PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK KELOMPOK B TK ABA MARGOMULYO SEYEGAN SLEMAN.

(1)

PE PERKE JU ENGARUH EMBANGA MA Di u gun PROGR URUSAN KU UNI H PENGGUN AN BAHASA ARGOMUL ajukan kepa Universi untuk Meme na Mempero Kurnia NI RAM STUD URIKULUM FAKULTA IVERSITAS JA NAAN MED A PADA AN LYO SEYE

SKRIPSI

ada Fakultas itas Negeri Y enuhi Sebagi

leh Gelar Sa

Oleh a Febryana W IM 11105244

DI TEKNOL M DAN TEK AS ILMU PE

S NEGERI ANUARI 20 DIA AUDIO NAK KELO EGAN SLEM I Ilmu Pendid Yogyakarta ian Persyarat arjana Pendi Warsianti 4021 LOGI PEND KNOLOGI ENDIDIKA YOGYAKA 016 O TERHAD OMPOK B MAN dikan tan dikan DIDIKAN I PENDIDIK AN ARTA DAP TK ABA KAN


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Sebelum berbicara pahami dahulu apa yang kau simak” (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengharapkan ridho Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi, perhatian, semangat serta membiayai selama kuliah.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta 3. Nusa dan Bangsa


(7)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK KELOMPOK B TK ABA

MARGOMULYO SEYEGAN SLEMAN Oleh

Kurnia Febryana Warsianti NIM 11105244021

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media audio terhadap perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Quasi Experiment, dengan variabel terikat (X) adalah media audio, sedangkan variabel bebas (Y) adalah perkembangan bahasa. Desain penelitiannya yaitu Pretest-Posttest Control Group Design. Subjek penelitian ini adalah 24 anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman. Kelompok B-1 sebagai kelas kontrol yang berjumlah 12 anak dan kelompok B-2 sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 12 anak. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar penilaian perkembangan bahasa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik uji-t (t-test).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam penggunaan media audio terhadap perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman. Hal ini ditunjukkan dengan nilai mean kelompok eksperimen sebesar 23,41 dan kelompok kontrol sebesar 7,33. Harga thitung = 6 dan harga t dalam tabel dengan taraf signifikansi 0,05 adalah 1,71. (thitung 6 > ttabel 1,71).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul: “Pengaruh Penggunaan Media Audio terhadap Perkembangan Bahasa Anak Kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Progam Studi Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk ini dalam kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehinggan penulisan skripsi ini berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, bapak Dr. Sugeng Bayu Wahyono, M. Si., yang telah memberikan ijin penelitian dan penyusunan skripsi ini.


(9)

4. Bapak Eko Budi Prasetyo, M. Pd., selaku pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbiingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Dr. Ali Muhtadi, M. Pd., selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ibu Martha Christianti, M. Pd., selaku ahli materi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memvalidasi instrumen penelitian.

7. Seluruh dosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.

8. Ibu Ismiyati, S. Ag., selaku kepala sekolah TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

9. Ibu Siti Nurrohmah, S. Pd., selaku guru kelompok B-1 TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah membantu untuk kelancaran dalam penelitian ini.

10. Ibu Sutriyah selaku guru kelompok B-2 TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

11. Anak-anak kelompok B TK ABA Margomulyo yang telah bersedia menjadi subjek penelitian ini.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Media Audio 1. Pengertian Media Audio ... 10


(12)

3. Jenis-jenis Media Audio ... 13

4. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio ... 15

5. Langkah Pembelajaran Menggunakan Media Audio ... 18

B. Kajian tentang Metode Bercerita 1. Pengertian Bercerita ... 21

2. Manfaat Bercerita ... 23

3. Teknik Bercerita Oleh Guru ... 24

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita ... 27

C. Teori Belajar yang Melandasi Penggunaan Media Audio 1. Teori Belajar Behavoiristik ... 29

2. Teori Belajar Kognitif ... 30

D. Kajian tentang Perkembangan Bahasa Anak TK 1. Pengertian Bahasa ... 32

2. Fungi Bahasa ... 34

3. Perkembangan Bahasa Anak TK ... 36

4. Unsur-unsur Perkembangan Bahasa ... 38

5. Penilaian dalam Perkembangan Bahasa ... 45

E. Kajian tentang Karakteristik Anak TK ... 51

F. Kedudukan Media Audio dalam Kawasan Teknologi Pendidikan ... 53

G. Kerangka Pikir ... 58

H. Penelitian yang Relevan ... 60

I. Hipotesis ... 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Pedekatan Penelitian ... 63

B. Desain Penelitian... 64

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 66

D. Prosedur Penelitian ... 66


(13)

F. Pengkajian Media ... 71

G. Variabel Penelitian ... 72

H. Teknik Pengumpulan Data ... 73

I. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen Penelitian ... 75

J. Teknik Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 82

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 83

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 84

1. Deskripsi Data Kelompok Kontrol ... 86

a. Pretest Kelompok Kontrol ... 84

b. Pemberian Tindakan ... 92

c. Posttest Kelompok Kontrol ... 95

2. Deskripsi Data Kelompok Eksperimen ... 99

a. Pretest Kelompok Eksperimen ... 99

b. Pemberian Tindakan ... 103

c. Posttest Kelompok Eksperimen ... 108

D. Pelaksanaan Penelitian ... 113

E. Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 113

F. Data Beda Jumlah Nilai Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 117

G. Pengujian Hipotesis... 118

H. Pembahasan ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 125


(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 127 LAMPIRAN ... 130


(15)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Desain Penelitian... 63

Tabel 2. Pelaksanaan Penelitian ... 68

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen ... 75

Tabel 4. Rubrik Penilaian Perkembangan Bahasa Anak ... 75

Tabel 5. Kategori dan Nilai Huruf Penilaian ... 78

Tabel 6. Daftar Nama Subjek Penelitian ... 82

Tabel 7. Aspek Perkembangan Bahasa ... 85

Tabel 8. Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 88

Tabel 9. Nilai Huruf Pretest Kelompok Kontrol ... 87

Tabel 10. Kategori Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 88

Tabel 11. Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 93

Tabel 12. Nilai Huruf Posttest Kelompok Kontrol ... 94

Tabel 13. Kategori Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 95

Tabel 14. Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 98

Tabel 15. Nilai Huruf Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 99

Tabel 16. Kategori Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 100

Tabel 17. Hasil Posttest Kelompok Ekperimen ... 107

Tabel 18. Nilai Huruf Posttest Kelompok Eksperimen ... 108

Tabel 19. Kategori Hasil Posttest Kelompok Eksperimen... 109

Tabel 20. Pelaksanaan Penelitian ... 111

Tabel 21. Perkembangan Bahasa Kelompok Kontrol ... 112

Tabel 22. Perkembangan Bahasa Kelompok Eksperimen ... 113

Tabel 23. Beda Jumlah Nilai Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 115


(16)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Variabel Penelitian ... 71

Gambar 2. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Kontrol ... 89

Gambar 3. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Kontrol... 96

Gambar 4. Diagram Batang Nilai Pretest Kelompok Eksperimen ... 101

Gambar 5. Diagram Batang Nilai Posttest Kelompok Eksperimen ... 110

Gambar 6. Diagram Batang Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol ... 112


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Lembar Observasi Perkembangan

Anak ... 131

Lampiran 2. Hasil Observasi Perkembangan Bahasa Anak ... 133

Lampiran 3. Hasil Uji-t ... 141

Lampiran 4. Isi Cerita Materi I dan Materi II ... 143

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 148

Lampiran 6. Surat Ijin Permohonan Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan ... 150

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Kesatuan Bangsa... 151

Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian BAPPEDA ... 152

Lampiran 9. Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 153

Lampiran 10. Tabel Uji-t... 154

Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian di TK ABA Margomuyo Seyegan Sleman ... 155  


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan berpikir anak-anak usia TK terjadi begitu pesat, karena pada usia 0-6 tahun merupakan usia emas dalam pembentukan otak, intelegensi, kepribadian, dan memori (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 2). Usia tersebut adalah masa yang sangat penting dalam pembentukan kecerdasan anak. Pada masa tersebut perkembangan daya pengamatan dan masa keindahan sedang berkembang. Anak suka mengamati dunia luarnya, serta suka mendengar cerita yang sesuai dengan fantasinya.

Program kegiatan di TK mencakup dua bidang pengembangan, yaitu pembentukan perilaku dan kemampuan dasar. Pembentukan perilaku mencakup nilai-nilai agama dan moral, serta sosial emosional. Kemampuan dasar mencakup bahasa, kognitif, dan fisik. Salah satu dari kemampuan dasar yaitu bahasa merupakan kemampuan yang harus dikembangkan di TK. Menurut Bruner dalam C. Asri Budiningsih (2004: 42) bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain dan ditandai dengan kecapakan dalam memilih tindakan yang tepat. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik jika guru memberikan kesempatan kepada


(19)

anak untuk menemukan suatu konsep atau pemahaman melalui contoh-contoh dalam kehidupannya.

Perkembangan bahasa mencakup kemampuan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Menyimak dan berbicara adalah dua hal yang tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pastilah didahului kegiatan berbicara, begitu pula berbicara biasanya disertai dengan kegiatan menyimak (Henry Guntur Tarigan, 2008: 86).

Hasil pengamatan di TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman, menunjukkan pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru. Ketika menceritakan sebuah cerita, guru menceritakan langsung dan tidak menggunakan alat peraga sehingga anak-anak terlihat belum sepenuhnya menunjukkan sikap menyimak yang baik, pandangan mata anak-anak tidak fokus. Hal ini berakibat pada pemahaman anak tentang cerita yang disampaikan menjadi belum mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan tepat. Begitupun dengan aspek berbicara, saat menceritakan kembali masih terbatas dalam menggunakan kata, intonasi dan penempatan tekanan. Selain itu dalam kegiatan bercerita guru lebih sering bercerita secara langsung tanpa alat peraga. Alasan meneliti tentang ini adalah saat kegiatan bercerita guru belum menggunakan media audio dan hanya terbatas dengan bercerita langsung sehingga anak kurang fokus dan terlihat bosan dalam memahami cerita.

