Peningkatan Kemampuan Guru

5 Peningkatan Kemampuan Guru

Jepang sangat memperhatikan kemampuan guru karena mereka menganggap bahwa keberhasilan atau kegagalan pendidikan sekolah sangat tergantung pada kualitas guru. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru melalui pengembangan dan pelatihan guru. Awal Maret 2009, MEXT menerapkan sistem untuk memperbaharui sertiikasi para guru yang mengharuskan pendidik untuk memperoleh pengetahuan yang paling canggih dan keterampilan setiap 10 tahun. MEXT mendorong Dewan Pendidikan untuk melakukan inisiatif untuk secara akurat menilai kemampuan dan prestasi guru dan mencerminkan penilaian tersebut dalam tugas, remunerasi, dan sebagainya. Pada bulan April 2008, hal ini menjadi wajib untuk Dewan Pendidikan di setiap prefektur untuk memberikan pelatihan tambahan untuk guru-guru yang kinerjanya tidak sesuai target yang telah ditetapkan. Untuk itu MEXT melakukan promosi secara adil kepada semua guru untuk memastikan bahwa guru yang tidak memadai tidak akan dilibatkan dalam proses pendidikan. MEXT juga memulai kajian komprehensif dari kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru, termasuk peningkatan program pelatihan guru di perguruan tinggi.

Peningkatan kemampuan guru termasuk di dalamnya mengembangkan kemampuan menulis ilmiah. Laporan tertulis para guru dikembangkan sebagai penelitian terpadu dan dipresentasikan di seminar-seminar pengembangan pendidikan. Ini dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh

Jepang

MEXT bukan dari pemikiran bawah sehingga tidak bisa diterapkan secara optimal. Sistem sertiikat mengajar telah dikembangkan di Jepang sejak tahun 1886, yang hanya diberikan kepada guru yang lolos dalam ujian seleksi guru. Guru-guru tersebut bertugas di Ordinary Normal School, Ordinary Middle School dan Girl High School. Jenis sertiikat ada empat, yaitu sertiikat kelas satu, kelas dua, kelas tiga dan non kelas. Perubahan jenis sertiikat dapat terjadi jika seorang guru telah memiliki pengalaman mengajar. Pada tahun 1892, pemberian sertiikat kepada guru pengajar ordinary normal school dibuat secara terpisah, dengan tetap mempertahankan sertiikat kelas satu dan kelas dua. Sedangkan kelas tiga dan non kelas diberikan kepada asisten guru. Tahun 1990 sistem sertiikasi sepenuhnya dipegang oleh MEXT dan lisensi hanya diberikan kepada lulusan sekolah keguruan atau fakultas pendidikan universitas. Bagi non lulusan fakultas pendidikan diperkenankan mengikuti ujian seleksi yang penanganannya dilakukan oleh komite khusus sertiikasi guru.

MEXT memberlakukan sistem school councilor di mana pada tahun 2003 tercatat hampir 7000 sekolah memiliki badan ini. Dengan kebijakan ini, guru-guru diharuskan

untuk mengikuti `training penyegaran` setiap 10 tahun sekali. Dalam deinisi MEXT, kriteria guru yang bermutu harus disesuaikan dengan era global dan perubahan struktur masyarakat Jepang. Perubahan struktur tersebut adalah semakin panjangnya daya hidup orang Jepang dan semakin menurunnya jumlah kelahiran. Sehingga menyebabkan masyarakat Jepang menuju kepada `aging society`, yaitu masyarakat dengan populasi penduduk usia tua lebih banyak daripada penduduk usia muda. Sistem pengembangan profesionalisme guru di Jepang juga menganut sistem senioritas, yaitu guru-guru senior berkewajiban membimbing guru-guru baru..

Sistem sertiikat mengajar dalam era pendidikan modern Jepang, telah dikembangkan sejak tahun 1886. Sertiikat untuk guru SD hanya diberikan kepada guru lulusan sekolah umum, dan juga lolos ujian seleksi guru SD. Lisensi mengajar terbagi dua, yaitu lisensi nasional yang dikeluarkan oleh MEXT, dan lisensi lokal yang hanya berlaku di level

402 Jepang

Prefektur dan ditetapkan oleh Gubernur. Lisensi lokal ada dua jenis yaitu dengan masa berlaku 5 tahun dan. lisensi dengan masa berlaku tanpa batas. Lisensi nasional diberikan kepada pemilik lisensi lokal yang telah mengajar selama lebih dari 5 tahun dan mempunyai skor kompetensi di atas standar. Tahun 1891, sertiikasi dikeluarkan oleh gubernur tanpa atau dengan tes kompetensi. Sedangkan sertiikasi yang dikeluarkan oleh Menteri MEXT diberikan kepada guru tanpa melalui tes. Tahun 1913, lisensi hanya dikeluarkan oleh Gubernur dan berlaku nasional. Istilah lisensi nasional dan lokal kemudian dihapuskan.

