para peneliti, penyuluh, aparat Dinas Pemda, swasta, dan sebagainya

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan semua sektor pembangunan harus dibangun secara integratif di bawah koordinasi pemerintah bersangkutan, maka dapat diharapkan prasarana dan sarana pertanian serta berbagai fasilitas umum perdesaan pun dapat tertata dengan lebih baik. Perlunya pengembangan agribisnis ini dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan disebabkan potensi ekonomi lokal sebagian besar masyarakat perdesaan di Indonesia adalah masyarakat agraris, yakni bidang pertanian.

Kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk dapat memberdayakan ekonomi masyarakat perdesaan untuk merubah kehidupan masyarakat desa menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan mereka sehingga mereka mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi. Usaha memberdayakan masyarakat desa serta perang melawan kemiskinan dan kesenjangan di daerah perdesaan masih harus menjadi agenda penting dalam kegiatan pembangunan dan pembangunan perdesaan masih relevan untuk ditempatkan pada prioritas kebijaksanaan.

Pembangunan perdesaan dalam perkembangnya tidak semata-mata terbatas pada peningkatan produksi pertanian. Pembangunan perdesaan juga tidak hanya mencakup implementasi program peningkatan kesejahteraan sosial melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu adalah sebuah upaya kegiatan yang menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat terlepas dari belenggu kemiskinan.

2.3. Persoalan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan


(13)

relatif dan kemiskinan subjektif (Usman, 2010). Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret. Ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan dan papan). Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan absolute yang berbeda-beda sebab kebutuhan dasar hidup masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan.

Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup.

Sedangkan konsep kemiskinan subjektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, mungkin tidak menganggap dirinya sendiri miskin dan demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, konsep kemiskinan semacam ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan8. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

8


(14)

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

2.4. Penelitian Terdahulu

Pada kajian penelitian terdahulu, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian yaitu penelitian dengan topik strategi pengembangan dan topik pengembangan agribisnis. Selain topik, peneliti juga mengkaji penelitian terdahulu dengan melihat alat analisis yang digunakan yaitu EFE dan IFE, matriks analisis SWOT dan matriks QSP. Hal tersebut bertujuan untuk melihat perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini sehingga dapat menunjukkan adanya persamaan, keunggulan dan kelemahan pada penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Reza (2009) mengenai Analisis Strategi Pengembangan Pantai Lombang di Kabupaten Sumenep. Berdasarkan hasil penelitian yang didasarkan pada EFE dan IFE, penulis dapat melihat dimana total skor bobot hasil dari matriks EFE sebesar 2,742 dan matriks IFE sebesar 2,364 sehingga menempatkan LPS pada matriks V. Berarti Strategi yang tepat adalah dengan melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk.

Penulis juga melihat hasil dari matriks analisis SWOT diperoleh alternatif SO yaitu pemberdayaan potensi budaya dan pengembangan kegiatan ekonomi potensi wilayah. Strategi ST yaitu penetapan harga bersaing. Strategi WO yaitu perbaikan aksesbilitas dan perbaikan kualitas SDM. Strategi WT yaitu peberdayaan masyarakat lokal dan pengembangan strategi promosi. Setelah merusukan alternative strateig dalam matriks swot penulis juga melihat hasil matriks QSP diperoleh bahwa strategi


(15)

pengembangan kegiatan ekonomi berbasis potensi wilayah merupakan strategi dengan nilai TAS terbesar yaitu 5.63.

Dari tesis yang disusun oleh Budi Pamilih Kahana (2008) yang menganalisis mengenai strategi pengembangan agribisnis cabai merah di kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. Penulis dapat melihat hasil analisis faktor-faktor strategis baik internal maupun eksternal yang terdiri dari faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hasil analisis pada matrik SWOT diperoleh koordinat (0,2 ; 0,52) yang mana koordinat ini pada kuadran I yaitu Strategi Agresif. Maka strategi ini menunjukkan situasi yang sangat menguntungkan. Usahatani cabai merah memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agnes Aulia Dwi Puspa (2009) mengenai Analisis Daya Saing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia. Penulis dapat melihat berbagai alternatif strategi hasil dari matriks analisis SWOT diperoleh alternatif SO yaitu optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di perdesaan, penguatan kelembagaan dan melakukan bimbingan serta pembinaan bagi petani. Strategi ST yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal serta pembatasan volume impor. Strategi WO yaitu menjalin kerjasama dengan industri makanan, membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan serta memberdayakan kelompok tani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru dan melakukan sosialisasi serta promosi tentang agribisnis gandum kepada petani dan masyarakat. Strategi WT yaitu menciptakan produk olahan gandum lokal yang berkualitas untuk segmen pasar tertentu.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Daud Taufik Ridho (2007) mengenai Industrialisasi Pedesaan dan Transformasi Tenaga Kerja Muda Dari Sektor Pertanian ke Non Pertanian (Suatu Kasus di Desa Mekar Jaya Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut). Dari penelitian ini penulis dapat melihat metode penelitian yang digunakan yaitu Cluster Random Sampling, dimana populasi yang dianalisis dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen. Dari hasil


(16)

penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor internal dari sektor pertanian yang menyebabkan transformasi tenaga kerja muda tersebut adalah keadaan lahan pertanian yang semakin sempit, tingkat upah yang rendah, pekerjaan yang tidak kontinyu, risiko usaha yang tinggi, terjadinya mekanisasi pertanian dan perubahan pandangan terhadap pekerjaan pertanian. Sedangkan dari faktor eksternalnya adalah adanya lapangan kerja sektor non pertanian dengan persyaratan pekerjaan yang mudah, tingkat upah dan kontinuitas pendapatan yang tinggi, dan fasilitas yang menunjang. Industrialisasi dan transformasi tenaga kerja yang terjadi tersebut telah menyebabkan tekanan penduduk yang tinggi terhadap lahan pertanian di desa tersebut dan juga telah mengakibatkan penurunan tingkat kesempatan kerja sektor pertanian. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penulis dengan melihat sektor pembangunan di perdesaan.

Tesis dari Fauzi Saleh (2010) yang berjudul Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Di Kabupaten Kampar – Provinsi Riau. Dari hasil tesis ini penulis dapat melihat analisis SWOT yang dilakukan oleh peneliti dengan faktor-faktor strategis internal berupa kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Dalam rangka menumbuhkembangkan industrialisasi perdesaan berbasis tanaman pangan dan hortikulturan di Kabuapten Kampar, kebijakan dan strategi prioritas yang perlu ditempuh dalam upaya meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani tanaman pangan adalah strategi W-O yaitu strategi yang ditempuh untuk mengatasi kelemahan-kelemahan (weaknesses) yang ada selama ini agar mampu memanfaatkan peluang-peluang (opportunities) yang masih terbuka untuk pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan. Manfaat dari tesis ini penulis dapat melihat analisis SWOT tentang pengembangan suatu wialyah terutama wilayah perdesaan.


