PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKn DI KELAS IV SD NEGERI JERUKSARI WONOSARI GUNUNGKIDUL.

(1)

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA

DALAM PEMBELAJARAN PKn DI KELAS IV SD NEGERI JERUKSARI WONOSARI GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ninu Widiani NIM 12108241065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Semua guru dapat membawasemua anak ke ruang kelas, tapi tidak semua guru dapat membuat muridnya belajar.”

(Helen Keller)

“Nikmati dan syukuri setiap proses yang kamu jalani, karena proses tidak akan mengkhianati hasil.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini aku persembahkan untuk:

1. Allah SWT, semoga skripsi ini menjadi salah satu bagian dari wujud ibadahku kepadaMu.

2. Bapak, Ibu, dan keluargaku tercinta.


(7)

vii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA

DALAM PEMBELAJARAN PKn DI KELAS IV SD NEGERI JERUKSARI WONOSARI GUNUNGKIDUL

Oleh Ninu Widiani NIM 12108241065

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari yang berjumlah 14 siswa. Desain PTK yang digunakan terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan catatan harian. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi keaktifan siswa, lembar observasi kegiatan guru, dan catatan harian. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif untuk menganalisis data hasil observasi, catatan harian keaktifan siswa, dan keterlaksanaan penerapan model pembelajaran CPS oleh guru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari. Persentase jumlah siswa yang berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian pada pra tindakan 0%, siklus I/1 hanya 7,14%, siklus I/2 menjadi 28,57%. Hasil pengamatan keaktifan siklus I belum berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian yaitu >75% siswa memperoleh skor akhir >2,66 sehingga perlu dilanjutkan penelitian tindakan siklus II. Pada siklus II/1 64,29% siswa kemudian siklus II/2 menjadi 100%. Penelitian tindakan siklus II berhasil mencapai indikator keberhasilan penelitian sehingga tidak perlu dilaksanakan penelitian tindakan lanjutan.

Kata kunci : model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), keaktifan siswa, PKn


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi tugas akhir. Adapun judul skripsi ini yaitu “PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK

MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKn DI

KELAS IV SD NEGERI JERUKSARI WONOSARI GUNUNGKIDUL”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimaksih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan izin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan izin dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ketua Jurusan PSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan izin dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Fathurrohman, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Kepala Sekolah Dasar Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul yang telah

memberikan izin penelitian.

7. Guru-guru SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Kedua orangtuaku, Bapak Irfan Asrono dan Ibu Titi Suharti yang selalu memberi motivasi, doa, dan dukungan secara moril maupun materiil. 9. Keluargaku yang selalu memberikan semangat dan doa.


(9)

ix

10. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pelaku pendidikan atau guru sekolah dasar pada khususnya.

Yogyakarta, 16 Maret 2016 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 9

1. Pengertian Pembelajaran ... 9

2. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 11

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 13

4. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas IV .. 14

B. Keaktifan Siswa ... 17

1. Pengertian Keaktifan Siswa ... 17


(11)

xi

3. Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) ... 21

4. Cara Meningkatkan Keaktifan Siswa ... 22

C. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 25

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 25

2. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 27

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 30

4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 33

5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 34

D. Keterkaitan antara Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 37

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD) ... 40

F. Penelitian yang Relevan ... 43

G. Kerangka Berpikir ... 45

H. Hipotesis Tindakan ... 47

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Desain Penelitian ... 48

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 51

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Instrumen Penelitian ... 52

G. Validasi Instrumen Penelitian ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 54

I. Indikator Keberhasilan ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Lokasi Penelitian ... 56


(12)

xii

1. Deskripsi Pra Tindakan ... 57

2. Pelaksanaan Pra Tindakan ... 58

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ... 60

a. Siklus I ... 61

1) Perencanaan Tindakan Siklus I ... 61

2) Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 62

a) Siklus I pertemuan 1 ... 62

b) Siklus I pertemuan 2 ... 69

3) Pengamatan Siklus I ... 76

a) Pengamatan guru siklus I ... 76

b) Pengamatan siswa siklus I ... 78

4) Refleksi Siklus I ... 88

b. Siklus II ... 91

1) Perencanaan Tindakan Siklus II ... 91

2) Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 92

a) Siklus II pertemuan 1 ... 92

b) Siklus II pertemuan 2 ... 99

3) Pengamatan Siklus II ... 106

a) Pengamatan guru siklus II ... 106

b) Pengamatan siswa siklus II ... 108

4) Refleksi Siklus II ... 115

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Kelas IV

Sekolah Dasar Semester 1 ... 16 Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Kelas IV

Sekolah Dasar Semester 2 ... 16 Tabel 3. Pedoman Kriteria Keaktifan Siswa ... 54 Tabel 4. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Pra Tindakan ... 59 Tabel 5. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Pembelajaran PKn

Siklus I ... 84 Tabel 6. Persentase Siswa yang Berhasil dan Belum Berhasil Mencapai

Indikator Keberhasilan pada Siklus I ... 86 Tabel 7. Perbandingan Persentase Siswa yang Berhasil dan Belum

Berhasil Mencapai Indikator Keberhasilan antara Pra

Tindakan dan Siklus I ... 86 Tabel 8. Kendala pada Siklus I dan Rencana Perbaikan untuk

Pembelajaran pada Pertemuan Berikutnya ... 90 Tabel 9. Hasil Observasi Keaktifan Siswa pada Pembelajaran PKn

Siklus II ... 112 Tabel 10. Persentase Siswa yang Berhasil dan Belum Berhasil Mencapai

Indikator Keberhasilan Pada Siklus II ... 113 Tabel 11. Perbandingan Persentase Siswa yang Berhasil dan Belum

Berhasil Mencapai Indikator Keberhasilan dari Pra Tindakan


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 49 Gambar 2. Guru sedang Menjelaskan Materi kepada Siswa dengan

Metode Ceramah dan Tanya Jawab ... 58 Gambar 3. Guru Menegaskan Masalah yang Disajikan dalam LKS

ketika Siswa Duduk dalam Kelompok ... 66 Gambar 4. Diskusi dalam Kelompok 2 Berjalan Kurang Baik karena

ada Siswa yang Kurang Aktif ... 67 Gambar 5. Guru Menjelaskan Petunjuk Kegiatan yang akan Dilakukan

oleh Siswa dan Mempertegas Masalah yang Tersaji dalam

LKS dengan Menuliskan di Papan Tulis ... 73 Gambar 6. Kegiatan Diskusi Penyelesaian Masalah dalam Kelompok

1 yang Berjalan Cukup Baik ... 74 Gambar 7. Guru Kurang Aktif Membimbing Diskusi Siswa ... 74 Gambar 8. Siswa sedang Berdiskusi dengan Menggunakan Name Tag

yang Ditempelkan pada Baju Siswa ... 79 Gambar 9. Diagram Perbandingan Persentase Siswa yang Berhasil dan

Belum Berhasil Mencapai Indikator Keberhasilan antara

Pra Tindakan dan Siklus I ... 87 Gambar 10. Guru Menjelaskan Petunjuk Kegiatan yang akan Dilakukan

oleh Siswa dan Mempertegas Masalah yang Tersaji dalam

LKS ... 96 Gambar 11. Diskusi dalam Kelompok 1 (kiri) dan 2 (kanan) Berjalan

Baik dan Diskusi Telah Selesai ... 97 Gambar 12. Diskusi dalam Kelompok 3 dan Berjalan Baik dan Diskusi

Telah Selesai ... 97 Gambar 13. Guru Menjelaskan Materi Mengenai KPU ... 101 Gambar 14. Guru Menjelaskan Petunjuk Kegiatan yang akan Dilakukan

oleh Siswa dan Mempertegas Masalah yang Tersaji dalam

LKS dengan Menuliskan di Papan Tulis ... 103 Gambar 15. Diskusi dalam Kelompok 1 Berjalan Baik dan Siswa Terlihat

Antusias Mengerjakan LKS ... 104 Gambar 16. Diskusi dalam Kelompok 2 Berjalan Baik dan Siswa Terlihat

Antusias Mengerjakan LKS ... 104 Gambar 17. Diskusi dalam Kelompok 3 Berjalan Baik dan Siswa Terlihat


(15)

xv

Gambar 18. Diagram Perbandingan Persentase Siswa yang Berhasil dan Belum Berhasil Mencapai Indikator Keberhasilan dari


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 135

Lampiran 2. Lembar Observasi Keaktifan Siswa ... 158

Lampiran 3. Hasil Pekerjaan Siswa pada LKS ... 160

Lampiran 4. Hasil Observasi Kegiatan Guru ... 164

Lampiran 5. Catatan Harian ... 169


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Depdiknas, 2006: 3). Pelaksanaan prinsip penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 (Depdiknas, 2006: 8) yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional di atas maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya. Aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sumber daya manusia


(18)

2

Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.

Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai sejak dari pendidikan dasar. Siswa-siswa sekolah dasar merupakan bibit yang kelak akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut akan tercapai apabila sejak pendidikan dasar siswa telah dituntun untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungan. Peran dari seorang guru pada hakikatnya adalah membantu siswa dalam mengembangkan diri siswa. Guru juga berperan membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Hal ini tidak hanya masalah dalam belajar, namun masalah-masalah yang lain.

Sekolah Dasar (SD) Negeri Jeruksari merupakan lembaga formal yang terletak di Jalan Taman Bhakti, Jeruk Kepek, Wonosari, Gunungkidul. SD Negeri Jeruksari memiliki visi dan misi yang harus diwujudkan. Awal berdiri sekolah tersebut merupakan sekolah Instruksi Presiden (Inpres) yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat di Wonosari sehingga jumlah siswa di sekolah tersebut sangat sedikit. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD Negeri Jeruksari pada hari Kamis, 1 Oktober 2015, kurikulum yang diterapkan di SD Negeri Jeruksari menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembelajaran pada seluruh kelas di SD Negeri Jeruksari, guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Guru menjelaskan


(19)

3

dengan menggunakan bahasa Indonesia yang terkadang disisipi bahasa Jawa untuk membantu pemahaman siswa. Guru menjelaskan dengan menggunakan media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi untuk membantu pemahaman siswa di antaranya penggunaan media powerpoint, peta, dan globe pada pembelajaran di kelas V. Guru membentuk kelompok belajar yang di setiap kelompok terdiri dari siswa yang pandai, sedang, dan kurang pandai. Guru berusaha mengaktifkan siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi. Guru menggunakan metode diskusi dalam kelompok di kelas II, jumlah siswa tiap kelompok hanya 2-3 siswa, karena siswa akan sulit terkondisi jika jumlah anggota kelompok terlalu banyak. Guru juga menggunakan media gambar-gambar berwarna dan lagu-lagu yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar ketika pembelajaran. Tujuannya untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran. Guru juga membawa benda-benda konkret seperti tumbuhan untuk menerangkan bagian-bagian tumbuhan di kelas II. Secara keseluruhan keaktifan siswa di kelas rendah sangat baik. Siswa aktif mengajukan pertanyaan ataupun menjawab pertanyaan dari guru. Rasa ingin tahu siswa cukup tinggi. Guru meminta siswa maju ke depan untuk mengerjakan soal, siswa berebut maju ke depan untuk mendapatkan nilai tambah dan ingin mendapatkan pujian dari guru. Guru kelas III memberi pertanyaan mengenai penjumlahan pada siswa dan siswa berebut ingin menjawab. Terkadang siswa ramai, namun ketika guru menegur, siswa kembali tenang dan mengikuti pembelajaran.


(20)

4

Guru kelas IV dan V juga menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi dalam kelompok. Peneliti melakukan pengamatan seluruh pembelajaran pada hari Kamis, 1 Oktober 2015 di kelas IV. Guru menjelaskan materi mengenai pemerintahan desa dan kota. Guru menjelaskan dengan menggunakan media peta Kabupaten Gunungkidul. Guru juga menggambar bagan struktur pemerintahan desa dan peta posisi provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di papan tulis untuk membantu pemahaman siswa. Guru mencoba mengaktifkan siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi pembelajaran, namun keaktifan siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih kurang. Peneliti mengamati siswa yang duduk di belakang, siswa mengobrol dengan teman sebangku. Beberapa siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan membuang sampah ataupun ke kamar kecil. Siswa yang duduk di pojok belakang, sibuk bermain dengan mainan yang dibawa dan ada juga yang makan ketika guru sedang menjelaskan. Guru memberi pertanyaan mengenai materi yang dijelaskan, siswa tidak menjawab dan ketika diberi kesempatan untuk bertanya, siswa diam kemudian menunduk melihat ke arah buku meskipun sudah ditunjuk oleh guru. Hal tersebut menandakan rasa ingin tahu siswa masih rendah terhadap pembelajaran PKn. Siswa yang merespon pertanyaan guru cenderung siswa yang sama. Siswa juga merespon pertanyaan guru dengan bahasa Jawa yang kurang sopan. Beberapa siswa tidak mencatat apa yang dituliskan guru di papan tulis. Beberapa siswa berbuat usil dengan menyembunyikan alat tulis teman sehingga menimbulkan


(21)

5

keributan. Upaya guru dalam mengelola kelas kurang optimal, terbukti dari siswa sulit dikondisikan untuk memperhatikan penjelasan guru saat proses pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran tersebut perlu adanya suatu upaya untuk mengadakan perbaikan dan meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membawa suasana belajar yang menyenangkan dan dapat mengembangkan keaktifan siswa. Suasana belajar yang menyenangkan dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dan menarik, guru akan mampu mendorong siswa terlibat secara aktif.

Banyak model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif model pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model pembelajaran CPS merupakan model yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, membantu siswa dalam memahami pelajaran, serta diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang baik sebab dalam penerapannya siswa diberikan masalah untuk dipecahkan. Peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas berdasarkan ulasan latar belakang dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving


(22)

6

(CPS) untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran PKn di Kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Keaktifan siswa kelas IV dalam pembelajaran PKn masih kurang.

2. Rasa ingin tahu siswa kelas IV terhadap pembelajaran PKn masih rendah. 3. Kesopanan dalam berbicara siswa kelas IV kepada guru masih kurang. 4. Upaya guru dalam mengelola kelas kurang optimal, terbukti dari siswa

sulit dikondisikan untuk memperhatikan penjelasan guru saat proses pembelajaran berlangsung.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas tidak semua diteliti, maka dibatasi pada permasalahan keaktifan siswa kelas IV dalam pembelajaran PKn masih kurang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul ?”


(23)

7 E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul melalui model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain. 1. Secara Teoritis

Penelitian ini memberi masukan sekaligus menambah pengetahuan serta wawasan mengenai upaya meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). 2. Secara Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini memberi masukan dalam menentukan kebijakan dan dalam mendorong peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar. b. Bagi Guru

Penelitian ini memberikan pengalaman menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang nantinya diharapkan dapat menginspirasi guru untuk selalu mengembangkan model pembelajaran lainnya.


(24)

8 c. Bagi Siswa

Penelitian ini memotivasi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar.


(25)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses penyampaian informasi kepada siswa (W. Gulo, 2004: 4-5). Tujuan pembelajaran adalah memberi pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Guru profesional tidak hanya berpikir tentang apa yang akan diajarkan dan bagaimana cara mengajarkan, tetapi guru juga memikirkan tentang siapa yang menerima pembelajaran, apa makna belajar bagi siswa, dan kemampuan apa yang ada pada diri siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Melalui proses pembelajaran berarti siswa mampu meningkatkan kemampuan untuk memproses, menemukan, dan menggunakan informasi bagi pengembangan dirinya dalam sebuah lingkungan.

