PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI WIDORO.

(1)

i

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATA PELAJARAN

IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI WIDORO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Isti Nurjanah NIM 13108241012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATA PELAJARAN

IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI WIDORO

Oleh: Isti Nurjanah NIM 13108241012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitan Tindakan Kelas. Desain penelitian menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri dari tiga tahap yaitu perencanaan, tindakan dan observsasi, serta refleksi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai bulan April 2017 di SD Negeri Widoro, Pengasih, Kulon Progo. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Widoro pada semester II Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah 18 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah skala rasa percaya diri, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, dan catatan lapangan. Jenis analisis data yang digunakan adalah deskriptif secara kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran inkuiri terbimbing yang diisi dengan kegiatan diskusi, peran guru yang aktif bertanya, tanya jawab oleh siswa, pemberian penguatan oleh guru dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Pada pra siklus jumlah siswa yang memiliki rasa percaya diri pada kategori tinggi sebanyak 11%. Pada penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing siklus I, jumlah siswa dengan rasa percaya diri mencapai kategori minimal tinggi meningkat menjadi 72%. Hasil ini belum memenuhi kriteria keberhasilan penelitian sehingga peneliti melakukan tindak lanjut pada siklus II berdasarkan refleksi siklus I. Pada siklus II jumlah siswa dengan rasa percaya diri mencapai kategori minimal tinggi menjadi 89% dan telah memenuhi kriteria keberhasilan penelitian.


(3)

iii

THE IMPROVEMENT OF STUDENTS CONFIDENCE THROUGH GUIDED INQUIRY LEARNING STRATEGY TO IPA SUBJECT IN THE

FOURTH GRADE OF SEKOLAH DASAR NEGERI WIDORO

By: Isti Nurjanah NIM 13108241012

ABSTRACT

This research aims to improve student’s confidence through guided inquiry learning strategy to IPA subject in the fourth grade of Sekolah Dasar Negeri Widoro.

The type of research used is Classrom Action Research. Research design uses Kemmis and Mc Taggart model that consists of three steps, there are planning, action, observation and reflection. This research held from March 2017 until April 2017 at SD Negeri Widoro, Pengasih, Kulon Progo. The subjects of research are eighteen students from second semester of fourth grade students at SD Negeri Widoro batch 2016/2017. The instruments used in this research are confidence scale, teacher observation form, student observation form and field education. The type of data analysis is descriptive in qualitative and quantitative.

The result of research shows that guided inquiry learning strategy that contains with discussion activity, the role of an active teacher asks, question and answer from students, provision of empowerment by teachers to increase the students’ confidence. In the pre cycle, the number of students who have confidence in high category is 11%. In the use of first cycle of guided inquiry learning strategy, the number of students with confidence reaches minimum high category increased to 72%. This result does not fulfill the criteria of success research so the researcher follows up to the second cycle based on the first cycle reflection. In the second cycle, the number of students with confidence reaches minimum high category into 89% and fulfilled the criteria of success research.


(4)

(5)

(6)

(7)

vii MOTTO

Saat Anda berhenti melangkah untuk meraih impian , disitulah titik awal kepercayaan diri Anda terkoyak, dan di tempat itu pulalah

rasa percaya diri Anda hilang” (De Angelis Barbara)

“Perbedaan antara apa yang dapat kita lakukan dan apa yang sebenarnya mampu kita lakukan akan sanggup untuk memecahkan sebagian besar masalah dunia ini.”


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini dengan mengharap ridho Allah SWT peneliti persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Tukirin dan Ibu Ngaisah. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapa menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa Melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerja sama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberi arahan dan fasilitas terhadap penyelesaian tugas akhir skripsi

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

4. Ketua jurusan PSD yang telah membantu kelancaran dalam proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Bapak Sudirman, S,Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Widoro yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

7. Ibu Endang Pramukawati, S.Pd.SD selaku wali kelas IV SD Negeri Widoro yang telah banyak membantu penelitian.

8. Segenap guru dan karyawan SD Negeri Widoro yang telah memberikan dukungan demi kelacaran penelitian.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Ilmu Pengetahuan Alam ... 9

1. Kajian tentang Ilmu Pengetahuan Alam ... 9

2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar ... 12

B. Kajian tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 16

C. Kajian tentang Rasa Percaya Diri ... 20

1. Pengertian Rasa Percaya Diri ... 20

2. Pembentukan Rasa Percaya Diri ... 22

3. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Rasa Percaya diri ... 23

4. Rasa Tidak Percaya Diri pada Anak ... 25

D. Kajian tentang Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 30

1. Pengertian Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 30

2. Prinsip Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 32

3. Tingkatan Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 34

4. Sintaks Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 37

5. Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 40

E. Kerangka Pikir ... 41


(12)

xii

G. Hipotesis Tindakan ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Setting Penelitian ... 47

C. Subjek Penelitian ... 47

D. Model Penelitian ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Instrumen Penelitian ... 53

G. Teknik Analisis Data ... 58

H. Kriteria Keberhasilan Penelitian ... 59

BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 63

C. Hasil Penelitian ... 64

1. Pra Siklus ... 64

2. Siklus 1... 69

a. Perencanaan ... 69

b. Tindakan ... 70

1) Tindakan Siklus I Pertemuan Pertama ... 70

2) Tindakan Siklus I Pertemuan Kedua ... 77

c. Observasi ... 82

1) Observasi Guru Terhadap Keterlaksanaan Pembelajaran .... 83

2) Observasi Siswa Terhadap Keterlaksanaan Pembelajaran .. 85

3) Skala Rasa Percaya Diri Siswa Siklus I ... 91

d. Refleksi Siklus I ... 95

3. Siklus II ... 97

a. Perencanaan ... 97

b. Tindakan ... 99

1) Tindakan Siklus II Pertemuan Pertama ... 99

2) Tindakan Siklus II Pertemuan Kedua ... 106

c. Observasi ... 111

1) Observasi Guru Terhadap Keterlaksanaan Pembelajaran .... 112

2) Observasi Siswa Terhadap Keterlaksanaan Pembelajaran .. 114

3) Skala Rasa Percaya Diri Siswa Siklus II ... 118

d. Refleksi Siklus II ... 125

D. Pembahasan Penelitian ... 126

E. Keterbatasan Penelitian ... 132

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 133


(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 135 LAMPIRAN ... 138


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Rasa Percaya Diri Siswa... 54

Tabel 2. Penyekoran Pernyataan Positif... 55

Tabel 3. Penyekoran Pernyataan Positif... 55

Tabel 4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Oleh Guru ... 56

Tabel 5. Lembar Obervasi Keterlaksanaan Pembelajaran Oleh Siswa ... 57

Tabel 6. Kriteria skala rasa percaya diri ... 59

Tabel 7. Daftar Nama Pendidik di SD N Widoro ... 61

Tabel 8. Data siswa SD Negeri Widoro tahun ajaran 2016/2017 ... 62

Tabel 9. Hasil Skala Rasa Percaya Diri Siswa Pra siklus ... 66

Tabel 10. Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Pra siklus ... 66

Tabel 11. Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Per Indikator Pra siklus ... 67

Tabel 12. Hasil Skala Rasa Percaya Diri Siswa pada Siklus I ... 91

Tabel 13. Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Siklus I ... 92

Tabel 14. Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Per Indikator Siklus I ... 93

Tabel 15. Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Per Indikator Pra Siklus dan Siklus I ... 94

Tabel 16. Refleksi Siklus I ... 96

Tabel 17. Hasil Skala Rasa Percaya Diri Siswa pada Siklus II ... 119

Tabel 18. Persentase Rasa Percaya Diri Siklus II ... 120

Tabel 19. Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I, Dan Siklus II ... 121

Tabel 20. Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Per Indikator Siklus II ... 122

Tabel 21. Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Per Indikator Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 124


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir... 43 Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart ... 48 Gambar 3. Diagram Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Pra Siklus ... 67 Gambar 4. Diagram Batang Persentase Rasa Percaya Diri Siswa

Per Indikator Pra siklus ... 68 Gambar 5. Diagram Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Siklus I ... 92 Gambar 6. Diagram Batang Persentase Rasa Percaya Diri Siswa

Per Indikator Siklus I... 93 Gambar 7. Diagram Batang Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri

Siswa Per Indikator Pra Siklus dan Siklus I ... 95 Gambar 8. Diagram Persentase Rasa Percaya Diri Siswa Siklus II ... 117 Gambar 9. Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri Siswa

Pada Pra Siklus, Siklus I, Dan Siklus II ... 121 Gambar 10. Diagram Batang Persentase Rasa Percaya Diri Siswa

Per Indikator Siklus II ... 123 Gambar 11. Diagram Batang Perbandingan Persentase Rasa Percaya Diri


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala Rasa Percaya Diri Siswa ... 139

Lampiran 2. Lembar Observasi Guru ... 144

Lampiran 3. Lembar Observasi Siswa ... 147

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Guru Pra Siklus ... 150

Lampiran 5. Daftar Nama Siswa Kelas IV... 151

Lampiran 6. Daftar Nama Kelompok... 152

Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 153

Lampiran 8. Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 228

Lampiran 9. Hasil Observasi Aktivitas Siswa... 246

Lampiran 10. Catatan Lapangan ... 264

Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian ... 287

Lampiran 12. Hasil Skala Rasa Percaya Diri Siswa Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II ... 292

Lampiran 13. Hasil Pekerjaan Rasa Percaya Diri Siswa... 295

Lampiran 14. Hasil Pengerjaan LKS ... 300

Lampiran 15. Hasil Pengerjaan Soal Evaluasi ... 306


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang sudah mulai diajarkan pada tingkat Sekolah Dasar. IPA bukan hanya mengenai penguasaan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, dan prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. IPA dalam kehidupan sehari-hari dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam pemecahan masalah-masalah.