(17)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Strategi

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”strategos” yang berarti kepemimpinan militer. Strategi adalah usaha untuk mencapai tujuan dengan melihat dan memadukan lingkungan internal serta eksternal sehingga menghasilkan rencana, keputusan dan tindakan yang tepat (Yogi et all. 2007). Definisi lain dari strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai (David, 2009). Dengan demikian srategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.

Strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies) maka perdesaan perlu mencari kompetensi inti yang di dalam bisnis yang dilakukan.

3.1.2. Lingkungan Organisasi

Lingkungan tempat organisasi dalam hal ini perdesaan, secara garis besar dibagi dalam dua kelompok yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal sifatnya berada dalam organisasi. Sedangkan lingkungan eksternal sifatnya berada diluar organisasi. Dengan mengetahui lingkungan internal dan lingkungan eksternal maka dapat dirumuskan bagaimana Strategi Pemberdayaan Agribisnisi Perdesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

3.1.3. Analisis Lingkungan Perdesaan

Analisis lingkungan dalam hal ini lingkungan perdesaan bertujuan untuk memantau lingkungan perdesaan dan juga dapat berfungsi sebagai dasar untuk mlakukan pembenahan perdesaan secara gradual bahkan perubahan total dimasa


(18)

mendatang. Lingkungan perdesaan mencakup semua faktor yang terdiri dari lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kelangsungan dalam pencapaian tujuan perdesaan.

3.1.3.1. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Framework)

Penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihoods) merupakan penggabungan dua kata yang menonjol dalam diskursus maupun wacana pembangunan masyarakat masa kini. Penggabungan ke dua kata di atas menjadi sebuah frase yang kemudian dihembuskan makna yang lebih dalam, harus juga dilihat sebagai ‘praktek pembangunan’ dalam konteks semantik.

Sustainable Livelihoods bermakna gugatan terhadap praktek status quo dalam analisis pembangunan desa dan kemiskinan. Secara etimologis, makna kata ’livelihood’ itu meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial dan fisik), aktifitas di mana akses atas aset dimaksud dimediasi oleh kelembagaan dan relasi sosial) yang secara bersama mendikte hasil yang diperoleh oleh individu maupun keluarga.

Kerangka kerja sustainable livelihoods menjelaskan faktor-faktor utama yang mempengaruhi penghidupan masyarakat serta hubungan khusus diantara faktor-faktor tersebut. Kerangka kerja ini bisa digunakan baik untuk merencanakan kegiatan pembangunan baru maupun untuk menilai sumbangan kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan bagi keberlanjutan penghidupan.

3.1.3.2. Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan internal adalah lingkungan yang dapat dikendalikan oleh perdesaan itu sendiri (Yogi et all. 2007) Lingkungan internal juga merupakan lingkungan organisasi yang berada dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perdesaan. Semua organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan yang semua itu harus dianalisis. Keadaan


(19)

internal perdesaaan juga banyak aspeknya yang tidak mungkin dianalisis semuanya, sehingga yang perlu dianalisis adalah aspek kunci saja.

Analisis lingkungan internal perdesaan di Desa Tangkil dan Hambalang menggunakan pendekatan Kerangka Penghidupan Berkelanjutan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris Sustainable Livelihoods (SL). Kerangka SL mengungkap lima jenis modal yang harus dimiliki sehingga seseorang atau suatu wilayah bisa terhindar dari kemiskinan. Keluaran (Output) yang diharapakan dari kerangka SL ini adalah (1) pendapatan masyarakat menjadi lebih baik, (2) kesejahteraan meningkat, (3) kerentanan berkurang, (4) ketahanan pangan meningkat, dan (5) pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kelima aset modal dalam kerangka SL tersebut mencakup hal-hal berikut yang terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan Sumber: www.dfid.gov.uk

Permintaan Efektif

Pasar / Non-Pasar

MODAL MATA PENCAHARIAN

Fisik, Sosial, SDA, SDM,

Keuangan

Strategi Mata Pencaharian

Keluaran Aktivitas

Keluaran Mata Pencaharian

KONTEKS KERENTANAN

KEJUTAN, TREN MUSIMAN

Lembaga dan Kebijakan

Pasar Hak Akses Daya


(20)

1. Sumber Daya Manusia (Human Asset)

Sumber Daya manusia atau (human asset) mencakup keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja keras, serta kesehatan jasmani yang seluruhnya memungkinkan untuk menerapkan berbagai macam strategi mata pencaharian untuk mencapai sasaran kehidupannya. Modal manusia merupakan jenis modal yang paling terpengaruh oleh kebijakandan program pemerintah. investasi sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, dan pelayanan kesehatan. Jika investasi tidak pernahdilakukan atau investasi tidak tepat, akan menimbulkan masalah serius.

Pendidikan selain berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, juga berfungsi untuk menyiapkan masyarakat desa dalam menghadapi perubahan yang akan terjadi sebagai konsekuensi dari adanya pembangunan di desa tersebut. Hal ini sangatlah penting, mengingat adanya pembangunan akan berpotensi atau dapat menyebabkan terjadinya perombakan sosial-kultural dalam masyarakat. Jika masyarakat tidak siap, pembangunan justru dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak terkendali, misalnya semakin merebaknya budaya konsumtif di masyarakat. Peningkatan SDM petani dan pertanian sangat erat kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat perdesaan (community empowerment).

2. Keuangan (Financial Asset)

Kondisi keuangan merupakan suatu ukuran yang sering kali dipertimbangkan dalam menentukan posisi persaingan sebuah usaha dan sebagai daya tarik investor secara keseluruhan. Penetapan kekuatan dan kelemahan finansial sebuah organisasi penting sekali untuk memformulasikan strategi secara efektif. Keuangan perdesaan berfungsi sebagai penyediaan sejumlah layanan keuangan seperti tabungan, kredit pinjaman, pembayaran-pembayaran dan asuransi- kepada perorangan, rumah tangga dan badan usaha, baik pertanian maupun non-pertanian, di daerah perdesaan, dan secara berkelanjutan. Keuangan perdesaan tidak hanya diperuntukkan bagi kaum miskin. Layanan ini lebih ditawarkan kepada semua orang di semua tingkat pendapatan.


(21)

Berbagai organisasi telah bekerja di daerah perdesaan untuk mengurangi kemiskinan dan menyediakan akses atas berbagai bentuk layanan keuangan. Banyak tantangan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga keuangan perdesaan yang muncul dari kegiatan pinjaman untuk kegiatan berbasis pertanian. Tantangan-tantangan yang spesifik pada sektor ini mencakup: biaya transaksi yang tinggi baik untuk peminjam maupun pemberi pinjaman, berbagai musim yang berpotensi mempengaruhi nasabah maupun lembaga, kurangnya informasi yang terpercaya tentang para peminjam.

