50 berpikir kritis. Secara garis besar, berpikir kritis dibagi dalam dua faktor, yaitu
watak dispositions dan kemampuan abilities. Ennis menguraikan lima aspek berpikir kritis yang secara rinci disajikan dalam Lampiran 1a.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah cara berpikir tentang berbagai subjek, konten, atau masalah
secara beralasan, melakukan evaluasi dan menarik kesimpulan dengan adanya bukti. Indikator kemampuan berpikir kritis yang akan digunakan dalam penelitian
ini terdapat lima keterampilan pokok, yaitu memberikan penjelasan dasar, memberikan argumen, melakukan logika berpikir, melakukan evaluasi, dan
mengambil keputusan dan menentukan tindakan. Mengacu pada sintesis tersebut maka dikembangkan kisi-kisi kemampuan berpikir kritis yang disajikan pada
Lampiran 2a. Berdasarkan kisi-kisi kemampuan berpikir kritis yang telah dikembangkan maka dibuat instrumen pengukuran kemampuan berpikir kritis
yang disajikan pada Lampiran 2b.
7. Nilai-Nilai Karakter
Kementerian Pendidikan Nasional 2010: 3 menjelaskan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan virtues yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Berkowitz Bier
2005: 2 mendefinisikan karakter sebagai berikut “Character is a psychological construct. That is, the outcome of effective character education is the
psychological development of students. ” Karakter adalah konstruksi psikologis,
51 yaitu hasil keefektifan pendidikan karakter adalah perkembangan psikologis
siswa. Khan 2010: 1 mengungkapkan bahwa karakter adalah sikap pribadi yang
stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. Maryland educators 2007: 4 menjelaskan “character is our
distinctive mark that differentiates ourselves from others.” Karakter adalah penanda yang mampu membedakan kita dengan yang lainnya. Penelitian yang
dilakukan oleh Mei-Ju, C., Chen-Hsin, Y., Pin-Chen, H. 2014 menunjukkan bahwa pendidikan karakter dapat terjadi karena adanya ikatan antara orangtua dan
anak. Smagorinsky Taxel 2005 mengungkapkan bahwa saat ini instansi yang
dapat menjadi solusi bagi krisisnya nilai dan moral adalah pendidikan karakter di sekolah. Rich 2008: 5 mengungkapkan bahwa karakter tidak ada dengan
sendirinya “….They don’t drop from the sky and land on a lucky few. They can be taught at home by parents, even today. They are the values that undergird our
work ethic, our national character, and our personal behavior”. Koesoema 2010: 80 menyatakan bahwa sering kali karakter dianggap sama dengan
kepribadian, yakni ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya
keluarga atau bawaan sejak lahir. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025
mendefinisikan karakter sebagai nilai-nilai yang khas-baik mengetahui nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
52 terhadap lingkungan yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Tujuan dari pembangunan karakter bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan
masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil penelitian Benninga, J.S., Berkowitz,
M.W., Kuehn, P., et al.. 2003 menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara pendidikan karakter dengan pencapaian hasil belajar. Thorndike 1910: 224
mengungkapkan “general moral defect commonly involves intellectual inferiority”.
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 menjelaskan karakter yang diharapkan dengan adanya pendidikan karakter adalah
karakter yang bersumber dari olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa. Karakter yang bersumber dari olah hati berkenaan dengan perasaan sikap
dan keyakinan keimanan. Karakter yang bersumber dari olah hati ini antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab,
berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
Karakter yang bersumber dari olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif
Karakter yang bersumber dari olah pikir ini antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif. Karakter yang
53 bersumber dari olah ragakinestetikaberkenaan dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Karakter yang bersumber dari olah ragakinestetika ini antara lain bersih, dan sehat, sportif,
tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa berkenaan
dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara
lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit mendunia, mengutamakan
kepentingan umum, cinta tanah air patriotis, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Tata nilai budaya khusus DIY yang dijabarkan pada Peraturan Daerah No 4 tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta. Ruang lingkup tata nilai
budaya Yogyakarta meliputi tata nilai religio-spriritual, moral, kemasyarakatan, adat dan tradisi, pendidikan dan pengetahuan, teknologi, penataan ruang dan
arsitektur, mata pencaharian, kesenian, bahasa, benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya, kepemimpinan dan pemerintahan, kejuangan dan kebangsaan, dan
semangat keyogyakartaan. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dankarakter bangsadalam Kemendiknas, Pusat kurikulum 2010 dapat
dilihat pada Lampiran 1b. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan karakter adalah
karakteristik dari diri seseorang digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter yang diharapkan adalah karakter
54 individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila. Nilai karakter yang akan diukur
dalam penelitian ini adalah rasa ingin tahu, mandiri, komunikatif, dan tanggung jawab. Mengacu pada sintesis tersebut maka dikembangkan kisi-kisi nilai karakter
yang disajikan pada Lampiran 2c. Berdasarkan kisi-kisi nilai karakter yang telah dikembangkan maka dibuat instrumen pengukuran nilai karakter yang berupa
angket karaker yang disajikan pada Lampiran 2d.
55
Gambar 1. Sesajen oleh abdi dalem Sumber: pinterest.com
8. Hukum Newton