Untuk mendukung semua kegiatan pembelajaran di kelas, dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai agar proses pembelajaran berjalan sesuai


(20)

dengan yang diharapkan. Salah satu fasilitas yang mendukung proses pembelajaran di TK adalah adanya media. Menurut Daryanto (2010: 4) media didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Oleh karena itu, dengan menggunakan media maka proses pembelajaran akan berlangsung lebih menarik, anak menjadi lebih interaktif, dan waktu belajar lebih efisien. Media di TK akan membantu seorang guru dalam menjelaskan sebuah materi agar mudah dimengerti dan diterima oleh anak.

Media audio belum pernah digunakan di TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman, meskipun memiliki peralatan penunjang seperti tape. Menurut Daryanto (2010: 37) audio adalah suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Pesan yang disampaikan media audio menurut Arief S. Sadiman (2006: 49) dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata atau bahasa lisan) maupun nonverbal, selain itu terdapat musik,

dan sound effect yang membantu anak agar dapat berfikir dengan baik dan

menumbuhkan daya ingat. Sehingga proses pembelajaran dapat terprogram dengan baik. Materi yang disampaikan disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.

Kaitannya dengan materi yang akan disampaikan, media audio juga memiliki manfaat. Menurut Daryanto (2010: 38) apabila guru yang ingin mengajarkan materi tentang aneka suara binatang, suara halilintar, suara gunung meletus, dan lain-lain, dapat teratasi jika guru dibantu dengan media audio.


(21)

Selain itu, media audio sangat cocok untuk menyampaikan materi yang erat kaitannya dengan masalah cerita dan bunyi. Dengan menggunakan media audio anak-anak diajak untuk berimajinasi seakan-akan berada di dalam keadaan yang diceritakan juga menjadikan cerita terlihat nyata dengan adanya efek suara yang diberikan. Dibandingkan apabila hanya guru yang menceritakan menggunakan buku cerita, dialaog yang terdapat dalam media audio melibatkan beberapa tokoh, dimana setiap tokoh memiliki suara yang berbeda. Selain suara percakapan, sound effect yang diberikan juga dapat menambah daya tarik sebuah cerita sehingga lebih menyenangkan. Dengan demikian dapat dikatakan tugas guru akan lebih jauh ringan dibandingkan dengan jika tanpa dibantu media audio.

Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Innayah (2011) menunjukkan bahwa dengan menggunakan media audio, hasil belajar pada anak lebih memuaskan. Kemudian hasil penelitian oleh Ervania (2014) disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan media audio terhadap kemampuan bercerita. Media audio juga memberikan motivasi kepada anak (Maryanti, 2014). Media audio disini bukanlah pengganti pengajaran langsung yang dilakukan oleh guru, namun sebagai variasi dalam memberikan materi agar lebih menarik perhatian anak.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media audio memberikan dampak yang positif terhadap pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan teori dari Daryanto (2010: 48) yang mengatakan bahwa media audio mampu mengajak siswa untuk


(22)

berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengajaran, meskipun ajakan tersebut sebenarnya bersifat maya (semu).

Perlu adanya upaya tindak lanjut untuk mengetahui “Pengaruh Penggunaan Media Audio terhadap Perkembangan Bahasa Anak Kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman” dengan menggunakan metode penelitian eksperimen. Media audio yang akan digunakan adalah Media Audio Pendidikan Anak Usia Dini (MAPAUD) Cerita yang berjudul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Mengenal Si Mungil Kencur” produksi Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) Yogyakarta. MAPAUD Cerita ditujukan untuk melihat perkembangan bahasa sebab untuk judul media audio yang lain materinya berbentuk permainan dan nyanyian. Lingkup perkembangan bahasa tersebut yaitu menyimak dan berbicara. MAPAUD Cerita telah melalui tahap validasi ahli media dan materi serta telah melaksanakan pelatihan pemanfaatan untuk guru-guru dan uji lapangan untuk mengetahui respon anak-anak terhadap MAPAUD.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Anak-anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan terlihat belum sepenuhnya menunjukkan sikap menyimak yang baik, pandangan mata


(23)

anak-anak tidak fokus. Hal ini berakibat pada pemahaman anak-anak tentang cerita yang disampaikan menjadi belum mampu menjawab pertanyaan dari guru dengan tepat. Ketika menceritakan sebuah cerita, guru menceritakan secara langsung dan tidak menggunakan alat peraga atau media.

2. Keterampilan berbicara anak-anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan, saat menceritakan kembali masih terbatas dalam menggunakan kata, intonasi dan penempatan tekanan.

3. Tersedia MAPAUD produksi BPMRP namun belum diketahui pengaruh penggunaannya dalam perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan.

C. Batasan Masalah

Mengingat terbatasnya waktu dan biaya, maka tidak semua persoalan dalam identifikasi masalah akan diteliti. Oleh karena itu, objek penelitian ini difokuskan pada belum diketahuinya pengaruh penggunaan media audio dalam perkembangan bahasa anak.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Adakah pengaruh media audio terhadap perkembangan bahasa anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman?”.


(24)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ada, tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media audio terhadap perkembangan bahasa pada anak kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penggunaan media audio dapat dijadikan sebagai salah satu referensi media dan inovasi dalam perkembangan bahasa anak TK dan memperluas dunia keilmuan teknologi pendidikan dalam penggunaan media pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Bagi Pendidik

Memberikan motivasi untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran dengan media pembelajaran alternatif salah satunya media audio.


(25)

b. Bagi Anak-anak

1) Mempermudah anak dalam memahami isi materi yang disampaikan.

2) Memotivasi anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. c. Bagi Sekolah

Memberikan masukan tentang kreativitas dalam proses pembelajaran yang berlangsung di TK.

d. Bagi BMPRP Yogyakarta

Sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan penyempurnaan produk dalam bermacam-macam tema.

G. Definisi Operasional

Menghindari salah tafsir dalam penelitian ini, maka berikut ini merupakan definisi yang akan digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Media audio adalah media yang penyampaian pesannya ditangkap dengan indera pendengaran saja. Media audio yang akan digunakan yaitu Media Audio Pendidikan Anak Usia Dini (MAPAUD) Cerita produksi Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan (BPMRP) Yogyakarta yang disimpan dalam flashdisk, memory card dan lain-lain. MAPAUD Cerita dengan judul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Mengenal Si Mungil Kencur” berisikan materi berbentuk cerita dari awal sampai akhir tanpa jeda dengan durasi 10-15 menit.


(26)

2. Perkembangan Bahasa yaitu keterampilan menyimak dan berbicara. Menyimak dalam penelitian ini terdiri atas sikap dan pemahaman. Sikap ditunjukkan dengan pandangan mata memperhatikan orang yang berbicara, begitupun saat mendengarkan audio mereka tetap memperhatikan narator yang menyampaikan cerita. Kemudian pemahaman ditunjukkan anak-anak dengan dapat menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan secara tepat yang disampaikan oleh guru. Sedangkan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Kebahasaan terdiri dari ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada dan intonasi, serta penggunaan kata dan kalimat. Kemudian non kebahasaan terdiri dari kenyaringan suara dan kelancaran.

3. Anak Kelompok B adalah seorang anak yang memiliki rentang usia antara 5-6 tahun yang sudah dapat menjadi pendengar yang baik dan berpartisipasi dalam suatu percakapan.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Media Audio 1. Pengertian Media Audio

Arief S. Sadiman, dkk (2006: 6) menjelaskan bahwa media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gagne dalam Arief S. Sadiman, dkk (2006: 6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Briggs dalam Arif S. Sadiman berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar. Kemudian Daryanto (2010: 4) mendefinisikan media sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima.

Salah satu atau jenis media dalam pembelajaran adalah media audio. Pengertian audio menurut Daryanto (2010: 76) adalah audio berasal dari kata audible, yang artinya suaranya dapat diperdengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Dalam proses pembelajaran, media audio diajarkan ke anak berupa pesan. Pesan tersebut menurut Dina Indriana (2011: 87) melalui indera pendengaran saja dikarenakan media ini hanya mengeluarkan suara tanpa ada gambar atau pesan konkret lainnya dan pesan yang disampaikan


(28)

adalah dalam bentuk kata-kata, musik, dan sound effect saja. Pesan yang disampaikan dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun nonverbal. Media ini membantu anak agar dapat berfikir dengan baik dan menumbuhkan daya ingat.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio merupakan perantara dalam menyampaikan pesan dari guru kepada anak yang berkaitan dengan pendengaran yang mampu merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian sehingga anak mampu menguasai kompetensi tertentu dari kegiatan pembelajaran di kelas. Media yang akan digunakan yaitu MAPAUD Cerita, sebuah media audio produksi BPMRP Yogyakarta dengan judul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Si Mungil Kencur”. 2. Manfaat Media Audio

Terdapat beberapa manfaat apabila guru memanfaatkan media audio ataupun radio dalam pembelajaran. Daryanto (2010: 48) yang mengatakan bahwa media audio mampu mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengajaran, meskipun ajakan tersebut sebenarnya bersifat maya (semu). Media audio dikatakan lebih efektif karena media audio terlihat nyata dalam penyampaian isi cerita. Efek suara yang dihasilkan seperti suara ayam berkokok, burung berkicau, dapat menambah isi cerita lebih menarik dibandingkan apabila guru yang menirukan suara-suara tersebut.


(29)

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005: 129) pemanfaatan bahan ajar audio dalam kegiatan pembelajaran terutama digunakan dalam

pengajaran music literary (pembacaan sajak) dan kegiatan dokumentasi.

Pengajaran bahasa asing, baik secara audio ataupun audio visual. Paket-paket belajar untuk berbagai jenis materi yang memungkinkan peserta didik dapat melatih daya tafsirnya dalam suatu bidang studi.

Dari pemanfaatan tersebut, media audio memberikan manfaat yaitu dapat melatih daya analisis siswa dari apa yang mereka dengar. Memisahkan kata atau informasi yang relevan dan yang tidak relevan. Mengingat dan mengemukakan kembali ide atau bagian-bagian dari cerita yang mereka dengar. Menurut Daryanto (2010: 38) apabila guru yang ingin mengajarkan materi tentang aneka suara binatang, suara halilintar, suara gunung meletus, dan lain-lain, dapat teratasi jika guru dibantu dengan media audio. Selain itu, media audio sangat cocok untuk menyampaikan materi yang erat kaitannya dengan masalah cerita dan bunyi.