3. Infrastruktur Perdesaan (Phisycal Asset)

Modal fisik, meliputi infrastruktur dasar seperti jalan raya dan transportasi, pasar/tempat berjualan, bangunan irigasi, perumahan, dan sebagainya. Untuk daerah pertanian, prasarana irigasi menjadi hal yang sangat penting karena mampu meningkatkan hasil pertanian mereka. Masyarakat miskin menjadi sangat rentan bila kondisi prasarana fisik mereka menurun karena mereka tidak memiliki pilihan untuk beralih ketempat lain atau membeli kebutuhan dasar dari sumber-sumber alternatif

4. Sumber Daya Alam (Natural Asset)

Modal alam yakni sumber daya alam yang ada di sekitar masyarakat dan berguna bagi kehidupan, seperti lahan pertanian, hutan, kualitas air tanah, hasil tambang, pantai dan sungai, dan sumber daya lainnya yang disediakan oleh alam. Tidak bisa dimungkiri bahwa sumber daya alam rentan terhadap perusakan. Tanah pertanian yang diusahakan secara intensif dan terus-menerus selama berpuluh-puluh tahun akan mengalamipenurunan kesuburan. Masyarakat di perdesaan juga menyadari bahwa penurunan kualitas dan jumlah sumber daya alam, seperti hutan dan laut terjadi karena eksploitasi alam yang terus-menerus.

5. Modal Sosial (Social Asset)

Modal sosial seperti; peraturan yang ada di masyarakat setempat, kelembagaan sosial, kepercayaan diri, potensi konflik dan lain sebagainya.


(22)

Rendahnya modal sosial menyebabkan rentannya kaum miskin melakukan urbanisasi ke daerah perkotaan.

3.1.3.3. Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal adalah suatu proses yang digunakan para perencana strategi untuk memantau faktor lingkungan eksternal dalam menentukan peluang dan ancaman terhadap perdesaan. Dengan demikian perdesaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara yang paling efektif dan dapat menangani ancaman dari luar.

Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari perdesaan. Faktor eksternal perdesaan merupakan faktor – faktor lingkungan di luar perdesaan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi semua tindakan masyarakat perdesaan atau semua pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Lingkungan eksternal perdesaan terdiri atas faktor ekonomi, sosial budaya, demografi dan lingkungan, politik dan kebijakan pemerintah, serta teknologi.

1. Ekonomi

Keadaan ekonomi suatu daerah akan mempengaruhi kemampuan ekonomi masyarakat perdesaan. Faktor ekonomi mengacu pada sifat, cara dan arah dari perekonomian dimana suatu perdesaan akan atau sedang berkompetisi.

2. Politik dan Kebijakan Pemerintah

Arah dan stabilitas dari faktor politik merupakan pertimbangan utama dalam memformulasikan strategi pengembangan perdesaan. Kendala-kendala politik diberlakukan terhadap perdesaan melalui kebijakan pemerintah, program-program pemerintah baik secara nasoanal maupun kedaerahan, keputusan perdagangan yang wajar, program perpajakan, perundangan gaji minimum, kebijakan polusi dan penetapan harga, batasan administratif serta banyak tindakan lain yang bertujuan


(23)

untuk melindungi karyawan, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan. Kebijakan pemerintah dalam hubungannya dengan perdesaan dapat berubah sewaktu-waktu sehingga tindakan pemerintah dapat mempengaruhi pilihan strategi usaha.

3. Teknologi

Untuk meningkatkan inovasi maka harus disadari akan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian di perdesaan. Perkembangan teknologi mendorong pada perkembangan teknik produksi suatu produk, terutama produk pertanian. Teknik budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis yang harus berorientasi pada pasar. Artinya teknik budidaya dilakukan berdasarkan pada kualitas yang diinginkan oleh pihak konsumen sehingga produk tersebut dapat dipasarkan dengan baik. Sehingga teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang unggul.

4. Demografi

Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.

5. Sosial, Budaya, dan Lingkungan

Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi suatu perdesaan mencakup keyakinan, nilai, sikap, opini yang berkembang dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan sekitar perdesaan. Faktor-faktor ini biasanya dikembangkan dari kondisi kultural, ekologis, pendidikan dan kondisi etnis. Seandainya faktor sosial berubah maka permintaan untuk berbagai produk dan aktivitas juga turut mengalami perubahan. Para pelaku ekonomi perdesaan juga harus dapat memperhatikan tentang hal-hal yang menyangkut faktor demografi diantaranya adalah ukuran populasi,


(24)

distribusi geografi, pencampuran etnis serta distribusi pendapatan. Melihat dinamisnya perubahan yang global mengikuti trend, bukan hanya secara domestik.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Proses penentuan Strategi Pemberdayaan Agribisnisi Perdesaan diawali dengan melihat program serta visi misi dari tingkat kabupaten, kecamatan, hingga visi misi di kedua desa. Lalu penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran umum perekonomian, karakteristik masyarakat serta kegiatan agribisnis dan permasalahannya di Desa Tangkil dan Hambalang, Kemudian peneliti mengidentifikasi potensi di kedua desa. Setelah itu mengidentifikasikan faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perkembangan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang. Pada tahap ini dilakukan analisis faktor internal dan eksternal agar dapat menggali potensi sektor pertanian, untuk meningkatkan kinerja dan daya saingnya. Analisis lingkungan internal di kedua desa berguna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam sektor agribisnis. Sedangkan analisis eksternalnya berguna untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kedua desa.

Pengidentifikasian ini menggunakana pendekatan Kerangka Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods (SL) Framework) dilanjutkan dengan memilih faktor strategis bagi Desa Tangkil dan Hambalang didalam bentuk matriks IFE (Internal Factor Evaluation) yang sebelumnya dilakukan analisis S-W ( Strength-Weakness) dan EFE (External Factor Evaluation) yang sebelumnya dilakukan analisis O-T (Opportunity-Threat). Pengidentifikasian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan atau sebaliknya dan apakah potensi perdesaan terutama sektor agribisnis yang dimiliki oleh kedua desa mampu memanfaatkan peluang untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Lalu dari hasil matriks IFE dan EFE dilakukan penentuan alternatif strategi dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Penentuan alternatif strategi ini terdiri dari empat alternatif strategi yaitu strategi penyesuaian kekuatan dan peluang, strategi penyesuaian kelemahan dan peluang, strategi penyesuaian


(25)

kekuatan dan ancaman, serta strategi penyesuaian kelemahan dan ancaman. Keempat alternatif strategi yang dihasilkan dari matriks akan dipilih strategi yang terbaik untuk dapat diterapkan dalam pemberdayaan ekonomi perdesaan dengan analisis yang lebih objektif dengan intuisi yang baik dalam matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) dengan alat analisis ini nantinya dapat diketahui prioritas strategi yang akan diterapkan di kedua desa tersebut dilihat dari nilai/skor totalnya (Weighted Actractiveness Score/WAS).