Wina Sanjaya (2012: 26) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi yang ada dalam diri siswa maupun yang ada di luar diri siswa sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar. Potensi yang ada dalam diri siswa meliputi minat, bakat, dan kemampuan dasar termasuk gaya belajar. Potensi yang ada di luar diri siswa meliputi lingkungan, sarana, dan sumber belajar. Pembelajaran tidak hanya menitikberatkan


(26)

10

pada kegiatan guru atau siswa saja, akan tetapi guru dan siswa bersama-sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Kajian mengenai pembelajaran menurut Gagne (Wina Sanjaya, 2012: 27) mengajar atau “teaching” merupakan bagian dari dari pembelajaran, dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Proses pembelajaran akan efektif manakala memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia termasuk memanfaatkan berbagai sumber belajar.

Hikmah pembelajaran sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman yang dikembangkan melalui saling berbagi, sehingga memberikan keuntungan bagi yang lain (Suyono dan Hariyanto, 2014: 15). Siswa dengan saling berbagi diharapkan mampu memperoleh hikmah pembelajaran berdasarkan pengalaman belajar di dalam kelas dan dalam situasi pembelajaran lain di sekolah. Memperoleh hikmah pembelajaran diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Berdasarkan beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan hubungan kerja sama antara guru dengan siswa untuk memperoleh suatu pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui proses pengajaran dan dapat mengaktifkan siswa, sehingga proses pengajaran dapat lebih bermakna dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan yang


(27)

11

ingin dicapai telah tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru. Proses pembelajaran tersebut, guru akan merealisasikan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.

2. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan sarana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia dalam bentuk perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan dapat dilaksanakan secara formal maupun informal. Pendidikan secara formal dapat dilaksanakan pada lembaga yang biasa disebut sekolah, sedangkan pendidikan secara informal dapat dilaksanakan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Materi dalam mata pelajaran PKn membahas tentang konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia, sehingga mata pelajaran PKn sangat penting untuk dipelajari


(28)

12

dan dipahami sejak dini, beranjak dari usia Sekolah Dasar (SD) agar terwujudnya nilai-nilai yang diajarkan dalam PKn. Nilai-nilai tersebut di antaranya pendidikan nilai demokrasi, pendidikan nilai moral, dan pendidikan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjang kemajuan bangsa.

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan siswa pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia, dan suku bangsa dengan tujuan sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 yaitu untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter (Arnie Fajar, 2005: 141). Tujuan dicapai dengan merefleksikan diri dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran PKn membantu siswa mengembangkan pemahaman, baik materi maupun keterampilan intelektual, dan partisipatori dalam kegiatan sekolah.

Selanjutnya, Zamroni (Azyumardi Azra, 2003: 7) mengemukakan bahwa PKn merupakan pendidikan demokrasi yang memiliki tujuan mempersiapkan warga masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak secara demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran pada generasi baru bahwa demokrasi dapat menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu proses dan bukan hasil meniru dari masyarakat lain. Nilai-nilai demokrasi perlu diterapkan dan diajarkan sejak dini agar nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan dengan baik.


(29)

13

Membantu siswa menjadi warga negara yang demokratis melalui kegiatan seluruh program sekolah, kegiatan belajar mengajar dalam kelas yang dapat menumbuhkan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis, dan pengalaman serta kepentingan masyarakat untuk hidup bernegara. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, PKn adalah program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), dan masyarakat madani yang dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis.

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik. Sedangkan, tujuan mata pelajaran PKn yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012: 9) adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi kepada siswa sebagai berikut. a. Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

b. Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan baik di masyarakat, bangsa, dan negara.


(30)

14

berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa lain secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk (a) membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab, (b) membentuk warga yang baik dan demokratis, (c) membentuk siswa untuk berpikir kritis, (d) mengembangkan kultur demokratis, dan (e) membentuk siswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab (Azyumardi Azra, 2003: 10). Tujuan di atas akan mudah tercapai jika pendidikan nilai moral dan norma tetap ditanamkan pada siswa sejak usia dini, karena jika siswa sudah memiliki nilai moral yang baik, maka tujuan untuk membentuk warga negara yang baik akan mudah diwujudkan. Berdasarkan ulasan mengenai tujuan pembelajaran PKn tersebut, maka peneliti menyimpulkan tujuan PKn adalah untuk menjadikan warga negara yang baik, yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

4. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas IV Pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Melalui proses pembelajaran, diharapkan siswa dapat mencapai kompetensi dasar secara tuntas. Banyak komponen pendidikan yang berpengaruh dalam


(31)

15

proses pencapaian kompetensi dasar siswa. Komponen-komponen tersebut antara lain siswa, guru, sumber belajar, lingkungan, sarana, dan prasarana yang mendukung.

Pembelajaran di kelas hendaknya ditekankan pada pembelajaran siswa aktif, sehingga peran guru sebagai fasilitator. Menurut Mathews (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012: 37-39), kelas yang dapat mengaktifkan siswanya memiliki syarat-syarat sebagai berikut.

a. Guru dan siswa bertanggung jawab menciptakan iklim kelas yang baik.

b. Guru menjadi model dan pendorong untuk siswa berpikir kritis. c. Menciptakan atmosfer kelas yang mendorong siswa melakukan

penemuan dan memiliki wawasan pemikiran yang lebih terbuka. d. Siswa diberikan dorongan untuk berpikir secara benar yaitu tentang

cara mereka berpikir, menemukan, dan komunikasi dalam pembelajaran.

e. Penataan ruang kelas yang memudahkan siswa bekerjasama antara siswa yang satu dengan lainnya.

Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan tujuan yang akan dicapai siswa melalui proses pembelajaran. Guru berperan membantu siswa untuk mencapai seluruh kompetensi yang sudah tercantum dalam kurikulum dengan melakukan pembelajaran secara sistematis. Berikut diuraikan tentang


(32)

16

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn kelas IV Sekolah Dasar yang termuat dalam Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012: 27-28).

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Kelas IV Sekolah Dasar Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami sistem

pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan

3.1Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan

3.2Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintahan kecamatan

2. Memahami sistem pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi

4.2Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi

4.3Menggambarkan struktur organisasi kabupaten, kota, dan provinsi

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Kelas IV Sekolah Dasar Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3. Mengenal sistem

pemerintahan tingkat pusat

3.1Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat, seperti MPR, DPR, Presiden, MA, MK, dan BPK dll

3.2Menyebutkan organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri

4. Menunjukkan sikap terhadap globalisasi di lingkungannya

4.1Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya

4.2Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional

4.3Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran PKn Kelas IV, secara keseluruhan dapat diterapkan model pembelajaran CPS, namun penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tetap mengikuti pembelajaran di sekolah yang akan dituju.


(33)

17 B. Keaktifan Siswa

1. Pengertian Keaktifan Siswa

Proses pembelajaran tidak akan lepas dari interaksi antara guru dan siswa. Aktivitas siswa menjadi sesuatu hal penunjang terjadinya interaksi tersebut. Sardiman A.M. (2007: 97-100) mengemukakan bahwa aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar. Tanpa adanya aktivitas, belajar tidak mungkin berjalan dengan baik karena pada hakikatnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku menjadi tindakan (aktivitas). Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Aktivitas fisik meliputi mendengar, menulis, membaca, dan lain-lain. Aktivitas mental meliputi memecahkan permasalahan, membandingkan konsep, menyimpulkan hasil pengamatan, dan lain-lain.