Kaitan antara penggunaan media audio dengan perkembangan bahasa anak yaitu dengan menggunakan audio anak dilatih untuk mendengarkan dan aanak-anak diajak untuk berimajinasi berada ditempat kejadian cerita yang diperdengarkan. Dialaog yang terdapat dalam media audio melibatkan beberapa tokoh, dimana setiap tokoh memiliki suara yang berbeda, sehingga membuat cerita lebih menyenangkan dibandingkan hanya guru yang menceritakan menggunakan buku cerita.


(30)

3. Jenis-jenis Media Audio

Media audio erat kaitannya dengan indera pendengaran. Menurut Arif S. Sadiman, dkk (2006: 49-55) jenis media yang dapat dikelompokkan dalam meda audio antara lain, radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam, dan laboratorium bahasa. Berikut ini penjelasan dari jenis media tersebut:

a. Radio

Sebagai suatu media, radio mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan media yang lain, yaitu: harganya relatif murah dan variasi programnya lebih banyak daripada tv. Radio dapat mengembangkan daya imajinasi anak. Dapat merangsang partisipasi aktif pendengar. Sambil mendengarkan, siswa boleh menggambar, menulis, melihat, menyanyi ataupun menari. Siaran lewat suara terbukti amat tepat/cocok untuk mengajarkan musik dan bahasa.

Selain kelebihan-kelebihan tersebut, media pendidikan radio memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain: sifat komunikasinya hanya satu arah. Biasanya disiarkan disentralisasikan sehingga guru tak dapat mengontrolnya. Penjadwalan pelajaran dan siaran sering menimbulkan masalah.

b. Alat Perekam Pita Magnetik

Alat perekam pita magnetik atau biasanya orang menyebut tape recorder adalah salah satu media pendidikan yang tak dapat diabaikan


(31)

untuk menyampaikan informasi, karena mudah menggunakannya. ada dua macam rekaman dalam alat perekam pita magnetik yaitu sistem full track recording dan double track recording.

c. Laboratorium bahasa

Laboratorium bahasa adalah alat untuk siswa mendengarkan dan berbicara dalam bahasa asing dengan cara menyajikan materi pelajaran yang disiapkan sebelumnya. Media yang dipakai adalah alat perekam.

Sharon E. Smaldino (2011: 368) mengatakan bahwa media audio juga memiliki dua format utama, yaitu audio digital dan audio analog. Audio digital melingkupi berbagai format dan cara-cara penyimpanan untuk mengakses berkas-berkas seperti streaming dan podcasting. Berkas digital disimpan dalam perangkat simpan digital seperti CD, hard drive computer, flash drive, atau perekam digital yang dipegang dalam format MP3 atau WAV. Sedangkan audio analog biasanya berbentuk kaset pita audio, masih merupakan sumber yang umum digunakan dalam pembelajaran. Kaset pita audio digunakan bagi pusat membaca dan pengajaran personal.

Dari uraian di atas, jenis media yang akan digunakan berupa audio digital (Compact Disk atau CD). Hal tersebut karena dalam proses penggunaannya audio digital dirasa lebih efektif dibandingkan dengan audio analog (kaset pita) juga lebih mudah dan tidak merepotkan. Selain itu menurut Andi Prastowo (2011: 264) bahan ajar audio merupakan salah satu


(32)

jenis bahan ajar noncetak yang didalamnya mengandung suatu sistem yang menggunakan sinyal audio secara langsung, yang dapat dimainkan atau diperdengarkan oleh pendidik kepada peserta didiknya guna membantu mereka dalam menguasai kompetensi tertentu.

4. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio

Media audio merupakan media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran dan memiliki kelebihan serta kekurangan. Kelebihan media audio menurut Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russel (2011: 376), antara lain:

a. Tidak mahal. Ketika audio disimpan dalam cakram atau kaset, tidak

diperlukan biaya tambahan lain karena perangkat simpan bisa dihapus dan digunakan kembali.

b. Bisa direproduksi. Kaset audio dan berkas digital dapat digandakan

dengan piranti lunak dan perlengkapan yang sesuai.

c. Merangsang untuk membaca dan mendengarkan karena pesannya

disajikan secara lisan sehingga menimbulkan daya imajinasi.

d. Bisa diulang sesuai kebutuhan dalam memahami isi. Para pengguna bisa memutar ulang bagian dari material audio sesering yang dibutuhkan. e. Portable dimana dapat digunakan dilapangan dengan daya baterai.

f. Tahan kerusakan. File MP3 atau yang terdapat dalam flash bisa

disimpan diharddisk, computer, atau pemutar MP3.

Selain kelebihan media audio di atas, Azhar Arsyad (2003: 45) menuturkan bahwa media audio mempunyai kelebihan-kelebihan lainnya, yaitu media audio merupakan peralatan yang sangat murah dan lumrah sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Rekaman dapat digandakan untuk keperluan perorangan sehingga isi pesan dapat berada ditempat secara bersamaan. Dalam pengoperasiannya relatif sangat mudah.


(33)

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahasa media audio tidak mahal atau dikatakan murah dalam penyimpanan dalam kaset karena bisa dihapus dan digunakan kembali, bisa diproduksi kembali atau digandakan dengan piranti lunak apabila seseorang membutuhkannya, kemudian dalam mengoperasikannya terbilang mudah, media audio dapat diulang sesuai dengan kebutuhan. Begitu pula media audio yang akan digunakan untuk mengetahui pengaruhnya, termasuk media audio yang tidak mahal, karena dapat dengan mudah di download dari website Radio Edukasi milik BPMRP Yogyakarta. Dalam pengoperasiannya pun mudah, dengan menggunakan laptop ditambah speaker (bila diperlukan) atau handphone, media audio tersebut sudah dapat digunakan.

Kemudian Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2005: 31) menjelaskan kekurangan yang dimiliki media audio antara lain:

a. Memerlukan suatu pemusatan pengertian pada suatu pengalaman yang

tetap dan tertentu, sehingga pengertiannya harus didapat dengan cara belajar yang khusus.

b. Media audio yang menampilkan simbol digit dan analog dalam bentuk

auditif adalah abstrak, sehingga pada hal-hal tertentu memerlukan bantuan pengalaman visual.

c. Karena abstrak, tingkat pengertiannya hanya bisa dikontrol melalui

tingkatan penguasaan perbendaharaan kata-kata atau bahasa, serta susunan kalimat.

d. Media ini hanya akan mampu melayani secara baik bagi mereka yang

sudah mempunyai kemampuan dalam berpikir abstrak.

e. Penampilan melalui ungkapan perasaan atau symbol analog lainnya

dalam bentuk suara harus disertai dengan perbendaharaan pengalaman analog tersebut pada si penerima. Bila tidak bisa terjadi ketidakjelasan bahkan kesalahpahaman.


(34)

Kekurangan media audio menurut Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russel (2011: 376), antara lain:

a. Perhatian hak cipta. CD yang diproduksi komersial bisa dengan mudah

diperbanyak, yang mungkin mengakibatkan pelanggaran hak cipta.

b. Tidak memantau perhatian. Beberapa peserta didik kesulitan belajar

mandiri, sehingga ketika mereka menyimak audio rekaman perhatian mereka mungkin cenderung kemana-mana.

c. Kesulitan dalam pemantauan kecepatan. Menentukan kecepatan yang

tepat untuk menyajikan informasi bisa menjadi sulit jika peserta didik memiliki tingkat perhatian dan latar belakang yang beragam.

d. Kebutuhan perlengkapan digital dan peranti lunak. Audio digital

membutuhkan peranti lunak dan perlengkapan yang dirancang untuk memutar atau merekam format digital spesifik.

e. Urutan yang kaku. Pemutar kaset menetapkan urutan sebuah presentasi,

meskipun dimungkinkan untuk dimundurkan dalam pemutar kaset audio tersebut untuk mendengarkan lagi segmen rekaman tersebut atau memajukan pemutar kaset audio untuk bagian yang akan datang.

f. Kesulitan dalam menempatkan segmen. Terkadang susah untuk

menempatkan segmen spesifik pada sebuah pemutar kaset audio.

g. Berpotensi terjadi penghapusan tidak disengaja. Kaset audio bisa

dihapus dengan mudah, yang bisa menjadikan suatu masalah. Hanya karena rekaman kaset audio ini bisa dengan mudah dan cepat dihapus ketika tidak lagi dibutuhkan, namun bisa tanpa sengaja dihapus ketika seharusnya disimpan.

Dari kedua pendapat di atas, ada beberapa kelemahan dari media audio yaitu memerlukan suatu pemusatan perhatian dan pesan yang disampaikan masih abstrak. Dalam mendengarkan media audio diperlukan belajar mandiri karena membutuhkan pemahaman dan bagi anak yang kesulitan belajar mandiri, saat mendengarkan media audio perhatian mereka mungkin cenderung kemana-mana. Selain itu, harus diberikan contoh dengan menggunakan benda konkret seperti tanaman kencur, lengkuas ataupun jahe, boneka.


(35)

5. Langkah Pembelajaran Menggunakan Media Audio

Menurut Daryanto (2010: 46) langkah-langkah pembelajaran menggunakan media audio dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, langkah persiapan, diantaranya adalah menyiapkan mental peserta didik agar dapat berperan aktif. Pastikan bahwa peralatan yang digunakan untuk menampilkan program (radio, radio tape atau CD Player atau komputer atau radio satelit atau iPod atau Zune), dapat berfungsi dengan baik. Pastikan bahwa topik yang akan dibahas tersedia kasetnya atau CD. Pastikan bahwa di ruangan tempat kegiatan pembelajaran tersedia power listrik yang dibutuhkan untuk memutar program. Jika memerlukan Lembar Kerja Siswa atau bahan penyerta, pastikan keduanya telah tersedia dengan jumlah yang mencukupi.