Hasil matriks QSPM di Desa Tangkil dan Hambalang akan diperlihatkan dari perolehan skor. Skor yang tertinggi menunjukkan bahwa altermatif strategi tersebut penting sebagai prioritas utama untuk diterapkan dan perolehan skor terendah menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut merupakan prioritas terakhir yang dipilih untuk dilaksanakan oleh sektor pemberdayaan ekonomi di kedua desa. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(26)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Pengumpulan data mengenai kegiatan perekonomian dan permasalahannya di Desa

Tangkil dan Hambalang

Identifikasi potensi dan model pemberdayaan agribisnis di kedua desa

Analisis Lingkungan Perdesaan

Faktor Internal dengan Matriks IFE/

Analisis S-W

Faktor Eksternal dengan Matriks EFE/

Analisis O-T

Formulasi Strategi

Pemilihan Strategi Terbaik Untuk Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan

Rekomendasi Strategi Pemberdayaan Agribisnis

Perdesaan

Matriks SWOT

Matriks QSPM Program serta visi misi dari tingkat kabupaten,

kecamatan dan visi misi di kedua desa

Pendekatan Sustainable Livelihoods (SL) Framework


(27)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu di Desa Tangkil dan Hambalang di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Penelitian di kedua desa ini adalah studi kasus dan sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa kedua desa ini merupakan desa yang tergolong miskin dan kurang berkembang di sektor agribisnisnya. Pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2011. Berikut ini adalah peta lokasi Desa Tangkil dan Hambalang yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Desa Tangkil dan Hambalang


(28)

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dengan didukung beberapa data sekunder yang diperlukan dalam penyusunan laporan hasil penelitian yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer yang diperoleh melalui survei lapang untuk mengetahui gambaran kegiatan agribisnis, karakteristik desa dan potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang. Data primer akan ditangkap melalui dua tahapan, yaitu dengan menggunakan kuesioner serta wawancara secara mendalam (in depth interview) untuk melakukan pendalaman lebih jauh. Wawancara secara langsung dilakukan dengan Pemerintah Kabupaten Bogor khusunya Kepala dan petugas dari Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Gunung Putri yang membawahi Kecamatan Citereup, Petugas Pertanian Kecamatan (PPK) Citereup, Kepala Desa Tangkil dan Hambalang, perangkat desa terkait, tokoh masyarakat serta para pelaku agribisnis di kedua desa yang memahami kondisi kegiatan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

Data penunjang lainnya atau data sekunder diperoleh dari literatur yang terkait seperti penelitian terdahulu, Badan Pusat Statistik (BPS), LSI IPB, berbagai situs internet, artikel majalah, surat kabar, dan bahan pustaka lain yang relevan. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Microsoft Excel yang disajikan dalam bentuk tabulasi guna memudahkan pemahaman.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Responden dipilih secara sengaja (purposive) yang memiliki kontribusi besar dalam perumusan dan pelaksanaan strategi pengembangan agribisnis dan pemberdayaan ekonomi di Desa Tangkil dan Hambalang. Pemilihan responden tersebut dilakukan atas dasar keterwakilan dari pemerintah dan masyarakat di kedua desa. Responden yang diambil berjumlah delapan orang yang terdiri dari Kepala BP3K Gunung Putri, Petugas Pertanian Kecamatan Citereup, Kepala Desa Tangkil dan Hambalang, tokoh ekonomi masyarakat di kedua desa serta perangkat desa terkait.


(29)

4.4. Teknik Pengumpulan Data Primer

Dalam hal ini teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara : a. Interview/Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face). Dalam penelitian ini kegiatan wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dalam wujud tatap muka.

b. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur. Dalam penelitian ini penyebaran kuisioner dilakukan oleh peneliti sehingga dapat mendampingi responden dalam pengisian jawaban. Kuisioner disajikan dalam bentuk pertanyaan campuran terbuka dan tertutup dengan tujuan untuk lebih mendalami jawaban responden terhadap variabel-variabel pertanyaan.

c. Observasi dan Survey

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dua proses terpenting dari observasi ini adalah pengamatan dan ingatan. Dalam penelitian ini observasi secara terstruktur dilakukan untuk memperoleh gambaran detail mengenai permasalahan dan potensi agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang.

d. FGD

Focus Group Discussion yang lebih terkenal dengan singkatannya FGD merupakan salah satu metode riset kualitatif yang paling terkenal selain teknik wawancara. FGD adalah diskusi terfokus dari suatu group untuk membahas suatu masalah tertentu, dalam suasana informal dan santai. Jumlah pesertanya bervariasi antara 8-12 orang, dilaksanakan dengan panduan seorang moderator. Berbeda dengan riset kuantitatif yang metodologinya memiliki sifat pasti (exact), metode FGD yang


(30)

bersifat kualitatif memiliki sifat tidak pasti, berupa eksploratori atau pendalaman terhadap suatu masalah dan tidak dapat digeneralisasi.

4.5. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Perumusan alternatif strategi bagi pengembangan agribisnis di Desa Tangkil dan Desa Hambalang dilakukan dengan menggunakan matriks. Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu : 1) Tahap pengumpulan data (Input Stage); 2) Tahap analisis (Matching Stage); dan 3) Tahap pengambilan keputusan (Decision Stage).

4.5.1. Proses Perumusan Alternatif Strategi 1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analsis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Penjelasan mengenai data eksternal dan internal telah disebutkan pada bab kerangka pemikiran. Dimana hal pertama yang dilakukan dalam tahap ini adalah melihat kegiatan agribisnis dan mengidentifikasi potensi agribisnis di kedua desa, selanjutnya dilakukan identifikasi data internal dan eksternal di perdesaan.

Data eksternal dan internal organisasi yang teridentifikasi akan dirangkum dalam suatu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) dimana data-data tersebut merupakan faktor strategis. Matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang dimiliki maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan, sedangkan Matriks EFE digunakan untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki perdesaan dan ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi perdesaan. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada kedua desa maka kita dapat mengetahui bagaimana efektivitas strategi yang dilakukan oleh pemerintah desa selama ini juga dapat menentukan strategi yang dapat memanfaatkan faktor internal dan eksternal yang ada sehingga dapat lebih meningkatkan sektor agribisnisnya.


(31)

2. Tahap Analisis

Analisis lingkungan internal perdesaan di Desa Tangkil dan Hambalang menggunakan pendekatan Kerangka Penghidupan Berkelanjutan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris Sustainable Livelihoods (SL). Kerangka SL mengungkap lima jenis modal yang harus dimiliki sehingga seseorang atau suatu wilayah bisa terhindar dari kemiskinan. Keluaran (Output) yang diharapakan dari kerangka SL ini adalah (1) pendapatan masyarakat menjadi lebih baik, (2) kesejahteraan meningkat, (3) kerentanan berkurang, (4) ketahanan pangan meningkat, dan (5) pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan agribisnis perdesaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif untuk menganalsis perumusan strategi. Model-model yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks SWOT (Strength, Weakness, Opprtunities, Threats) (David, 2009).