Menurut Laksmi Prihantoro, dkk llmu Pengetahuan Alam pada hakikatnya merupakan sebuah produk, proses dan sikap ilmiah (Trianto, 2010: 137). Pengetahuan yang diperoleh dalam IPA ditempuh melalui serangkaian proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya dapat terwujud melalui produk ilmiah. Ketiganya perlu ditanamkan di dalam proses pembelajaran IPA, salah satunya yaitu sikap ilmiah.

Sikap ilmiah merupakan sikap yang dimiliki oleh ilmuwan dalam mencari dan menemukan pengetahuan baru. Sikap ilmiah merupakan tingkah laku yang tidak dapat diajarkan melalui pembelajaran tertentu. Akan tetapi dapat ditangkap dari pemberian contoh perilaku positif yang harus selalu didukung, dipupuk, dan dikembangkan agar dapat dimiliki oleh siswa (Bundu, 2006: 13, 42). Susanto (2013: 168) menyebutkan sikap ilmiah yang penting dimiliki oleh siswa yaitu sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa dan objektif terhadap fakta.


(18)

2

Percaya diri merupakan salah satu sikap ilmiah. Rasa percaya diri berasal dari suatu keyakinan. Rasa percaya diri dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya. Melalui keyakinannya tersebut membuat seseorang mampu mencapai tujuan dalam hidupnya (Hakim, 2002:6).

Rasa percaya diri penting dimiliki oleh seluruh siswa, tanpa rasa percaya diri yang tinggi siswa akan sulit untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Setiap proses pembelajaran IPA di kelas, seringkali terdapat aktivitas yang menuntut rasa percaya diri siswa, seperti mengeluarkan pendapat, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas atau soal secara mandiri. Upaya mencari dan menemukan jawaban sendiri oleh siswa dalam pembelajaran IPA membutuhkan rasa percaya diri untuk melakukan penyelidikan, menjawab pertanyaan atau masalah dan dapat mengkomunikasikannya.

Sekolah Dasar Negeri Widoro beralamat di Dusun Pereng, Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo. Jumlah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro yaitu 18 anak. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 11, 18 Januari dan 25 Maret 2017, ditemukan beberapa masalah di kelas IV SD Negeri Widoro. Pertama, siswa kurang antusias selama pembelajaran IPA. Guru mencoba menarik perhatian siswa dengan melakukan percobaan akan tetapi siswa enggan maju ke depan kelas untuk mempraktekkannya. Keaktifan siswa selama pembelajaran masih kurang. Beberapa siswa juga nampak meletakkan kepala di atas meja.


(19)

3

Kedua, rasa percaya diri siswa masih rendah. Siswa kurang berani tampil di depan kelas dengan sukarela. Beberapa siswa beralasan malu. Siswa mudah bersikap takut dan tegang ketika guru menawarkan kepada siswa untuk maju ke depan kelas. Ketergantungan siswa dengan sesama teman maupun dengan guru juga masih nampak. Saat melakukan diskusi beberapa siswa bergantung pada teman dan belum melakukan perannya di dalam kelompok. Siswa tidak berani mengajukan pertanyaan ketika guru membuka sesi tanya jawab. Siswa cenderung mengikuti pendapat guru dan kurang berani menyatakan pendapat. Perilaku siswa yang masih ragu dalam menjawab pertanyaan dari guru juga menjadi kendala dalam proses pembelajaran.

Hasil wawancara dengan guru kelas menunjukkan hal yang sama yaitu siswa memiliki rasa percaya diri yang rendah. Guru mengatakan bahwa siswa memang kurang memiliki keberanian apabila diminta mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dari guru maupun tampil di depan kelas secara sukarela. Saat diskusi kelas siswa juga belum mampu menanggapi. Beberapa siswa juga merasa pesimis ketika guru menawarkan reward kepada siapa saja yang mau maju ke depan kelas. Permasalahan tersebut sejalan dengan pendapat Hakim ( 2002: 46-70) yang menyatakan bahwa gejala rasa tidak percaya diri anak antara lain anak tidak berani tampil di depan kelas, tidak berani bertanya dan berpendapat.

Ketiga, pembelajaran IPA kurang bervariasi. Guru sering menggunakan metode ceramah pada materi yang seharusnya dipraktekkan oleh siswa. Siswa juga


(20)

4

kurang diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri sesuai dengan hakikat IPA.

Keempat, hasil belajar kognitif siswa pada mata pelajaran IPA rendah. Berdasarkan nilai Ujian Akhir Semester 1 tahunan ajaran 2016/2017 pada mata pelajaran IPA, sebanyak 11 dari 18 siswa tidak mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 70. Nilai rata-rata kelas 61,33 dengan nilai tertinggi yaitu 82, sedangkan nilai terendahnya 18.

Permasalahan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri Widoro tersebut harus segera di selesaikan, khususnya masalah yang terkait dengan rasa percaya diri siswa. Peneliti memberikan alternatif solusi yaitu menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah (Sanjaya, 2009: 196). Strategi inkuiri terbimbing merupakan strategi pembelajaran yang masih melibatkan bimbingan guru dalam proses menemukan jawaban atau pengetahuan. Pemilihan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing ini disesuaikan dengan karakteristik siswa sekolah dasar.

Karakteristik siswa sekolah dasar berbeda dengan karakteristik anak-anak usia lebih muda. Siswa sekolah dasar memiliki karakter senang bergerak dan melakukan sesuatu secara langsung (Desmita, 2012: 35). Strategi inkuiri terbimbing memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara langsung dalam proses mencari dan menemukan jawaban atas sesuatu yang dipertanyakan.


(21)

5

Siswa kelas IV sekolah dasar juga masih membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya (Samatowa, 2006: 8). Oleh karena itu, strategi pembelajaran inkuiri yang dipilih masih bersifat terbimbing.

Strategi pembelajaran inkuiri dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Siswa dilibatkan secara aktif selama proses belajar mengajar. Dikutip dari pendapat Trianto (2014: 80) yang mengemukakan ciri dari pembelajaran inkuiri yaitu “Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri.”

Pendapat Trianto di atas memperjelas bahwa seluruh aktivitas siswa dalam pembelajaran inkuiri dilakukan secara mandiri dengan bimbingan guru. Melalui kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dituntut untuk lebih aktif mencari dan menemukan jawaban atas sesuatu yang dipertanyakan. Siswa diberi kesempatan untuk menguji hipotesisnya sehingga diharapkan dapat merumuskan penemuannya dengan penuh percaya diri.

Berdasarkan yang telah dipaparkan di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk mengatasi masalah rasa percaya diri siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Widoro. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Peningkatan Rasa Percaya Diri Siswa Melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro.”


(22)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalah yang terdapat di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro pada mata pelajaran IPA yaitu:

1. Siswa kurang antusias selama pembelajaran IPA. Guru mencoba menarik perhatian siswa dengan melakukan percobaan akan tetapi siswa enggan maju ke depan kelas untuk mempraktekkannya. Keaktifan siswa selama pembelajaran masih kurang. Beberapa siswa juga nampak meletakkan kepala di atas meja. Selama pembelajaran idealnya siswa mampu bersikap antusias dan aktif bertindak.