Kedua, langkah pelaksanaan. Pada langkah ini, hal-hal yang harus dilakukan yaitu usahakan posisi penyimpanan file sudah berada di tempat pemutarnya dan tinggal menekan tombol Play atau On. Usahakan peserta didik sudah berada di tempat kegiatan pembelajaran, setidaknya 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Jelaskan kepada peserta didik tentang jenis mata pelajaran, topik yang akan dibahas, dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Mintalah peserta didik untuk memperhatikan baik-baik terhadap materi pembelajaran yang akan disampaikan melalui media audio. Usahakan suasana tetap tenang atau kondusif selama pemutaran program media audio. Perhatikan dan catat


(36)

berbagai reaksi peserta didik selama mereka mengikuti kegiatan pembelajaran dengan memanfaaatkan program audio.

Ketiga, Langkah tindak lanjut. Pada langkah ini, hal-hal yang harus dilakukan yaitu mintalah peserta didik untuk menanyakan berbagai hal yang dianggap sulit (yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang baru saja mereka pelajari melalui media audio). Mintalah peserta didik untuk menceritakan ringkasan materi pembelajaran yang berhasil mereka serap selama mendengarkan program media audio.

Salah satu factor yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan pembelajaran adalah teknik penggunaan media yang benar. Badru Zaman (2010: 5.17) menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menggunakan media pembelajaran untuk anak TK, diantaranya:

a. Tidak ada media pembelajaran yang dapat menggantikan kedudukan

guru di kelas.

b. Tidak ada media pembelajaran yang merupakan media tunggal untuk

mencapai semua tujuan pembelajaran.

c. Media pembelajaran adalah bagian dari proses belajar mengajar dan

harus terjalin ke dalam prosedur dan kegiatan pembelajaran.

d. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi dan berimbang akan

menghasilkan hasil belajar yang diharapkan.

e. Penggunaan media dalam proses pembelajaran menuntut partisipasi

aktif anak.

f. Pada setiap penggunaan media pembelajaran di kelas maupun di luar

kelas ada tahap-tahap atau prsedur pokok yang harus dilalui.

Penggunaan media audio tidak terlepas dari peran guru dalam memberikan petunjuk pada anak selama proses pembelajaran. Nurbiana


(37)

Dhieni (2005: 10.18) menguraikan langkah-langkah umum penggunaan media dalam pembelajaran, diantaranya:

a. Persiapan/Perencanaan, terdiri dari: 1) Pelajari buku petunjuk media,

2) Siapkan peralatan yang diperluan untuk penggunaan media,

3) Atur tatanan/susunan agar peserta/audience dapat melihat,

mendengar, dan memperhatikan dengan jelas,

4) Tetapkan media yang digunakan untuk system klasikal, kelompok,

atau individu.

b. Pelaksanaan (Penyajian dan Penerimaan)

1) Penggunaan media sesuai dengan prosedur yang berlaku dari

masing-masing media (tiap-tiap media mempunyai cara-cara yang berbeda)

2) Hindari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi anak didik

dalam menggunakan media, seperti penerangan kurang, suara bising, kerusakan media, dan lain-lain.

c. Follow Up (Tindak Lanjut dan Evaluasi)

1) Adakan berbagai kegiatan yang dapat memantapkan pemahaman

anak didik terhadap pokok-pokok materi pelajaran

2) Lakukan evaluasi terhadap media, misalnya resitasi/pemberian

tugas, tanya jawab, karya wisata, dan lain-lain

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran untuk anak TK harus memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah-langkah yang tepat. Dalam penelitian ini langkah-langkah dalam menggunakan media audio yaitu antara lain.

a. Tahap persiapan, meliputi: pertama yaitu menyiapkan peralatan yang

akan digunakan untuk memutar media audio seperti tape recorder (CD Player) dan memastikan bahwa media media audio berfungsi dengan baik dan siap diputar. Anak-anak sudah berada ditempat kegiatan pembelajaran lalu dikondisikan dengan mengajak duduk tenang untuk mendengarkan media audio. Kemudian menyampaikan penjelasan


(38)

awal kepada anak mengenai cerita yang berjudul “Bella dan Boneka Kesayangannya” dan “Mengenal Si Mungil Kencur”.

b. Tahap pelaksanaan, meliputi: anak-anak dimotivasi dengan diberi

pengertian agar aktif mendengarkan atau mengikuti media audio yang akan diperdengarkan.

c. Tahap evaluasi, meliputi: anak-anak diberi kesempatan untuk

mengungkapkan apa yang telah ia dengar. Pada saat pretest (observasi awal), bisa disiapkan rubrik penilaian dengan variabel menyimak dan berbicara untuk memantau sejauh mana pengaruh penggunaan media audio terhadap perkembangan bahasa anak.

B. Kajian tentang Metode Bercerita 1. Pengertian Bercerita

Bercerita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 186) adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) serta karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang, kejadian, dan sebagainya. Piaget dalam Tadkiroatun Musfiroh (2004: 14) mengemukakan bahwa bercerita merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak yaitu sebagai alat komunikasi untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.


(39)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka yang biasanya dilakukan secara lisan atau tertulis. Hadisetyo dalam Winda Gunarti (2009) mengatakan cara penuturan cerita dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga.

Nurbiana Dhieni (2005: 6.5) menjelaskan kegiatan bercerita di TK adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada anak didik untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan menarik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bercerita dapat menggunakan media audio visual dengan mendengarkan kaset melalui tape recorder, menonton TV pada acara yang berkaitan dengan bercerita, atau dapat pula menonton film dengan menggunakan CD sesuai dengan perkembangan bahasa anak TK. Dengan kata lain bercerita dalam konteks pembelajaran anak usia dini dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran kemudian mengucapkan dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.

Melalui cerita yang disampaikan oleh guru, anak-anak mendapatkan pengalaman mengenai kehidupan sehari-hari yang terjadi dalam lingkungan anak. Anak akan menyerap sejumlah informasi dan pengetahuan melalui sebuah cerita yang dibacakan oleh guru. Cerita-cerita untuk anak memuat dunia anak yang penuh dengan kegembiraan dan mengandung nilai-nilai edukatif sehingga anak dapat mengambil manfaat dari kegiatan bercerita. Dapat disimpulkan bahwa


(40)

metode bercerita merupakan suatu cara dalam menyampaikan isi pesan atau sebuah jalannya suatu peristiwa dalam bentuk komunikasi lisan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan memfokuskan perhatian.

2. Manfaat Bercerita

Sebagai kegiatan yang telah ada sejak dulu hingga sekarang cerita mempunyai beberapa jenis dan manfaat bagi anak. Tadkiroatun Musfiroh (2008: 69) mengkategorikan jenis cerita menjadi tiga jenis, yaitu cerita rakyat, cerita fiksi, dan cerita faktual. Pengelompokkan jenis cerita didasarkan pada permasalahan anak-anak. biasanya tema dalam utama kajian pengarang adalah persahabatan dengan teman, bermain dengan binatang-binatang kesayangan. Tema dalam media audio yang akan digunakan yaitu tentang lingkungan dan tanaman, dimana tema tersebut termasuk cerita fiksi modern yang dirasa cocok untuk anak-anak karena terjadi dikehidupan sehari-hari.

Adapun manfaat bercerita menurut Bachri S. Bachtiar (2005: 11) yaitu dapat memperluas wawasan dan cara berpikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Sedangkan menurut Nurbiana Dhieni (2008: 6) manfaat bercerita bagi anak TK diantaranya yaitu melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, melatih daya pikir anak TK, melatih daya konsentrasi anak TK, mengembangan daya imajinasi anak, menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab


(41)

antara guru dan siswa, membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien proses percakapan menjadi komunikatif.

Dengan kata lain, manfaat bercerita adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Misalnya melalui media bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas anak-anak. Melalui kegiatan bercerita guru bisa menyampaikan pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada murid-muridnya. Selain memperkaya imajinasi anak, bercerita pun menjadikan anak-anak merasa belajar sesuatu tanpa merasa digurui. Bercerita mampu membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya. Karena itu guru perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar pesan dapat sampai kepada muridnya. 3. Teknik Bercerita Oleh Guru

Teknik penyajian cerita yang dilakukan guru menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005: 137-158) yaitu dimulai dari penyiapan tempat, penyiapan alat peraga, hingga penyajian cerita. Dalam menyiapkan tempat, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal aman, nyaman, dan bersih. Lalu penataan tempat dapat dilakukan dengan melingkar, mengelilingi guru atau tetap di posisi duduk masing-masing.

Moeslichatoen (2004: 159) menjabarkan teknik penyajian cerita yang dapat digunakan oleh guru, diantaranya:


(42)

a. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku

Anak-anak akan lebih memusatkan perhatian ketika buku yang diperlihatkan oleh mereka memiliki tulisan yang lebih sedikit dan adanya gambar yang lebih mencolok sehingga anak akan tertarik mendengarkan cerita.

b. Membaca langsung dari buku

Teknik bercerita dengan langsung menggunakan buku akan sangat bagus ketika guru menyampaikan dengan bahasa yang memiliki puisi atau prosa yang sesuai dibacakan kepada anak TK.

c. Bercerita dengan papan flannel

Tokoh cerita diperankan dengan menempelkan gambar tokoh yang dapat dikreasi guru sendiri di atas sebuah papan yang dilapisi kain flannel.

d. Bercerita dengan menggunakan media boneka

Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka akan tergantung dengan usia, pengalaman, dan cerita yang akan dibawakan. Boneka yang dibuat masing-masing menunjukkan perwatakan pemegang peran tertentu.

e. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan

Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan yaitu menggerakkan tangan sesuai dengan isi cerita. Misalkan, guru merentangkan lima jari tangan, atau membentuk bulatan dengan kedua


(43)

ibu jari dan telunjuk. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan guru agar anak tertarik mendengarkan cerita.