Matriks SWOT merupakan alat analisis penting yang dapat membantu pemerintah desa dalam mengembangkan empat macam strategi, yaitu strategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies) dan strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies). Masing-masing strategi dijabarkan sebagai berikut :

a. Strategi S-O, startegi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemerintah desa yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

b. Strategi S-T, menggunakan kekuatan perdesaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi W-O, strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada

dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi W-T, strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perangkat desa harus mampu


(32)

mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta lingkungan eksternal. Untuk itu alat analisis yang dapat digunakan adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

4.5.2. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihoods Framework)

Sebagai kerangka kerja, sustainable livelihood berusaha memberikan gambaran kenyataan atau potret yang lebih utuh dengan realitas penghidupan unit komunitas tertentu yang diamati. Beranjak dari konteks tersebut, strategi penghidupan perdesaan terdiri dari berbagai aktifitas yang dibagi dalam dua kategorisasi yakni aktifitas penghidupan berbasis sumber daya alam (seperti pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan berbagai komoditas lainnya) dan aktifitas non-SDA seperti perdagangan, jasa, industri dan manufaktur. Dampak pada capaian keamanan penghidupan perdesaan seperti tingkat pendapatan yang stabil, risiko yang berkurang dan capaian keberlanjutan ekologis yakni kualitas tanah, hutan, air serta keragaman hayati yang terpelihara memberikan ilustrasi bahwa suatu unit perdesaan tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada berbagai asset yang dimilikinya. Aset tersebut meliputi modal sosial, modal manusia (SDM), modal finansial ekonomi, modal sumber daya alam dan lingkungan serta modal fisik infrastruktur.

4.5.3. Matriks IFE dan EFE

Menurut David (2009) tahapan dalam membuat matriks IFE/EFE adalah sebagai berikut :

1) Menuliskan daftar semua kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman suatu perdesaan dengan dibuat secara rinci pada kolom pertama.

2) Memberikan bobot terhadap daftar yang telah dibuat untuk menunjukkan relatif tingkat kepentingan faktor dalam menuju kesuksesan organisasi. Pembobotan berkisar antara 0.00 (tidak penting) sampai 1.00 (sangat penting) yang diletakkan pada kolom kedua. Total bobot yang diberikan harus sama dengan satu.


(33)

3) Menentukan rating tiap faktor yang menunjukkan keefektifan strategi suatu organisasi dalam merespon faktor-faktor tersebut pada kolom ketiga. Untuk matriks IFE, 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan minor, 3 = kekuatan minor dan 4 = kekuatan utama sedangkan untuk matriks EFE, 4 = respon tinggi, 3 = respon diatas rata-rata, 2 = respon rata-rata dan 1 = respon kurang. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk memperoleh skor pembobotan. 4) Menjumlahkan skor tersebut sehingga diperoleh total skor pembobotan. Total

skor pembobotan antara 1 sampai dengan 4 dengan nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan kondisi internal perdesaan yang sangat buruk, sedangkan nilai 4 mengindikasikan bahwa situasi internal perdesaan sangat baik. Nilai 2.5 pada matriks IFE menunjukkan bahwa situasi perdesaan berada pada tingkat rata-rata sedangkan nilai 2.5 menggambarkan perdesaan mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata untuk matriks EFE. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan bahwa perdesaan tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman. Nilai 4 mengindikasikan bahwa perdesaan saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman. Contoh Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 3 dan Matriks EFE pada Tabel 4.

Tabel 3. Bentuk Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

Faktor-faktor Internal Bobot Rating Skor Pembobotan

Kekuatan 1.

2. dst… Kelemahan 1.

2. dst… Total


(34)

Tabel 4. Bentuk Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)

Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Pembobotan

Peluang 1. 2. dst… Ancaman 1. 2. dst… Total

Sumber : David, 2009

4.5.4. Penentuan Bobot Setiap Variabel

Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan cara penilaian bobot faktor strategis eksternal dan internal organisasi kepada informan yang telah dipilih, yang mengetahui betul kondisi dan permasalahan pada suatu organisasi. Penentuan bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE dilakukan dengan menggunakan metode Paired Comparison Scales (David, 2009). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian setiap faktor penentu eksternal dan internal.

Untuk menentukkan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah :

1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bentuk penilaian pembobotan faktor strategis internal organisasi dapat dilihat pada Tabel 5 dan bentuk penilaian pembobotan faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 6.


(35)

Tabel 5. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Organisasi

Faktor Strategis Internal A B C D …… Total Bobot

A B C D …….. Total

Sumber : David, 2009

Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Organisasi

Faktor Strategis Eksternal A B C D …… Total Bobot

A B C D …….. Total

Sumber : David, 2009

4.5.5. Matriks SWOT

Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya : 1) strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; 2) tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi; dan 3) membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam proses keputusan.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perdesaan. Dengan demikian perencana strategis (Strategic Planning) harus menganalisis faktor-faktor strategis perdesaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini. Hal tersebut disebut dengan analisis situasi.


(36)

Analisis SWOT dituangkan ke dalam matriks SWOT yang menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT (Tabel 7).

Tabel 7. Matriks SWOT

Analisis Internal

Analisis Eksternal

Kekuatan (S)

Daftar 5-10 faktor-faktor kekuatan

Kelemahan (W)

Daftar 5-10 faktor-faktor kelemahan

Peluang (O)

Daftar 5-10 faktor-faktor peluang

S – O Strategi

Gunakan kekuatan untuk Memanfaatkan peluang

W – O Strategi

Atasi kelemahan dengan Memanfaatkan peluang

Ancaman (T)

Daftar 5-10 faktor-faktor ancaman

S – T Strategi

Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

W – T Strategi

Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : David, 2009

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Menuliskan peluang eksternal perdesaan yang menentukkan 2. Menuliskan ancaman eksternal perdesaan yang menentukan 3. Menuliskan kekuatan internal perdesaan yang menentukan 4. Menuliskan kelemahan internal perdesaan yang menentukan

5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk strategi SO 6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk strategi WO 7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi ST 8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk strategi WT

4.5.6. Matriks QSPM

Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perdesaan harus mampu mengevaluasi dan kemudian memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan kondisi internal perdesaan serta situasi lingkungan eksternal. Untuk itu dapat digunakan matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Ada 6 langkah yang harus diikuti untuk membuat matriks QSPM, yaitu :


(37)

1. Menuliskan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan

2. Memberikan bobot untuk masing-masing peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Bobot ini harus identik dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE

3. Menuliskan alternatif strategi yang dievaluasi

4. Bila faktor yang bersangkutan ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan berikan nilai AS (Atractiveness Score) yang berkisar antara 1 sampai dengan 4, nilai 1 = tidak dapat diterima, nilai 2 = mungkin dapat diterima, nilai 3 = kemungkinan besar dapat diterima dan nilai 4 = dapat diterima. Bila tidak ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan dangan berikan nilai AS.