2. Rasa percaya diri siswa masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku siswa yang tidak berani tampil di depan kelas secara sukarela. Siswa mudah takut dan tegang ketika diminta guru melakukan ativitas seperti maju ke depan kelas. Siswa masih bergantung dengan orang lain yaitu teman dan guru. Siswa juga tidak berani bertanya kepada guru ketika guru membuka sesi tanya jawab. Siswa cenderung mengikuti pendapat guru dan kurang berani menyatakan pendapat. Siswa terlihat masih ragu dalam menjawab pertanyaan dari guru. Idealnya siswa mampu melakukan segala aktivitas pembelajaran dengan penuh percaya diri.

3. Pembelajaran IPA kurang bervariasi. Guru sering menggunakan metode ceramah pada materi yang seharusnya dipraktekkan oleh siswa. Siswa juga kurang diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan pengetahuannya


(23)

7

sendiri sesuai dengan hakikat IPA. Idealnya guru mampu memberikan variasi dalam mengajar yang disesuaikan dengan hakikat IPA.

4. Hasil belajar kognitif siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah. Idealnya hasil belajar siswa mampu mencapai KKM yang telah ditetapkan.

C. Pembatasan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka dalam penelitian ini dibatasi pada masalah rendahnya rasa percaya diri siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Widoro.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat ditentukan rumusan masalahnya yaitu bagaimana meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro.


(24)

8 F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan tentang upaya meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui strategi inkuiri terbimbing.

b. Menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang peningkatan rasa percaya diri siswa melalui strategi inkuiri.

2. Manfaat praktis a. Bagi Siswa

1) Membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.

2) Siswa diharapkan mendapatkan variasi dalam pembelajaran. b. Bagi Guru

1) Memberikan alternatif pemecahan masalah terkait rasa percaya diri siswa menggunakan strategi inkuiri terbimbing.

2) Memperoleh pengalaman mengenai penerapan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

c. Bagi Penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang rasa percaya diri dan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.

d. Bagi sekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa.


(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Ilmu Pengetahuan Alam 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Sejak munculnya peradaban manusia, orang telah bergantung kepada alam. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia membutuhkan alam, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan makan dan minum, maupun untuk tempat tinggal. Manusia juga belajar dari alam, maka diperolehlah pengetahuan yang muncul dari pengalaman. Proses belajar manusia menggunakan pengamatan terhadap alam sekitar. Mulai dari pengamatan terhadap objek-objek yang ada disekitar kemudian lebih jauh lagi, seperti bintang, bulan, matahari yang mengakibatkan pengetahuan bertambah. Dorongan ingin tahu yang secara alami dimiliki manusia mempercepat bertambahnya pengetahuan dan dari sinilah sains mulai berkembang.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains. Sains berasal dari Bahasa Inggris science. Kata science berasal dari Bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari social science (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun pada perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam saja.

Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui metode ilmiah, yang meliputi observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan


(26)

10

teori, eksperimen, observasi, dan seterusnya (Aly, 2010: 18). Titik tekan pengertian IPA menurut Aly terletak pada metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya merupakan suatu cara logis yang digunakan untuk memecahkan masalah. Metode ilmiah inilah yang menjadi dasar metode yang digunakan dalam IPA.

IPA menurut Trianto (2010: 136) adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang dari metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang dimaksud dapat berwujud rasa ingin tahu, terbuka, jujur, ulet, dan sebagainya. Hal tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (Samatowa, 2011: 3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum dan kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen yang teratur.

Abruscato (Bundu, 2006: 9) memandang sains sebagai:

Science is the name we give to group of processes through which we can systematically gather information about the natural world. Science is also the knowledge gathered through the use of such processes. Finally, science is characterized by those values and attitudes possessed by people who use scientific processes to gather knowledge.

Berdasarkan pendapat dari Abruscato, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, sains adalah sekumpulan proses dalam mendapatkan informasi secara sistematis tentang alam sekitar. Kedua, sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui sebuah proses. Ketiga, sains mempunyai ciri nilai-nilai dan sikap ilmuwan yang menggunakan proses ilmiah untuk memperoleh pengetahuan.

Sains percaya bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan melalui proses tertentu, maksud dari proses yaitu cara untuk


(27)

11

mendapatkan pengetahuan tersebut. Proses tersebut bisa melalui observasi atau eksperimen. Di dalam prosesnya harus didukung oleh sikap tertentu yang kemudian disebut dengan sikap ilmiah, misalnya rasa ingin tahu, objektif, kreatif, percaya diri dan lain sebagainya. Perpaduan antara proses dan sikap ilmiah ini akan menghasilkan pengetahuan dan penemuan baru yang disebut dengan produk sains berupa fakta, konsep, ataupun teori. Lebih jauh lagi Carin and Sund (Samatowa, 2011: 20) mengungkapkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai unsur-unsur yang terdiri dari tiga macam, yaitu proses, sikap, dan produk.

Pertama, Ilmu Pengetahuan Alam sebagai proses yaitu proses yang dilalui untuk mendapatkan pengetahuan tentang alam. IPA diperoleh melalui metode ilmiah. Jadi proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Dalam proses mendapatkan pengetahuan diperlukan keterampilan-keterampilan yang disebut dengan keterampilan proses (Darmodjo, 1992: 11). Keterampilan proses sains menurut Susanto (2013:144) merupakan keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam memperoleh pengetahuan, seperti mengamati, mengklasifikasikan, dan lain sebagainya. Funk (Trianto, 2010:144) membagi keterampilan proses menjadi dua yaitu keterampilan proses sanis dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi. Keterampilan proses dasar (basic science process skill) meliputi observasi, klasaifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terintegrasi meliputi, menentukan variabel, menyusun tabel data, memberi hubungan variabel, menyusun table data, memproses dan sebagainya.


(28)

12

Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji secara empiris dan analitis. IPA sebagai produk bisa dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Selanjutnya produk IPA ini diolah dan disusun sedemikian rupa oleh ahli sehingga dapat kita kita pahami pengetahuannya.

Ketiga, Ilmu Pengetahuan Alama sebagai sikap. Sikap dalam IPA sering disebut dengan sikap ilmiah. Bundu (2006: 13) mendefinisikan sikap ilmiah sebagai sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mancari dan menemukan pengetahuan baru, seperti rasa ingin tahu, bertanggung jawab, objektif, percaya diri dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa IPA merupakan sekumpulan pengetahuan yang diperoleh manusia melalui serangkaian proses dan metode ilmiah yang menuntut sikap ilmiah, dan terbatas pada gejala-gejala alam. IPA juga memiliki tiga unsur yaitu proses, produk, dan sikap. Ketika mencari dan menemukan pengetahuan dibutuhkan serangkaian proses dan pengetahuan yang dihasilkan dapat berupa fakta, konsep, prinsip,teori maupun hukum. Kedua aspek tersebut harus didukung oleh sikap ilmiah yaitu sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan dalam mencari dan menemukan pengetahuan.

2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Pelajaran IPA di


(29)

13

sekolah dasar masih bersifat terpadu, belum dipisahkan secara tersendiri seperti mata pelajaran biologi, fisika, dan kimia.

Tujuan mata pelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi masalah IPA, antara lain saling memepengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keuntungan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan .

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannnya. g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (BSNP, 2006: 162).

Melihat tujuan pendidikan di atas, dapat diketahui bahwa IPA di SD tidak hanya sekedar pelajaran menghafal setiap fakta, konsep, maupun prinsip saja. Lebih dari itu, IPA pada tingkat pendidikan manapun harus dikembangkan sesuai dengan hakikat IPA. Dimana pengetahuan tidak didapat begitu saja, melainkan harus melalui suatu proses dan membutuhkan sikap ilmiah untuk menghasilkan produk IPA. Guru yang akan mengajar IPA di sekolah dasar diharapkan mengetahui dan memahami tentang hakikat pembelajaran IPA. Sehingga dalam pembelajaran guru tidak akan mengalami kesulitan dalam mendesain pembelajaran yang sesuai untuk siswa dan mata pelajaran IPA.


(30)

14

Pada tujuan tersebut disebutkan pula bahwa IPA bertujuan untuk mengembangkan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta, konsep, dan sikap ilmiah ilmiah siswa yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan. Selama ini proses pembelajaran di SD lebih ditekankan pada aspek penguasaan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, dan prinsip. Siswa kurang diajarkan keterampilan proses untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang mampu mengembangkan ketarampilan proses.

Sikap ilmiah juga menjadi hal yang hendaknya di kembangkan di sekolah dasar. Sikap ilmiah dalam tujuan IPA di atas antara lain rasa ingin tahu, sikap positif, dan lain sebagainya. Susanto (2013: 168) menambahkan dengan pembelajaran IPA diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah selayaknya seorang ilmuwan. Jenis sikap ilmiah yang dimaksud antara lain sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta. Sikap ilmiah dapat dikembangkan melaui kegiatan seperti diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek di lapangan.