Nurbiana Dhieni (2005: 6.9) membagi bentuk-bentuk metode bercerita menjadi dua, yaitu: a) bercerita dengan alat peraga, b) bercerita tanpa alat peraga. Sedangkan untuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua yaitu: a) bercerita dengan alat peraga langsung, b) bercerita dengan alat peraga tak langsung atau benda tak langsung. Bercerita tanpa alat peraga mengharuskan guru untuk hafal isi cerita, memiliki suara yang jelas serta ekspresi yang menyenangkan bagi anak-anak, sedangkan kegiatan bercerita dengan alat peraga diartikan sebagai penyampaian cerita dengan menggunakan berbagai media yang menarik bagi anak untuk mendengarkan dan memperhatikan ceritanya. Bercerita dengan alat peraga langsung dapat menggunakan tas, atau tanaman yang bertujuan anak melihat langsung objek yang nyata. Kemudian bercerita dengan alat peraga tak langsung dapat menggunakan gambar, kartu, papan flannel, buku cerita, dan boneka.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik penyajian cerita dapat disajikan dalam berbagai penyajian seperti bercerita menggunakan buku, gambar, papan flannel, boneka dan diceritakan langsung oleh guru. Pada kegiatan bercerita, biasanya guru kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan menceritakannya secara langsung dan jarang menggunakan alat peraga. Hal ini dilakukan agar guru dapat langsung mengontrol anak ketika mendengarkan dan fleksibel. Selain itu guru dengan


(44)

seksama dapat melihat reaksi anak dan mengevaluasi mengenai tingkat ketertarikan dan pemahaman mereka terhadap cerita.

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita

Metode bercerita digunakan sebagai salah satu metode yang digunakan untuk mengajar di TK. Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan. Indah Fajarwati (2010) menuturkan kelebihan metode bercerita antara lain: a) anak lebih banyak menyerap verbal, b) guru lebih mudah mengatur anak, c) anak lebih senang membayangkan secara ilustrasi cerita yang diberikan guru, d) dapat mengendalikan emosi anak, dan e) membuat anak lebih penasaran akan cerita yang diberikan guru.

Sementara itu, kekurangannya adalah a) guru harus bisa membawa situasi kepada anak agar anak dapat hanyut dalam cerita, dan b) cepat menumbuhkan rasa bosan kepada anak terutama apabila penyajiannya tidak menarik. Guru harus memiliki banyak referensi bahan bacaan agar guru tidak cepat kehabisan bahan ketika tiba-tiba anak-anak meminta guru untuk bercerita. Selain itu, kemampuan bercerita baik secara lisan, membaca, atau berimprovisasi juga harus dimiliki guru, agar anak-anak tertarik menyimak cerita guru dan dapat memahami alur cerita tersebut.

Metode bercerita secara langsung atau tanpa alat peraga yang digunakan oleh guru kelompok B TK ABA Margomulyo Seyegan terdapat kelebihan dan kekurangannya seperti yang diungkapkan oleh Nurbiana Dhieni (2005: 6.15) sebagai berikut:


(45)

a. Kelebihannya yaitu: 1) anak dilatih untuk belajar konsentrasi, 2) anak belajar jadi pendengar yang baik, 3) anak belajar berfantasi terhadap objek yang tidak nyata, 4) anak belajar menyimak dan membaca apa yang diperagakan guru, dan 5) anak belajar mengingat apa yang diceritakan oleh guru.

b. kekurangannya yaitu: 1) guru terkadang malas untuk berekspresi

sesuai isi cerita sehingga mempengaruhi daya pikir dan fantasi anak, 2) anak merasa jenuh duduk berlama-lama dengan memperhatikan satu objek, 3) anak pasif menahan banyak hal yang ia ingin ketahui untuk ditanyakan ketika guru bercerita, 4) anak tidak mampu menyerap fantasi ekspresi dan gerakan guru ketika bercerita, 5) menjadi terlalu verbal, sehingga ketika guru berbicara ada kata-kata yang tidak dimengerti anak, anak menjadi kurang paham alur ceritanya.

C. Teori Belajar yang Melandasi Penggunaan Media Audio

Menurut Heri Rahyubi (2012: 13) teori belajar adalah prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Penggunaan media audio dapat dijadikan variasi media dalam menyampaikan cerita kepada anak. Dengan munculnya pengembangan media audio dalam dunia pendidikan tidak bisa lepas dari teori belajar yang melandasinya. Beberapa teori pembelajaran yang melandasi pelaksanaan pembelajaran di kelas yaitu: teori


(46)

belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivisme, dan teori belajar sibernetik. Adapun teori yang melandasi pemikiran tentang perkembangan bahasa dengan menggunakan media audio sebagai berikut:

1. Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar yang menguatkan terhadap penggunaan media audio ini berpijak pada teori belajar behavioristik. Menurut C. Asri Budiningsih (2004: 20) teori belajar behavioristik yaitu teori yang memandang bahwa belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami anak akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Suyono dan Hariyanto (2014: 69) menjelaskan teori behaviorisme dengan model S-R mendudukan anak sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu yang diharapkan diraih dengan menggunakan metode driil atau pembiasaan semata.

Thorndike dalam C. Asri Budiningsih (2004: 21) mengartikan stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatann belajar, seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Stimulus yang dimaksudkan diberikan kepada anak yaitu penggunaan media audio dalam kegiatan bercerita.

Implikasi teori behavioristik pada penggunaan media audio dimulai dari stimulus dari narator yang meminta anak-anak duduk yang baik, tenang, dan mendengarkan cerita. Kemudian anak-anak berupaya menerima


(47)

informasi dengan serius apalagi dengan sound effect yang menyenangkan. Karena tingkat pemahaman setiap anak berbeda-beda, maka apabila ada anak yang kurang dalam merespon dapat dilakukan pengulangan kembali dan apabila respon anak terhadap audio kurang tepat, diberi pengulangan atas ketidaktepatan tersebut.

Dipilihnya teori ini karena teori behavioristik menganggap seseorang telah belajar jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Dalam penerapan kegiatan belajar, anak dituntut untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Pengetahuan ini berupa apa yang sudah diperdengarkan melalui audio dan ketika anak diberikan pertanyaan seputar cerita, jawaban yang benar menunjukkan bahwa anak telah menyelesaikan tugas belajarnya.

2. Teori Belajar Kognitif

Menurut Wilhelm Wunt dalam Suyono dan Hariyanto (2014: 73) kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Menurut C. Asri Budiningsih (2004: 35) teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.


(48)

Dalam penggunaan media audio, anak-anak diajak untuk berimajinasi seolah-olah berada dalam cerita yang diperdengarkan sesuai dengan pemahamannya karena yanag terpenting dalam belajar adalah pengetahuan yang dimiliki individu sesuai dengan situasi belajarnya. Selain itu, anak-anak menyimpan segala informasi yang telah ia dapatkan dari cerita tersebut. Sehingga saat guru menanyakan hal yang berkaitan dengan cerita, anak tersebut dapat menceritakan sesuai dengan apa yang telah ia dengar.

Menurut Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2004: 37) proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimiliasi, akomodasi, dan ekuilibirasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asilimilasi dan akomodasi. Implikasi teori kognitif dalam penggunaan media audio yaitu anak konsentrasi dan perhatian dalam memahami cerita yang diperdengarkan, kemudian anak mampu menyusun kalimat sederhana sesuai dengan kemampuan berpikirnya.

Berdasarkan uraian di atas, sebelum proses mendengarkan audio anak-anak harus diberikan motivasi atau penguatan berupa penjelasan


(49)

singkat terhadap apa yang akan disampaikan. Selain itu dibutuhkan perhatian dan konsentrasi untuk memahami cerita yang didengar.

Nilai positif dari teori belajar kognitif yaitu lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif seperti Piaget, Brunner, dan Ausubel mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, namun perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

D. Kajian tentang Perkembangan Bahasa Anak TK 1. Pengertian Bahasa

Bahasa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1990: 103) yaitu sistem lambang bunyi yang dipakai suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun. Senada dengan hal tersebut, Abdul Chaer (2006: 1) mendefinsikan bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Syakir Abdul ‘Azhim (2002: 3) menjelaskan pengertian bahasa adalah ungkapan-ungkapan suara yang dihasilkan oleh gerakan-gerakan otot dan ditangkap oleh telinga. Dari uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dalam suatu percakapan dengan orang lain secara sopan santun.


(50)

Seorang ahli teori navitis Chomsky dalam Nurbiana Dhieni (2005: 2.3) mengatakan bahwa individu dilahirkan dengan alat penguasaan bahasa dan menemukan sendiri cara kerja bahasa tersebut. Ahli teori behavioristik berpendapat bahwa anak harus belajar bahasa melalui pengkondisian dari lingkungan, proses imitasi, dan diberikan penguat (reinforcement). Ahli teori kognitif Piaget berpendapat bahwa berpikir sebagai prasyarat berbahasa, terus berkembang secara progresif dan terjadi pada setiap tahap perkembangan sebagai hasil dari pengalaman dan penalaran. Kemudian teori pragmatik berasumsi bahwa anak belajar bahasa disebabkan oleh berbagai tujuan dan fungsi bahasa yang dapat mereka peroleh.

Teori kognitif Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang. Dalam proses belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur yang sudah dimiliki di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi akan diperbaharui sehingga cocok dengan struktur kognitif yang dipunyainya. Proses belajar akan terjadi apabila mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah


(51)

penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Tanpa proses ekuilibrasi (penyeimbangan) perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur. Seperti contoh, anak yang cara berbicaranya tidak runtut, berbelit-belit, tidak logis dan sebagainya.

Hubungan dengan penelitian ini yaitu, anak yang dapat mengungkapkan informasi baru yang ia terima dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah melalui proses belajar sesuai dengan tahap perkembangan kognitif.

2. Fungsi Bahasa

Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain agar dapat saling berinteraksi. Dengan dapat berbahasa anak dapat mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya, mendapat perhatian dari orang lain, menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Bahasa digunakan untuk menyatakan buah pikiran walaupun masih ada cara lain yang dapat digunakan. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi (Depdiknas, 2007: 5), antara lain:

a. Keterampilan berbahasa

Ditunjukkan oleh anak dalam perilaku menyapa, memperkenalkan diri, bertanya, mendeskripsikan, meminta bantuan, mengemukakan alasan, menerima atau menolak sesuatu.