Guru-guru yang akan bertugas di Ordinary Normal School, Ordinary Middle School, dan Girl High School memperoleh sertiikat jika mereka lulus dari Higher Normal School dan lolos tes. Jenis sertiikat ada empat, yaitu sertiikat kelas satu, kelas dua, kelas tiga dan non kelas. Perubahan jenis sertiikat dapat terjadi berdasarkan masa mengajar. Pada tahun 1892, pemberian sertiikat kepada guru ordinary normal school dibuat secara terpisah dengan tetap mempertahankan sertiikat kelas satu dan kelas dua. Sedangkan kelas tiga dan non kelas diberikan kepada asisten guru.

Pelaksanan sertiikasi guru berlangsung dua tahap, yaitu tahap pertama secara otomatis pemilik gelar sarjana atau lulusan sekolah keguruan, memperoleh sertiikat kelas satu, tanpa atau dengan mengikuti ujian khusus untuk menjadi guru. Sedangkan lulusan non sekolah keguruan atau kesarjanaan yang mengikuti ujian guru dan lolos akan memperoleh sertiikat kelas 2. Sertiikat kelas 1 dapat diperoleh oleh pemilik sertiikat kelas 2 setelah mengajar lebih dari satu tahun. Tahun 1894 1ahir peraturan sertiikasi baru yang menghapuskan kelas-kelas sertiikasi, tetapi memberikan lisensi mengajar kepada semua lulusan universitas umum dan universitas khusus wanita yang berkecimpung di bidang pendidikan keguruan. Tahun 1896, hak memberikan sertiikasi guru diberikan sepenuhnya kepada rektor universitas. Tahun 1899 sertiikat diberikan untuk lulusan universitas negeri maupun swasta, college dan universitas asing. Tahun 1930, jumlah sekolah keguruan dibatasi hingga 6 buah dan 10 lainnya ditutup. Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru sekolah menengah, sertiikasi diberikan kepada lulusan Universitas /Keguruan dan juga seko1ah tinggi.

Jepang

Tahun 1949, klasiikasi lisensi mengajar dibagi tiga yaitu, regular, temporary dan emergency. Tipe regular ada dua jenis yaitu tipe 1 yang diberikan kepada lulusan pendidikan keguruan dan tipe 2 diberikan kepada lulusan non kependidikan setelah mengikuti tes. Hingga tahun 1960, di setiap Prefektur di Jepang telah diselenggarakan pusat pelatihan guru sains yang dibiayai oleh pemerintah pusat. Pemerintah pun menyediakan dana bagi guru-guru bidang studi sejenis untuk mengadakan pelatihan atau diskusi kelompok secara mandiri di pusat- pusat belajar ini. Pada tahun 1967, Pusat Pendidikan Nasional didirikan untuk memberikan kesempatan bagi para guru mengasah ketrampilan mendidik dan mengajar.

Sistem Sertiikasi Guru yang berlaku saat ini adalah hasil revisi panjang UU Sertiikasi tahun 1949. Revisi telah dilakukan berturut-turut pada tahun 1953, 1954, 1973, 1988, dan 1998. Berbagai polemik dalam revisi sistem sertiikasi guru dalam periode itu antara lain: kategori berdasarkan kelas-kelas memungkinkan munculnya ketidakharmonisan hubungan antar guru juga mempengaruhi tingkat kepercayaan orang tua dan siswa kepada guru. Guru akan disibukkan dengan upaya mendapatkan sertiikat dan akan melalaikan tugas utamanya untuk mendidik siswa dan mengembangkan kemampuan pribadi di mana terdapat ketidakjelasan sistem sertiikasi yang dilimpahkan kepada universitas. Kekuatan sertiikat yang dikeluarkan oleh universitas akan tak berarti jika pemerintah daerah dapat memberikan predikat guru kepada anggota masyarakat atau praktisi (Takakura, 1993).

Sistem sertiikasi guru yang diterapkan sekarang melalui sistem perkuliahan dengan kurikulum baku dan tes. Berdasarkan Peraturan Sertiikasi Tenaga Pendidik (Educational Personnel Certiication Law) tahun 1998, setiap calon guru harus menjalani pendidikan guru di universitas atau sekolah tinggi yang telah diakreditasi oleh MEXT. Pada tahun 2003 terdapat 85% universitas di Jepang telah memperoleh akreditasi untuk menyelenggarakan pendidikan guru (Shigeyuki, et.al., 2004). Tahun 2003 sebanyak 60% guru SD adalah lulusan pendidikan keguruan yang dikelola oleh universitas, akademi atau sekolah tinggi, sedangkan 60% guru SMP dan 80% guru sekolah menengah atas adalah lulusan universitas non kependidikan (Shigeyuki, et.al., 2004).