IPA di SD hendaknya membuka peluang untuk memupuk rasa ingin tahu siswa. Hal ini akan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan bertanya dan kemampuan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah (Samatowa, 2011: 2). Sejalan dengan pendapat Marjono (Susanto, 2013: 167) yang menyebutkan bahwa rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis dalam menghadapi masalah menjadi hal yang diutamakan untuk anak jenjang sekolah


(31)

15

dasar. Pernyataan tersebut sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang berkisar antara 6 atau 7 tahun sampain 11 atau 12 tahun masuk dalam kategori operasional konkret. Kaitannya dengan pembelajaran IPA, siswa harus diberikan pengalaman untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan sikap terhadap alam. Selanjutnya Samatowa menyebutkan bahwa model pembelajaran yang cocok untuk anak Indonesia adalah dengan pengalaman langsung (Learning by doing). Pengalaman langsung bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 161) menambahkan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan secara inkuiri ilmiah. Dengan inkuiri ilmiah diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir dan sikap ilmiah siswa. Siswa dituntut untuk mendapatkan pengetahuannya sendiri dan merumuskannya dengan penuh percaya diri. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD lebih menekankan kepada pemberian pengalaman langsung yang melibatkan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Pembelajaran IPA guru dituntut untuk dapat memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan pernah habis digunakan. Guru sebisa mungkin membimbing siswa untuk dapat menemukan pengetahuan sendiri dengan berinteraksi langung dengan alam. Bukan berarti buku teks menjadi tidak penting lagi. Buku teks penting karena memuat secara lengkap dan sistematis tentang pengetahuan IPA.

Pembelajaran IPA hendaknya melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam


(32)

16

memberdayakan anak dalam pembelajaran IPA. (1) sebelum memulai pelajaran, perlu diketahui bahwa siswa telah memiliki pengetahuan. Pengetahuan awal ini dapat digunakan oleh guru dalam mencapai pengetahuan berikutnya. (2) melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas nyata dengan alam yang akan membuat siswa dihadapkan langsung dengan fenomena yang akan dipelajari. Aktivitas ini dapat dilakukan di laboratorium, dikelas atau bahkan dilingkungan sekolah. (3) kegiatan bertanya menjadi hal yang sangat penting, dengan bertanya siswa dapat berlatih menyampaikan agasan, memberikan respon, dan menunjukkan rasa ingin tahu siswa. (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran IPA di sekolah dapat dikembangkan sesuai dengan hakikat IPA yaitu IPA sebagai proses, produk dan sikap ilmiah. Pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan pula untuk memupuk rasa ingin tahu siswa. Pembelajaran IPA yang cocok diterapkan di sekolah yaitu dengan memberikan pengalaman langsung kepada siswa, salah satunya melalui strategi inkuiri. Guru juga perlu memperhatikan beragam aspek dalam mengajarkan IPA di sekolah, agar pembelajaran IPA sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakekat IPA.

B. Kajian tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kenyataannya kecepatan pertumbuhan dan perkembangan


(33)

17

pada setiap anak tidaklah sama. Pertumbuhan pada anak meliputi aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Perkembangan mental meliputi perkembangan intelektual, emosi, bahasa, sosial, dan moral keagamaan.

Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak usia lebih muda. Desmita (2012: 35) mengungkapkan karakteristik anak-anak usia sekolah dasar yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru perlu menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa.

Usia siswa di sekolah dasar berkisar antara umur 6- 12 tahun. Lebih lanjut Izzaty (2013: 114) membagi masa kanak-kanak akhir menjadi dua fase yaitu: (1) masa kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung antara usia 6/ 7 tahun- 9/10 tahun. Pada usia ini biasanya siswa duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar; (2) masa kelas tinggi Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9/10 tahun- 12/13 tahun. Pada usia ini biasanya siswa duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.

Siswa kelas IV Sekolah Dasar termasuk ke dalam masa kelas tinggi. Pada setiap tahapan usia memiliki ciri-ciri yang berbeda. Lebih lanjut Izzaty (2013: 115) menyebutkan ciri-ciri anak masa kelas tinggi Sekolah Dasar yaitu perhatian tertuju pada kehidupan praktis, memiliki rasa ingin tahu, ingin belajar, mempunyai minat pada pelajaran khusus, memandang nilai sebagai ukuran mengenai prestasi belajarnya di sekolah, anak suka membentuk kelompok sebaya.

Samatowa (2006: 8) menambahkan ciri-ciri sifat anak pada masa kelas tinggi di sekolah dasar yaitu: (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis


(34)

sehari-18

hari yang konkret; (2) memiliki rasa ingin tahu dan ingin belajar; (3) mempunyai minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus; (4) sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya; (5) anak memandang nilai sebagai ukuran prestasi di sekolah; (6) anak senang membentuk kelompok sebaya; (7) peran manusia idola sangat penting.

Karakteristik siswa sekolah dasar dapat juga dilihat dari perkembangan intelektualnya. Menurut Piaget (Sutirna, 2013: 29) anak pada usia sekolah dasar berada pada tahap operasi konkret. Pada tahapan ini anak belum bisa berfikir secara abstrak. Proses berpikir anak bersifat konkret atau nyata. Pada masa ini anak mampu menyelesaikan masalah menggunakan logika yang konkret atau bersifat fisik. Anak juga memiliki pengertian yang lebih baik tentang konsep ruang, sebab akibat, kategorisasi, konservasi, dan tentang jumlah.

Implikasinya pada dunia pendidikan, menurut Marsh (Izzaty, 2013: 116) guru perlu memperhatikan strategi pembelajaran pada masa kanak-kanak akhir sebagai berikut:

1. Menggunakan benda-benda konkret. 2. Menggunakan alat visual, seperti OHP.

3. Menggunakan contoh-contoh yang sudah akrab dengan siswa dari hal yang bersifat sederhana ke yang kompleks.

4. Penyajian yang singkat dan terorganisasi dengan baik.


(35)

19

Desmita (2012: 36) menambahkan, dalam pembelajaran di sekolah guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa:

1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik. 2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar bergaul dan bekerja sama dengan teman.

3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung dalam membangun konsep.

4. Melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan nilai-nilai.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, siswa kelas IV sekolah dasar termasuk ke dalam ketegori siswa kelas tinggi. Karakteristik siswa kelas tinggi yaitu mempunyai minat terhadap kehidupan praktis, memiliki rasa ingin tahu, mempunyai minat terhadap hal atau pelajaran tertentu, membutuhkan guru atau orang dewasa untuk menyelesaikan permasalahan, memandang nilai sebagai ukuran mengenai prestasi belajarnya di sekolah, anak suka membentuk kelompok sebaya, dan peran manusia idola dianggap penting.

Guru atau pendidik di sekolah dasar hendaknya memahami karakteristik siswa yang akan diajarnya. Sehingga guru dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki agar dapat berkembang secara optimal. Pembelajaran IPA di sekolah dasar guru perlu memahami bahwa anak berada pada tahap operasi konkret yang masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Selain itu guru perlu memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk membangun konsep.


(36)

20 C. Kajian tentang Rasa Percaya Diri 1. Pengertian Rasa Percaya Diri

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting bagi seseorang. Rasa percaya diri diperlukan setiap orang baik seorang anak, remaja, dewasa, dan bahkan orang tua. Melalui rasa percaya diri seseorang akan mampu mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Rasa percaya diri yaitu yakin akan kemampuan untuk meyelesaikan masalah dan pekerjaan yang dihadapi. Rasa percaya diri dapat menjadikan orang merasa dirinya berharga dan mempunyai kemampuan menjalani kehidupan, mempertimbangkan berbagai pilihan dan membuat keputusan dari berbagai situasi (Lie, 2003: 4).

Orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Rasa percaya diri yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Seseorang dengan rasa percaya diri akan mempunyai kemampuan untuk memutuskan tindakan untuk mengatasi situasi-situasi yang dihadapi (Mustari, 2014: 51). Sejalan dengan pendapat di atas, Hakim (2002:6) mengemukakan bahwa rasa percaya diri dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya. Melalui keyakinannya tersebut membuat seseorang mampu mencapai tujuan dalam hidupnya.

Rasa percaya diri tumbuh dari suatu keyakinan. Hal tersebut diungkapkan oleh De Angelis (2004: 10) bahwa rasa percaya diri tumbuh dari keyakinan untuk


(37)

21

terus melakukan sesuatu, walaupun terdapat rasa takut. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menjadikan rasa takut tersebut sebagai suatu pertanda untuk menghentikan langkah. Keyakinan tersebut dapat menjadikan dasar bagi seseorang untuk bertindak.