(52)

b. Keterampilan mendengar

Ditunjukkan anak dalam perilaku mendengarkan perintah, mendengarkan orangg yang sedang bercerita, dan mendengarkan orang yang memberi petunjuk.

c. Keterampilan berbicara

Ditunjukkan oleh anak dalam perilaku mengembangkan keterampilan bertanya, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dan menggunakan berbagai kegiatan yang bervariasi.

d. Keterampilan membaca

Membaca adalah kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan)

Menurut Zulkifli (2012: 34) bahasa mempunyai tiga fungsi, yaitu: a) alat untuk menyatakan ekspresi, b) alat untuk mempengaruhi orang lain, c) alat untuk memberi nama. Senada dengan hal tersebut, W. Wunt dalam Zulkifli (2012: 35) mengatakan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat ekspresi, sedangkan John Dewey mengatakan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat penghubung sosial yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan dan merapatkan hubungan dengan orang lain. Dari pendapat yang dijelaskan, terdapat persamaan dalam fungsi bahasa yaitu bahasa sebagai penghubung alat sosial dengan orang lain dan alat untuk menyatakan atau mengekspresikan sebuah pendapat. Apabila digabungkan dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi untuk membantu


(53)

mempererat hubungan sosial dengan orang lain untuk menjelaskan pikiran, perasaan, dan sebuah pendapat.

Bahasa bagi anak TK menurut Bromley dalam Nurbiana Dhieni (2005: 1.17) diantaranya adalah

a. Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu. Anak usia dini

belajar kata-kata yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan utama mereka.

b. Bahasa dapat merubah dan mengontrol perilaku. Anak-anak belajar

bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan dan mengarahkan perilaku orang dewasa dengan menggunakan bahasa.

c. Bahasa membantu perkembangan kognitif. Secara simbolik bahasa

menjelaskan hal yang nyata dan tidak nyata. Bahasa memudahkan anak untuk mengingat kembali suatu informasi dan menghubungkannya dengan informasi baru yang diperoleh. Bahasa merupakan sistem dimana anak menambah pengetahuan dengan mengakumulasikan melalui pengalaman dan belajar.

d. Bahasa membantu mempererat dengan orang lain. Bahasa berperan

dalam memelihara hubungan dengan orang sekitar. Dengan bahasa, dapat menjelaskan pikiran, perasaaan, dan perilaku.

e. Bahasa mengekspresikan keunikan individu. Melalui bahasa, anak

dapat mengemukakan pendapat dan perasaan pribadi dengan cara yang berbeda dari orang lain.

Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa melalui bahasa, anak-anak mengekspresikan segala bentuk pikiran, perasaan, dan perilaku pada orang lain. Setelah kegiatan mendengarkan audio, anak-anak dapat mengekspresikan apa yang telah mereka dengar dengan cara menceritakan kembali cerita tersebut.

3. Perkembangan Bahasa Anak TK

Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar harus dimiliki anak, yang terdiri dari beberapa tahapan sesuai dengan usia


(54)

dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Pada usia 5-6 tahun perbendaharaan bahasa lebih luas dan struktur semantik dan sintak mereka menjadi semakin rumit. Anak mulai suka berbicara saat mengerjakan tugas, maupun saat berkumpul dengan teman-temannya. Anak mampu menangani secara lebih efektif dengan ide-idenya melalui bahasa, dan mulai mampu mendeskripsikan kinsep-konsep yang lebih abstrak.

Menurut Syakir Abdul Azhim (2002: 3) fase-fase perkembangan bahasa dimulai dari jeritan dan teriakan, kemudian ocehan yang sporadik, ocehan yang sistematis melalui peniruan dan pengujaran. Kemudian berkembang perbendaharaan katanya berangsur-angsur, bahasanya meningkat, susunan dan pola kalimatnya bertambah, dan akhirnya anak mampu mengucapkan apa yang ada dalam dirinya secara lancar dan spontan. Selanjutnya anak dapat mengapresiasikan bahasa melalui pemilihan kata dan penyusunan kalimat. Fase tersebut saling melengkapi dan berkelanjutan. Sedangkan menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8) perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis (mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosa kata, perkembangan semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa untuk keperluan komunikasi.


(55)

Anak usia TK, khususnya usia 4-5 tahun dapat mengembangkan kosakata secara mengagumkan. Sedangkan menurut Nurbiana Dhieni (2005: 3.1) anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900 sampai 1000 kosakata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang berbentuk kalimat pernyataan, negatif, tanya, dan perintah.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa anak dimulai dari pengenalan dan memproduksi suara berupa jeritan atau tangisan. Tangisan tersebut dijadikan oleh anak untuk mengkomunikasikan apa yang mereka alami. Kemudian di setiap tahap mulai berkembang kosa kata yang berbeda dan akhirnya anak mengucapkan apa yang ada pada dirinya secara spontan. Selanjutnya anak memilih kata untuk mengapresiasikan apa yang mereka lihat.

4. Unsur-unsur Perkembangan Bahasa

Kurikulum Taman Kanak-Kanak tentang Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di taman kanak-kanak (Kemendiknas: 2010: 17) bidang pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Aspek perkembangan berbahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berbicara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.


(56)

Nurbiana Dhieni (2005: 3.14) menjabarkan perkembangan bahasa anak terdiri dari menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Proses psikologis dari menyimak dimulai dari kesadaran dan perhatian seseorang tentang suara atau pola pembicaraan (menerima), yang dilanjutkan dengan identifikasi dan pengenalan sinyal auditori spesifik (penguraian makna), dan berakhir pemahaman (mengerti), (Sharoon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dan James D. Russel, 2011: 381).

Menyimak melibatkan proses menginterpretasikan dan menterjemahkan suara yang didengar sehingga memiliki arti tertentu. Kemampuan ini melibatkan proses kognitif yang memerlukan perhatian dan konsentrasi dalam rangka memahami arti informasi yang disampaikan. Menurut Henry Guntur Tarigan (2008: 64) menyimak pada anak TK diantaranya mampu menyimak teman sebaya dalam kelompok bermain, mampu mengembangkan perhatian yang amat panjang terhadap cerita atau dongeng, dan dapat mengingat petunjuk yang ada.

Menyimak merupakan kemampuan lisan yang bersifat reseptif, dimana terjadi proses mendengarkan secara aktif dan kreatif dalam memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan dan juga memahami makna komunikasi yang disampaikan secara lisan. Bromley dalam Nurbiana Dhieni (2005: 3.16) mengemukakan bahwa proses menyimak aktif terjadi


(57)

ketika anak sebagai penyimak menggunakan kesadaran akan adanya bunyi suara yang diterima telinga kemudian membedakan persamaan dan perbedaan suara tersebut kemudian menterjemahkannya menjadi kata yang bermakna melalui pemahaman. Jadi, sebagai penyimak aktif bukan hanya menterjemahkan pesan, namun dengan mendengarkan, mengidentifikasi arti dan suara bahasa yang disampaikan. Pada tingkat pemahaman sebagai penyimak aktif ditunjukkan anak-anak dengan dapat menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan dengan tepat yang disampaikan oleh guru.

Nurbiana Dhieni (2005: 3.17) mengatakan penyimak aktif dapat memusatkan perhatiannya pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara, sikap atau keadaan fisik yang ditunjukkan yaitu dengan memperhatikan bahasa tubuh dan ekspresi wajah pembicara, dan memonitor tentang kesesuaian apa yang mereka dengar dengan yang mereka pikirkan. Pada tingkat ini, anak-anak dikatakan menyimak apabila pandangan mata dan ekspresi wajah memperhatikan orang yang bicara, begitupun saat mendengarkan audio mereka tetap memperhatikan narator yang menyampaikan cerita.

Anak yang berkembang keterampilan menyimaknya, akan berpengaruh terhadap keterampilan berbicaranya, karena perkembangan menyimak dan berbicara berkaitan satu sama lain. Berbicara bukanlah sedekar pengucapan kata atau bunyi, namun suatu alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan, atau mengkomunikasikan pikiran, ide, ataupun perasaan. Pengertian berbicara anak usia dini menurut


(58)

Syakir Abdul (2002: 30) adalah suatu ungkapan dan kata yang digunakan untuk merespon semua tuntutan atas dirinya, melakukan aneka tindakan, dan memberikan tanggapan yang selaras dengan perintah atau larangan. Kemudian menurut Danar Santi (2009: 55) jika anak sering terbata-bata dalam berbicara atau mengulang kata tertentu yang tidak punya arti dan cara anak berbicara anak yang terputus-putus berarti anak belum lancar dalam berbicara. Kemudian Sabarti Akbadiah (1992: 154-160) menjelaskan terdapat penunjang dalam keterampilan berbicara, diantaranya:

a. Aspek kebahasaan

1) Ketepatan bahasa. Anak harus dapat mengucapkan bunyi-bunyi

bahasa secara tepat dan jelas.

2) Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai akan menjadi daya tarik dalam berbicara.

3) Penggunaan kata dan kalimat. Penggunaan kata sebaiknya dipilih

yang memiliki makna dan sesuai dengan konteks kalimat.

b. Aspek Non Kebahasaan

1) Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Sikap wajar berarti

berpenampilan apa adanya, tidak dibuat-buat. Sikap tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa.


(59)

2) Pandangan yang diarahkan kepada lawan bicara. Hal ini dilakukan agar lawan bicara memperhatikan topik yang sedang dibicarakan serta lawan bicara merasa dihargai.

3) Ketersediaan menghargai pendapat orang lain. Belajar

menghormati pemikiran orang lain dapat dilakukan dengan menghargai pendapat orang lain.

4) Kenyaringan suara. Hal ini harus disesuaikan dengan situasi,

tempat, dan ruang dengar yang ada.

5) Kelancaran dan penalaran yaitu hal yang disampaikan memiliki

urutan yang runtut dan memiliki arti yang logis serta adanya saling keterkaitan dari hal yang disampaikan.

Sejalan dengan Sabarti Akbadiah mengenai penunjang dalam keterampilan berbicara, Nurbiana Dhieni (2005: 3.5) mengungkapkan hal yang sama yaitu faktor yang dijadikan tolak ukur kemampuan berbicara sesorang terdiri dari dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi: 1) ketepatan ucapan; 2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai; 3) pilihan kata; 4) ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan aspek non kebahasaan meliputi: 1) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; 2) kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; 3) kenyaringan suara dan


(60)

kelancaran dalam berbicara; 4) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.