5. Mengkalikan bobot dengan nilai AS

6. Menghitung nilai totalnya (Weighted Atractiveness Score/WAS)

Alternatif strategi yang memiliki nilai total terbesar merupakan strategi yang paling baik. Matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Matriks QSPM

Fakator Kunci Bobot

Alternatif Strategi

Strategi I Strategi II Strategi III

AS WAS AS WAS AS WAS

Peluang - -

Ancaman -

-

Kekuatan -

-

Kelemahan -

- Total


(38)

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum di Kedua Desa 5.1.1. Desa Tangkil

Desa Tangkil merupakan desa yang terletak di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Desa Tangkil secara geografis memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara : Desa Sukahati

 Sebelah selatan : Desa Babakan Madang

 Sebelah timur : Desa Hambalang

 Sebelah barat : Desa Leuwinutug

Berdasarkan keadaan geografisnya, Desa Tangkil memiliki luas lahan total 607 ha/m2 dengan lahan pemukiman seluas 5,6 ha/m2 yang merupakan tanah kas desa. Sedangkan berdasarkan jumlah penduduknya, Desa Tangkil mempunyai jumlah penduduk sebanyak 781 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 447 orang dan perempuan sebanyak 334 orang. Struktur organisasi Desa Tangkil terdapat pada Lampiran 1.

Desa Tangkil merupakan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Citereup dengan kepadatan 1 jiwa/km, sedangkan Desa Tangkil luas wilayahnya ke-tiga terluas yaitu seluas 607 Ha di Kecamatan Citereup. Terhambatnya kegiatan agribisnis di Desa Tangkil dikarenakan lahan yang ada bukan milik warga desa dan sebagian besar adalah lahan pemerintah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang kini sebagian digunakan untuk PMPP TNI dan sebagian lagi adalah milik perdesaan, pengembang dan pihak ke tiga (tuan tanah/orang di luar desa). Hanya sedikit masyarakat di Desa Tangkil yang mempunyai lahan pertanian milik sendiri, dan kalaupun ada luas lahannya mayoritas di bawah 1 hektar. Berikut ini data administrasi kewilayahan di Kecamatan Citereup pada Tabel 9.


(39)

Tabel 9. Data Administrasi Kewilayahan Kecamatan Citereup Tahun 2010

No. Nama Desa/

Kelurahan

Luas Wilayah (Ha)

Dusun/ Kampung

Rukun Warga

Rukun Tetangga

1 Puspasari 155 5 14 48

2 Citereup 311 4 8 38

3 Tarikolot 254 4 8 34

4 Gunungsari 276 3 6 34

5 Karang Asem

Timur 115 4 8 32

6 Sanja 223 3 6 32

7 Leuwinutug 282 3 7 29

8 Sukahati 556 6 7 28

9 Pasir Mukti 194 3 6 26

10 Tajur 929 4 8 32

11 Tangkil 607 1 2 6

12 Hambalang 2.401 2 8 28

13 Puspanegara 115 5 11 38

14 Karang Asem

Barat 239 5 11 70

Sumber : Laporan Bulanan Kependudukan Kecamatan Citereup, 2010

Jarak dari Desa Tangkil ke ibu kota kecamatan yaitu Kecamatan Citereup sekitar 4 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 20 menit. Waktu tempuh dapat menjadi lebih lama karena kondisi jalan yang rusak, bergelombang, becek dan berlumpur apabila setelah hujan. Akses ke Desa Tangkil dapat dikatakan cukup sulit karena tidak adanya kendaraan umum yang melintas selain ojek.

5.1.2. Desa Hambalang

Desa Hambalang merupakan desa yang terletak di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Desa Hambalang secara geografis memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara : Desa Karang Tengah

 Sebelah selatan : Desa Sumur Batu

 Sebelah timur : Desa Tajur


(40)

Berbeda dengan Desa Tangkil, Desa Hambalang memililki luas lahan total 2.401 ha/m2 dengan lahan pemukiman yaitu 495 ha/m2, dan dengan jumlah penduduk yang juga lebih banyak yaitu 11.371 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5.793 orang dan perempuan sebanyak 5.578. Struktur organisasi Desa Tangkil terdapat pada Lampiran 2. Dari seluruh jumlah penduduk di Desa Hambalang terdapat 2.758 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk rata-rata 3,9 orang/km. Berikut ini data populasi dan kepadatan penduduk di kecamatan Citereup pada Tabel 10.

Tabel 10. Populasi dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Citereup Tahun 2010

No Desa

Jenis Kelamin

Jumlah %

Keluarga/ Rumah Tangga

Kepadatan (Jiwa/Ha) Pria Wanita

1 Puspasari 6.661 6.678 13.339 7,59 4.212 86

2 Citereup 8.910 8.349 17.259 9,81 4.423 56

3 Tarikolot 8.285 8.164 16.449 9,35 4.545 65

4 Gunungsari 6.179 5.992 12.171 6,92 2.918 44

5 Karang Asem

Timur 5.749 5.410 11.159 6,35 3.185 97

6 Sanja 5.779 5.826 11.605 6,60 3.785 52

7 Leuwinutug 7.891 7.401 15.292 8,70 4.052 54

8 Sukahati 5.033 4.680 9.713 5,52 2.293 17

9 Pasir Mukti 4.349 4.269 8.618 4,90 2.368 44

10 Tajur 5.557 5.244 10.801 6,14 2.888 11

11 Tangkil 342 318 660 0,38 235 1

12 Hambalang 5.570 5.238 10.808 6,15 2.757 5

13 Puspanegara 9.468 9.153 18.621 10,59 4.991 162

14 Karang Asem

Barat 9.804 9.556 19.360 11,01 4.939 81

Total 89.557 86.278 175.855 100 47.591 775

Sumber : Laporan Bulanan Kependudukan Kecamatan Citereup, 2010

Jarak dari Desa Hambalang ke ibu kota kecamatan yaitu Kecamatan Citereup sekitar 12 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 30 menit. Akses ke Desa Hambalang ada dua, yaitu dapat melalui Jalan Raya Leuwinutug melewati Desa Tangkil dan melalui Jalan Raya Tajur atau Jalan Raya Babakanmadang. Transportasi ke Desa Hambalang dapat dikatakan cukup sulit karena tidak adanya kendaraan umum yang melintas selain ojek.


(41)

Sebagian besar warna tanah di Desa Hambalang berwarna merah dengan tekstur tanah lempung, dengan tekstur tanah seperti ini maka tanah lebih sulit menyerap air. Desa Hambalang memiliki topografi yang berbukit-bukit karena terletak di dataran tinggi/pegunungan dengan tingkat kemiringan tanah mencapai 65 derajat. Iklim di Desa Hambalang memiliki curah hujan 188,8 Mm dengan jumlah bulan hujan sebanyak 3 bulan dan suhu rata-rata 250C dengan ketinggian 450 dpl.

