Pengembangan e-learning Pendidikan dan Pelatihan Panitera Pengganti Berkelanjutan

Bagian 5 : Penelitian, Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan 211 9. Interpretasi tentang Makna “Sifat Melawan Hukum” dalam Perkara Pidana korupsi: Kajian tentang Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011 Dilaksanakan di Jakarta, 20 Mei 2013 - 10 Juni 2013, Menurut Undang-Undang Pembe- rantasan Tipikor, sifat melawan hukum dalam indak pinda korupsi melipui sifat melawan hukum formil dan materiil. Setelah putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 003PUU-IV2006, sifat melawan hukum materiil dalam indak pidana korupsi dianggap bertentangan dengan asas legalitas dan inkonsitusional. Namun dalam prakteknya Mahkamah Agung RI dalam sejumlah putusannya masih menerapkan sifat melawan hukum materiil dengan berpedoman pada yurisprudensi. 10. Interpretasi tentang Makna Kedudukan “Openbare Orde” dalam Pekara Perdata tentang Pembatalan Kontrak: Kajian tentang Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011 Dilaksanakan di Jakarta, 20 Mei 2013 - 10 Juni 2013. Keteriban umum openbare orde dalam pembatalan kontrak harus dilihat sebagai kesatuan hubungan suatu perbuatan yang melawan hukum, dengan konteks Pasal 1320, Pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata. Bahwa suatu perjanjian dapat dianggap batal demi hukum dengan dalil pelanggaran terhadap keteriban umum merupakan keniscayaan. Meskipun demikian, hakim lebih memilih untuk idak membatasi atau membuat koridor khusus untuk lebih memperjelas cakupan dari makna keteriban umum. 11. Interpretasi tentang Makna Kedudukan “Openbare Orde” Terkait Permohonan dan Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan-Putusan Arbitrase Asing di Indonesia: Kajian tentang Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011 Dilaksanakan di Jakarta, 17 Juni - 5 Juli 2013. Pada dasarnya interpretasi tentang makna dan kedudukan openbare orde berbeda-beda. Adapun eksistensi permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia cukup baik. Arinya sebagian besar putusan arbitrase asing yang sudah dideponir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diberikan itel eksekuatur yaitu dapat dilaksanakan eksekusinya di Indonesia. Hanya sebagian kecil dinyatakan non eksekuatur yaitu idak dapat dilaksanakan karena dianggap bertentangan dengan keteriban umum. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2013 212 12. Interpretasi tentang Makna “Pejabat Tata Usaha Negara” dalam Sengketa Tata Usaha Negara: Study tentang Putusan- Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011. Dilaksanakan di Jakarta, 20 Mei - 10 Juni 2013. BadanPejabat TUN dideinisikan sebagai Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam perkembangannya, ukuran untuk dapat disebut sebagai Badan atau Pejabat TUN adalah pada fungsi yang dilaksanakan, yakni pelaksanaan fungsi pemerintahan, bukan ditentukan oleh nama sehari-hari atau kedudukan strukturalnya dalam salah satu lingkungan kekuasaan negara. Pejabat TUN yang ideal haruslah dimaknai sebagai siapapun yang melaksanakan fungsi pemerintahan dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan eika pemerintahan. 13. Implementasi tentang Makna dan Kedudukan “Harta Bersama” dalam Perkawinan Poligami: Studi tentang Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2013. Dilaksanakan di Jakarta, 25 Maret - 15 April 2013. Dalam proses perizinan poligami di PA harus dicantumkan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan dengan isteriisteri-isteri sebelumnya untuk menjamin kepasian hukum. Pembagian harta bersama yang diperoleh selama ikatan perkawinan dengan isteri pertama, merupakan harta bersama milik suami dan isteri pertama. Harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri kedua dan selama itu pula masih terikat perkawinan dengan isteri pertama, maka harta tersebut merupakan harta bersama milik suami, isteri pertama, dan isteri kedua. Sama dengan perkawinan kedua, apabila suami melakukan perkawinan dengan isteri keiga dan keempat. Ketentuan harta bersama tersebut idak berlaku atas harta untuk isteri kedua, keiga, dan keempat seperi rumah, perabotan rumah, kendaraan, pakaian sepanjang harta untuk isteri kedua, keiga, dan keempat idak melebihi 13 seperiga bagian dari harta bersama yang diperoleh dengan isteri kedua, keiga, dan keempat.