Menulis diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menghasilkan kata-kata, atau menandai dengan pena atau pensil. Menurut Henry Guntur Tarigan (2008: 3) menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Pembelajaran di TK hanya mengajarkan tentang keterampilan pada anak sebagai persiapan untuk belajar membaca. Membaca memiliki tiga tahap, yang pertama adalah suatu proses mengkonstruksikan arti dimana terdapat interaksi antara tulisan yang dibaca dengan pengalaman yang pernah didapat. Tahap kedua memastikan arti tulisan yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk melanjutkan bacaan berikutnya. Tahap ketiga mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya.

Perkembangan tersebut perlu diketahui karena memiliki hubungan yang berkaitan. Dalam penelitian ini tidak semua perkembangan dapat dilaksanakan karena peneliti memfokuskan pada perkembangan bahasa khususnya menyimak dan berbicara. Menyimak dan berbicara adalah dua hal yang tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pastilah didahului kegiatan berbicara, begitu pula berbicara biasanya disertai dengan kegiatan menyimak (Henry Guntur Tarigan, 2008: 86).


(61)

Perkembangan berbahasa pada anak TK (Depdiknas, 2007: 3) menekankan pada mendengar dan berbicara, sehingga anak dapat:

a. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan merespon dengan tepat.

b. Berbicara dengan penuh percaya diri.

c. Menggunakan bahasa untuk mendapatkann informasi, berkomunikasi

yang efektif dan interaksi social dengan orang lain. d. Menikmati buku, cerita, dan irama.

e. Mengembangkan kesadaran bunyi.

Sedangkan perilaku yang dapat dilakukan oleh anak melalui menyimak dan berbicara antara lain:

a. Melakukan kontak mata ketika mendengar atau mulai bicara.

b. Memberi perhatian ketika mendengarkan sebuah cerita.

c. Merespon sumber bunyi atau suara.

d. Menggunakan kata-kata yang sopan ketika berbicara dengan orang.

e. Menyampaikan pesan sederhana dengan akurat.

f. Membuat pertanyaan sederhana.

g. Merespon ketika diajak berbicara atau ditanya.

h. Menggunakan bahasa untuk menjelaskan tujuan sederhana.

i. Berbicara tentang pengalaman pribadi, perasaan, dan ide.

j. Menceritakan kembali cerita dan peristiwa tertentu secara sederhana.

k. Membedakan antara bunyi suara dan irama dalam kata-kata.

Berdasarkan uraian yang disampaikan, maka dalam penelitian ini perkembangan bahasa yang diteliti yaitu menyimak dan berbicara. Menyimak dalam penelitian ini terdiri atas sikap dan pemahaman. Sikap ditunjukkan dengan pandangan mata memperhatikan orang yang berbicara dan konsentrasi dalam memahami arti informasi yang disampaikan. Kemudian melalui pemahaman dapat membedakan persamaan dan perbedan suara dengan ditunjukkan anak-anak dapat menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan secara tepat yang disampaikan oleh guru.


(62)

Sedangkan berbicara terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Kebahasaan terdiri dari ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada dan intonasi, serta penggunaan kata dan kalimat. Kemudian non kebahasaan terdiri dari kenyaringan suara dan kelancaran.

5. Penilaian dalam Perkembangan Bahasa

Menurut Anita Yus (2005: 34) dalam pendidikan anak TK bentuk nilai dapat berupa penjelasan atau deskripsi. Pelaksanaanya penilaian akan menghasilkan nilai berupa angka atau kuantitatif dan huruf atau kualitatif (baik, cukup kurang atau variasi yang lain).

a. Pengertian

Penilaian perkembangan anak telah diatur dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar PAUD yaitu menyatakan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak. Penilaian dilakukan melalui pengamatan, penugasan, unjuk kerja, pencatatan anekdot, percakapan atau dialog, laporan orangutan, dokumentasi hasil karya anak, serta deskripsi profil anak.

Jamaris (2006: 164) menyatakan bahwa penilaian (assessment) pada PAUD/TK merupakan suatu proses kegiatan dengan tujuan untuk mengumpulkan data atau bukti-bukti yang berkaitan dengan perkembangan dan kemampuan (hasil belajar) anak. Kegiatan penilaian akan memberikan gambaran tentang apa yang dapat dan yang belum


(63)

dilakukan oleh anak sesuai dengan tingkat usia perkembangannya. Data yang menggambarkan kondisi anak secara individual dapat dijadikan pembanding untuk mengukur kemampuan yang harus dicapai pada tahapan usia perkembangan tertentu. Dari hal itu, akhirnya dapat diketahui bahwa perkembangan bahasa anak memiliki perkembangan yang lambat, normal, atau perkembangan yang cepat.

Sedangkan menurut Howard Gradner dalam Anita Yus (2005: 31) penilaian merupakan upaya memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi diri individu dengan dua sasaran. Pertama, memberikan umpan balik ynag bermanfaat kepada individu yang bersangkutan. Kedua, sebagai data yang berguna bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Penilaian berkaitan dengan informasi tentang diri seseorang dalam suatu kegiatan, waktu atau stimulu tertentu. Informasi diperoleh berdasarkan aturan tertentu dan menyeluruh. Informasi tersebut juga tidak hanya berguna bagi individu yang dinilai tetapi juga bagi yang lainnya seperti guru dan orangtua.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui baik buruk suatu, berkembang tidaknya suatu kondisi. Dengan penilaian dapat diketahui dan ditetapkan aspek-aspek perkembangan yang telah dicapai dan yang belum dicapai.


(64)

b. Prinsip Penilaian

Yusuf (2008: 3-4) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip yang harus di pegang antara lain, ialah (1) dilakukan secara menyeluruh, (2) dilakukan secara otentik; (3) dilakukan secara kontinu; (4) dilakukan berdasarkan berbagai sumber dan berbagai konteks.

Senada dengan Yusuf, Nanik Irianwati (2013: 5-6) menjelaskan mengenai prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut:

1) Menyeluruh. Penilaian dilakukan pada seluruh aspek perkembangan

anak, yaitu nilai-nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, social emosional, dan fisik motorik. Dengan demikian dapat diketahui status perkembangan anak secara menyeluruh.

2) Berkesinambung. Penilaian pelaksanaan secara terus menerus dengan

menggunakan metode serta alat atau instrumen yang tepat.

3) Obyektif. Penilaian dilaksanakan dengan menggunakan prinsip

obyektivitas, artinya sesuai dengan kondisi yang ada.

4) Otentik. Penilaian dilaksanakan secara otentik atau alamiah yaitu

sesuai dengankondisi anak sehari-hari dan terintegrasi dengan proses pembelajaran.

5) Edukatif. Hasil penilaian hendaknya memiliki nilai edukatif sehingga dapat mendidik, baik bagi anak hasil penilaiannya harus memberikan sebuah gambaran tentang kondisi anak yang sesungguhnya, bagi pendidik hasil penilaiannya harus digunakan untuk mengkaji ulang


(65)

stimulasi pendidikan yang diberikan, termasuk di dalamnya metode dan media pembelajaran, orangtua maupun pemerhati anak.

6) Bermakna. Hasil penilaian harus bermakna atau memiliki arti dan tidak sekedar dokumen yang harus terselesaikan tepat pada waktunya.

c. Teknik Penilaian

Menurut Waseso (2005: 80) ada beberapa teknik yang diterapkan untuk penilaian terhadap perkembangan anak, yaitu;

1) Observasi atau pengamatan. Merupakan bagian kesatuan dari kegiatan

pembelajaran. Untuk mengerti anak-anak didik, cara yang umum dilakukan ialah mengamati perilaku mereka, antara lain perilaku khusus anak didik, misalnya anak suka melakukan tindakan agresif baik secara verbal maupun fisik, selain itu juga mengamati interakti kelompok kecil anak didik untuk mengungkap apa yang mereka lakukan. Format yang dapat digunakan, antara lain:

a) Catatan anecdotal adalah suatu tulisan singkat mengenai suatu

peristiwa yang penting, bermakna dalam kehidupan sehari-hari anak. Biasanya ditulis secara factual, dan pecatatan dilakukan secepat mungkin setelah ada waktu.

b) Ceklis adalah daftar catatan tentang sesuatu hal yang menjadi

rujukan untuk mengecek apakah sesuatu terjadi atau tidak. Ceklis dapat digunakan untuk menilai pencapaian perkembangan anak.


(66)

c) Skala Jenjang (Rating Scale) adalah hasil dari observasi yang dapat dituangkan dalam format skala jenjang, dengan syarat pengamatnya memahami benar kategori “sesuatu” yang sedang diamati, bisa dinyatakan dengan angka (misalnya 1, 2, 3), bisa ajuga dengan naratif (Tidak pernah, Kadang-kadang, Selalu).

d) Sampling waktu ialah cara mengambil contoh sebagian dari

keseluruhan waktu yang ada. Yang dicatat dalam kurun waktu tertentu, apakah suatu perilaku tertentu muncul atau tidak, dan berapa kali munculnya perilaku itu. Pengamat menentukan sendiri kapan wakti dilaksanakannya observasi, berapa interval waktunya, dan bagaimana perilaku akan dicatat.

e) Sampling Peristiwa ialah pengamat merekam data tentang contoh

peristiwa atau kategori peristiwa yang terjadi. Pertama pengamat menentukan dahulu peristiwa apa ynag ingin dicatat, kemudian merekam setiap peristiwa itu apabila teramati.

2) Wawancara

Wawancara ialah interaksi dialogis yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Apabila wawancara dilakukan dengan pendekatan yang baik dan alami, maka metode ini dapat membantu menambha pengetahuan yang mendalam mengenai pengalaman masa lalunya, minatnya, motivasinya dan perilaku lainnya yang berkaitan dnegan aspek-aspek perkembangannya.