Rasa percaya diri dibutuhkan seseorang dalam berbagai situasi, termasuk dalam kegiatan belajar di sekolah. Tanpa rasa percaya diri siswa akan sulit untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Hal ini karena dalam setiap proses pembelajaran, seringkali siswa harus melakukan aktivitas yang membutuhkan rasa percaya diri, seperti mengeluarkan pendapat, presentasi ke depan kelas, mengerjakan soal atau tugas secara mandiri. Semua aktivitas tersebut tidak dapat dilakukan jika siswa tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya sendiri (Salirawati, 2012: 218).

Seseorang yang memiliki rasa percaya diri berlebihan dapat menimbulkan sesuatu yang kurang positif. Lauster (2008: 14) menyebutkan orang yang terlalu percaya diri biasanya sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku yang demikian dapat menyebabkan konflik dengan orang lain. Sehingga perlu dihindari memiliki rasa percaya diri yang berlebihan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat dipahami bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang merasa mampu melakukan segala sesuatu untuk mencapai tujuan, keinginan dan harapan. Berlandaskan pada keyakinan yang kuat tersebut seseorang


(38)

22

mampu bertindak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Bagi seorang siswa rasa percaya diri dibutuhkan dalam setiap proses pembelajaran.

2. Pembentukan Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Secara garis besar terbentuknya rasa percaya diri yang kuat menurut Hakim (2002: 6) terjadi melalui proses sebagai berikut.

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan yang kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan yang dimiliki.

c. Pemahaman terhadap kelemahan yang dimiliki agar tidak menimbulkan rasa rendah diri.

d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

Rasa percaya diri dapat dibentuk dan dikembangkan pada diri anak didik dengan memberikan kepadanya kesempatan untuk mengerjakan sesuatu dengan penuh kepercayaan. Anak yang diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu hal dengan sendirinya akan tumbuh dan berkembang rasa percaya dirinya. Kasus yang sering terjadi adalah anak tidak diberikan kepercayaan dalam melakukan sesuatu sehingga dapat mematikan rasa percaya diri anak (Dorothy, 2008:42).


(39)

23

3. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Rasa Percaya diri

Orang yang memiliki rasa percaya diri dapat dilihat dari perilaku yang dimilikinya. Lie (2003: 4) mengungkapkan ciri-ciri perilaku yang mencerminkan rasa percaya diri sebagai berikut: (a) Mempunyai keyakinan terhadap diri sendiri; (b) mampu berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain; (c) melakukan segala sesuatu tanpa ragu; (d) merasa dirinya berharga; (e) tidak menyombongkan diri sendiri; (f) berani bertindak.

Santrock (2003: 338) mengemukakan indikator perlaku dari rasa percaya diri yaitu sebagai berikut.

a. Memerintah orang lain

b. Menggunakan suara sesuai dengan kondisi dan situasi c. Mengekspresikan diri ketika berpendapat

d. Duduk dengan orang lain dalam kegiatan aktivitas social e. Mampu bekerja sama dalam kelompok

f. Memandang lawan bicaraselama pembicaraan berlangsung g. Menjaga kontak mata ketika berkomunikasi secara langsung h. Bersikap ramah dengan orang lain

i. Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dan orang lain j. Berbicara dengan lancar tanpa ragu

Selain itu Hakim (2002: 5) menyebutkan ciri-ciri orang yang mempunyai rasa percaya diri sebagai berikut.


(40)

24

b. Memiliki potensi dan kemampuan dalam diri yang memadai. c. Mampu mengatasi ketegangan ketika menghadapi situasi tertentu. d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi. e. Mempunyai penampilan fisik dan kondisi mental yang mendukung. f. Memiliki tingkat kecerdasan yang cukup.

g. Mengenyam pendidikan formal yang cukup.

h. Memiliki keterampilan ataupun keahlian dalam bidang tertentu yang dapat mendukung kehidupannya.

i. Mampu bersosialisasi.

j. Berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang baik.

k. Memiliki pengalaman hidup yang mampu memberkan pelajaran hidup dan membentuk mental.

l. Bersikap positif dalam menghadapi suatu masalah.

Salirawati (2012: 218) menambahkan siswa yang memiliki rasa percaya diri mereka mampu menghadapi berbagai masalah belajar dengan kemampuannya sendiri (tidak bergantung kepada teman). Rasa percaya diri juga berhubungan dengan kemandirian. Siswa yang percaya pada kemampuan sendiri biasanya akan berusaha mengerjakan sesuatu sesuai dengan keyakinan dia sendiri, tidak bertanya pada orang lain atau menyontek. Hal tersebut berarti dia memiliki kemandirian yang didasari pada rasa percaya diri yang dimilikinya.

Berdasarkan ciri-ciri orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi yang telah disebutkan di atas, peneliti mengacu pada ciri rasa percaya diri dari Anita Lie untuk


(41)

25

selanjutnya dijadikan indikator. Ciri-ciri perilaku yang mencerminkan rasa percaya diri menurut Lie sebagai berikut: (a) mempunyai keyakinan terhadap diri sendiri; (b) mampu berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain; (c) melakukan segala sesuatu tanpa ragu; (d) merasa dirinya berharga; (e) tidak menyombongkan diri sendiri; (f) berani bertindak. Peneliti beralasan bahwa pendapat dari Anita Lie dirasa dapat mewakili rasa percaya diri pada siswa sekolah dasar dan dapat dikembangkan melalui IPA. Selain itu pendapat dari Anita Lee sudah mewakili pendapat dari ahli yang lain.

4. Rasa Tidak Percaya Diri pada Anak

Gejala adanya rasa tidak percaya diri pada diri anak dapat dilihat dari berbagai situasi. Berikut merupakan gejala rasa tidak percaya diri anak (Hakim, 2002: 46-70):

a. Anak mudah menangis (cengeng) b. Anak mudah takut

c. Anak tidak berani ke sekolah sendiri

d. Anak cenderung enggan menghadapi kesulitan e. Anak tidak mampu mengerjakan PR tanpa dibantu f. Anak selalu minta dilayani

g. Anak menganggap pelajaran di sekolah sebagai beban h. Anak takut menghadapi temannya yang nakal

i. Anak takut menghadapi guru

j. Anak tidak berani tampil di depan kelas

k. Anak tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat l. Anak mudah takut menghadapi orang yanglebih tua m. Anak mudah panik dalam menghadapi masalah n. Anak menjadi gagap ketika berbicara

o. Anak sering mengisolasi diri

p. Anak cenderung tidak mempunyai inisiatif


(42)

26

Untuk mengatasi bentuk rasa tidak percaya diri pada anak tersebut dapat dilakukan beberapa cara salah satunya dilakukan di lingkungan sekolah. Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga yang berperan penting dalam mengembangkan rasa percaya diri anak. Berikut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan rasa percaya diri di sekolah (Hakim, 2002: 136):

a. Memupuk keberanian untuk bertanya

Setiap mengikuti pelajaran apapun, biasanya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Gejala yang sering terjadi adalah banyak siswa yang enggan bertanya walaupun belum memahami pelajaran yang baru saja disampaikan, siswa merasa malu dan tidak berani bertanya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan suatu pengertian dan keyakinan kepada siswa bahwa salah satu cara untuk mengembangkan rasa percaya diri adalah dengan mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

b. Peran guru yang aktif bertanya pada siswa

Guru dapat melakukan tindakan yaitu dengan banyak mengajukan pertanyaan lisan kepada siswa, terutama kepada siswa yang pendiam dan bersikap tertutup. Dengan diajukannya pertanyaan ini akan memaksa siswa untuk memberanikan diri menjawab pertanyaan dari guru.

c. Melatih diskusi dan berdebat

Proses diskusi dan perdebatan merupakan suatu tantangan yang mengharuskan siswa untuk berani tampil di depan banyak orang, berani mengajukan argumentasi, dan berani pula untuk berdebat atau didebat pihak lawan


(43)

27

diskusi. Metode ini akan membangun rasa percaya diri siswa lebih cepat dibandingkan dengan metode lain.

d. Mengerjakan soal di depan kelas

Ketika siswa mengerjakan soal di depan kelas, mereka harus memberanikan diri untuk tampil di depan orang banyak dan melawan beban mental yang muncul. Rasa percaya diri harus dibangkitkan semaksimal mungkin agar dalam mengerjakan soal sesuai dengan harapan orang banyak pada saat itu.

e. Bersaing dalam mencapai prestasi belajar

Setiap orang yang mau melibatkan diri dalam persaingan yang sehat, haruslah berusaha untuk membangkitkan keberanian, semangat juang, dan rasa percaya diri yang maksimal. Oleh karena itu, di sekolah perlu diadakan berbagai macam persaingan yang sehat, misalnya persaingan dalam prestasi akademis.

f. Aktif dalam kegiatan pertandingan olahraga

Siswa yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pertandingan olahraga biasanya memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Siswa terlebih dahulu harus berusaha membangkitan keberanian, semangat juang, rasa percaya diri, penempatan diri dalam suatu kelompok kerja sama yang kompak.

g. Belajar berpidato

Berpidato mengharuskan siswa untuk berani tampil di depan orang banyak. Siswa harus memiliki persiapan yang matang sebelum berpidato. Salah satunya yaitu persiapan mental berupa rasa percaya diri.