5.2. Kaitan Visi dan Misi Kabupaten Bogor, Kecamatan Citereup dan Visi Misi Desa Tangkil dan Hambalang Terhadap Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan

Pengembangan kegiatan agribisnis dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan berkaitan erat dengan visi dan misi dari Kabupaten Bogor, Kecamatan Citereup dan visi misi dari kedua desa tersebut. Dari visi dan misi yang ada di tingkat kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa diharapkan dapat turut menunjang pengembangan agribisnis dan memberdayakan perekonomian masyarakat di Desa Tangkil dan Hambalang.

Berikut ini merupakan visi dari Kabupaten Bogor yaitu : Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Bertaqwa, Berdaya dan Berbudaya Menuju Sejahtera. Dan misi Kabupaten Bogor yaitu :

1. Meningkatkan kesolehan sosial masyarakat dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Meningkatkan perekonomian daerah yang berdaya saing dengan titik berat pada

revitalisasi pertanian dan pembangunan yang berbasis perdesaan.

3. Meningkatkan infrastruktur dan aksesibilitas daerah yang berkualitas dan terintegrasi secara berkelanjutan.

4. Meningkatkan pemerataan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan. 5. Meningkatkan pelayanan kesehatan berkualitas.

6. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.


(42)

Berikut ini merupakan visi dari Kecamatan Citereup yaitu : Terwujudnya Kecamatan Citereup Sebagai Daerah Industri dan Perdagangan yang Bertaqwa, Berdaya dan Berbudaya Menuju Sejahtera. Dan misi Kecamatan Citereup yaitu : 1. Meningkatkan kesolehan sosial masyarakat dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Meningkatkan industri dan perdagangan lokal yang berdaya saing di tingkat

regional maupun nasional.

3. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur wilayah secara berkelanjutan. 4. Meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Berikut ini merupakan visi dari Desa Hambalang yaitu : Menuju Hambalang Yang Lebih Baik dengan misi : Mewujudkan Masyarakat Desa Hambalang bertaqwa, Berbudaya dan Sejahtera juga motto Desaku Rumahku.

Berdasarkan visi misi yang telah dipaparkan di atas terdapat point-point yang dapat mendukung pengembangan sektor agribisnis dan memberdayakan ekonomi masyarakat perdesaan. Dari visi dan misi yang ada diharapkan pemerintah benar-benar dapat merancang dan melaksanakan program-program yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar dapat mengurangi kemiskinan di perdesaan.

5.3. Kegiatan Agribisnis di Kedua Desa 5.3.1. Desa Tangkil

Mayoritas masyarakat di Desa Tangkil yaitu sekitar 80% bermatapencaharian sebagai petani yang sebagian besar tidak memiliki lahan pertanian. Komoditas yang dihasilkan di Desa Tangkil sangat kecil, yaitu singkong dengan lahan seluas 0,5 ha dengan produktivitas 2 ton/ha, tanaman pisang dengan lahan seluas 2 ha dengan produktivitas 1 ton/ha dan juga terdapat tanaman-tanaman lain seperti caba yang hanya di tanam di sekitar pekarangan.

Desa Tangkil memiliki banyak kendala dalam kegiatan agribisnisnya karena sulit untuk menggunakan lahan sebagai media bercocok tanam karena status lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik pemerintah dibangun markas komando Pusat Misi


(43)

Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP TNI). Akibatnya masyarakat kehilangan mata pencaharian dan harus beralih ke sektor usaha lain.

Pada sektor peternakan, mayoritas masyarakat Desa Tangkil beternak ayam kampung dan kambing. Adapun bantuan dari pemerintah yaitu pemberian sapi yang dikelola oleh satu kelompok tani yang diketuai oleh H. Obing. Sapi pemberian dari pemerintah dikelola secara bergantian oleh anggota kelompok tani tersebut kemudian hasilnya dibagi sesuai dengan proporsinya. Berikut ini data jenis ternak dan populasinya yang terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jenis Ternak dan Perkiraan Jumlah Populasinya di Desa Tangkil Tahun 2009

Jenis Ternak Jumlah Pemilik Perkiraan Jumlah Populasi

Sapi 1 kelompok tani 5 ekor

Ayam Kampung 75 orang 225 ekor

Kambing 22 orang 66 ekor

Sumber : Profil dan Potensi Desa Tangkil

Kegiatan perikanan di Desa Tangkil sangat sedikit dan sulit untuk berkembang karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan untuk budidaya di bidang perikanan. Lahan yang berbukit-bukit menyebabkan cukup sulit untuk usaha di bidang perikanan dengan skala besar. Bidang perkebunan dan kehutanan juga sangat sulit untuk berkembang di Desa Tangkil karena sulitnya lahan. Perhatian dari pemerintah terhadap sektor perkebunan dan kehutanan yaitu pemberian bibit tanaman diantaranya :

• Mahoni : 875 bibit

• Sengon : 875 bibit

• Melinjo : 50 bibit • Durian : 75 bibit • Rambutan : 150 bibit

5.3.2. Desa Hambalang

Mayoritas masyarakat di Desa Hambalang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi jumlah keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian sangat besar yaitu


(1)

Lampiran 8. Tabel Matriks QSP Strategi Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan Faktor Kunci Bo bot Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 A

S TAS A

S TAS A

S TAS A

S TAS A

S TAS A

S TAS Kekuata n 1 0,0 89 3, 5 0,31 15 2, 75 0,24 475 3

0,26 7 4

0,35 6 2, 5 0,22 25 2, 5 0,22 25 Kekuata n 2 0,0 95 2, 75 0,24 475 2, 75 0,24 475 3, 25 0,28 925 3

0,26 7 3

0,26 7 3

0,26 7 Kekuata

n 3

0,0 75 2

0,17 8 3

0,26 7 2, 75 0,24 475 2, 25 0,20 025 1, 75 0,15 575 2

0,17 8 Kekuata

n 4

0,0 85 3

0,26 7 3

0,26 7 2, 5 0,22 25 1, 75 0,15 575 3

0,26 7 2, 5 0,22 25 Kekuata n 5 0,0 92 3, 5 0,31 15 2, 5 0,22 25 2

0,17 8 3

0,26 7 2, 5 0,22 25 3, 25 0,28 925 Kelema han 1 0,1 09 3

0,26 7 2, 75 0,24 475 3, 5 0,31 15 4

0,35 6 2

0,17 8 2, 5 0,22 25 Kelema han 2 0,0 98 2, 25 0,20 025 2

0,17 8 2, 5 0,22 25 2, 75 0,24 475 2

0,17 8 3

0,26 7 Kelema

han 3

0,1 02 3

0,26 7

2, 5

0,22 25 2

0,17 8 4

0,35 6 1, 75 0,15 575 3, 25 0,28 925 Kelema han 4 0,0 74 2, 5 0,22 25 2, 25 0,20 025 2, 5 0,22 25 2, 75 0,24 475 2, 5 0,22 25 2, 75 0,24 475 Kelema han 5 0,0 98 3