(67)

3) Portofolio

Portofolio ialah penilaian yang mendasarkan pada kumpulan catatan dan hasil kerja anak. Kumpulan informasi ini dapat memberi gambaran pada penilai tentng sejauh mana perilaku dan keterampilan anak berkembang. Catatan yang dilihat dapat berupa catatan anecdotal, ceklis, skala jenjang, serta format-format lain yang menggambarkan perkembangan keterampilan atau perilaku anak. Sementara hasil karya anak yang dapat dilihat secara nyata ialah karya-karya melipat, menggambar, menempel, meronce, dan karya-karya lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas, penelitian ini menggunakan teknik penilaian observasi dalam mengamati perilaku anak, antara lain perilaku khusus anak didik, misalnya anak suka melakukan tindakan agresif baik secara verbal maupun fisik. Seperti yang diungkapkan oleh Diah dalam Anita Yus (2005: 63) penilaian pengamatan dapat digunakan untuk mempelajari gejala-gejala, sifat-sifat, sikap, tingkah laku dan perkembangan kemampuan anak untuk mengenal pribadi anak. Format yang digunakan yaitu skala jenjang (Rating Scale) dengan skala dinyatakan dengan angka 1, 2, 3.

Anita Yus (2005: 63) memberikan contoh penilaian yang dapat dilakukan melalui penilaian observasi, antara lain:

1. Sifat-sifat umum dari anak, seperti: (1) suasana hati, misalnya senang, sedih, dan marah; (2) kemauan anak untuk mengambil prakarsa


(68)

memulai sesuatu; (3) kejujuran; (4) keberanian dalam menghadapi masalah/persoalan.

2. Sifat-sifat kuranng sehat, seperti: (1) tidak dapat mengikuti

peraturan/disiplin, misalnya tidak dapat berhenti bermain pada waktunya; (2) suka mengadu kepada guru; (3) suka bercakap-cakap secara kasar; dan (4) malas, kurang mau berusaha.\

3. Kemampuan-kemampuan anak, seperti: (1) bercakap-cakap; (2)

menggunakan konsep waktu yang sederhana, misalnya sekarang, kemarin, dan sebagainya; (3) mengenal perbedaan permukaan benda, misalnya kasar dan halus; (4) menyelesaikan tugas yang diberikan.

E. Kajian tentang Karakteristik Anak TK

Karakteristik anak TK kelompok B usia 5-6 tahun memiliki karakteristik berbeda dengan usia sebelumnya. Ia sangat aktif, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya. Theo Riyanto dan Martin Handoko (2004: 15) menjelaskan bahwa anak TK kelompok B pada umumnya telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan fisik. Kecakapan tersebut yaitu melakukan gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap, melempar, dan menghindar. Martini Jamaris (2006: 33) menjelaskan mengenai kemampuan bahasa anak kelompok B yang pada umumnya mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.


(69)

Kemudian Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2004: 38-41) menjelaskan mengenai empat tahap perkembangan kognitif, yaitu:

a. Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun). Ciri pokok perkembangannya

berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.

b. Tahap Preoperasional (umur 2-7 tahun). Anak-anak aktif berfikir

menggunakan simbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep intuitif. Sangat berbeda dengan berfikirnya orang dewasa.

c. Tahap intuitif (umur 4-7 tahun atau 8 tahun). Anak telah memperoleh

pengetahuan berdasarkan pada kesan yang abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata namun mengungkapkannya secara simbolik.

d. Tahap Operasional Konkret (umur 7-11 tahun). Ciri pokok perkembangan

pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekelanan.

e. Tahap Operasional Formal (umur 11-dewasa). Ciri pokok perkembangan

pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir kemungkinan.

Karakteristik kemampuan bahasa anak TK kelompok B usia 5-6 tahun menurut Nurbiana Dhieni (2005: 9.4) yaitu: (1) sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosa kata, (2) lingkup kosa kata yang dapat diucapkan anak menyangkut: warna, ukuran, bentuk, ukuran bentuk dan warna, dan rasa, (3) sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik, (4) dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.


(70)

Berdasarkan penjelasan di atas, anak TK kelompok B berada pada fase praoperasional yaitu anak-anak menggunakan simbol-simbol dalam berpikir. Pada usia 5-6 tahun anak sudah dapat menjadi pendengar yang baik, dapat mendengarkan orang lain berbicara kemudian menanggapi pembicaraan tersebut, mampu menceritakan kembali isi cerita yang diceritakan guru, dan anak mampu memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut.

F. Kedudukan Media Audio dalam Kawasan Teknologi Pembelajaran

Teknologi Pembelajaran seringkali didefinisikan sebagai penerapan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan belajar, ini merupakan suatu pandangan bahwa ilmu dan teknologi tidak terpisahkan. Barbara Seels & Rita Ritchey (1994: 10) mengemukakan definisi bidang teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi. Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan (2013: 172) mengatakan bahwa teknologi pembelajaran terdiri dari cara praktis yang secara langsung dapat mengubah kemampuan manusia. Meliputi langkah yang praktis, untuk menggunakan komputer dan alat multimedia untuk menyampaikan pengajaran secara langsung kepada siswa. Definisi teknologi pendidikan 1994 mempunyai lima kawasan. Kelima kawasan tersebut meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. Berikut ini adalah penjelasan kelima kawasan teknologi pendidikan menurut Barbara Seels & Rita Ritchey (1994: 10):


(71)

1. Kawasan desain merupakan pengklasifikasian kondisi untuk belajar dengan tujuan menciptakan strategi dan pendidikan pada level makro seperti satuan pelajaran dan modul. Dalam kawasan desain, meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek yaitu mengenai desain sistem instruksional, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteriktik peserta didik.

2. Kawasan pengembangan merupakan proses penerjemah spesifikasi

desain ke dalam bentuk fisiknya, mencakup berbagai variasi teknologi yang diterapkan dalam pembelajaran. Terdapat empat cakupan dalam kawasan pengembangan, diantaranya teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berasaskan komputer dan teknologi terpadu.

3. Kawasan pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber

untuk belajar. Kawasan ini membidangi bagaimana teori dan praktek dimanfaatkan untuk kepentingan belajar.

4. Kawasan pengelolaan membidangi secara teori dan praktek suatu proses

dan sumber-sumber belajar dikelola. Kawasan ini mencakup manajemen proyek meliputi perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain, serta pengembangan.

5. Kawasan evaluasi ini membidangi bagaimana secara teori dan praktek

suatu proses dan sumber-sumber belajar dievaluasi dimulai dari analisis masalah, pengukuran beracuan kriteria, evaluasi formatif, dan evaluasi sumatif.\

Kemudian definisi yang berkembang saat ini yaitu menurut Association for Education Communication and Technology (AECT) memperbaharui definisi Teknologi Pendidikan tahun 2008, yaitu: Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using and mananging appropriate technological processes and resources (Januszewsky & Molenda, 2008: 1). Definisi tersebut dapat diartikan sebagai berikut, Teknologi Pembelajaran adalah studi dan etika praktik yang etis untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.


(72)

Definisi teknologi pendidikan 2008 memiliki beberapa kata utama yang terdiri dari: Study (studi) yang merupakan pemahaman teoritis yang diperlukan dalam praktek dan membangun pengetahuan melalui penelitian dan refleksi praktek pembelajaran. Ethical Practice (praktek yang etis) mengacu pada prosedur dan peraturan yang ada sebagaimana yang harus dilakukan oleh lulusan teknologi pendidikan. Facilitating (fasilitas) teknologi pendidikan berperan sebagai pemfasilitas pembelajaran. Learning (pembelajaran) pembelajaran yang dilakukan diharapkan hingga pada pemahaman pebelajar. Improving (peningkatan) hubungannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang lebih efektif. Performance (kinerja) kemampuan pebelajar dalam menerapkan pengetahuan yang telah dikuasai. Creating (penciptaan) berkaitan dengan penelitian serta teori dan praktek guna mengembangkan materi, lingkungan serta sistem pembelajaran. Using (pemanfaatan) mengikutsertakan pebelajar untuk aktif dalam pembelajaran dan berinteraksi dengan sumber belajar. Managing (pengelolaan) manajemen informasi yang mengatur pengorganisasian orang, perencanaan, pengendalian, penyimpanan dan pengolahan. Technological (teknologi) mengacu sebagai aplikasi sistematis atau ilmu yang terorganisir untuk tugas-tugas praktis. Processes (proses) didefinisikan sebagai serangkaian

kegiatan yang diarahkan pada hasil yang spesifik. Resources (sumber daya)

inovasi teknologi membantu mengembangkan peralatan teknologi yang dapat membantu peserta didik belajar.


(1)

L


(2)

L


(3)

L


(4)

L


(5)

L


(6)

L S

Lampiran 11 Seyegan Sle

1. Surat Kete eman


Dokumen yang terkait

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL GERAK TERHADAP KEMAMPUAN BERCERITA ANAK KELOMPOK B DI TK ABA 06 CABANG MEDAN T.A 2015/2016.

0 3 29

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PADA KELOMPOK B DI TK Pengaruh Penggunaan Media Gambar Seri Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Pada Kelompok B Di Tk Pertiwi 2 Blimbing Sambirejo Sragen Tahun Ajaran 2016/2017.

0 2 13

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PADA KELOMPOK B DI TK Pengaruh Penggunaan Media Gambar Seri Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Pada Kelompok B Di Tk Pertiwi 2 Blimbing Sambirejo Sragen Tahun Ajaran 2016/2017.

0 2 15

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI JENGGRIK II Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi Jenggrik IISragen Tahun Ajaran 2016/2017.

0 3 17

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI JENGGRIK II Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi Jenggrik IISragen Tahun Ajaran 2016/2017.

0 2 14

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI I GONDANG SRAGEN Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Perkembangan Emosi Anak Kelompok B Di TK Pertiwi I Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2013 / 2014.

0 1 17

PENGARUH MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK KELOMPOK B DI TK PERTIWI I GONDANG SRAGEN Pengaruh Media Audio Visual Terhadap Perkembangan Emosi Anak Kelompok B Di TK Pertiwi I Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2013 / 2014.

0 1 14

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO TERHADAP PENINGKATAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK KELOMPOK A TK.

1 2 175

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENGOMUNIKASIKAN SAINS MELALUI MEDIA GRAFIS PADA ANAK KELOMPOK B TK ABA BALERANTE SLEMAN YOGYAKARTA.

0 0 263

TINGKAT PENCAPAIAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK ABA KELOMPOK B SE-KECAMATAN MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA.

0 4 284