Karakteristik Responden Petani SRI dan Konvensional

26 penerapan budidaya padi SRI, dan faktor penghambat dalam penerapan budidaya padi SRI. Usia berkaitan erat dengan kesehatan, kemampuan fisik petani dalam melakukan kegiatan usahataninya, dan pengalaman yang diperolehnya. Banyak petani yang mengungkapkan bahwa faktor usia sangat berpengaruh dalam melakukan kegiatan usahatani padi, terutama padi organikmetode SRI yang menurut mereka memerlukan usaha pengelolaanyang relatif lebih telaten apabila dibandingkan dengan usaha pengelolaan padi konvensional. Usia juga berkaitan erat dengan kemampuan petani dalam mengadopsi suatu inovasi baru, dimana dalam kajian ini metode padi SRI merupakan suatu inovasi baru yang merubah kebiasaan petani bertani secara konvensional menjadi bertani organik. Tabel 13. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Usia No. Kelompok Usia Tahun Petani SRI Petani Konvensional Orang Presentase Orang Presentase 1. 24 – 36 4 13,33 3 10,00 2. 37 – 49 12 40,00 9 30,00 3. 50 – 62 12 40,00 13 43,33 4. 62 2 6,67 5 16,67 Jumlah 30 100 30 100 Umur petani secara umum di daerah penelitian bervariasi mulai dari 24 sampai 70 tahun. Jika mengacu pada batasan usia produktif menurut BPS, LembagaDemografi UI dan BKKBN yaitu dibawah 50 tahun, maka hampir separuh 46,67 persen petani termasuk kategori usia muda dan produktif. Secara empiris petani SRI yang berusia muda relatif lebih banyak daripada petani konvensional. 27 Tabel 14. Tingkat Pendidikan Petani Responden Keterangan Petani SRI Petani Konvensional I. Pendidikan Formal 1. Tidak sekolah - - 2. Tidak tamat SD 1 1 3. Tamat SD 10 20 4. SLTP 11 6 5.SLTA 7 3 6. sarjana 1 - Jumlah 30 30 II. Pendidikan Non-Formal 1.SLPHT 19 5 2.Pelatihan dan pelatihan SRI 30 21 3.PTT - 15 4.tidak pernah - 3 Jumlah 49 44 Tingkat pendidikan formal akan berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kerja serta tingkat penyerapan teknologi. Tingkat pendidikan yang rendah dapat mengakibatkan rendahnya tingkat iterasi dan produktifitas. Pendidikan non formalpendidikan luar sekolah merupakan suatu sistem pendi-dikan praktis yang proses belajarnya dilakukan sambil mengerjakan learning by doing, belajar berdasarkan permasalahan yang dihadapi problem based learning. Tabel 15 . Pengalaman Berusahatani Responden No. Keterangan Petani SRI Petani Konvensional SRI Usahatani Biasa Usahatani Biasa Pengalaman Usahatani 1. 5 tahun 29 1 - 2. 5-10 tahun 1 10 5 3. 11-20 tahun - 6 12 4. 20 tahun - 13 13 Jumlah 30 30 30 28 Hasil penelitian mengungkap bahwa tingkat pendidikan formalpetani SRI dan konvensional relatif sama yaitu tergolong rendah hanya tamat SD dan SLTP. Namun keterbatasan pengetahuan dari pendidikan formal ini dapat diperkecil dengan partisipasi petani yang cukup baik dalam pendidikan non formal. Cukup tingginya tingkat pendidikan non formal petani terjadi karena sejak tahun 2002 pemerintah daerah setempat melalui instansi terkait Dinas Pertanian telah menyelenggarakan program SLPHT, PET-SRI, PTT, dan lain sebagainya Pengalaman berusaha tani padi petani relatif cukup lama, lebih dari 20 tahun. Namun untuk budidaya padi SRI relatif baru, kurang dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan introduksi budidaya padi SRI relatif baru di daerah penelitian. Tabel 16. Pola Tanam Usahatani Padi No. Pola tanam Petani SRI Petani Konvensional orang orang 1. padi-padi-padi 29 96,6 27 90 2. padi-padi-palawija 1 3,4 3 10 Jumlah 30 100 30 100 Berdasarkan pengakuan responden baik petani yang menerapkan budidaya padi SRI maupun yang konvensional, mayoritas memiliki pola tanam padi tiga kali dalam setahun. Hal ini disebabkan sistem irigasi di wilayah kajian yang diteliti umumnya merupakan daerah pertanian irigasi teknis