Kebijakan Kepala Sekolah dalam Supervisi

83 yang otoriter, c pengadaan sarana KBM tidak menggunakan skala prioritas, dan e supervisi yang didelegasikan secara total kepada stafPKS Pembantu Kepala Sekolah Mengacu dari kebijakan tersebut di atas maka tanggapan guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang baru Kbh.82B.8 antara lain: a secara umum baik, ada peningkatan dari kepala sekolah sebelumnya, b dari segi kebijakan cukup bagus, tetapi kebijaksanaan kurang, c tegas, tetapi kurang kontrol diri, d kurang menunjukkan sikap yang arif sebagai pemimpin, e pendekatan terhadap guru kurang baik, sehingga terkesan kaku dan kurang toleransi, dan f belum punya sikap menyayangi, melindungi dan mengayomi terhadap guru, apalagi terhadap muridsiswa.

1.2.4. Kebijakan Kepala Sekolah dalam Supervisi

Masing-masing kepala sekolah tentu mempunyai pandangan tersendiri terhadap supervisi. Ada sementara kepala sekolah yang beranggapan bahwa supervisi tidak perlu dilaksanakan, karena dalam pandangannya guru dianggap sudah mampu untuk melakukan proses belajar mengajar PBM dengan baik. Sebaliknya ada kepala sekolah yang memandang bahwa supervisi adalah penting untuk dilaksanakan sebagai sarana evaluasi terhadap suatu kegiatan khususnya kegiatan pengajaran. Oleh karena itu kebijakan kepala sekolah dalam supervisi kelas pasti didasari oleh pemahaman dan pandangan kepala sekolah terhadap supervisi tersebut. Bapak Gino, kepala SMPN 11 Tangerang menjelaskan pandangannya tentang supervisi sebagai berikut: 84 Salah satu tugas kepala sekolah ya sebagai supervisor. Supervisi sebenarnya semacam kegiatan controlling terhadap seluruh kegiatan di sekolah, semacam monitoring dan evaluasi. Tujuan supervisi tentu untuk menilai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sehingga KBM menjadi lebih terarah, terencana, tertib dan lancar dengan adanya rambu-rambu atau indikator-indikator penilaian supervisi, juga untuk menunjang usaha sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya tertib administrasi, optimalisasi kegiatan belajar-mengajar W.17KS64:02-10. Berdasarkan hal tersebut, maka Kepala SMPN 11 Tangerang membuat kebijakan tentang dilaksanakannya kegiatan supervisi. Kebijakan supervisi yang diterapkan adalah supervisi kelas. Kegiatan ini didahului dengan pembuatan program supervisi. Program ini disusun kepala sekolah dan dibantu oleh para pembantu kepala sekolah PKS yang di sekolah diistilahkan dengan ”staf”. PKSstaf yang dimaksud khususnya adalah PKS bidang kurikulum, sebagaimana yang dikemukakan kepala sekolah, sebagai berikut: .....program supervisi juga dibuat oleh stafPKS, tentunya berdasarkan keinginan saya dan persetujuan saya, staf kurikulum yang utama. W.17KS65:19-21 Program supervisi tersebut selanjutnya disampaikan kepala sekolah pada saat rapat dinas tanggal 16 Agustus 2005. Pada saat itu dijelaskan bahwa pelaksanaan supervisi kelas oleh kepala sekolah didelegasikan kepada tim supervisor yang terdiri dari wakil kepala sekolah dan para pembantu kepala sekolah PKS. Adapun nama supervisor dan tanggung jawab mata pelajaran yang disupervisi meliputi kelas-kelas sebagai berikut seperti pada tabel 7. 85 Tabel 7: Daftar Tim Supervisor SMPN 11 Tangerang Tahun 20052006 NO NAMA MATA PELAJARAN KELAS KETERANGAN VII VIII III 1. SEHAD, S.Pd PKN X X X KBM Kelas VII KOMPUTER X X X dan Kelas VIII PENJASKES X X X Menggunakan 2. AGUSTRI S., S.Pd FISIKA X kurikulum 2004 PEMBUKUAN X sedangkan KBM AKUNTANSI X Kelas III dengan EKONOMI X X X kurikulum 1994 3. H. MUDAKIM, S.Pd BHS. INDONESIA X X X PEND. AGAMA X X 4. MOH. AMIN, S.Pd KTK X X X BAHASA ARAB X PEND. AGAMA X SEJARAH X X X 5. NANI SURYANI MATEMATIKA X X X BIOLOGI X X X 6. TAANI, S.Pd, M.Psi.T. BHS. INGGRIS X X X FISIKA X X GEOGRAFI X X X Sumber: Program Supervisi SMPN 11 Tangerang Tahun 20052006 Penunjukan tim supervisor sepenuhnya menjadi kewewenangan kepala sekolah. Adapun alasan pelaksanaan supervisi kelas didelegasikan kepada tim supervisor dikemukakan kepala sekolah sebagai berikut: ...alasannya sederhana, supaya supervisi itu dapat berjalan maksimal, dan bisa saling memberikan masukan, ya semacam pembelajaran tutor sebaya. Pak Taani kan instruktur propinsi, pak Sehad dan pak Amin instruktur Kota, jadi mereka lebih kena kalau memberikan masukan tentang proses KBM, disamping guru kan gak merasa diintervensi. Apalagi sekarang kan ada 2 kurikulum, 2004 KBK dan 1994. Terus terang saya gak begitu jelas dan memahami proses dan metode KBK, termasuk penilaiannya, jadi ya itung-itung memanfaatkan para instruktur di sekolah sendiri. W.17KS65:39-48 86 Mengacu pada alasan yang dikemukakan tersebut, kepala sekolah memandang bahwa supervisi kelas ini akan berjalan lebih maksimal dengan didelegasikan, karena akan terjadi proses model pembelajaran tutor sebaya di kalangan guru. Keputusan ini tentu didukung oleh keberadaan guru yang bertindak