Pada kegiatan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar akan membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat, sehingga dapat terhindar dari tindakan yang akan merugikan siswa. Prinsip-prinsip pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Waluyo Adi, 2000: 15), meliputi perhatian, motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan, penguatan, dan perbedaan individu. Pada penelitian ini, secara khusus akan mengkaji mengenai keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Keaktifan siswa sangat diperlukan ketika proses pembelajaran berlangsung, seperti yang dikemukakan oleh John Dewey (Waluyo Adi, 2000: 17) bahwa belajar berkaitan dengan sesuatu yang dikerjakan dan


(34)

18

misi aktif siswa. Teori Behavioristik menjelaskan bahwa dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang berupa respon. Menurut teori ini belajar adalah proses interaksi antara stimulus atau rangsangan yang berupa serangkaian kegiatan yang bertujuan agar mendapatkan respon dari kegiatan tersebut. Teori Kognitif menjelaskan bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya jiwa yang aktif dan jiwa yang mengolah informasi yang diterima. Berdasarkan teori-teori belajar di atas, tanpa adanya keaktifan siswa maka kegiatan belajar tidak berkualitas. Siswa dituntut untuk mampu mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya.

Penerapan prinsip keaktifan siswa oleh guru dalam kegiatan pembelajaran menurut Waluyo Adi (2000: 17-18), dapat dilihat dalam kegiatan sebagai berikut.

a. Menggunakan metode dan media yang bermacam-macam dalam pembelajaran pada siswa secara individu maupun kelompok.

b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dalam kelompok dan bertanya jawab.

c. Memberikan tugas pada siswa untuk mempelajari materi dan hal-hal yang belum dipahami.

d. Memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan dan penyelesaian masalah secara berkelompok.

Keaktifan sangat penting dalam proses pembelajaran karena dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang ada dalam diri siswa,


(35)

19

berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Keaktifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran berupa aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar meliputi pengetahuan, pemahaman, aspek-aspek tingkah laku lainnya serta mengembangkan keterampilan yang bermakna. Keterampilan tersebut baik yang dapat diamati (konkret) seperti mendengar, menulis, membaca, menyanyi, menggambar, dan berlatih maupun yang sulit diamati (abstrak) seperti menggunakan pengetahuan dalam memecahkan permasalahan, membandingkan konsep, menyimpulkan hasil pengamatan, dan lain-lain.

2. Indikator Keaktifan Siswa

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan dalam pembelajaran apabila memiliki ciri-ciri seperti sering bertanya kepada guru atau siswa lain mengenai hal yang belum dipahami dalam pembelajaran, mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, dan mampu menjawab pertanyaan.

Nana Sudjana (2009: 61) menyebutkan beberapa kegiatan yang mencerminkan keaktifan siswa. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal sebagai berikut.

a. Ikut serta dalam melaksanakan tugas belajar. b. Terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.


(36)

20 masalah yang dihadapi.

d. Mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

e. Melakukan diskusi dalam kelompok sesuai dengan petunjuk guru. f. Melakukan penilaian terhadap kemampuan dirinya dan hasil-hasil

yang diperoleh.

g. Melatih diri dalam memecahkan permasalahan yang sejenis.

h. Menerapkan apa yang telah diperoleh untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Kemudian, Sriyono (1992: 75) menjelaskan bahwa keaktifan adalah pada waktu guru mengajar guru harus mengusahakan agar siswa dapat aktif secara jasmani dan rohani. Syaiful Sagala (2006: 124-134) menambahkan teori mengenai keaktifan jasmani dan rohani sebagai berikut.

a. Keaktifan indera yaitu pendengaran, penglihatan, peraba. Siswa dirangsang agar dapat menggunakan alat indera sebaik mungkin. b. Keaktifan akal yaitu akal siswa harus aktif atau diaktifkan untuk

memecahkan masalah, berpendapat, dan mengambil keputusan. c. Keaktifan ingatan yaitu pada saat mengajar, siswa harus aktif

menerima materi pembelajaran yang disampaikan guru dan menyimpan dalam otak, kemudian pada suatu saat siswa akan siap mengutarakan materi pembelajaran tersebut.


(37)

21

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran berupa aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar meliputi pengetahuan, pemahaman, aspek-aspek tingkah laku lainnya serta mengembangkan keterampilan yang bermakna. Keterampilan tersebut baik yang dapat diamati (konkret) seperti mendengar, menulis, membaca, menyanyi, menggambar, dan berlatih maupun yang sulit diamati (abstrak) seperti menggunakan pengetahuan dalam memecahkan permasalahan, membandingkan konsep, menyimpulkan hasil pengamatan, dan lain-lain.

3. Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sangat penting karena dalam PKn banyak materi-materi mengenai pemecahan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti musyawarah, demokrasi, penerapan sikap kejujuran, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Siswa sebagai subjek didik yang merencanakan dan melaksanakan belajar. Bentuk-bentuk keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang akan digunakan sebagai indikator aspek pengamatan ketika menerapkan model pembelajaran CPS pada pembelajaran PKn antara lain.

a. Terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah dengan mengemukakan pendapat dalam kelompok.


(38)

22

b. Menanggapi dan menghargai pendapat teman dalam kegiatan diskusi kelompok.

c. Berdiskusi membuat alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam diskusi kelompok.

d. Mempresentasikan hasil diskusi dan menanggapi presentasi dari kelompok lain.

4. Cara Meningkatkan Keaktifan Siswa

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran menurut H.E. Mulyasa (2013: 188) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Mengembangkan keberanian dan rasa percaya diri siswa serta mengurangi perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan dalam pembelajaran.

b. Memberi kesempatan pada siswa untuk berkomunikasi secara aktif dan terarah.

c. Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan penilaian hasilnya.

d. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter. e. Melibatkan mereka secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan

dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

Selain adanya aktivitas belajar yang melibatkan siswa, motivasi juga dapat mempengaruhi keaktifan siswa dalam belajar. Beberapa hal


(39)

23

yang dapat menimbulkan motivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran menurut Masnur Muslich (2011: 68) sebagai berikut.

a. Siswa megetahui maksud dan tujuan pembelajaran

Apabila siswa mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka ikuti, siswa akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif.

b. Tersedia fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung Keaktifan siswa akan timbul apabila terdapat fasilitas, sumber belajar yang menarik dan cukup untuk mendukung kegiatan belajar. Begitu juga dengan kondisi lingkungan yang kondusif akan membiat siswa bersemangat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. c. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap siswa

Guru harus membangun dan menjaga interaksi dengan siswa. Pemberian apresiasi terhadap pendapat atau gagasan dari masing-masing siswa juga penting untuk menghargai potensi masing-masing-masing-masing siswa dan menjaga siswa untuk selalu percaya diri.

d. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam pembelajaran

Penerapan pemberian reward atau punishment dalam pembelajaran berlangsung secara konsisten dan adil. Hal ini akan berdampak negatif bagi siswa jika dalam penerapannya terjadi kesalahan.

e. Adanya pemberian penguatan dalam pembelajaran


(40)

24

siswa baik secara oral maupun perlakuan. Pemberian penguatan penting untuk menumbuhkan motivasi siswa sehingga siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

f. Jenis kegiatan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan menantang

Pemilihan kegiatan yang bersifat menarik, menyenangkan, dan menantang dapat menjaga keaktifan peserta didk dalam proses pembelajaran.

g. Penilaian hasil belajar dilakukan secara serius, objektif, teliti, dan terbuka

Penilaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan hasil penilaian harus diumumkan secara terbuka. Hasil penilaian sangat berpengaruh pada semangat siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas dilakukan dengan memberikan sejumlah aktivitas yang dapat mengaktifkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan serta memunculkan hal-hal yang dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Hal ini dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru ketika pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membawa suasana belajar yang menyenangkan dan dapat mengembangkan keaktifan siswa. Suasana belajar yang menyenangkan dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam


(41)

25

mencapai prestasi belajar yang baik. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dan menarik, guru akan mampu mendorong siswa terlibat secara aktif.

Banyak model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif model pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model pembelajaran CPS merupakan model yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, membantu siswa dalam memahami pelajaran, serta diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang baik sebab dalam penerapannya siswa diberikan masalah untuk dipecahkan.

C. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model menurut Udin S. Winataputra (2001: 3) diartikan sebagai “kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan”. Model pembelajaran didefinisikan lebih lanjut oleh Udin S. Winataputra (2001: 3) yaitu:

“kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran”.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang tertata dan tersusun secara sistematis. Model pembelajaran


(42)

26

menurut Trianto (2010: 51) adalah suatu perencanaan yang dibuat dan digunakan untuk merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran, tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Seperti pendapat Joyce (Trianto, 2010: 51) bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di dalam kelas maupun tempat lain (Joyce dan Weill dalam Miftahul Huda, 2013: 73). Model pembelajaran dirancang dengan melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran menekankan bagaimana membantu siswa belajar mengkonstruksi pengetahuannya.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut seperti yang disebutkan oleh Kardi dan Nur (Trianto, 2010: 55) antara lain:

“(1) rasional, teoritis, logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai”.


(43)

27

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perencana pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda-beda.

2. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pertengahan tahun 1950 di Buffalo, para pejabat pendidikan yang dikoordinasi oleh Osborn saling bertukar metode dan teknik untuk mengembangkan kreativitas yang bisa berguna bagi masyarakat (Parnes dalam Miftahul Huda, 2013: 297-298). Diskusi tersebut menghasilkan model pembelajaran yang dikenal dengan Creative Problem Solving (CPS). CPS merupakan model untuk menyelesaikan masalah secara kreatif. Guru berperan mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif. Guru menyediakan materi pembelajaran atau topik diskusi yang dapat merangsang siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental untuk mendapatkan dan menemukan suatu jawaban, gagasan, penyelesaian masalah, dan pernyataan serta memunculkan suatu ide baru. Melalui berpikir kreatif, siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, namun siswa juga berusaha mencari dan memberikan informasi dalam proses pembelajaran. Siswa yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu,


(44)

28

ingin mencoba-coba, berpetualang, memiliki banyak ide, mampu mengelaborasi beberapa pendapat, suka bermain, dan intuitif.

Memecahkan masalah secara kreatif merupakan proses menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah dengan kemampuan kreatif yang menurut Guilford (Sujarwo, 2011: 172) tercermin dalam lima perilaku sebagai berikut.

a. Fluency yaitu kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.

b. Fleksibility yaitu siswa mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda dalam mengatasi masalah.

c. Originality yaitu siswa mampu memberikan jawaban yang jarang atau langka dan berbeda dengan jawaban siswa lain pada umumnya. d. Elaboration yaitu siswa mampu menyatakan gagasan secara

terperinci. Siswa yang kreatif tidak sekedar mengemukakan ide, tetapi juga mengembangkan gagasan yang dikemukakan.

e. Sensitivity yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.

Model pembelajaran CPS menurut Pepkin (Masnur Muslich, 2011: 221) adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan siswa pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan pada diri siswa. Penggunaan model CPS pada pembelajaran, siswa dihadapkan dengan suatu pertanyaan kemudian siswa memecahkan masalah dengan memilih dan mengembangkan


(45)

29

tanggapannya terhadap masalah tersebut. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa berpikir, tetapi menekankan pada keterampilan memecahkan masalah dan memperluas proses berpikir.

Model pembelajaran CPS merupakan segala cara yang dikerahkan oleh siswa dalam berpikir kreatif dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan secara kreatif (Sujarwo, 2011: 178). Solusi yang diberikan untuk memecahkan masalah adalah solusi kreatif. Solusi kreatif dalam pemecahan masalah dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, banyak alternatif pemecahan masalah, ide baru dalam pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. Model pembelajaran CPS didasari oleh ketekunan, masalah, dan tantangan yang dapat diimplementasikan dalam komponen pembelajaran.

Gambaran singkat mengenai model pembelajaran CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Materi pembelajaran tidak terbatas hanya pada buku teks, tetapi diambil dari sumber lingkungan seperti peristiwa kemasyarakatan atau peristiwa dalam lingkungan sekolah. Materi tersebut terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).


(46)

30

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model pembelajaran CPS berusaha mengembangkan pemikiran divergen dengan mencari berbagai alternatif pemecahan masalah secara kreatif. Menurut Sujarwo (2011: 178-179), ada lima langkah model pembelajaran CPS dengan melibatkan imajinasi dan pembenaran. Langkah-langkah tersebut antara lain 1) penemuan fakta dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan pokok atau sub pokok bahasan, 2) penemuan masalah berdasarkan fakta-fakta yang telah dihimpun kemudian ditentukan masalah untuk dipecahkan, 3) penemuan gagasan dengan menjaring sebanyak mungkin alternatif jawaban untuk memecahkan masalah, 4) penemuan jawaban diawali dengan penentuan tolak ukur atas kriteria pengujian jawaban sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan, 5) penemuan penerimaan diawali dengan ditemukan kelebihan dan kekurangan gagasan kemudian menyimpulkan penyelesaian masalah yang dibahas.

Langkah-langkah pembelajaran di atas menurut pendapat Sujarwo memiliki sedikit perbedaan dengan pendapat Pepkin. Adapun proses dari model pembelajaran CPS menurut Pepkin (Masnur Muslich, 2011: 224), terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut.

a. Klarifikasi masalah

Klarifikasi masalah merupakan kegiatan menjelaskan masalah yang diajukan kepada siswa, agar siswa dapat memahami tentang


(47)

31

penyelesaian masalah seperti yang diharapkan. b. Pengungkapan pendapat

Pada tahap ini, siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai strategi penyelesaian masalah yang dihadapi.

c. Evaluasi dan pemilihan

Siswa dalam diskusi kelompok, mendiskusikan pendapat mengenai strategi penyelesaian masalah yang cocok untuk diterapkan.

d. Implementasi

Pada tahap ini, siswa menentukan strategi penyelesaian masalah yang diambil untuk menyelesaikan masalah kemudian siswa menerapkan strategi tersebut sehingga masalah yang dihadapi dapat terselesaikan.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran menurut Sujarwo dan Pepkin, apabila dibandingkan maka terdapat sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat dalam langkah penemuan fakta dari pendapat Sujarwo yang tidak ada dalam pendapat Pepkin. Perbedaan selanjutnya yaitu langkah implementasi dalam pendapat Pepkin tidak terdapat dalam pendapat Sujarwo. Langkah-langkah model pembelajaran CPS menurut Sujarwo diawali dengan penemuan fakta dan langkah-langkah model pembelajaran CPS menurut Pepkin diawali dengan klarifikasi masalah.

Proses CPS berdasarkan kriteria OFPISA menurut Osborn-Parnes (Miftahul Huda, 2013: 298-300) sebagai berikut.


(48)

32 a. Objective Finding

Siswa dibagi dalam kelompok. Siswa berdiskusi masalah yang diberikan guru dengan memberikan pendapat mengenai tujuan dan sasaran yang digunakan untuk kerja kreatif siswa.

b. Fact Finding

Siswa mengemukakan pendapat mengenai fakta-fakta yang berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar semua pendapat yang dihasilkan siswa. Guru memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan dari daftar fakta, fakta apa saja yang relevan dengan sasaran dan solusi dari permasalahan.

c. Problem Finding

Mendefinisikan kembali masalah agar siswa lebih mendalami masalah tersebut sehingga siswa mendapatkan solusi yang lebih jelas.

d. Idea Finding

Mendaftar gagasan siswa agar bisa memilih solusi yang tepat untuk memecahkan masalah.

e. Solution Finding

Gagasan yang dianggap tepat menyelesaikan masalah dievalusi secara bersama-sama dengan melakukan brainstorming nilai positif dan negatifnya dari solusi yang sudah dipilih tadi. Hasil evaluasi ini adalah penilaian akhir atas gagasan yang pantas menjadi solusi dari permasalahan.


(49)

33 f. Acceptance Finding

Siswa sudah mampu menyelesaikan masalah-masalah secara kreatif. Gagasan-gagasan siswa diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dalam berbagai situasi di kehidupan nyata.

Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah model pembelajaran CPS menurut Sujarwo, Pepkin, dan Osborn-Parnes memiliki kesamaan. Pertama, langkah-langkah model pembelajaran CPS menurut pendapat Osborn-Parnes dan Pepkin sama-sama dilakukan dalam kelompok. Kedua, langkah fact finding dan acceptance finding menurut pendapat Osborn-Parnes sama dengan pendapat Sujarwo yaitu penemuan fakta dan penerimaan. Ketiga, langkah problem finding, idea finding, dan solution finding menurut pendapat Osborn-Parnes sama dengan pendapat Pepkin yaitu penemuan masalah, gagasan, dan solusi. 4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Creative Problem Solving

(CPS) dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran PKn sangat penting karena dalam PKn banyak materi-materi mengenai pemecahan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti musyawarah, demokrasi, penerapan sikap kejujuran, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Langkah-langkah model pembelajaran CPS yang akan diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk meningkatkan keaktifan siswa secara operasional sebagai berikut.


(50)

34

kemampuan siswa yang heterogen terdiri dari siswa yang pandai, sedang, dan kurang pandai.

b. Guru menjelaskan petunjuk kegiatan yang akan dilakukan siswa. c. Guru menyajikan situasi problematik dan menjelaskan prosedur

solusi kreatif kepada siswa dengan memberikan pertanyaan, pernyataan problematis, dan tugas.

d. Mencari informasi mengenai penyebab timbulnya masalah dengan cara siswa diberi kesempatan untuk berpendapat (brainstorming), baik berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa, membaca referensi, maupun mencari data atau informasi dari lapangan kemudian siswa mencoba menyelesaikan masalah dengan diskusi dalam kelompok.

e. Menjelaskan solusi kreatif hasil diskusi dalam kelompok (presentasi) kemudian dibahas dengan kelompok lain dan didampingi oleh guru. 5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS)

Model pembelajaran CPS menuntut keaktifan siswa dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah yang disajikan oleh guru. Model pembelajaran CPS banyak menumbuhkan aktivitas belajar, baik secara individual maupun secara berkelompok. Oleh sebab itu, sebelum model pembelajaran ini diterapkan guru harus mempersiapkan secara matang, baik persiapan masalah yang akan disajikan pada siswa, sumber belajar, waktu yang diperlukan, maupun pengelompokkan siswa.


(51)

35

Kelebihan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran CPS menempatkan siswa aktif dalam pembelajaran karena guru lebih banyak menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar (Sujarwo, 2011: 179-180). Siswa diberikan kesempatan untuk belajar mandiri dan mengeksplorasi kemampuannya dalam pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator, menyediakan sumber belajar, petunjuk belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan media pembelajaran. Peran guru sebagai motivator, guru memotivasi siswa dengan memberi penguatan berupa umpan balik bagi siswa. Peran guru sebagai dinamisator, guru memberi rangsangan dalam mencari, mengumpulkan, dan menemukan informasi untuk pemecahan masalah. Siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah yang sudah disajikan dalam pembelajaran.

Kelebihan lain dari model pembelajaran CPS sebagaimana pendapat dari Nana Sudjana (2010: 93-94) sebagai berikut.

a. Siswa memperoleh pengalaman praktis dengan melakukan suatu penemuan melalui proses mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

b. Kegiatan belajar lebih menarik sebab tidak terikat di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas sehingga tidak membosankan dan dapat meningkatkan keaktifan siswa.

c. Bahan pengajaran lebih dihayati dan dipahami oleh siswa sebab teori disertai oleh praktek.


(52)

36

d. Siswa dapat belajar dari berbagai sumber, baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga memperoleh pengalaman yang lebih banyak.

e. Interaksi antar siswa lebih banyak karena hampir setiap langkah pemecahan masalah dilakukan secara berkelompok.

f. Melatih siswa untuk berpikir kritis dan bertindak kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

g. Melatih siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara logis dan sistematis.

Nana Sudjana (2010: 94) juga menyebutkan beberapa kekurangan model pembelajaran CPS sebagai berikut.

a. Menuntut sumber dan sarana belajar yang cukup, termasuk waktu yang lebih panjang dibandingkan model pembelajaran lain untuk kegiatan belajar siswa.

b. Jika kegiatan belajar tidak terkontrol oleh guru, maka kegiatan belajar bisa membawa resiko yang merugikan siswa, misalnya kegiatan belajar tidak optimal karena sikap tak acuh siswa.

c. Apabila masalah yang disajikan tidak berbobot, maka usaha siswa memecahkan masalah hanya bersifat asal-asalan sehingga cenderung menerima jawaban atau dugaan sementara.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran CPS menurut Nana Sudjana, hampir sama dengan pendapat Wina Sanjaya (2006: 218-219). Wina Sanjaya menambahkan beberapa kelebihan model pembelajaran CPS antara lain (a) membantu siswa mentransfer pengetahuan untuk


(53)

37

memahami masalah dalam kehidupan nyata, (b) membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan, serta (c) mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajar.

D. Keterkaitan antara Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupakan salah satu model alternatif yang dapat digunakan sehingga keaktifan siswa dapat meningkat. Penerapan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn melibatkan siswa untuk dapat bersikap aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran CPS memberikan kesempatan luas kepada siswa untuk berlatih dan belajar mandiri serta melibatkan partisipasi siswa secara optimal dalam proses pembelajaran. Peran guru lebih banyak menempatkan diri sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator belajar, baik secara individual maupun secara kelompok. Salah satu hal yang paling penting dalam model pembelajaran CPS yaitu lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal dalam belajar dan untuk memahami materi pembelajaran dengan pemecahan masalah.

Model pembelajaran CPS merupakan segala cara yang dikerahkan oleh siswa dalam berpikir kreatif dengan tujuan menyelesaikan suatu


(54)

38

permasalahan secara kreatif (Sujarwo, 2011: 178). Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental untuk mendapatkan dan menemukan suatu jawaban, gagasan, penyelesaian masalah, dan pernyataan serta mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Melalui berpikir kreatif, siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, namun siswa juga berusaha mencari dan memberikan informasi dalam proses pembelajaran. Siswa yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, berpetualang, memiliki banyak ide, mampu mengelaborasi beberapa pendapat, suka bermain, dan intuitif.

Melibatkan siswa dalam proses pembelajaran PKn merupakan hal yang penting, karena PKn bertujuan untuk (a) membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab, (b) membentuk warga yang baik dan demokratis, (c) membentuk siswa untuk berpikir kritis, (d) mengembangkan kultur demokratis, dan (e) membentuk siswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab (Azyumardi Azra, 2003: 10). Berdasarkan penjelasan tersebut, keaktifan dalam pembelajaran merupakan aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam belajar meliputi pengetahuan, pemahaman, aspek-aspek tingkah laku lainnya serta mengembangkan keterampilan yang bermakna. Keterampilan tersebut baik yang bisa diamati (konkret) seperti mendengar, menulis, membaca, menyanyi, menggambar, dan berlatih maupun yang sulit diamati (abstrak) seperti menggunakan pengetahuan dalam memecahkan permasalahan, membandingkan konsep, menyimpulkan hasil pengamatan, dan lain-lain. Keaktifan siswa dalam penelitian ini ditandai dengan empat


(55)

39

indikator yaitu mengemukakan pendapat, menanggapi dan menghargai pendapat, berdiskusi, mempresentasikan hasil diskusi dan menanggapi presentasi dari kelompok lain. Indikator keaktifan tersebut dapat terlihat dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran CPS antara lain 1) terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah dengan mengemukakan pendapat dalam kelompok, 2) menanggapi dan menghargai pendapat teman dalam kegiatan diskusi kelompok, 3) berdiskusi membuat alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam diskusi kelompok, dan 4) mempresentasikan hasil diskusi dan menanggapi presentasi dari kelompok lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, di sinilah peranan model pembelajaran CPS yaitu melibatkan siswa secara aktif dan berpikir kreatif dalam pembelajaran dengan menyelesaikan masalah. Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran PKn sangat penting karena dalam PKn banyak materi-materi mengenai pemecahan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti musyawarah, demokrasi, penerapan sikap kejujuran, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Penerapan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, namun siswa juga dapat menerapkan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam pembelajaran PKn pada kehidupan sehari-hari. Memecahkan masalah secara kreatif merupakan proses menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah dengan kemampuan kreatif yang menurut Guilford (Sujarwo, 2011: 172) tercermin dalam lima perilaku antara