dan setengah teknis dengan sarana pengairan yang relatif lancar sepanjang tahun. Walaupun terdapat petani yang menanam padi dua kali dan palawija sekali setahun, jumlahnya sedikit terutama ditemukan di daerah pesawahan setengah teknis dan sawah tadah hujan. Tabel 17. Sumber Pangairan Pertanian No. Sumber pengairan Petani SRI Petani Konvensional 1. Teknis 4 6 2. Setengah teknis 23 18 3. Irigasi pedesaan 2 3 4. Tadah hujan 1 3 Jumlah 30 30 29 Berdasarkan data pada Tabel 18, diketahui bahwa lahan garapan yang dikelola para petani baik yang menerapkan budidaya padi SRI maupun yang konvensional memiliki luasan yang relatif sempit kurang dari 0,5 hektar. Tabel 18. Luas Lahan Garapan Petani Responden No. Luas Lahan Garapan Petani SRI Petani Konvensional SRI Sawah Biasa Sawah Biasa 1. 0- 0,25 ha 13 12 19 2. 0,26- 0,50 ha 8 10 5 3. 0,51-1,0 ha 2 8 6 Jumlah 23 30 30 Status kepemilikan lahannya sebagian besar adalah petani pemilik dan penggarap. Seperti terlihat pada Tabel 19, lebih dari 70 persen merupakan petani pemilik dan penggarap. Tabel 19. Status Penguasaan Lahan No. Status Penguasaan Lahan Sample SRI Sample Konvensional 1. penggarap dan bagi hasil 8 8 2. Pemilik dan penggarap 22 21 3. penggarap dan penyewa - 1 Jumlah 30 30 Hingga saat ini, modal masih menjadi salah satu permasalahan bagi sebagian besar petani. Pada umumnya petani, masih mengandalkan hasil tani hasil penjualan produk pertanian sebagai modal untuk mengoperasikan kegiatan usahatani berikutnya.Hal ini terlihat dari data lapangan yang mengungkapkan bahwa sebagian besar 75 persen petani menggunakan modal pribadi. Tetapi ditemukan pula petani yang mendapata modal tambahan berupa pinjaman dari kerabat, teman ataupun bandar penampung hasil pertanian. 30 Tabel 20 . Distribusi Responden Petani Berdasarkan Sumber Modal Usahatani No. Sumber Modal Petani SRI Petani Konvensional 1. Pinjaman 8 7 2. Pribadi 22 23 Jumlah 30 30 Motivasi berusahatani adalah dorongan yang datang dari dalam diri instrinsik dan lingkungan sekitar ekstrinsik petani, baik untuk melakukan kegiatan fisik maupun meningkatkan kualitas, kuantitas, daya saing dan nilai tambah. Hasil penelitian menunjukkan motivasi yang utama dari para petani untuk menerapkan budidaya SRI adalah meningkatkan produktifitas usahatani padi hingga 54,5 persen, dan meningkatkan pendapatan 21,2 persen. Dengan demikian, motivasi ekonomi merupakan motivator yang paling besar untuk menerapakan buidaya padi SRI. Tabel 21. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Motivasi Berusahatani SRI No. Motivasi penerapan SRI Petani Persentase 1. Meningkatkan produksi 18 54,5 2. Meningkakan pendapatan 7 21,2 3. Ingin mencoba metode usahatani baru 5 15,2 4. Konservasi lahan 2 6,1 5. Untuk kesehatan 1 3,0 Jumlah 33 100 Berdasarkan jawaban petani konvensional yang enggan untuk menerapkan budidaya padi SRI, diperoleh beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya motivasi petani untuk mengerapkan budidaya padi SRI, yaitu keraguan terhadap hasil produksi 33,30 persen dan lebih repot karena intensifnya teknik budidaya SRI yang memerlukan curahan waktu kerja yang lebih banyak 26,70 persen. Dengan demikian faktor penghambat tesebut lebih disebabkan terbatasnya pengetahuan petani yang berpengaruh teradahap sikap keragu-raguan serta faktor 31 teknis, yaitu meningkatnya serapan waktu kerja terutama pada pemeliharaan tanaman. Tabel 22. Faktor Penghambat Penerapan SRI No. Faktor penghambat penerapan SRI Jumlah petani Persentase 1. Masih ragu dan belum lihat hasil SRI 10 33.33 2. Belum lihat hasil produksi SRI 2 26.70 3. Masih ragu 2 13.30 4. Biaya lebih mahal 2 6.70 5. Lebih repot butuh banyak waktu 8 6.70 6. Belum memahami SRI 4 6.70 7. Perlu coba dulu 2 6.70 Jumlah 30 100