404 Jepang

Kurikulum yang harus diikuti untuk mendapatkan sertiikat mengajar terlihat pada Tabel 5.1 .

Tabel 5.1 Persyaratan Kurikulum/Kredit untuk Mendapatkan Sertiikat

Mengajar

Jumlah Kredit Wajib ambil di Universitas

MK non Jenis Lisensi

Syarat

MK Khusus

Dasar

MK

subjek yang di

khusus dan Profesi

ajar

non profesi

Guru SD (Tipe I)

8 41 10 Guru SMP (Tipe I)

S1

20 31 8 Mata kuliah (MK) khusus untuk menjadi guru Sekolah Dasar adalah

S1

Bahasa Jepang, Pendidikan Sosial, Matematika, IImu Pengetahuan Alam, Pendidikan Hidup dan Lingkungan, Musik, Menggambar dan Keterampilan, Home-making dan Pendidikan Jasmani. Sedangkan mata kuliah yang termasuk kategori MK profesi adalah: Falsafah Pendidikan, Teori Pendidikan, Kurikulum dan Metode Mengajar, Pembinaan Kesiswaaan dan Konsultasi karir, Seminar Umum, dan Praktek Mengajar. Calon guru juga wajib untuk mengambil mata kuliah Konstitusi Jepang, Pendidikan Jasmani, Bahasa Asing, serta Teknologi Informasi. Fenomena aging society dalam perubahan sosial masyarakat Jepang pun menjadi materi yang harus dikuasai oleh para pendidik dengan mengharuskan mahasiswa yang masuk perkuliahan sejak April 1998 untuk memiliki sertiikat pelayanan orang tua, sebagai jaminan kemampuan memberikan bimbingan kepada siswa SD dan SMP tentang penanganan orang berusia lanjut (Shigeyuki, et.al. 2004). MEXT mempunyai survey khusus untuk mendata berapa banyak guru- guru Jepang yang tidak layak mengajar atau sering disebut shidouryoku fusokukyouin, yang artinya guru dengan kemampuan membimbing terbatas. Survey ini diadakan sejak tahun 2002 dengan dasar pemikiran meningkatnya jumlah kriminalitas di kalangan pelajar Jepang. Berapa guru dinyatakan tidak layak mengajar menurut MEXT. Hasil survey itu kemudian dikompilasi pada tahun 2004 dan memberikan hasil bahwa semakin tua seorang guru semakin tidak layak guru memberikan pelajaran di depan kelas. Sebanyak 50% guru yang tidak layak mengajar berumur 40 tahun ke atas, padahal umur rata-rata guru di Jepang adalah

Jepang

42 tahun. Sedangkan guru ¬guru yang berumur 50 tahun ke atas terdapat

34 % yang tidak layak. Guru-guru mudanya, berumur sekitar 20 atau 30 tahun ternyata masih fresh dan masih ingat teori-teori mendidik dengan benar. Untuk tingkat SD sebanyak 49%, SMP sebanvak 28%, dan SMA sebanyak 15% guru yang tidak layak mengajar. Yang menarik adalah bahwa Sekolah Berkebutuhan Khusus ternyata memiliki guru-guru yang terlatih dengan baik.

Data survey ini juga dipakai oleh MEXT untuk memberlakukan pembaharuan sertiikasi mengajar bagi guru yang mulai diuji cobakan tahun 2007. Pembaharuan ini berupa kewajiban untuk memperbaharui sertiikat mengajar setelah 10 tahun dengan mengikuti training yang diadakan oleh he Board of Education atau mengambil kredit di perguruan tinggi yang sudah ditentukan oleh MEXT.

Jepang melalui MEXT pada tahun 2001 mereformasi sistem pendidikannya yang disebut dengan Rainbow Plan. Reformasi pendidikan berjalan secara simultan sampai tahun 2007 dan ada beberapa poin yang masih dikembangkan hingga sekarang. Isi dari Rainbow plan itu adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan dasar skolastik siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada tiga pokok arahan yaitu pengembangan kelas kecil yang terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional.

2. Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran sekolah.

3. Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, di antaranya dengan kegiatan ekstrakurikuler olahraga, seni dan sosial lainnya.

4. Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat. Tujuan ini dapat dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pernbentukan school counselor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.

406 Jepang

5. Melatih guru menjadi tenaga profesional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.

6. Pengembangan universitas bertaraf internasional

7. Pembentukan ilosoi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi konstitusi pendidikan (MEXT, 2006).

Jepang

407

Gambar 5.1 Skema untuk Sistem Pelatihan atau Lisensi Guru di Jepang

KBRI di Tokyo onesia Tokyo

408 Jepang

Peningkatan Kemampuan Guru

Gambar 5.2 Lanjutan Skema dari Gambar 5.1

KBRI di Tokyo ndonesia Tokyo

Jepang

410 Jepang