(56)

40

lain 1) fluency yaitu kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, 2) fleksibility yaitu siswa mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda dalam mengatasi masalah, 3) originality yaitu siswa mampu memberikan jawaban yang jarang atau langka dan berbeda dengan jawaban siswa lain pada umumnya, 4) elaboration yaitu siswa mampu menyatakan gagasan secara terperinci. Siswa yang kreatif tidak sekedar mengemukakan ide, tetapi juga mengembangkan gagasan yang dikemukakan, dan 5) sensitivity yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan gagasan sebagai tanggapan terhadap suatu situasi. Siswa sebagai subjek didik yang merencanakan dan melaksanakan belajar. Proses pembelajaran kreatif, guru dapat mendorong keluarnya pendapat siswa dan kreativitas siswa sehingga siswa dapat mengemukakan alternatif pemecahan masalah yang beragam. Keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran tersebut akan membuat siswa berantusias dan membuat pembelajaran PKn lebih bermakna sehingga pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik.

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)

Siswa adalah salah satu komponen pendidikan yang menempati posisi sentral dalam proses pembelajaran. Siswa merupakan pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Siswa merupakan pihak yang memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa merupakan komponen pendidikan yang diperhatikan pertama kali pada proses pembelajaran. Guru senantiasa merencanakan suatu proses pembelajaran dengan baik agar dapat


(57)

41

mewujudkan tujuan pendidikan. Guru merencanakan dan menyiapkan bahan yang diperlukan, media, model, metode, dan fasilitas yang mendukung pembelajaran. Oleh karena itu, siswa disebut sebagai subjek belajar.

Menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget (Slameto, 2003: 116), siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap perkembangan Operasional Konkret (Concrete Operation) yang muncul antara rentang umur 7 tahun sampai 13 tahun. Siswa memiliki ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Tahap perkembangan Operasional Konkret, anak akan melewati tahap pertama internal action yaitu pemikiran anak sudah mulai stabil. Kedua, logical operational system yaitu melakukan pengamatan terhadap suatu hal akan diorganisasikan menjadi sistem pengerjaan yang logis. Ketiga, trial and error yaitu anak mulai dapat berpikir lebih dahulu sebelum bertindak. Keempat, conservational principles yaitu anak telah menguasai prinsip penyimpanan. Pada tahap perkembangan Operasional Konkret, anak masih terikat pada objek-objek konkret.

Kemampuan siswa yang tampak pada tahap perkembangan operasional konkret adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan logika, meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret. Pada usia sekolah dasar sekitar 7 sampai 13 tahun, siswa masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera (Piaget dalam Heruman, 2008: 1-2). Oleh karena itu dalam sebuah pembelajaran, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas


(58)

42

apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga materi lebih cepat dipahami dan dimengerti siswa.

Karakteristik siswa menurut Sardiman A.M. (2007: 120) adalah “keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya”. Penentuan tujuan belajar harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai karakteristik siswa, antara lain.

a. Kemampuan awal siswa, misalnya kemampuan intelektual, berpikir, aspek psikomotor, dan lain-lain.

b. Latar belakang dan status sosial.

c. Perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain. Pengetahuan mengenai karakteristik siswa, akan membantu guru merekonstruksi dan mengorganisasikan materi pelajaran sedemikian rupa, memilih, dan menentukan metode yang lebih tepat, sehingga akan terjadi proses interaksi dari masing-masing komponen pembelajaran secara optimal. Adapun karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran menurut Sardiman A.M. (2007: 121), antara lain.

a. Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan b. Gaya belajar

c. Usia kronologi d. Tingkat kematangan


(59)

43 f. Lingkungan sosial ekonomi

g. Hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan h. Inteligensia

i. Keselarasan dan perilaku j. Prestasi belajar

k. Motivasi dan lain-lain

Berdasarkan kajian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa merupakan subjek belajar. Siswa memiliki karakteristik atau pola aktivitas yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan lainnya. Hal tersebut menantang guru untuk menyediakan kondisi yang kondusif agar masing-masing siswa dapat belajar secara optimal sesuai dengan karakteristik masing-masing.

F. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Pretty Yudharina (2015) yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Mejing 2 Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Mejing 2, Gamping. Peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika


(60)

44

ditunjukkan oleh hasil tes. Pada pratindakan terdapat 30% (9 siswa) dari jumlah 30 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil tes pada siklus 1 menunjukkan ada 63,33% (19 siswa) dari jumlah siswa mencapai KKM, sedangkan pada siklus 2 terdapat 76,67% (23 siswa) dari jumlah siswa yang mencapai KKM. Nilai rata-rata sebelum siklus sebesar 53,67, sedangkan pada siklus 1 nilai rata-rata tes sebesar 64,27, dan pada akhir siklus 2 sebesar 68,07.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Aris Pito (2013) yang berjudul Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Pengendali Magnetik Siswa Kelas XI Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 3 Yogyakarta Melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran Creative Problem Solving, keaktifan dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa di setiap pertemuannya. Keaktifan siswa pada siklus I pertemuan pertama sebesar 56,77% kemudian meningkat menjadi 88,06% pada pertemuan ketiga siklus II. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dilihat dari nilai rata-rata pretest siklus I sebesar 57,42 dan posttest siklus II mencapai 84,39. Hasil belajar siswa tersebut sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal 70,00.


(61)

45 G. Kerangka Berpikir

Pada hakikatnya, kegiatan pembelajaran merupakan hubungan timbal balik dua arah yang positif antara guru dan siswa. Pada kegiatan pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif agar siswa dapat menyerap pengalaman belajar dengan baik sehingga hasil belajar siswa pun baik. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satunya adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa mengikuti pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Keaktifan siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) masih kurang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran yang kurang menarik partisipasi siswa dalam pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membawa suasana belajar yang menyenangkan dan dapat mengembangkan keaktifan siswa. Suasana belajar yang menyenangkan dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dan menarik, guru akan mampu mendorong siswa terlibat secara aktif.

Banyak model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu alternatif model pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model pembelajaran CPS merupakan model yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, membantu siswa dalam memahami


(62)

46

pelajaran, serta diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang baik sebab dalam penerapannya siswa diberikan masalah untuk dipecahkan.

Kegiatan inti dari model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn adalah mengungkapkan dan memilih solusi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah yang disajikan oleh guru. Kegiatan menyelesaikan masalah tersebut, dilakukan secara berkelompok. Kegiatan berkelompok tersebut, siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang penyebab timbulnya masalah dan solusi apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Guru membimbing jalannya diskusi. Siswa kemudian menerapkan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Guru membantu siswa untuk menganalisis hasil jawaban yang disajikan di depan kelas, jika jawaban yang diberikan siswa benar, guru cukup menegaskan jawaban tersebut. Apabila jawaban yang dihasilkan siswa masih kurang tepat, maka guru menunjuk siswa lain untuk memberikan jawaban yang benar. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat memperbaiki jawabannya dan selanjutnya siswa dapat menarik kesimpulan.

Model pembelajaran CPS menuntut pemikiran kreatif siswa dalam pemecahan masalah dan keikutsertaan siswa secara aktif karena pemusatan pembelajaran lebih pada keterampilan pemecahan masalah yang terkait dengan materi pembelajaran. Penerapan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, namun siswa juga dapat menerapkan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam pembelajaran PKn pada kehidupan


(63)

47

sehari-hari. Penerapan model pembelajaran CPS diharapkan mampu untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri Jeruksari.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir, penelitian yang relevan, dan juga analisis beberapa teori, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn di kelas IV SD Negeri Jeruksari Wonosari Gunungkidul.


(64)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) berkolaborasi dengan guru sebagai pelaku. Penelitian tindakan kelas menurut Suharsimi Arikunto (2011: 4-5) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di sekolah tempat mengajar dengan maksud untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas, yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran.

Salah satu pola atau teknik pelaksanaan PTK adalah pola kolaboratif. Kolaboratif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru kelas yang bersangkutan dan bekerja sama dengan peneliti yang bertujuan untuk mengatasi masalah pembelajaran di kelas yaitu keaktifan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya (2009: 59). Peneliti bertindak sebagai pengamat (observer) dan guru kelas IV sebagai pelaku tindakan. Hal ini dimaksudkan agar setiap tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran di kelas mendapat hasil yang objektif.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas yang terdiri atas 4 tahap yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi, sesuai dengan gambar berikut.


(65)

49

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, 2011: 17) Adapun langkah-langkah penelitian tindakan kelas secara rinci dijabarkan setiap siklus sebagai berikut :

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Peneliti berdiskusi dengan guru kelas IV mengenai Standar

Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan materi yang akan diterapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).

b. Peneliti bekerjasama dengan guru kelas IV untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai indikator yang telah dirumuskan serta skenario pembelajaran dengan model pembelajaran CPS.

c. Menyiapkan dan membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran CPS.

d. Menyiapkan dan membuat lembar observasi siswa dan guru pada pembelajaran PKn dengan menerapkan model pembelajaran CPS. e. Peneliti dan guru berlatih bersama (coaching) mengenai penerapan

?

Pelaksanaan Pengamatan

Pengamatan Refleksi SIKLUS II

Perencanaan

Perencanaan


(66)

50

model pembelajaran CPS pada pembelajaran PKn. Hal tersebut dilakukan karena peneliti dan guru belum pernah menerapkan model pembelajaran CPS pada pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, guru menerapkan model pembelajaran CPS dalam proses pembelajaran PKn yang telah direncanakan. Pada pelaksanaan tindakan, guru kelas IV berperan melaksanakan proses pembelajaran PKn dengan menerapkan model pembelajaran CPS dan peneliti bersama teman sejawat bertindak sebagai observer menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta mendokumentasikan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 3. Pengamatan

Pada tahap pengamatan, hal-hal yang diamati dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dan keterlaksanaan penerapan model pembelajaran CPS oleh guru pada pembelajaran PKn. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Pengamatan dilakukan secara kolaboratif antara peneliti sebagai observer utama dengan teman sejawat sebagai observer pendamping yang dilakukan pada waktu pelaksanaan tindakan dan keduanya berlangsung secara bersamaan.

4. Refleksi

Pada tahap ini, peneliti bersama guru menganalisis tindakan yang sudah dilakukan, ketercapaian indikator yang telah ditetapkan, dan


(67)

51

mengevaluasi proses serta hasil dari tindakan. Refleksi penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan tindakan penelitian sudah mencapai indikator keberhasilan atau belum. Jika indikator keberhasilan belum tercapai, maka akan dilakukan siklus lanjutan.

C. Subjek dan Obyek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Jeruksari Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 14 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. Objek penelitian adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn melalui penerapan model pembelajaran CPS.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Jeruksari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada kelas IV semester II tahun ajaran 2015/2016.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian tindakan kelas ini, teknik yang digunakan sebagai berikut. 1. Pengamatan (Observasi)

Pada penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi partisipatif pasif (passive participant observation) dan terstruktur. Peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku siswa dalam pembelajaran. Observasi jenis ini, peneliti datang ke sekolah untuk mengamati perilaku siswa


(68)

52

dalam pembelajaran tetapi peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini sesuai pendapat Sugiyono (2012: 312). Observasi yang dilakukan peneliti telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan, dan di mana tempat pengamatan.

Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dibantu oleh teman sejawat untuk mengamati aktivitas siswa dan keterlaksanaan penerapan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran PKn. Aspek aktivitas siswa yang diamati keaktifan mengikuti pembelajaran dengan indikator yang tercantum dalam lembar pengamatan. Sementara itu aspek aktivitas guru yang diamati meliputi keterampilan guru dalam menggunakan model pembelajaran CPS dan kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan tindakan.

2. Catatan Harian

Catatan harian digunakan untuk merekam aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran, suasana kelas dan pengelolaan kelas. Catatan harian digunakan untuk mengetahui segala aktivitas siswa dan guru selama melakukan tindakan, sehingga dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan tindakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya (2009: 98).

F. Instrumen Penelitian


(1)

186

Kelompok 2 dan 3 sependapat dengan jawaban dari kelompok 1 karena jawaban kelompok 1 benar.

Selanjutnya dari kelompok 2, hasil diskusi dibacakan oleh FS dan RDS. FS membacakan penyebab dari masalah dalam LKS. Kemudian RDS membacakan solusi dari masalah tersebut. Guru meminta kelompok lain menanggapi. Kelompok 1 dan 3 sependapat dengan jawaban dari kelompok 2 karena jawaban kelompok 2 benar.

Terakhir kelompok 3, hasil diskusi dibacakan oleh YF dan ICU. YF membacakan penyebab dari masalah dalam LKS. Kemudian ICU membacakan solusi dari masalah tersebut. Guru meminta kelompok lain menanggapi. Kelompok 1 dan 2 sependapat dengan jawaban dari kelompok 3 karena jawaban kelompok 3 benar.

Guru mengkonfirmasi jawaban setiap kelompok dengan jawaban yang benar. Penyebab masalah dalam LKS tersebut adalah ketidakjujuran, sombong, dan tidak mau menerima kekalahan dengan lapang dada. Jawaban siswa tepat. Siswa sudah mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah yang terjadi kemudian siswa memberikan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Guru meminta siswa mengumpulkan LKS yang sudah dikerjakan untuk dinilai oleh guru.

Dalam kegiatan penutup, dalam kegiatan penutup siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan materi yang sudah dipelajari hari itu yaitu mengenai KPU. Siswa diberi kesempatan bertanya mengenai materi yang belum dipahami, namun tidak ada siswa yang bertanya. Siswa menyatakan bahwa sudah paham dengan materi hari itu. Mata pelajaran PKn berada pada jam pertama dan kedua maka tidak di akhiri dengan doa namun dilanjutkan dengan pembelajaran selanjutnya.


(2)

169 Lampiran 6. Surat-surat Penelitian

Daftar Surat Izin dan Surat Keterangan Melakukan Penelitian

No. Nama Surat Nomor Surat Dikeluarkan oleh Tanggal Surat

1. Permohanan Izin Penelitian 690/UN34.11/PL/2016 Dekan FIP UNY 28 Januari 2016 2. Surat Keterangan / Izin 070/REG/V/23/2/2016 Sekretaris Daerah Pemerintah Daerah

Daerah Istimewa Yogyakarta

1 Februari 2016

3. Surat Keterangan / Izin 091/KPTS/II/2016 Bupati Gunungkidul 2 Februari 2016 4. Surat Keterangan 201/SK/SDJ/II/2016 Kepala Sekolah SD Negeri Jeruksari 18 Februari 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran problem solving untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian tindakan kelas di Kelas IV-1 SD Dharma Karya UT

1 4 173

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa Pada Pembelajaran Ipa Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pada Siswa Kelas IV SD N

0 0 14

PENDAHULUAN Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa Pada Pembelajaran Ipa Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Margorejo Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 8

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa Pada Pembelajaran Ipa Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pada Siswa Kelas IV SD N

0 0 13

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MATERI

0 0 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA APLIKASI PENGOLAH ANGKA.

0 1 45

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Creative Problem Solving - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN - repository perpustakaan

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN - repository perpustakaan

0 0 76

B. KOMPETENSI DASAR - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN - repository perpustakaan

0 0 150