3.7. Kebijakan Dinas PertanianKabupaten Tasikmalaya

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya memiliki visi yaitu “Terwujudnya Agribisnis Tanaman Pangan Pada Tahun 2010”. Visi ini merupakan suatu dasar untuk pencapaian tujuan, yang merupakan rencana menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya dinas untuk mencapai visi yang diinginkan melalui suatu bentuk kebijakan, program dan kegiatan. Salah satu bentuk implementasi kebijakan untuk mendukung tercapainya visi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya adalah dengan pengembangan pertanian organik sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui perkembangan agribisnis dengan didukung oleh sektor penunjang lainnya. Pertanian organik merupakan suatu model usahatani spesifik lokalita maju bagi petani di Kabupaten Tasikmalaya. Model usahatani ini pada dasarnya ditujukan untuk menunjang program unggulan dari Kabupaten Tasikmalaya yaitu menjadi lumbung padi organik di Jawa Barat pada Tahun 2010. 32 Bentuk dukungan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya dalam pengembangan pertanian padi SRI adalah dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pengembangan usahatani padi sawah organik metode SRI yang dijabarkan lebih lanjut dalam petunjuk pelaksanaanyang dibuat oleh Dinas PertanianTanaman Pangan Propinsi danpetunjuk teknis oleh DinasPertanian Tanaman PanganKabupaten Tasikmalaya denganmemperhatikan kondisi lapangan. Dukungan yang diberikan pihak pemerintah Tasikmalaya adalah dengan mengadakan Sekolah Lapangan SRI SL-SRI. Pelaksanaan SL-SRI yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya ini meliputi pembelajaran di kelas yang dilaksanakan selama 5 lima hari. Sebagai pengajar dalam pembelajaran di kelas ini adalah Petugas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya dan Petugas Lapangan yang telah mengikuti Training of Trainer Pemandu Lapang 1 SRITOT – PL 1 SRI dan petani yang telah berpengalaman dalam melaksanakan SRI. Peserta pembelajaran di kelas adalah petani hasil dari penjaringan lokasi. Materi yang disampaikan berupa teori dan praktek yang terdiri dari: 1. Pertemuan Persiapan 2. Proses Pembelajaran Ekologi Tanah PET 3. Sifat Biologi Tanah 4. Sifat Kimia Tanah 5. Pembelajaran SRI 6. Studi Banding Studi banding dilaksanakan untuk melihatkelompok tani yang telah berhasilmenerapkan usahatani padi sawah organikmetode SRI.

Dokumen yang terkait

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Pasca Peralihan Jenis Tanaman Dari Kopi ke Jeruk

15 138 127

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Luas Tanam Bawang Merah Di Kabupaten Dairi

3 48 108

Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kabupaten Simalungun", studi kasus Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3 61 116

Perkembangan Teknologi Budidaya Padi Sawah Yang Diterapkan Petani Untuk 5 Tahun Terakhir SertaDampaknya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DesaLubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 50 146

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (Spi) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

0 39 191

TEMPAT HIBURAN KARAOKE DI KABUPATEN PATI (Kajian Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Kabupaten Pati)

6 54 104

Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik

0 9 90

(ABSTRAK) TEMPAT HIBURAN KARAOKE DI KABUPATEN PATI (Kajian Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Kabupaten Pati).

0 0 2

AGROINDUSTRIALISASI PADI SAWAH BERBASIS KEARIFAN LOKAL (KAJIAN ATAS BUDIDAYA PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN KABUPATEN BANDUNG)

0 0 9