(44)

28 h. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar jam pelajaran sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa akan berinteraksi dan belajar bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas. Bakat siswa juga dapat dikembangkan. Berkembangnya bakat siswa ini akan menjadi salah satu modal bagi siswa untuk memiliki rasa percaya diri.

i. Mengikuti kegiatan seni vokal

Mengikuti kegiatan seni vokal pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan belajar berpidato. Siswa akan belajar bagimana mengembangkan bakat dan kemampuannya dalam mengolah vokal dan bagaimana caranya tampil di depan orang banyak.

j. Penerapan disiplin yang konsisten

Disiplin yang konsisten merupakan tantangan bagi siswa untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan yang mengharuskan adanya tata tertib. Di dalam proses penerapan disiplin di sekolah, siswa mendapat pembinaan mental dan fisik yang bermanfaat bagi kehidupan masa kini dan yang akan datang. Salah satu manfaat tersebut adalah meningkatnya rasa percaya diri siswa.

k. Ikut serta dalam organisasi sekolah

Siswa yang ikut organisasi sekolah akan sering berhubungan dengan orang lain. Orang yang mempunyai pengalaman dalam berorganisasi umunya akan menjadi pribadi yang memiliki rasa percaya diri. Terutama bagi mereka yang sering berbicara di depan banyak orang.


(45)

29 l. Menjadi ketua kelas atau pemimpin upacara

Menjadi ketua kelas dapat mengembangkan sikap kepemimpinan siswa. Melalui latihan kepemimpinan secara terus menerus akan sangat bermanfaat untuk bisa meningkatkan rasa percaya diri siswa. Menjadi pemimpin upacara juga merupakan salah satu latihan kepemimpinan. Siswa akan menghadapi seluruh warga sekolah.

m. Ikut dalam kegiatan pecinta alam

Kegiatan yang dilakukan oleh pecinta alam pada umumnya memiliki tantangan yang berat. Tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi oleh orang yang benar-benar mempunyai kemamuan keras, berani, ulet, tidak mudah menyerah, mandiri dan memiliki rasa percaya diri.

n. Memperluas pergaulan yang sehat

Saat memperluas pergaulan siswa akan menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda. Setiap lingkungan terdiri dari orang yang memiliki karekteristik berbeda-beda. Semua tantangan itu dapat diatasi jika siswa memiliki rasa percaya diri sehingga bisa menyesuaikan diri dengan orang lain.

Selain yang telah dipaparkan di atas, Syaiful Bahri Djamarah (2005:118) menambahkan bahwa pemberian penguatan oleh guru dapat mengembangkan rasa percaya diri siswa. Pemberian penguatan dapat berupa penguatan verbal dan nonverbal. Pemberian penguatan oleh guru, siswa akan merasa dirinya mampu untuk melakukan hal-hal yang positif dalam pembelajaran di sekolah.


(46)

30

Berdasarkan pemaparan di atas, gejala rasa tidak percaya diri pada siswa sekolah dasar dapat ditandai dengan berbagai perilaku. Oleh karena itu guru perlu melakukan tindakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa di sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan langkah yang telah disebutkan di atas.

D. Kajian tentang Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang didalamnya terdapat penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran meliputi pendekatan, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan. (Majid, 2013: 8).

Tidak ada strategi pembelajaran yang dianggap paling baik untuk semua pengajaran. Strategi belajar mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu itu bergantung pada kondisi masing-masing unsur yang terlibat di dalamnya. Kondisi tersebut berupa proses belajar mengajar, seperti kemampuan siswa, kemampuan guru, materi pelajaran, media pengajaran, dan lain sebagainya.

Inkuiri dalam bahasa inggris disebut “inquiry” yang berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan memahami suatu informasi. Informasi yang diperoleh dapat menambah pengetahuan manusia (Trianto, 2014: 78).


(47)

31

Gulo (2002: 84) menyebutkan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa dalam mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga dapat merumuskan pengetahuannya sendiri dengan percaya diri. Sejalan dengan pendapat di atas, Sani (2014: 88) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk melakukan penyelidikan guna membangun pengetahuan baru. Kedua ahli tersebut sependapat bahwa siswa dilibatkan dalam penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan.

Inquiry menurut Hanafiah & Suhana (2010: 77) merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan meyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku. Merujuk dari pengertian inkuiri menurut Hanafiah & Suhana dapat dipahami bahwa ikuiri mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistemati, kritis dan logis. Sehingga dalam pembelajaran inkuiri siswa dituntut untuk mengunakan seluruh potensi yang dimilikinya.

Strategi inkuiri merupakan strategi yang berpusat pada siswa. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Kourilsky (Hamalik, 2008: 220) yang mengungkapkan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang


(48)

32

berpusat pada siswa dimana kelompok siswa mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang jelas dan struktural kelompok.

Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Pengetahuan yang diperoleh melalui proses mencari dan menemukan yang dilakukan sendiri oleh siswa akan lebih bermakna. Sejalan dengan Abruscanto (2010: 43) yang menyebutkan bahwa inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa untuk membangun pengetahuannya dan memahami gagasan ilmiah, sebagaimana para ahli dalam mempelajari ilmu alam.

Sasaran utama dalam pembelajaran inkuiri yaitu (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan rasa percaya diri pada siswa tentang apa yang ditemukannya selama proses inkuiri (Trianto, 2014: 78).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah strategi yang berpusat pada siswa dimana melibatkan kemampuan berpikir siswa secara sistematis, kritis, dan logis untuk mencari dan menemukan jawaban dari pertanyaan yang dipertanyakan. Pada akhirnya siswa dapat merumuskan pengetahuannya sendiri.

2. Prinsip Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri mempunyai prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Prinsip tersebut antara lain (Sanjaya, 2009:199):


(49)

33

Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

b. Prinsip interaksi

Proses interaksi dilakukan baik interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Oleh karena itu guru bukan satu-satunya sumber belajar, melainkan pengatur interaksi tersebut. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikir melalui interaksinya.

c. Prinsip bertanya

Prinsip bertanya merupakan prinsip yang sangat diperlukan dalam proses inkuiri. Guru bertugas sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan merupakan sebagian dari proses berpikir.

d. Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya tentang mengingat sejumlah fakta, tetapi belajar juga merupakan proses berpikir, yaitu proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

e. Prinsip keterbukaan

Belajar adalah proses mencoba berbagai kemungkinan. Siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembanan kemampuannya. Tugas guru adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk megembangkan hipotesisi dan secara terbuka membuktikan hipotesis yang diajukan.


(50)

34

Dari yang telah dipaparkan di atas, dapat dipahami bahwa prinsip strategi pembelajaran inkuiri meliputi berorientasi pada pengembangan intelektual, prinsip interaksi, prinsip bertanya, prinsip belajar untuk berpikir, dan prinsip keterbukaan. Semua prinsip tersebut perlu diperhatikan oleh guru sebelum melaksanakan strategi inkuiri. Pembelajaran menggunakan strategi inkuiri akan lebih berjalan dengan baik apabila prinsip di atas telah terpenuhi.

3. Tingkatan Strategi Pembelajaran Inkuiri

Hanafiah & Suhana (2010: 77) menyebutkan macam-macam strategi inkuiri sebagai berikut:

a. Inquiry terpimpin, yaitu pelaksanaan inkuiri yang dilakukan atas petunjuk guru. Dimulai dari pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan mengarahkan siswa ke titik kesimpulan yang diharapkan. Selanjutnya siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapatnya.

b. Inquiry bebas, yaitu siswa melakukan penyelidikan bebas sebagaimana seorang ilmuwan. Siswa merumuskan masalah, melakukan penyelidikan, dan kesimpulan dilakukan sendiri.

c. Inquiry bebas yang dimodifikasi, yaitu masalah diajukan guru didasarkan teori yang sudah dipahami oleh siswa. Tujuannya untuk melakukan penyelelidikan untuk membuktikan kebenarannya.

Selanjutnya Sund and Trowbridge (Mulyasa, 2006: 109) mengemukakan tiga macam strategi inkuiri sebagai berikut:


(51)

35

a. Inquiry terpimpin/terbimbing (Guided inquiry)

Pada inkuiri terpimpin siswa memperoleh pedoman berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing sesuai dengan yang dibutuhkan. Inkuiri model ini biasanya digunakan bagi siswa yang belum berpengalaman belajar dengan strategi inkuiri. Guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Pada tahap awal bimbingan lebih banyak diberikan dan sedikit demi sedikit dikurangi. Pelaksanaan strategi inkuiri terbimbing sebgaian besar perencanaan dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan masalah. Guru memberikan petunjuk yang luas tetnang bagaimana menyusun dan mencatat data.

b. Inquiry bebas (free inquiry)

Pada inkuiri bebas siswa melakukan penyelidikan sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Siswa dituntut agar mampu mengidenifikasi dan merumuskan topik permasalahan yang akan diselidiki. Strategi ini menggunakan inquiry role approach yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok, dimana setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing, misalnya koordinator kelompok, pembimbing teknis, pencatat data, dan pengevaluasi proses.

c. Inquiry bebas yang dimodifikasi (modified free Inquiry)

Pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan dan siswa diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut. Permasalahan dapat dipecahkan melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian.

Siswa sekolah dasar umumnya berusia sekitar 7-12 tahun. Siswa kelas IV termasuk ke dalam masa kelas tinggi yang berlangsung antara usia 9/ 10 tahun- 12/


(52)

36

13 tahun (Izaty, 2013: 114). Pada usia ini tingkat perkembangan kognitif siswa berada pada tahap operasi konkret. Inkuiri dipandang sebagai salah satu strategi pembelajaran yang cocok diterapkan pada usia sekolah dasar dimana siswa akan mendapat pengalaman dengan melihat objek yang dipelajari secara langsung. Samatowa (2006: 8) menambahkan bahwa siswa pada usia kira-kira umur 11 tahun membutuhkan guru atau orang dewasa untuk menyelesaikan tugasnya. Berpijak dari hal tersebut peneliti memilih strategi inkuiri terbimbing sebagai alternatif pemecahan masalah.

Siswa Sekolah Dasar Negeri Widoro juga belum terbiasa dengan pembelajaran inkuri. Sesuai dengan teori tentang pembelajaran inkuri terbimbing yang telah disebutkan di atas bahwa strategi tersebut cocok digunakan terutama bagi siswa yang belum berpengalaman belajar menggunakan inkuiri. Sehingga siswa membutuhkan bimbingan guru lebih luas. Oleh karena itu penggunaan strategi inkuiri termbimbing dirasa sesuai dengan kondisi siswa kelas IV di SD Negeri Widoro.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diperoleh informasi bahwa inkuiri dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu inkuiri terpimpin/terbimbing, inkuiri bebas, dan inkuiri bebas yang dimodifikasi. Dalam penelian ini peneliti lebih mengacu pada inkuiri terpimpin/ inkuri terbimbing untuk mengatasi masalah rasa tidak percaya diri siswa. Pemilihan strategi inkuiri terbimbing ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan yang telah disebutkan di atas.


(53)

37

4. Sintaks Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Gulo (2002: 90-91) menyatakan bahwa proses inkuiri terdiri dari beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah

Tahap ini merupakan tahap awal dari proses inkuiri. Guru hendaknya membantu siswa dalam merumuskan masalah. Pada tahapan ini kemampuan siswa yang dituntut yaitu: (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah; (c) merumuskan masalah.

b. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data (Trianto, 2014: 84). Guru dapat memancing siswa dengan menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin.

c. Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan sebagai penuntun untuk mengumpulkan data. Data yang diperoleh dapat berupa tabel, grafik, dan lain-lain. Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan dalam merakit peristiwa, menyusun data dan analisis data.

d. Analisis data (menguji hipotesis)

Siswa menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan dari data yang diperoleh siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Apabila hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukan.


(54)

38 e. Menarik kesimpulan sementara

Siswa membuat kesimpulan sementara dari data yang diperoleh.

Selanjutnya Eggen & Kauchak (Trianto, 2014: 87) mengemukakan terdapat enam tahapan pembelajaran inkuiri yaitu:

a. Menyajikan pertanyaan atau masalah b. Membuat hipotesis

c. Merancang percobaan

d. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi e. Mengumpulkan dan menganalisis data

f. Membuat kesimpulan

Sanjaya (2009: 201) menyebutkan langkah-langkah dari strategi inkuiri terbimbing adalah sebagai berikut:

a. Orientasi

Orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan pembelajaran. Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Hal yang dapat dilakukakan pada tahap orientasi yaitu: (a) menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa; (b) menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa.

b. Merumuskan masalah

Langkah dimana siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Teka-teki yang menjadi masalah dalam proses inkuiri adalah teka-teki


(55)

39

yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan oleh siswa. Konsep dalam masalah merupakan konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Dalam strategi inkuiri terbimbing siswa tidak merumuskan masalah, guru berperan secara lebih luas di dalam proses pembelajaran.

c. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis siswa adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara.

d. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas untuk mengumpulkan informasi guna menguji hipotesis yang telah diajukan. Tugas dan peran guru dalam tahap ini adalah mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

e. Menguji hipotesis

Proses dimana menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Mengembangkan hipotesis berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang diperoleh.


(56)

40 f. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Berdasarkan sintaks strategi pembelajaran inkuiri yang telah dipaparkan di atas, peneliti merujuk pada pendapat Wina Sanjaya yang selanjunya dijadikan sebagai kisi-kisi dalam penelitian ini. Sintaks strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dalam penelitian ini yaitu: (a) orientasi; (b) merumuskan masalah; (c) merumuskan hipotesis; (d) mengumpulkan data; (e) menguji hipotesis; (f) merumuskan kesimpulan.

5. Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena memiliki keunggulan, diantaranya menurut Sanjaya (2006: 208) yaitu:

a. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor siswa secara seimbang. Oleh karena itu pembelajaran inkuiri menjadi lebih bermakna karena siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

b. Pembelajaran inkuiri memberikan ruang bagi siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya.

c. Pembelajaran inkuiri dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman.


(57)

41

Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran inkuiri juga memiliki kelemahan antara lain:

a. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar, dimana siswa biasanya menerima pengetahuan dari guru tanpa mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya.

c. Dalam pelaksanaanya membutuhkan waktu yang panjang sehingga guru kesulitan menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka strategi ini akan sulit di implementasikan.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan, strategi inkuiri terbimbing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas hendaknya diperhatikan lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangannya. Sehingga sebisa mungkin memperkecil peluang dari kekurangan yang telah dipaparkan di atas.

E. Kerangka Pikir

Rasa percaya diri merupakan hal yang penting dimiliki oleh setiap orang. Rasa percaya diri hendaknya ditanamkan kepada anak sejak dini, termasuk dimulai dari tingkat sekolah dasar. Siswa yang memiliki rasa percaya diri akan memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya sehingga merasa mampu untuk mencapai tujuan, keinginan, atau harapannya.


(58)

42

Rasa percaya diri dibutuhkan siswa selama proses pembelajaran di kelas. Begitu pula halnya dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Selama pembelajaran siswa dituntut melakukan aktivitas yang membutuhkan rasa percaya diri, seperti mengeluarkan pendapat, presentasi ke depan kelas, mengerjakan soal atau tugas secara mandiri.

Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran IPA dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Strategi inkuiri terbimbing merupakan strategi yang berpusat pada siswa dengan bantuan dari bimbingan guru. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga siswa dapat merumuskan penemuannya dengan penuh percaya diri. Melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing siswa akan mengalami tahapan-tahapan pembelajaran seperti orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan kesimpulan. Berbagai pengkondisan tersebut tersebut diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa.


(59)

43

Gambar 1. Kerangka Pikir Kondisi Awal

Siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro memiliki rasa percaya diri rendah dalam pembelajaran IPA

Kondisi Akhir

Dengan adanya pemberian tindakan berupa strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA

diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa

Indikator rasa percaya diri

1. Mempunyai keyakinan terhadap diri sendiri. Meningkat melalui tahap mengumpulkan data dan mermuskan kesimpulan.

2. Mampu berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain. Meningkat melalui semua tahapan.

3. Melakukan segala sesuatu tanpa ragu. Meningkat melalui tahapan merumuskan masalah sampai pada merumuskan kesimpulan. 4. Merasa dirinya berharga.

Indikator dapat meningkat melalui tahap mengumpulkan data dan saat berdiskusi dalam kelompok.

5. Tidak menyombongkan diri sendiri. Meningkat melalui semua tahapan.

6. Berani bertindak.

Indikator ini dapat meningkat melalui tahapan orientasi, mengumpulkan data, dan merumuskan kesimpulan.

Tahapan Inkuiri Terbimbing 1. Orientasi

2. merumuskan masalah 3. merumuskan hipotesis 4. mengumpulkan data 5. menguji hipotesis


(60)

44 F. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Rasa percaya diri siswa

Rasa percaya diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang merasa mampu melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan, keinginan dan harapan. Rasa percaya diri yang diukur dalam penelitian ini adalah seberapa tinggi tingkat rasa percaya diri siswa. Indikator rasa percaya diri dalam penelitian ini yaitu:(a) mempunyai keyakinan terhadap diri sendiri;(b) mampu berdiri sendiri tidak bergantung pada orang lain;(c) melakukan segala sesuatu tanpa ragu;(d) merasa dirinya berharga;(e) tidak menyombongkan diri sendiri;(f) berani bertindak.

2. Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing adalah strategi yang berpusat pada siswa dimana melibatkan kemampuan berpikir siswa secara sistematis, kritis, dan logis untuk mencari dan menemukan jawaban dari pertanyaan yang dipertanyakan dengan bimbingan guru. Sintaks strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dalam penelitian ini yaitu: (a) orientasi; (b) merumuskan masalah; (c) merumuskan hipotesis; (d) mengumpulkan data; (e) menguji hipotesis; (f) merumuskan kesimpulan.


(61)

45 G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro.


(62)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Clasroom Action Research (penelitian tindakan kelas) merupakan proses pengkajian masalah pembelajaran di kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah melalui tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganilisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut (Sanjaya, 2009: 26). Penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaboratif, artinya tidak dilakukan sendiri oleh peneliti. Menurut Pardjono (2007: 12) kolaborasi dapat dilakukan oleh peneliti dengan guru lain, kepala sekolah, peneliti dari universitas lain, dan sebagainya.

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV di SD Negeri Widoro. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas IV. Guru bertugas untuk menjalankan skenario pembelajaran IPA dengan strategi inkuiri terbimbing yang telah dirancang dan disusun secara sistematis oleh peneliti. Sedangkan peneliti bertugas melakukan observasi dan menganalisis hasil tindakan yang telah dilakukan.


(63)

47 B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitan

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro. SD Negeri Widoro beralamat di Dusun Pereng, Sendangsari, Pengasih, Kulon Progo.

2. Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Widoro pada semester II tahun ajaran 2016/2017. Siswa kelas IV SD N Widoro berjumlah 18 anak, terdiri dari 10 putra dan 8 putri. Alasan pemilihan kelas IV sebagai subjek penelitian didasarkan pada hasil observasi dan wawancara pra penelitian. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa siswa memiliki rasa percaya diri rendah. Hal tersebut dilihat dari siswa yang tidak berani tampil di depan kelas, enggan bertanya, bergantung dengan teman dan guru, dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti menjadikan siswa kelas IV Sekolah Dasar Widoro sebagai subjek penelitian yang selanjutnya diberi alternatif tindakan untuk mengatasi masalah rasa percaya diri siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing.


(64)

48 D. Model Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan mengacu pada model Kemmis & McTaggart (Pardjono, 2007: 22). Model penelitian tersebut berbentuk spiral dari langkah pertama, kedua, dan seterusnya. Komponen penelitian dalam setiap siklus mengandung tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Pada model Kemmis & McTaggart komponen tindakan dan obervasi menjadi satu komponen karena kegiatan tersebut dilakukan secara simultan. Berikut merupakan gambar bagan model penelian menurut Kemmis & McTaggart:

Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart Sumber: (http://archive.is/Mdvc0)

Gambar di atas menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas dilakukan secara berulang dalam beberapa siklus dan setiap sikus terdiri dari beberapa


(65)

49

tahapan. Berikut merupakan penjabaran kegiatan yang dilakukan peneliti dalam setiap tahapan:

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan tindakan yang dibangun dan akan dilaksanakan. Pada tahap perencanaan peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Diskusi dengan guru kelas

Peneliti bersama guru berdiskusi tentang pokok bahasan pada pelajaran IPA yang akan dilaksanakan menggunakan strategi inkuiri terbimbing. Setelah menemukan pokok bahasan selanjutnya menentukan kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Peneliti menyusun RPP pada mata pelajaran IPA dengan alokasi waktu 2×35 menit untuk setiap pertemuan. RPP yang disusun menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Langkah pembelajaran IPA mengikuti sintaks dari inkuiri terbimbing yaitu orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. RPP dilengkapi dengan lampiran berupa materi ajar, soal evaluasi, lembar kerja siswa, dan lembar penilaian.

Sebelum RPP digunakan, terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Pada tahapan ini peneliti melakukan koordinasi dengan guru kelas selaku pihak yang akan melaksanakan pembelajaran terkait RPP yang telah dibuat


(66)

50

oleh peneliti. Oleh karena strategi ini merupakan strategi yang dianggap baru oleh guru, peneliti juga menjelaskan bagaimana melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan strategi inkuiri terbimbing. Koordinasi ini juga membahas sintaks pembelajaran inkuiri, peranan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.

c. Mempersiapkan sumber belajar dan alat peraga

Peneliti mempersiapkan sumber belajar dan alat peraga yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran IPA menggunakan strategi inkuiri terbimbing. Sumber belajar dan alat peraga menyesuaikan dengan materi ajar.

d. Menyusun lembar observasi dan skala.

Peneliti menyusun lembar observasi dan skala sebelum melakukan tindakan. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan strategi pembelajaran inkuiri yang dilakukan oleh guru. Sedangkan skala digunakan oleh peneliti untuk mengukur rasa percaya diri siswa.

2. Tindakan dan pengamatan

Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran IPA dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada RPP yang telah disusun sebelumnya. Pada saat guru melaksanakan pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan terkait sejauh mana keterlaksanaan srategi inkuiri terbimbing yang telah dilakukan guru dengan menggunakan lembar observasi.


(67)

51 3. Refleksi

Refleksi adalah upaya evaluasi yang dilakukan secara kritis oleh tim peneliti. Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Refleksi dapat dilihat dari analisis lembar observasi, skala, dan dokumentasi yang akan digunakan oleh peneliti untuk mengevaluasi proses pembelajaran dan hasil dari tindakan yang dilakukan. Skala yang dibagikan kepada siswa akan menunjukkan sebarapa tinggi tingkat rasa percaya diri yang dimiliki siswa.

Peneliti dan guru dapat melakukan diskusi berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Peneliti dapat memberikan masukan apabila terdapat aktivitas guru yang kurang tepat dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil refleksi peneliti dapat menemukan kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam perencanaan tindakan selanjutnya untuk siklus berikutnya. Tindakan yang dirasa kurang tepat atau tidak memuaskan dapat dijadikan bahan revisi. Sedangkan tindakan yang sudah tepat atau sesuai dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terdiri dari bermacam-macam teknik, antara lain angket, skala, wawancara, observasi, catatan lapangan dan sebagainya. Peneliti perlu menentukan teknik pengumpulan data yang tepat dan disesuaikan dengan


(1)

306 Lampiran 15. Hasil soal evaluasi


(2)

(3)

308 Lampiran 16. Surat ijin penelitian


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI STRATEGI INKUIRI BERBASIS LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TAMBAKAJI 03

0 6 275

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA KELAS V Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V SD Negeri 02 Karangpandan Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 15

HUBUNGAN RASA PERCAYA DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 5 KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

0 2 147

PENINGKATAN RASA PERCAYA DIRI MELALUI PELATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS VIIIB SMP NEGERI 1 BERBAH.

0 0 162

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA KELAS IVB SD NEGERI PANGGANG SEDAYU BANTUL.

0 3 310

PENINGKATAN CURIOSITY SISWA KELAS V DALAM PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DI SEKOLAH DASAR NEGERI WONOSARI, KECAMATAN KEMIRI, KABUPTEN PURWOREJO.

0 0 203

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATA PELAJARAN IPA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SD NEGERI KASONGAN.

0 2 157

PENINGKATAN SIKAP PERCAYA DIRI SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VB SEKOLAH DASAR NEGERI TUKANGAN.

0 0 203

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA MELALUI PENGGUNAAN STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD N GUPAKAN II, TEPUS, GUNUNGKIDUL.

0 0 214

UPAYA MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI TERBIMBING MATERI DAUR AIR KELAS VB SD NEGERI JIPANG

0 0 14