0,26 7 2

0,17 8 2, 25 0,20 025 2, 5 0,22 25 2

0,17 8 3, 25 0,28 925 Kelema han 6 0,0 83 2, 5 0,22 25 1, 75 0,15 575 2, 75 0,24 475 2, 5 0,22 25 2, 25 0,20 025 2, 5 0,22 25 Peluang 1 0,1 17 3

0,26 7 2, 75 0,24 475 3, 5 0,31 15 3, 5 0,31 15 2, 5 0,22 25 2, 75 0,24 475 Peluang 2 0,0 86 3, 25 0,28 925 2, 5 0,22 25 2, 25 0,20 025 2, 25 0,20 025 2, 25 0,20 025 3, 25 0,28 925 Peluang 3 0,0 88 3

0,26 7 2, 75 0,24 475 1, 25 0,11 125 2, 25 0,20 025 2, 25 0,20 025 2

0,17 8 Peluang 4 0,0 99 2, 5 0,22 25 3, 5 0,31 15 2

0,17 8

2, 5

0,22 25 2

0,17 8 2

0,17 8 Peluang 5 0,1 07 2, 5 0,22 25 2

0,17 8 3, 5 0,31 15 3, 5 0,31 15 2, 5 0,22 25 2, 5 0,22 25 Ancama n 1 0,1 24 2, 75 0,24 475 2, 5 0,22 25 3

0,26 7 3, 5 0,31 15 3, 25 0,28 925 2, 5 0,22 25 Ancama n 2 0,1 09 3

0,26 7

2, 25

0,20 025 3

0,26 7 2, 5 0,22 25 2, 5 0,22 25 2, 25 0,20 025 Ancama n 3 0,0 97 2, 25 0,20 025 2, 5 0,22 25 2, 5 0,22 25 2, 75 0,24 475 2, 5 0,22 25 2, 5 0,22 25


(2)

Ancama n 4

0,0 77

2, 5

0,22 25

2, 25

0,20 025

2, 25

0,20 025

2, 25

0,20 025 2

0,17 8 2

0,17 8 Ancama

n 5

0,0 95

2, 25

0,20 025 2

0,17 8 3

0,26 7 2

0,17 8

2, 25

0,20 025

2, 25

0,20 025

Total 5,16

2

4,65 0

4,91 7

5,29 6

4,38 3

4,85 1 Prioritas


(3)

(4)

(5)

RINGKASAN

JATNIKA ARIFIN. Strategi Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan (Kasus : Desa Tangkil dan Hambalang Di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor), Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS)

Pembangunan Perdesaan sangat diperlukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia melakukan pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di Perdesaan. Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan sektor agribisnis Perdesaan, petani dihadapkan dengan kondisi yang serba lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan) dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan (system of development) agribisnis. Pengembangan agribisnis di Perdesaan merupakan pilihan tepat dan strategis untuk dapat menggerakan roda perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat Perdesaan.

Pengembangan agribisnis di Desa Tangkil dan Hambalang masih berhadapan dengan banyak kendala. Diantaranya, pertama sebagian besar kepemilikan lahan pertanian yang selama ini digunakan untuk bercocok tanam oleh masyarakat desa berstatus lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik pemerintah. Lahan pertanian sebagian besar sudah beralih fungsi menjadi bangunan markas Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP TNI) dan tanah-tanah yang ada dikuasai perusahaan-perusahaan dan pengembang. Kedua belum tampak secara riil usaha pemerintah untuk mengembangkan industri pertanian secara sungguh-sungguh di kedua desa. Sehingga iklim usaha kurang dapat merangsang investor untuk mengembangkan bidang agribisnis di kedua desa. Ketiga, kurangnya sarana pendidikan di Perdesaan menyebabkan rendahnya kualitas SDM di Desa Tangkil dan Hambalang. Selain itu kesadaran masyarakat atas pentingnya pendidikan masih dirasa kurang. Oleh karena itu kedua desa harus dapat mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan Perdesaan baik kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman yang dirumuskan dalam strategi pengembangan agribisnis Perdesaan. Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis formulasi strategi. Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kerangka mata pencaharian berkelanjutan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris Sustainable Livelihoods (SL) dengan alat bantu analisis yang digunakan adalah matriks IFE dan matriks EFE untuk analisis lingkungan Perdesaan, matriks SWOT untuk merumuskan strategi dan matriks QSP untuk memilih alternatif strategi berdasarkan prioritas.

Faktor-faktor lingkungan internal Perdesaan terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dimiliki oleh Desa Tangkil dan Hambalang antara lain: (1) Mata pencaharian utama sebagai petani, (2) Minat dan semangat berwirausaha, (3) Situasi desa yang relatif aman dan kondusif, (4) Kemudahan memperoleh air bersih dan (5) Adanya kelompok tani yang dapat mempersatukan petani. Kelemahan yang dimiliki oleh Desa Tangkil dan Hambalang antara lain: (1) Kepemilikan lahan pertanian bukan milik sendiri, (2) Kurangnya pendidikan, pengetahuan dan


(6)

keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat desa, (3) Kurangnya modal untuk memulai dan mengembangkan usaha, (4) Kurangnya sarana transportasi umum dan kondisi jalan yang rusak, (5) Belum adanya kelembagaan seperti koperasi yang dapat mendukung kegiatan agribisnis dan (6) Skala usaha yang relatif kecil.

Faktor-faktor lingkungan eksternal yang dihadapi Perdesaan terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang yang dihadapi oleh Desa Tangkil dan Hambalang adalah: (1) Adanya program dari PNPM untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, (2) Adanya investor yang bersedia menanamkan modalnya, (3) Adanya industri pengolahan hasil pertanian, (4) Adanya bantuan bibit dari pemerintah dan (5) Adanya perhatian dari pemerintah daerah terkait penanggulangan kemiskinan. Ancaman yang dihadapi oleh Desa Tangkil dan Hambalang adalah: (1) Pengambilalihan lahan pertanian sewaktu-sewaktu oleh pemilik lahan, (2) Adanya aktivitas pembangunan markas komando Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia (PMPP TNI) yang dapat menghambat aktivitas masyarakat, (3) Kurang intensifnya perhatian pemerintah terhadap kegiatan agribisnis di kedua desa, (4) Isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan (5) Belum tersedianya sarana pelaku ekonomi/pedagang berupa pasar yang representatif.

Matriks SWOT Strategi Pemberdayaan Agribisnis Perdesaan menghasilkan enam alternatif strategi yang kemudian dianalisis menggunakan matriks QSP, lalu diperoleh prioritas strategi yaitu Penanaman Sayuran Dalam Pot (Tambulapot) dengan nilai TAS sebesar 5,296. Dari hasil analisis tersebut strategi pengembangan agribisnis pedesaan dan pemberdayaan ekonomi perdesaan diharapakan dapat memberdayakan masyarakat miskin dan masyarakat ekonomi lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraannya dan memajukan perekonomian desa.