sebagai instruktur di tingkat kotamadia dan tingkat propinsi. Berlakunya kurikulum 2004 juga menjadi alasan pendelegasian tersebut, karena pemahaman kepala sekolah tentang kurikulum tersebut belum maksimal. Hal ini didukung oleh pengakuan PKS kurikulum sekaligus instruktur guru di propinsi Banten, sebagai berikut: .....secara pribadi kepala sekolah telah membicarakan masalah supervisi ini kepada saya selaku PKS kurikulum. Karena ada 2 pola kurikulum di dalam pengajaran sekarang ini yaitu kurikulum 94 untuk kelas III, dan KBK untuk kelas VII dan VIII, tentu aspek-aspek kurikulumpun berbeda dan apa yang menjadi kriteria penilaian itu juga berbeda. Nah kepala sekolah menyadari bahwa untuk kurikulum 2004 ini beliau belum paham persis posisinya, prosesnya seperti apa, pembelajarannya bagaimana, proses penilaiannya seperti apa, karena memang beliau belum pernah mengikuti pelatihan tentang kurikulum baru 2004 ini. Berdasarkan pemikiran seperti itu akhirnya kepala sekolah memutuskan untuk mendelegasikan pelaksanaan supervisi, itu alasan pendelegasian. W.13PKS.133:30-42 Dengan adanya pendelegasian tersebut maka sebagian tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor beralih kepada tim supervisor. Oleh karena itu kepala sekolah menetapkan kriteria dalam memilih anggota tim supervisor. Kriteria utama yang menjadi acuan adalah tim supervisor tersebut adalah guru senior dan atau instruktur guru, baik instruktur tingkat kotamadia maupun tingkat propinsi, seperti yang dikemukakan kepala sekolah sebagai berikut: Kriterianya pasti ada. Supervisor pasti mensupervisi bidang studi yang diajarnya. Penilaian berdasarkan indikator-indikator yang ditetapkan 87 terlebih dahulu dan diketahui dahulu oleh guru. Kalau bidang studi gak sama dengan yang diajarkannya saya pikir gak begitu jadi masalah, kan pedoman penilaiaannya ada. Mereka kan guru-guru senior dan instruktur... sekiranya memang hasilnya nanti belum maksimal tentu akan diperbaiki sistemnya ditahun mendatang. W.17KS66:04-11 Kebijakan kepala sekolah tentang supervisi ini, ditanggapi beragam oleh para guru. Berdasarkan data kuesioner Kbh.82C.1 sebagian besar guru, tepatnya 81 47 guru setuju dengan pelaksanaan supervisi dengan alasan sebagai berikut: a supervisi sebagai alat mengevaluasi kinerja guru dan dapat meningkatkan motivasi guru juga asal penilaiannya obyektif, terukur dan valid, b supervisi untuk menilai kemampuan guru juga kemampuan kepala sekolah itu sendiri dalam membina dan membimbing guru, c akan memacu guru untuk membuat perangkat mengajar yang sering terlupakan, d karena dalam rangka pembimbingan dan pembinaan kepala sekolah, dan e memotivasi guru dalam mengeksplorasi dan berekspresi dalam KBM serta meningkatkan disiplin administrasi. Tetapi ada 5 3 guru yang tidak setuju dengan supervisi ini dengan alasan menginginkan kepala sekolah langsung yang menjadi supervisor. Juga ada 14 8 guru yang menanggapi biasa saja pelaksanaan supervisi ini, karena memandang supervisi ini hanya sekedar formalitas, tanpa tindak lanjut yang jelas. Sedangkan kebijakan kepala sekolah tentang pendelegasian pelaksanaan supervisi kepada tim supervisor berdasar data kuesioner Kbh.84C.7 ternyata tidak disetujui oleh 59 34 guru, disetujui oleh 27 16 guru dan ada 14 8 guru yang ragu-ragu. Guru yang setuju dengan pendelegasian supervisi kelas beralasan bahwa dengan pendelegasian tersebut, maka akan memaksimalkan hasil karena kepala 88 sekolah kurang menguasai dan tidak sempat, pendelegasian tersebut membantu tugas kepala sekolah sehingga semua guru dapat disupervisi. Guru yang tidak setuju dengan pendelegasian tersebut beralasan karena ada anggota tim supervisor yang tidak sesuai dengan bidang studinya. Ketidak- sesuaian dengan bidang studinya dikhawatirkan supervisor tidak menguasai materi sehingga tidak akan mampu memberikan bimbinganpembinaan terhadap guru. Guru sangat mengharapkan bimbinganpembinaan tersebut secara baik untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengajar. Hal ini didukung oleh hasil data kuesioner Kth.80A.2 yang menunjukkan bahwa secara keseluruhan 100 guru menginginkan adanya bimbingan dan pembinaan untuk menunjang kelancaran tugasnya yaitu mengajar. Selain alasan tersebut, guru juga meinginkan disupervisi secara langsung oleh kepala sekolah. Sedangkan bagi guru yang ragu-ragu dengan pendelegasian supervisi tersebut beralasan bahwa dengan pendelegasian itu hasilnya akan bias. Selain itu guru menilai bahwa kemampuan PKSstaf sebagai supervisor masih diragukan, karena mereka belum memenuhi standarkriteria sebagai supervisor.

1.3. Profesionalisme Guru

Dalam dokumen program supervisi SMPN 11 Tangerang tahun 20052006, dicantumkan bahwa guru yang professional memiliki beberapa karakteristik, antara lain: a selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran; b berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai