Peningkatan minat dan prestasi belajar sejarah melalui model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta.
ABSTRAK
PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS X TEKNIK PEMESINAN A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Dewi Asmarawati Gulo Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: (1) minat belajar sejarah siswa selama penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) dan (2) prestasi belajar sejarah siswa setelah penerapan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang meliputi perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek dalam penelitian adalah siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta yang melibatkan 29 siswa. Obyek penelitian adalah minat, prestasi dan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Instrumen penelitian meliputi observasi, kuesioner, tes dan wawancara. Data dianalisis dengan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan: (1) minat belajar siswa dilihat dari skor rata-rata minat pada keadaan awal 64,10, siklus I meningkat menjadi 73,48, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,08. (2) prestasi belajar dilihat dari rata-rata keadaan awal 59,78, pada siklus I 75,72, dan pada siklus II menjadi 82,29. Dari segi KKM 76, pada keadaan awal sebanyak 2 siswa (6,25%) tuntas, pada siklus I meningkat menjadi 20 siswa (68,97%), dan pada siklus II meningkat lagi 25 siswa (86,21%).
(2)
ABSTRACT
THE IMPROVEMENT OF HISTORICAL LEARNING INTEREST AND ACHIEVEMENT THROUGH THE LEARNING MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) OF TENTH STUDENTS ENGINEERING A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Dewi Asmarawati Gulo Sanata Dharma University
Yogyakarta 2016
The research aims to improvement: (1) students interest in learning history during the implementation of Student Teams Achievement Divisions (STAD) learning model and (2) students achievement after the implementation of Student
Teams Achievement Divisions (STAD) learning model.
The method used is the Classroom Action Research (CAR) includes planning, action, observation, and reflection. The subjects in the research were students of class X Mechanical Machining A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta involving 29 students. The objects of research are interests, achievements and learning models of Student Teams Achievement Division (STAD). The research instruments include observation, questionnaires, tests and interviews. Data were analyzed by percentage.
The results showed that there is an increase in: (1) the interest of student learning seen from an average score of interest in the initial state 64.10, the first cycle increased to 73.48, and the second cycle increased to 80.08. (2) The learning achievement seen from the initial state average 59.78, 75.72 in the first cycle, and the second cycle into 82.29. In terms of KKM 76, in the initial state as much as 2 students (6.25%) due, in the first cycle increased to 20 students (68.97%), and the second cycle increased by another 25 students (86.21%).
(3)
PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS X TEKNIK PEMESINAN A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Dewi Asmarawati Gulo NIM: 121314021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS X TEKNIK PEMESINAN A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Dewi Asmarawati Gulo NIM: 121314021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan kepada:
Kedua orangtuaku “Basilius Bazatulo Gulo dan Sofia Ramida Gulo”, kakakku
“Rosalia Gulo, Merida Gulo”, abangku “Historis Gulo, Yupiter Gulo”, dan adikku tersayang “Kristina Rospida Leniwati Gulo” yang senantiasa mendoakanku,
(8)
MOTTO
Karena itu aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan
kepadamu. (Markus 11:24)
Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang (Bung Karno)
Kunci keberhasilan adalah doa dan ketekunan dalam melakukannya. (Dewi Asmarawati Gulo)
(9)
(10)
(11)
viii ABSTRAK
PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS X TEKNIK PEMESINAN A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Dewi Asmarawati Gulo Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: (1) minat belajar sejarah siswa selama penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) dan (2) prestasi belajar sejarah siswa setelah penerapan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang meliputi perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek dalam penelitian adalah siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta yang melibatkan 29 siswa. Obyek penelitian adalah minat, prestasi dan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Instrumen penelitian meliputi observasi, kuesioner, tes dan wawancara. Data dianalisis dengan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan: (1) minat belajar siswa dilihat dari skor rata-rata minat pada keadaan awal 64,10, siklus I meningkat menjadi 73,48, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,08. (2) prestasi belajar dilihat dari rata-rata keadaan awal 59,78, pada siklus I 75,72, dan pada siklus II menjadi 82,29. Dari segi KKM 76, pada keadaan awal sebanyak 2 siswa (6,25%) tuntas, pada siklus I meningkat menjadi 20 siswa (68,97%), dan pada siklus II meningkat lagi 25 siswa (86,21%).
(12)
ABSTRACT
THE IMPROVEMENT OF HISTORICAL LEARNING INTEREST AND ACHIEVEMENT THROUGH THE LEARNING MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) OF TENTH STUDENTS ENGINEERING A SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Dewi Asmarawati Gulo Sanata Dharma University
Yogyakarta 2016
The research aims to improvement: (1) students interest in learning history during the implementation of Student Teams Achievement Divisions (STAD) learning model and (2) students achievement after the implementation of Student
Teams Achievement Divisions (STAD) learning model.
The method used is the Classroom Action Research (CAR) includes planning, action, observation, and reflection. The subjects in the research were students of class X Mechanical Machining A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta involving 29 students. The objects of research are interests, achievements and learning models of Student Teams Achievement Division (STAD). The research instruments include observation, questionnaires, tests and interviews. Data were analyzed by percentage.
The results showed that there is an increase in: (1) the interest of student learning seen from an average score of interest in the initial state 64.10, the first cycle increased to 73.48, and the second cycle increased to 80.08. (2) The learning achievement seen from the initial state average 59.78, 75.72 in the first cycle, and the second cycle into 82.29. In terms of KKM 76, in the initial state as much as 2 students (6.25%) due, in the first cycle increased to 20 students (68.97%), and the second cycle increased by another 25 students (86.21%).
(13)
x KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Model Pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) Siswa Kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat meraih gelar sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama belajar di Program Studi Pendidikan Sejarah.
3. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membantu, mengarahkan serta memberikan dorongan sampai skripsi ini selesai.
4. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
5. Pemerintah Nias Barat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
(14)
(15)
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PESEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR BAGAN ... xviii
DAFTAR DIAGRAM ... xix
DAFTAR GRAFIK ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
(16)
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Pemecahan Masalah ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 8
G. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat bagi sekolah ... 9
2. Manfaat bagi guru ... 9
3. Manfaat bagi siswa ... 9
4. Manfaat bagi peneliti ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Kajian Teori ... 10
1. Konsep Minat ... 10
2. Konsep Belajar ... 11
3. Konsep Sejarah ... 14
4. Pembelajaran Sejarah ... 15
5. Pendekatan Saintifik ... 17
6. Prestasi Belajar Sejarah ... 22
7. Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah ... 23
8. Pembelajaran Kooperatif ... 26
9. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) ... 27
B. Materi Pembelajaran ... 30
C. Penelitian yang Relevan ... 30
D. Kerangka Berpikir ... 31
E. Hipotesis Tindakan ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
A. Jenis Penelitian ... 34
B. Setting Penelitian ... 36
C. Subyek Penelitian ... 36
(17)
xiv
E. Variabel-variabel Penelitian ... 37
F. Definisi Operasional ... 37
G. Metode Pengumpulan Data ... 38
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 39
I. Desain Siklus Penelitian ... 43
J. Teknik Analisis Data ... 43
K. Prosedur Penelitian ... 53
L. Indikator Keberhasilan ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Deskripsi Data Penelitian ... 58
1. Observasi Pra Penelitian ... 58
2. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I ... 66
3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II ... 79
B. Komparasi Kegiatan Belajar Minat dan Prestasi Belajar Sejarah ... 90
1. Komparasi Kegiatan Belajar Sejarah Siswa ... 90
2. Komparasi Minat Belajar Sejarah Siswa ... 95
3. Komparasi Prestasi Belajar Sejarah Siswa ... 98
C. Pembahasan ... 104
1. Minat Belajar Siswa ... 104
2. Prestasi Belajar Siswa ... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107
A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 108
Daftar Pustaka ... 109
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penilaian Kegiatan Belajar Siswa ... 45
Tabel 2 Keterangan Penilaian Acuan Patokan I ... 46
Tabel 3 Analisis Tingkat Kegiatan Belajar Siswa ... 46
Tabel 4 Contoh Tabel Minat Belajar Siswa ... 47
Tabel 5 Keterangan Penilaian Acuan Patokan I ... 47
Tabel 6 Analisis Tingkat Minat Belajar Siswa ... 48
Tabel 7 Keterangan Penilaian Acuan Patokan I ... 49
Tabel 8 Analisis Tingkat Prestasi Belajar Siswa ... 49
Tebel 9 Analisis Komparatif Kegiatan Belajar Siswa ... 51
Tabel 10 Analisis Komparatif Minat Belajar Siswa ... 52
Tabel 11 Perbandingan Minat Belajar Siswa ... 52
Tabel 12 Analisis Komparatif Prestasi Belajar Siswa ... 52
Tabel 13 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa ... 53
Tabel 14 Perbandingan Prestasi Belajar Siswa ... 53
Tabel 15 Indikator Keberhasilan Minat dan Prestasi Belajar ... 57
Tabel 16 Observasi Pra Penelitian Kegiatan Belajar Siswa ... 60
Tabel 17 Keadaan Awal Minat Belajar Siswa ... 62
Tabel 18 Skala Minat ... 63
Tabel 19 Persentase Keadaan Awal Minat Belajar Siswa ... 63
(19)
xvi
Tabel 21 Skala Prestasi ... 65
Tabel 22 Persentase Keadaan Awal Prestasi Belajar Siswa ... 66
Tabel 23 Observasi Kegiatan Belajar Siswa ... 68
Tabel 24 Observasi Kegiatan Belajar Siswa Siklus I ... 72
Tabel 25 Minat Belajar Siswa Siklus I ... 74
Tabel 26 Skala Minat ... 75
Tabel 27 Persentase Minat Belajar Siswa Siklus I ... 75
Tabel 28 Prestasi Belajar Siswa Siklus I ... 76
Tabel 29 Skala Prestasi ... 77
Tabel 30 Persentase Prestasi Belajar Siswa Siklus I ... 77
Tabel 31 Observasi Kegiatan Belajar Siswa Siklus II ... 82
Tabel 32 Minat Belajar Siswa Siklus II ... 84
Tabel 33 Skala Minat ... 85
Tabel 34 Persentase Minat Belajar Siswa Siklus II ... 85
Tabel 35 Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 86
Tabel 36 Skala Prestasi ... 87
Tabel 37 Persentase Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 87
Tabel 38 Hasil Wawancara Kepada Siswa ... 89
Tabel 39 Analisis Komparatif Kagiatan Belajar Siswa antara Pra Siklus dengan Siklus I ... 91 Tabel 40 Analisis Komparatif Kagiatan Belajar Siswa antara
(20)
Siklus I dengan Siklus II ... 93 Tabel 41 Analisis Komparatif Minat Belajar Siswa antara
Pra Siklus dengan Siklus I ... 95 Tabel 42 Analisis Komparatif Minat Belajar Siswa antara
Siklus I dengan Siklus II ... 96 Tabel 43 Perbandingan Minat Belajar Siswa ... 98 Tabel 44 Analisis Komparatif Prestasi Belajar Siswa antara
Pra Siklus dengan Siklus I ... 99 Tabel 45 Analisis Komparatif Prestasi Belajar Siswa antara
Siklus I dengan Siklus II ... 100 Tabel 46 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa ... 102 Tabel 47 Perbandingan Prestasi Belajar Siswa ... 102
(21)
xviii DAFTAR GAMBAR
BAGAN
Bagan I Proses Pembelajaran untuk Meningkatkan Minat dan
Prestasi Belajar Siswa ... 32 Bagan II Siklus Penelitian ... 43
(22)
DAFTAR GAMBAR DIAGRAM
Diagram I Keadaan Awal Minat Belajar Siswa ... 63 Diagram II Keadaan Awal Prestasi Belajar Siswa ... 66 Diagram III Minat Belajar Siswa Siklus I ... 75 Diagram IV Prestasi Belajar Siswa Siklus I ... 77 Diagram V Minat Belajar Siswa Siklus II ... 85 Diagram VI Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 88
(23)
xx DAFTAR GAMBAR
GRAFIK
GRAFIK I Data Perbandingan Minat Belajar Siswa Keadaan Awal, Siklus I dan Siklus II ... 98 GRAFIK II Data Perbandingan Prestasi Belajar Siswa Keadaan Awal, Siklus I dan Siklus II ... 103
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian ... 112 2. Surat ijin penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 113 3. Surat ijin penelitian dari SMK Negeri 2 Depok ... 114 4. Silabus ... 115 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 129 6. Kisi-kisi Kuesioner ... 137 7. Kuesioner ... 138 8. Kisi-kisi Soal Siklus I ... 142 9. Soal Siklus I ... 146 10.Kisi-kisi Soal Siklus II ... 159 11.Soal Siklus II ... 165 12.Data Minat Pra Penelitian ... 177 13.Data Minat Siklus I ... 178 14.Data Minat Siklus II ... 179 15.Data Prestasi Pra Penelitian ... 180 16.Data Prestasi Siklus I ... 181 17.Data Prestasi Siklus II ... 182 18.Presensi Siswa ... 183
(25)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama pada zaman ini manusia dituntut terus berjuang untuk bisa mengenyam pendidikan. Selain itu, melalui pendidikan akan memudahkan manusia untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu manusia terus menerus berjuang untuk memperoleh pendidikan. Adapun menurut Prof. Dr. Driyarkara, SJ, pendidikan diartikan sebagai suatu upaya dalam memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf yang insani. Dalam hal ini dengan memperoleh pendidikan yang layak, manusia diharapkan menjadi manusia seutuhnya serta menjadi manusia yang kehidupannya lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum memperoleh pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Di dalam pendidikan membutuhkan yang namanya sekolah. Sekolah dalam hal ini, berperan sebagai sarana untuk menjalankan proses pendidikan bagi anak didik. Melalui proses pendidikan di sekolah, sangat berkaitan dengan mendidik. Kata mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal itu sangat penting untuk dipahami hakikat mendidik yang bermakna luhur dalam proses pendidikan.
(26)
Mendidik menurut Langeveld adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Ahli lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya. Sementara menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.2 Adapun rumusan lain yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan segala potensinya, baik jasmani (kesehatan fisik) dan rohani (pikir, rasa, karsa, karya, cipta, dan budi nurani) yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berlangsung secara terus menerus guna mencapai tujuan hidupnya. Berdasarkan rumusan tersebut, pendidikan dapat dipahami sebagai proses dan hasil. Sebagai proses, pendidikan merupakan serangkaian kegiatan interaksi manusia dengan lingkungannya yang dilakukan secara sengaja dan terus menerus. Sementara sebagai hasil, pendidikan menunjuk pada hasil interaksi manusia dengan lingkungannya berupa perubahan dan peningkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik.3
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Oleh kerena itu, yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah guru. Guru memiliki
2
M. Sukardjo, Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 9-10.
3
Ahmadi Rulam, Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 38.
(27)
3
tanggung jawab serta peranan penting dalam mencerdaskan anak-anak bangsa. Guru dalam hal ini, harus berusaha meningkatkan mutu pendidikan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pendidikan memiliki arti yang lebih luas, meliputi pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Menurut O.P. Dahama dan O.P. Bhatnagar, pendidikan formal pada dasarnya merupakan suatu aktivitas institusional, seragam, dan berorientasi pada mata pelajaran, waktu belajarnya penuh, terstruktur secara hierarkis, mengarah pada perolehan sertifikat (ijazah), gelar dan diploma. Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak terstruktur yang berkenaan dengan pengalaman sehari-hari yang tidak terencana dan tidak terorganisasi. Selanjutnya, menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.4 Dalam hal ini, peneliti memfokuskan pada pendidikan formal. Pendidikan di sekolah sudah tentu terjadi proses belajar dan pembelajaran. Dalam proses belajar dan pembelajaran diharapkan interaksi antara guru dengan siswa selalu ada. Hal ini bertujuan agar kedekatan siswa dengan guru tersebut membawa dampak posistif terutama bagi kemajuan belajar siswa. Seorang guru yang tidak memiliki kedekatan dengan siswa, sudah seharusnya terjadi komunikasi yang kurang baik antara guru dengan siswa. Jika komunikasi antara guru dengan siswa dapat dijunjung sebaik-baiknya, maka dapat berdampak positif bagi diri siswa itu sendiri. Bahkan terjadi
4
(28)
ketertarikan dalam diri siswa dengan mata pelajaran yang dsiajarkan oleh guru tersebut.
Sejarah merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lalu. Banyak orang beranggapan bahwa sejarah itu tidak perlu dipelajari karena peristiwa dalam sejarah tidak ada kaitannya dengan kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. Anggapan tersebut tidak hanya terjadi di antara masyarakat umum, tetapi terutama di antara para pelajar. Di antara para pelajar, banyak yang tidak berminat mempelajari sejarah. Walaupun dipelajari, hal itu disebabkan siswa merasa terpaksa karena mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran wajib di sekolah.
Dalam pembelajaran sejarah, menjalin interaksi antara guru sejarah dengan siswa sangat dibutuhkan. Bagaimana tidak, jika guru sejarah tidak mampu menjalin interaksi yang baik terhadap siswa maka berakibat pada mata pelajaran sejarah. Di sini terjadi kekurangtertarikan siswa pada mata pelajaran sejarah. Selanjutnya, guru harus mampu mengelola kelas dengan baik, agar terciptanya kelas yang kondusif. Jika guru tidak mampu menciptakan kelas yang kondusif, maka siswa merasa kurang nyaman selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, kekurangtertarikan siswa pada mata pelajaran sejarah dapat pula disebabkan oleh sarana dan prasarana yang kurang memadai. Sarana dan prasarana yang kurang memadai ini, mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti pembelajaran sejarah.
Selain permasalahan di atas, kekurangtertarikan siswa pada mata pelajaran sejarah dapat disebabkan oleh guru yang kurang profesional menggunakan media
(29)
5
dengan tepat. Penggunaan media yang kurang tepat, dapat mengakibatkan siswa merasa kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran sejarah. Permasalah selanjutnya, guru tidak menggunakan model pembelajaran yang tepat dan bervariasi, bahkan guru sering menggunakan motode ceramah dalam pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dan bervariasi dapat mengakibatkan siswa mengantuk di dalam kelas karena merasa bosan pada pelajaran yang disampaikan oleh guru. Metode ceramah yang digunakan oleh guru dapat mengantarkan siswa ke alam tidur, dan siswa bisa sesak nafas akibat dari ceramah yang digunakan oleh guru. Selain itu, siswa tidak akan bertahan duduk di kursi, walaupun bertahan sampai pembelajaran berakhir, hal itu dikarenakan merasa terpaksa serta terdapat ketakutan dalam diri siswa jika berganti tempat duduk atau keluar masuk kelas saat pembelajaran berlangsung. Akibatnya, tidak ada ketertarikan siswa pada mata pelajaran sejarah.
Selain itu, banyak siswa yang tidak berminat mengikutpi serta mendalami pelajaran sejarah. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan dari luar diri siswa tersebut. Rangsangan yang dimaksud adalah peranan guru sejarah untuk menumbuhkan minat belajar sejarah siswa melalui model-model pembelajaran yang tepat serta penggunaan media yang tepat dan profesional. Model-model pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan kebutuhan siswa, dan penggunaan media dengan tepat dan profesional dapat menumbuhkan minat dalam diri siswa tersebut. Berdasarkan pengalaman peneliti melalaui kegiatan PPL yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Oktober 2015 di SMK Negeri 2 Depok Sleman, masih terdapat siswa yang belum mampu mencapai Kriteria Ketuntasan
(30)
Minimal (KKM) pada mata pelajaran sejarah. Hal tersebut juga terutama terjadi di kelas X Teknik Pemesinan A berdasarkan observasi peneliti pada pra penelitian. Bagaimana tidak terjadi, jika dilihat dari jurusan siswa tersebut tanpa berpikir kritis, jelas bahwa antara sejarah dengan teknik pemesinan jauh berbeda. Akan tetapi jika dilihat secara kritis, pembelajaran sejarah dengan pemesinan memiliki keterkaitan apabila dalam mengajarkan sejarah selalu kontekstual. Dalam hal ini, pembelajaran sejarah harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa kelas X Teknik Pemesinan A terutama keterkaitan antara pembelajaran sejarah dengan pemesinan agar siswa pun memiliki minat dalam pembelajaran sejarah. Oleh karena itu, sangat perlu perbaikan dalam proses pembelajaran sejarah agar tujuan dari pembelajaran sejarah dapat tercapai, yaitu dengan meningkatnya minat diharapkan prestasi siswa juga dapat meningkat pada pembelajaran sejarah.
Dari berbagai permasalahan yang telah dipaparkan di atas, khususnya permasalahan pada pembelajaran sejarah, perlu mencari berbagai cara atau solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pada mata pelajaran sejarah. Tujuannya, agar dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti ingin menerapkan model pembelajaran Student
Teams Achievement Division (STAD) yang diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang ada pada pembelajaran sejarah terutama dalam meningkatkan minat dan prestasi siswa pada pembelajaran sejarah. Student Teams Achievement
Division (STAD) merupakan model pembelajaran yang memacu siswa agar saling
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Dalam pembelajaran, menuntut siswa untuk bekerja sama dalam
(31)
7
kelompok, saling membantu antara satu dengan lainnya. Siswa juga berusaha untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi pembelajaran sekaligus untuk meningkatan kecakapan individu dan kelompok. Oleh karena itu, melalui model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) ini, peneliti mengharapkan dapat mengatasi masalah yang terdapat pada pembelajaran sejarah dan mampu meningkatkan minat dan prestasi belajar sejarah siswa.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul tentang “Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Siswa Kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kita lihat permasalahan-permasalahan yang menyebabkan prestasi siswa rendah yaitu:
1. Penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dan bervariasi 2. Metode ceramah yang membuat siswa bosan
3. Minat belajar sejarah siswa yang rendah
4. Prestasi belajar sejarah siswa yang rendah dan belum mencapai KKM
C. Batasan Masalah
Pada batasan masalah ini penulis memfokuskan untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar sejarah melalui penerapan model pembelajaran Student Teams
(32)
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil rumusan:
1. Apakah penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) dapat meningkatkan minat belajar sejarah siswa kelas X
SMK Negeri 2 Depok Sleman, Yogyakarta?
2. Apakah penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas
X SMK Negeri 2 Depok Sleman, Yogyakarta?
E. Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) dalam proses pembelajaran sejarah. Karena melalui model
pembelajaran tersebut melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga diyakini dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar sejarah.
F. Tujuan Penelitian
1. Untuk meningkatkan minat belajar sejarah siswa kelas X Teknik Pemesinan A di SMK Negeri 2 Depok Yogyakarta dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
2. Untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas X Teknik Pemesinan A di SMK Negeri 2 Depok Yogyakarta dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
(33)
9
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi sekolah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif mengajar di sekolah untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.
2. Manfaat bagi guru
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif seorang guru sejarah dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan efisien.
3. Manfaat bagi siswa
Manfaat bagi siswa dalam penerapan model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) ini adalah untuk meningkatkan minat dan prestasi
belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah. 4. Manfaat bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) pada pembelajaran sejarah dan untuk menambah pengalaman peneliti sebagai calon guru sejarah dalam memilih model pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan kebutuhan siswa.
(34)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori-teori yang akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Konsep Minat
Minat adalah suatu kecenderungan yang tetap untuk menaruh perhatian serta menyukai beberapa kegiatan atau bahan ajar tertentu.5 Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa minat merupakan suatu perasaan suka, perhatian yang tetap dari seseorang terhadap mata pelajaran.
Slameto menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang berminat dalam belajar adalah sebagai berikut:6
1) Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus;
2) Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati;
3) Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada suatu yang diminati. Ada rasa ketertarikan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati; 4) Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya; 5) Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.
Menurut Rosyidah, timbulnya minat pada diri seseorang pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu minat yang berasal dari pembawaan dan minat yang timbul dari luar. Pertama, minat yang berasal dari pembawaan, timbul dengan sendirinya dari setiap individu, hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan atau bakat alamiah. Kedua, minat timbul karena adanya pengaruh dari
5
Suyono dan Hariyanto, Implementasi Belajar dan Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm. 177.
6 loc.cit
(35)
11
luar diri individu, timbul seiring dengan proses perkembangan individu bersangkutan. Minat ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dorongan orang tua, dan kebiasaan.7
Minat merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan belajar siswa. Suatu kegiatan belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan minat siswa akan memungkinkan berpengaruh negatif terhadap hasil belajar siswa yang bersangkutan. Dengan adanya minat dan tersedianya rangsangan pada diri siswa, maka siswa akan mendapatkan kepuasan batin dari kegiatan belajar.8 Pernyataan ini didukung oleh pendapat Hartono yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar terhadap keberhasilan belajar peserta didik.9
2. Konsep Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Jadi pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.10 Melalui interaksi dengan lingkungan, seseorang dapat memperoleh perubahan tingkah laku sesuai
7
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hlm. 60. 8
Ibid, hlm. 66. 9
Ibid, hlm. 66.
(36)
kebutuhannya sendiri, sehingga dapat menghasilkan perolehannya tersebut melalui tingkah laku setiap hari.
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan pada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Menururt Sudjana, belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sementara Witherington (1952) menyebutkan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanivestasikan sebagai suatu pola-pola respons yang berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan dan pemahaman.
Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan beberapa hal menyangkut pengertian belajar sebagai berikut:
a) Belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan terus-menerus berlangsung seumur hidup.
b) Dalam belajar terjadi perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen.
c) Hasil belajar ditunjukkan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara keseluruhan.
d) Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional, sikap dan sebagainya.
Terjadinya proses belajar dapat dipandang dari sisi kognitif sebagaimana dikemukakan Bigge (1982) yaitu berhubungan dengan perubahan-perubahan tentang kekuatan variabel-variabel hipotesis, kekuatan-kekuatan, asosiasi, hubungan-hubungan, kebiasaan dan kecenderungan perilaku. Belajar merupakan suatu proses interaksi antara berbagai unsur yang berkaitan. Unsur utama yang berkaitan adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar yang memberi kemungkinan terjadinya kegiatan
(37)
13
belajar. Dengan demikian, manivestasi belajar atau perbuatan belajar dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku.
Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri. Dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Belajar menurut Gagne (1984), adalah suatu proses di mana organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar yaitu: (1) proses, (2) perubahan perilaku, dan (3) pengalaman.11
Belajar dapat disimpulkan sebagai berikut12
a) Belajar adalah sebuah proses yang memungkinkan seseorang memperoleh dan membentuk kompetensi, keterampilan, dan sikap yang baru;
b) Proses belajar melibatkan proses-proses mental internal yang terjadi berdasarkan latihan, pengalaman dan interaksi sosial;
c) Hasil belajar ditunjukkan oleh terjadinya perubahan perilaku baik aktual maupun potensial;
d) Perubahan yang dihasilkan dari belajar bersifat relatif permanen
11
Muhammad Rahman dan Sofan Amri, Model Pembelajaran “ARIAS” (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction): Terintegratif Dalam Teori dan Praktik untuk Menunjang Penerapan Kurikulum 2013. Prestasi Pustaka, Jakarta, 2014, hlm. 40.
12
(38)
3. Konsep Sejarah
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, syajara berarti terjadi, syajarah berarti pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah, dalam bahasa Inggris
history dan dalam bahasa Latin dan Yunani historia. Dari asal kata tersebut
diartikan sebagai suatu kelompok keluarga yang digambarkan sebagai pohon silsilah.13 Dalam hal ini, pohon dikaitkan dengan keturunan raja atau asal usul keluarga raja dari raja pertama sampai raja berikutnya turun-temurun. Jadi kata pohon di sini mengandung pengertian suatu percabangan genealogis dari suatu kelompok keluarga tertentu, jika dibuat bagannya menyerupai profil pohon yang atasnya penuh dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya serta bawahnya menggambarkan percabangan dari akar-akar, dari akar yang lebih besar sampai akar rambutnya. Kata syajarah ini mula-mula dimaksudkan sebagai gambaran silsilah sesuai dengan situasi masyarakat waktu itu yang terutama berorientasi pada penonjolan peranan para penguasa (raja), maka kebanyakan asal usul yang ditulis waktu itu adalah dari kelompok orang-orang besar, sehingga kelihatan sekali sifat istanasentrisnya. Ini bisa dibandingkan dengan pengertian kesejarahan yang tumbuh di Eropa Barat, seperti kata history dalam bahasa Inggris yang sebenarnya berasal dari bahasa Yunani historia yang berarti belajar dengan cara bertanya-tanya.14 Kalau pengertian ini dipandang secara luas maka sudah mengacu pada pengertian ilmu.
I G Widja menyatakan bahwa sejarah sebagai suatu studi yang berusaha untuk mendapatkan pengertian tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh
13 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah,Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1995, hlm. 1. 14
I.G Widja, Pengantar Ilmu Sejarah dalam Perspektif Pendidikan, Satya Wacana, Semarang, 1988, hlm. 7.
(39)
15
manusia di masa lampau yang bukti-buktinya masih bisa ditelusuri atau ditemukan pada masa sekarang.15 Pendapat ini memberi suatu pengertian bahwa sejarah itu memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan ilmu lain. Dengan kata lain, sejarah itu harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat dan memiliki relevansi terhadap kehidupan manusia pada zaman sekarang.
4. Pembelajaran Sejarah
Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas. Sampai saat ini, masih terdapat guru sejarah yang menggunakan paradigma konvensional. Paradigma konvensional yang dimaksud adalah guru menggunakan metode ceramah, siswa tidak dituntun untuk aktif dalam pembelajaran, dan istilah yang mengatakan
bahwa “masukdi kuping kanan keluar di kuping kiri”. Maksudnya, guru ceramah
selama proses pembelajaran, sementara siswa aktif sebagai pendengar setia. Hal ini dapat membuat siswa bosan terhadap mata pelajaran sejarah. Sehingga menimbulkan ketidaktertarikan siswa terhadap mata pelajaran sejarah.
Banyak orang yang mengatakan bahwa sejarah itu sangat membosankan karena hanya menghafalkan nama tokoh, tempat, waktu. Namun, pada kenyataannya sejarah itu sangat menarik untuk dipelajari oleh setiap orang. Berdasarkan pengalaman, ketika mempelajari sejarah sangat banyak nilai-nilai hidup yang perlu diterapkan dalam kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. Bagaimana tidak, sejarah selalu memiliki relevansi terhadap kehidupan
15
(40)
sekarang dan di masa yang akan datang, atau dengan kata lain sejarah itu selalu kontekstual. Masa lalu selalu berkaitan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang.
Pembelajaran sejarah sebagai sarana pendidikan bangsa, terutama dalam aplikasi sejarah normatif. Djoko Suryo, merumuskan beberapa indikator terkait dengan pembelajaran sejarah tersebut yaitu: (1) pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran pada segi-segi yang bersifat normatif; (2) nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan tujuan pendidikan daripada akademik atau ilmiah murni; (3) aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatik, sehingga dimensi dan substansi dipilih dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai pendidikan yang hendak dicapai yakni sesuai dengan tujuan pendidikan; (4) pembelajaran sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional; (5) pembelajaran sejarah harus memuat unsur pokok:
instruction, intellectual training, dan pembelajaran moral bangsa dan civil society
yang demokratis dan bertanggung jawab pada masa depan bangsa; (6) pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan fakta pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan berpikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang dipelajarinya; (7) interpretasi sejarah merupakan latihan berpikir secara intelektual kepada para peserta didik (learning process dan reasoning) dalam pembelajaran sejarah; (8) pembelajaran sejarah berorientasi pada humanistic dan verstehn (understanding), meaning,
historical consciousness bukan sekedar pengetahuan kognitif dari pengetahuan (knowledge) dari bahan sejarah; (9) nilai dan makna peristiwa kemanusiaan
sebagai nilai-nilai universal di samping nilai particular; (10) virtue, religiusitas, dan keluhuran kemanusiaan universal, dan nilai-nilai patriotisme, nasionalisme, dan kewarganegaraan, serta nilai-nilai demokratis yang berwawasan nasional, penting dalam penyajian pembelajaran sejarah; (11) pembelajaran sejarah tidak saja mendasari pembentukan kecerdasan atau intelektuilitas, tetapi pembentukan martabat manusia yang tinggi; dan (12) relevansi pembelajaran sejarah dengan orientasi pembangunan nasional berwawasan kemanusiaan dan kebudayaan.16
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah memiliki peran penting terutama dalam menumbuhkan serta membentuk nilai-nilai jiwa nasionalisme siswa. Selain itu, melalui pembelajaran sejarah, siswa diikutsertakan untuk berpikir kritis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
16
Aman, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Aman,%20M.Pd./B-2-5%20DIMENSI-DIMENSI%20KUALITAS%20PEMBELAJARAN%20SEJARAH.pdf. (diunduh, pada hari Senin, 14 Desember 2015, pukul 15.54)
(41)
17
masa lampau, sehingga pembelajaran sejarah dapat hidup. Dalam mengajarkan sejarah, guru harus dapat menghidupkan peristiwa-peristiwa masa lampau karena sejarah yang baik adalah sejarah yang seperti hidup kembali. Dalam materi penelitian ini membahas tentang Proses Islamisasi di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Dari materi tersebut, guru menghidupkan kembali proses Islamisasi di Indonesia yang terjadi pada masa lampau dengan mengaitkannya pada masa sekarang. Misalnya, dampak positif dari proses Islamisai pada masa lampau yang masih dirasakan hingga saat ini.
Untuk memperbaiki masalah yang terdapat dalam pembelajaran sejarah, serta membuktikan bahwa sejarah tersebut sangat menarik bahkan selalu kontekstual, maka perlu menggunakan model-model pembelajaran yang tepat. Melalui model yang diterapkan, diharapkan dapat merangsang ketertarikan siswa dalam pembelajaran sejarah. Selanjutnya, siswa diharapkan untuk menemukan nilai-nilai yang terdapat dalam pembelajaran sejarah.
5. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Sejarah a. Pendekatan Saintifik
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian pendekatan adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan. Adapun pengertian pendekatan pembelajaran, anatara lain sebagai berikut:
(42)
(1) Perspektif (sudut pandang, pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran.
(2) Suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran.
(3) Sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya memadai, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran, dengan cakupan teoritis tertentu.17
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip
yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru.18 Pendekatan saintifik memberi pedoman kepada guru untuk mengarahkan peserta didik agar tetap mandiri dalam mengerjakan tugas serta aktif di dalam kelas. Kemandirian yang diharapkan adalah mencari tahu berbagai sumber
17
Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hlm. 32.
18
(43)
19
infomasi terutama yang berkaitan dengan materi pembelajaran oleh siswa itu sendiri. Sehingga peserta didik tidak tergantung dari guru.
Dalam pendekatan saintifik terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut.
1) Mengamati (Observing)
Kegiatan pertama pada pendekatan ilmiah adalah pada langkah pembelajaran mengamati (Observing). Metode observasi adalah salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan media asli dalam rangka membelajarkan siswa yang mengutamakan kebermaknaan proses belajar19.
2) Menanya (Questioning)
Langkah ke dua pada pendekatan saintifk adalah menanya. Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang dipelajari atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).20 Dalam hal ini, siswa dituntut aktif di dalam kelas, siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, akan tetapi mencoba menanyakan hal-hal yang tidak dipahami. Tujuannya, agar siswa mampu memahami pelajaran secara mendalam.
3) Mengumpulkan Informasi
Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan
19
Ibid. hlm. 39. 20
(44)
informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.21 Informasi tersebut dapat diperoleh dengan cara siswa tidak berpedoman pada satu sumber buku saja, akan tetapi mengumpulkan informasi dari berbagai sumber buku yang masih relevan terhadap pembelajaran yang sedang dipelajarinya. Sehingga, dengan mengumpulkan informasi ini siswa diharapkan dapat terbekali atas usaha-usaha yang telah dilakukannya.
4) Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar (Associating)
Mengasosiasi/mengolah informasi/menalar adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah leluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan22.
5) Mengomunikasikan Pembelajaran
Pada tahapan ini, diharapkan peserta didik dapat mengomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok maupun secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama.23
21
Ibid. hlm. 57. 22
Ibid. hlm. 68. 23
(45)
21
6) Membentuk Jejaring (Networking)
Pada tahap ini siswa diharapkan untuk membentuk jejaring pada kelas. Kegiatan pelajarannya adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan bahasa yang baik dan benar.24 Selain itu, dalam tahap ini sangat membawa dampak positif bagi siswa. Siswa terbiasa memiliki kepercayaan diri untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya, baik selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
b. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Sejarah
Kurikulum 2013 sangat menekankan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik ini sangat perlu diterapkan di dalam pembelajaran sejarah. Sampai saat ini banyak siswa yang tidak senang dengan pelajaran sejarah. Berbagai alasan yang diungkapkan oleh siswa atas dasar ketidaksukaannya tersebut terhadap mata pelajaran sejarah. Ada yang mengatakan bahwa sejarah hanya hafalan, sejarah hanya masa lalu yang tidak lagi relevan untuk kita pelajari pada masa sekarang. Hal yang paling mengkhawatirkan lagi ketika masih terdapat guru mata pelajaran sejarah yang masih menerapkan sistem hafalan terhadap peserta didik. Tindakan tersebut semakin memberi suatu persepsi terhadap peserta didik bahwa sejarah itu memang hafalan. Sehingga
24
(46)
mendorong peserta didik bosan, malas untuk mempelajari sejarah secara serius.
Pendekatan saintifik memberikan hal-hal yang baru dalam proses pembelajaran sejarah. Hal-hal yang baru yang dimaksud ialah mengamati, menanya, menalar, mengeksplorasi, jejaring pembelajaran. Pendekatan saintifik ini dapat meningkatkan keberhasilan peserta didik dalam memahami pelajaran sejarah.
6. Prestasi Belajar Sejarah
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).25 Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.26 Belajar dapat dinyatakan sebagai perubahan atau usaha seseorang untuk memperoleh sesuatu yang belum diketahui sebelumnya, sehingga dengan belajar ia dapat mengetatahuinya secara mendalam berdasarkan usaha-usaha yang dilakukannya. Jadi, prestasi belajar yaitu keberhasilan dari penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan keterampilan yang ditunjukkan oleh prestasi siswa melalui nilai angka yang diberikan oleh guru.
25 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua, Balai Pustaka, hlm. 14. 26
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm. 9.
(47)
23
7. Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah
Paul Suparno dalam bukunya “Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan”, mengemukakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.27 Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pengalaman yang ia peroleh setiap hari. Semakin banyak seseorang memperoleh pengalaman, maka pengetahuannya semakin banyak pula. Jadi, melalui pengalaman tersebut sangat menunjang pengetahuan seseorang.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif seseorang berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang. Pendapat ini menekankan pengertian bahwa pengetahuan berasal dari luar, tetapi setelah seseorang mendapatkan pengetahuan tersebut maka dikonstruksinya kembali dari dalam dirinya.
Teori lain mengemukakan konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Dalam konstruktivisme terdapat hal-hal di antaranya : (1) belajar berarti menyediakan
(48)
kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya, (2) kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengkonstruksi pengetahuan, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuan. (3) belajar adalah proses aktif mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki.28
Konstruktivisme dapat mendukung proses pembelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini dikarenakan konstruktivisme memiliki prinsip-prinsip antara lain : (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) tekanan pada proses pembelajaran terletak pada siswa, (3) mengajar adalah membantu siswa belajar, (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa, (6) guru adalah fasilitator.29 Dari paparan tersebut dapat kita menarik suatu kesimpulan bahwa melalui teori konstruktivisme di dalam proses pembelajaran di kelas, menuntun siswa untuk terlibat secara aktif selama proses pembelajaran sehingga tidak menimbulkan sikap kaku atau pasif dari diri siswa itu sendiri, dan guru berperan sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam belajar.
28 Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hlm. 270.
29
(49)
25
a. Implementasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah
Konstruktivisme menekankan bagaimana manusia membangun pengetahuan diri sendiri melalui pengalaman-pengalaman. Pengetahuan yang dimaksud yaitu pengetahuan yang dibangun secara aktif, efektif, mandiri, sehingga menumbuhkan jiwa kemandirian dari diri manusia.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.30
30 Y. R. Subakti, Paradigma Pembelajaran Sejarah, https://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/ Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no1april2010/PARADIGMA%20PEMBELAJARAN%20SEJA RAH%20YR%20Subakti.pdf (diunduh pada hari Senin, 30 November 2015, pukul 15 : 40)
(50)
8. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.31 Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama halnya dengan kerja kelompok. Maka tidak mengherankan jika terdapat para guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang unik dalam cooperative learning karena mereka beranggapan bahwa pembelajaran cooperative learning dalam bentuk kelompok sering diterapkan di dalam kelas, sehingga sudah tidak asing lagi. Namun, tidak semua kerja kelompok dikatakan cooperative learning, seperti dikatakan Abdulhak bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.32
Menurut pendapat Lie A., bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dalam pembelajaran dalam cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model
cooperative learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih fektif.33 Berdasarkan pernyataan Abdulhak dan Lie A, telah memberikan suatu pencerahan bahwa cooperative learning bukanlah
31 Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 202. 32
Abdulhak, Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan Efektivitas Pembelajaran, UPI, Bandung, 2001, hlm. 19-20.
33
(51)
27
bentuk kerja kelompok yang memiliki taraf sederhana, akan tetapi bentuk kerja kelompok yang mengutamakan proses antara peserta belajar serta memiliki tujuan untuk mewujudkan pemahaman bersama antara peserta belajar.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok. Pada dasarnya kooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah kerja sama, diskusi, berbagi pendapat dan pengetahuan, mengambil giliran, bertanya, dan aktif mengikuti diskusi.
9. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran sangat penting terutama dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran sangat berperan terhadap jalannya proses pembelajaran, dengan kata lain model pembelajaran memberikan pedoman kepada guru untuk
(52)
mengajar di kelas agar pembelajaran tetap diterapkan secara terstruktur dan juga memberikan arahan terhadap peserta didik untuk menjalankan tugasnya sebagai peserta didik.
Berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar, salah satunya adalah model pembelajaran Student Teams Achievem ent
Division (STAD). Model pembelajaran adalah pola pembelajaran yang dijadikan
sebagai contoh dan acuan oleh guru sebagai pendidik profesional dalam merancang pembelajaran yang hendak difasilitasinya. Sebagai sebuah pola pembelajaran, model tersebut memiliki berbagai tahapan-tahapan kegiatan dalam merancang pembelajaran.34
Menurut Slavin, model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.35 Selain itu juga sangat mudah diadaptasi serta telah digunakan dalam ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, dan banyak subjek lainnya. 36
Strategi pelaksanaan aktivitas model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) adalah sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2. Guru menyajikan pelajaran.
34 N. A. Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 35.
35 H. Tukiran Taniredja, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm. 64.
36 S. Sharan, Handbook of Cooperative Learning Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran untuk Mengacu Keberhasilan Siswa di Kelas (diterjemahkan oleh Sigit Prawoto), Imperium, Yogyakarta, 2009, hlm. 5.
(53)
29
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi. 6. Kesimpulan.37
Dari langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD) di atas, dapat kita ketahui bahwa siswa dituntut bekerja sama
dalam kelompok. Selain itu, pada model pembelajaran Student Teams
Achievement Division (STAD) terdapat unsur sosialnya, di mana siswa dituntut
untuk saling menghargai, saling mendorong antara satu dengan lainnya untuk memahami materi atau tugas-tugas pelajaran.
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) memiliki kelebihan yaitu siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat, meningkatkan kecakapan individu, meningkatkan kecakapan kelompok, tidak bersifat kompetitif, tidak memiliki rasa dendam. Selain kelebihan-kelebihan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD), terdapat pula kekurangan yaitu kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang, membutuhkan waktu yang lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.
37 Taniredja H., dkk. op. cit., hlm. 103.
(54)
B. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dalam penelitian ini diambil dari: Kompetensi Dasar:
3.8 Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan menunjukan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia masa kini
Materi pokok dalam pembelajaran adalah Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara. Dalam materi tersebut, khususnya membahahas “Proses Islamisasi di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, Papua dan Nusa Tenggara”, serta “Jaringan Keilmuan di Nusantara, Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam, Proses Integrasi Nusantara”.
Pada materi tersebut tidak memiliki syarat tertentu.
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan ini digunakan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Maka dalam penelitian yang relevan ini dipilih sesuai dengan apa yang menjadi variabel-variabel yang ada pada judul penelitian ini. Penelitian yang relevan ini juga dapat dijadikan acuan peneliti dalam menentukan bagaimana ke depannya penelitian ini akan dilaksanakan. Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Helen Lidia Wati Endang mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan judul Peningkatan
Keaktifan dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Pada Siswi Kelas XI Bahasa SMA Santa Maria Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa
(55)
31
prestasi belajar sejarah siswa dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD). Dari rata-rata awal 52,90 pada
siklus pertama meningkat menjadi 71,44 atau 25,95%, kemudian pada siklus kedua mengalami peningkatan menjadi 80,57% atau 11,33%.
D. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dirancang untuk mengaktifkan siswa, bukan mengaktifkan guru untuk ceramah di kelas. Pembelajaran sangat bermakna jika yang diutamakan adalah keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Dalam hal ini, lebih menekankan keaktifan siswa sekaligus sebagai tanggung jawab siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah yang terdapat dalam pembelajaran. Selain itu, sebagai pendidik juga dituntut untuk berperan sebagai fasilitator bagi siswa. Guru diharapkan selalu memantau siswa selama pembelajaran serta menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, sangat jelas bahwa siswa dituntut untuk lebih aktif dari pada guru. Guru hanya sebagai fasilitator. Artinya, guru berperan untuk mendampingi, menuntun, memantau, mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran.
Penjelasan tersebut di atas, menekankan peranan guru dan peranan siswa dalam pembelajaran. Siswa harus terlibat langsung dalam pembelajaran serta siswa diharapkan dapat menganalisis masalah dan kemudian memecahkan masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran. Agar peranan guru dan peranan siswa dapat tercapai, maka guru perlu menggunakan model pembelajaran yang tepat. Selain itu, guru harus mampu menumbuhkan minat dalam diri siswa
(56)
karena dengan adanya minat dalam diri siswa tersebut akan mendorong siswa untuk menyukai mata pelajaran sejarah.
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan model
pembelajaran yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Dalam pembelajaran, menuntut siswa untuk bekerja sama dalam kelompok, saling membantu antara satu dengan lainnya. Siswa juga berusaha untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi pembelajaran sekaligus untuk meningkatan kecakapan individu dan kelompok. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) menuntut siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran yang memiliki dampak positif terhadap minat dan prestasi belajar sejarah siswa.
Bagan I: Proses Pembelajaran untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Siswa
Pembelajaran Sejarah
Model pembelajaran
Student s Achievement
Division
(STAD)
Proses pembelajaran: - Keaktifan siswa dalam
kelompok
- Siswa menganalisa masalah dalam pembelajaran
- Siswa dapat memecahkan masalah dalam
pembelajaran
Meningkatkan minat dan prestasi belajar
(57)
33
E. Hipotesis Tindakan
1. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student
Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan minat belajar
sejarah siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta.
2. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student
Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan prestasi belajar
sejarah siswa kelas X Teknik Pemesinan A SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta.
(58)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian tindakan yang diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas dengan tujuan memperbaiki praktik pembelajaran di kelas.38 Penelitian tindakan kelas ini pertama kali dikembangkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yaitu prosedur penelitian tindakan kelas dengan empat langkah berikut: (1) perencanaan tindakan (planing), pelaksanaan tindakan (acting) observasi (observing), dan refleksi (reflecting) dalam bentuk siklus.39 Penelitian tindakan kelas merupakan sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang: (a) praktik kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di mana praktik-praktik-praktik-praktik tersebut dilaksanakan.40
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar, meningkatkan profesionalisme guru, dan menumbuhkan budaya akademik di kalangan para guru; peningkatan kualitas praktik pembelajaran di kelas secara terus menerus mengingat masyarakat
38 Saur Tampubolon, Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Pendidik dan Keilmuwan, Erlangga, Jakarta, 2014, hlm. 20
39
Idem, hlm. 20 40
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 46
(59)
35
berkembang secara cepat; peningkatan relevansi pendidikan, hal ini dicapai melalui peningkatan proses pembelajaran; sebagai alat traning in-service, yang memperlengkapi guru dengan skill dan metode baru, mempertajam kekuatan analitisnya dan mempertinggi kesadaran dirinya; peningkatan mutu hasil pendidikan melalui perbaikan praktik pembelajaran di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis keterampilan dan meningkatkan motivasi belajar siswa.41 Penelitian tindakan kelas ini bermanfaat untuk membantu guru memperbaiki mutu pelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, dan memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.42
McNiif (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya PTK adalah perbaikan dan peningkatan. Jika tujuan utama PTK adalah perbaikan dan peningkatan layanan profesional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar maka dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran. Oleh karena itu, fokus PTK terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh pendidik, kemudian dicobakan dan selanjutnya dievaluasi apakah tindakan-tindakan evalusi itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh pendidik atau tidak.43
Penelitian tindakan kelas ini sangat bermanfaat bagi peneliti terutama untuk mengembangkan keprofesionalisme peneliti sebagai calon guru di masa
41
Ibid, hlm. 64
42 Wijaya Kusumah, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Indeks, Jakarta, 2010, hlm. 14 43
Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 2015, hlm. 197
(60)
yang akan datang. Melalui penelitian tindakan kelas ini, membekali peneliti sebagai calon guru serta dapat mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang.
B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta untuk mata pelajaran sejarah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2015/2016 di semester 2, yaitu pada bulan April sampai bulan Mei 2016. Penentuan waktu ini berdasarkan kalender akademik dari sekolah dan juga mengikuti kebijakan dari sekolah dan guru mata pelajaran sejarah. Penentuan waktu ini sangat penting karena penelitian tindakan kelas ini memerlukan dua siklus yang membutuhkan proses pembelajaran yang efektif di kelas.
C. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X Teknik Pemesinan A yang berjumlah 32 orang.
D. Obyek Penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah model pembelajaran Student Teams
(61)
37
sejarah siswa dengan materi “Proses Islamisasi di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Jaringan Keilmuan di Nusantara, Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam, dan Proses Integrasi Nusantara”.
E. Variabel-variabel Penelitian
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat
Variabel bebas (X) : model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD).
Variabel terikat (Y) : - prestasi belajar sejarah - minat belajar sejarah
F. Definisi Operasional
Berikut ini merupakan definisi operasional yang peneliti ambil, antara lain sebagai berikut:
1. Minat adalah suatu kecenderungan yang tetap untuk menaruh perhatian serta menyukai beberapa kegiatan atau bahan ajar tertentu.44
2. Belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan.45 Adapun ciri khas belajar ialah telah terjadi suatu perubahan pada orang yang
44 Suyono dan Hariyanto, op.cit, hlm. 177
(62)
belajar, dia mengalami perubahan dari belum tahu menjadi tahu, baik di bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.46
3. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Dalam hal ini hasil yang dicapai adalah nilai angka dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu kerja sama, keterlibatan dalam diskusi, menanggapi pendapat teman, mengambil giliran, bertanya, mengemukakan pendapat, dan menghargai pendapat teman.
5. Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan model pembelajaran
yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru.
G. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi awal kelas sebelum menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) maupun setelah menerapkan model pembelajaran tersebut.
46
(63)
39
2. Tes
Tes digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan keberhasilan siswa, baik sebelum dimulainya pembelajaran maupun sesudah pembelajaran berlangsung. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung.
3. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan keberhasilan penerapan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
H. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya untuk mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mudah dalam memperoleh data tersebut.47 Ada beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Instrumen Pra Penelitian
Instrumen pra penelitian terdiri dari:
a. Lembar observasi siswa berupa lembar pengamatan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran berlangsung dan lembar skala sikap untuk mengetahui tingkat minat belajar siswa.
(1)
Data Prestasi Siklus I
No Nama Siswa
Pilihan Ganda Uraian Jumlah
Total
Jumlah PG + E 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Jumlah
Total 1 2 3 4 5
1 ABW 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 24 4 4 4 4 4 20 82 2 ASPP 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 21 4 3 4 3 4 18 78 3 AIZ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 20 4 4 4 4 4 20 76 4 AAP 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 20 4 4 3 4 3 18 76 5 AM 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 18 4 5 4 5 5 23 80 6 APS 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 18 4 4 3 4 4 19 76 7 AP 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 18 4 3 4 4 4 19 76 8 AR 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 18 4 3 4 4 4 19 76 9 AADS 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 4 4 5 4 4 21 82 10 AW 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 20 4 4 4 3 3 18 74 11 AA 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 19 3 4 3 4 3 17 72 12 BAA 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 20 3 3 3 3 3 15 70 13 DP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 23 4 4 4 4 3 19 76 14 DZ 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 14 4 3 4 3 4 18 64 15 DIH 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 15 3 4 4 3 4 18 66 16 DK 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 22 4 4 4 4 4 20 80 17 DR 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 20 4 4 4 4 4 20 78 18 DHCN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 21 4 4 4 4 4 20 80 19 DAA 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 17 5 4 4 4 4 21 78 20 DK 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 18 3 3 3 3 2 14 64 21 DJNA 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 3 4 4 4 4 19 82 22 ENA 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 20 4 4 3 4 3 18 78 23 ES 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 21 3 4 4 4 3 18 80 24 FM 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 19 4 4 4 4 4 20 76 25 FYKK 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 21 3 4 4 4 4 19 78 26 FF 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 19 4 3 3 3 4 17 72 27 FS 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 20 4 4 4 4 5 21 80 28 GSP 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 18 3 4 3 4 4 18 72 29 HRD 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 20 4 3 3 3 4 17 74
(2)
Data Prestasi Siklus II
No Nama
Siswa
Pilihan Ganda Uraian
Jumlah Total
Jumlah PG + E
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Jumlah
Total 1 2 3 4 5
1 ABW 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 23 5 5 5 5 4 24 94
2 ASPP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 24 4 4 5 4 5 22 92
3 AIZ 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 20 4 4 4 4 3 19 78
4 AAP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 24 4 3 4 4 4 19 86
5 AM 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 23 5 5 5 4 5 24 94
6 APS 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 19 4 4 3 4 3 18 74
7 AP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 23 4 4 4 4 4 20 86
8 AR 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 19 4 4 3 5 4 20 78
9 AADS 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 22 4 4 4 4 4 20 84
10 AW 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 19 4 4 4 4 4 20 78
11 AA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 24 3 4 5 4 4 20 88
12 BAA 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 23 3 4 3 3 4 17 80
13 DP 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 23 4 4 4 4 5 21 88
14 DZ 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 17 4 4 3 3 4 18 70
15 DIH 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 23 4 4 4 5 4 21 88
16 DK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 23 4 4 4 4 4 20 86
17 DR 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 19 4 5 4 4 4 21 80
18 DHCN 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23 4 3 3 4 4 18 82
19 DAA 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 23 4 4 4 4 4 20 86
20 DK 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 18 3 4 4 3 4 18 72
21 DJNA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 24 4 4 4 4 4 20 88
22 ENA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 24 4 3 4 4 4 19 86
23 ES 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 19 3 4 4 4 4 19 76
24 FM 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 24 4 4 4 4 4 20 88
25 FYKK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25 3 4 4 5 4 20 90
26 FF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 23 3 3 4 4 3 17 80
27 FS 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 19 3 4 5 4 5 21 80
28 GSP 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 19 3 3 4 4 3 17 72
(3)
(4)
(5)
(6)