Saluran Pemasaran PANEN DAN PASCA PANEN
60 KTNA. Pemasaran padi jenis organik hasil budidaya SRI ini meliputi wilayah
Tasikmalaya, Bandung, dan Jakarta. Tabel 27. Pemasaran Hasil Panen Padi di bab dua
No. Pembeli
Petani SRI Petani
Konvensional Ciramajaya
Cisayong dan
Manonjaya 1. Pengumpul
13 -
23 2. Bandarpenggilingan kecil
- 7
2 3. Bandarpenggilingan besar
10 -
5 Jumlah
23 7
30
Berdasarkan Tabel 27, diketahui bahwa pola pemasaran petani SRI dan petani konvensional relatif hampir sama yaitu sebagian besar menjual hasil
panennya kepada para pedagang penggumpul yang terdapat di setiap desa. Pemasaran merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan SRI di Kabupaten Tasikmalaya. Harga yang tinggi merupakan insentif bagi petani agar bersemangat untuk mengembangkan pertanian padi SRI.
Saat ini petani masih kesulitan dalam memasarkan padi SRI ini karena jaringan pemasaran padi organik yang masih bersifat tertutup.
Padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya memiliki nama dagang “Beras
Organik SRI”, karena pola penanaman padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya
dianggap telah telah mengikuti kaidah-kaidah cara produksi pangan organik antara lain didasarkan kepada sistem dan siklus ekologi kehidupan, yaitu proses ekologi
dan daur ulang. Dimana didalam tanah yang subur tumbuh dan berkembang organisme yang bermanfaat dalam perbaikan ekosistem sehingga dapat
melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan dan manusia sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Padi SRI merupakan brand image Kabupaten Tasikmalaya sehingga penanganannya harus lebih baik lagi agar tujuan Kabupaten Tasikmalaya menjadi
salah satu lumbung padi SRI dapat tercapai. Pengembangan Padi SRI saat ini lebih difokuskan di Kecamatan Sukaraja, Mangunreja dan Tanjungjaya yang
61 berada di wilayah irigasi Ciramajaya untuk dijadikan pusat pertumbuhan padi SRI
organik skala nasional dengan luasan 800 sampai dengan 1.300 ha. Program SRI di ketiga Kecamatan ini telah dirintis sejak akhir Tahun 2007
dan saat ini telah memasuki musim tanam ke-2. Kecamatan Cisayong dan Manonjaya yang telah lebih dulu menerapkan program SRI menjadi barometer
keberhasilan penerapan program padi SRI ini karena penerapan padi SRI di kedua kecamatan ini dianggap telah stabil, dimana lahan dan penyiapannya telah
dilakukan konversi sejak Tahun 2002 sehingga masa konversi lahan cukup lama hingga terbentuknya kesuburan tanah guna menunjang sistem pengelolaan
pertanian padi organik. Selain itu juga, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, di kedua kecamatan ini penggunaan benih dan bibit berasal dari padi
telah sesuai dengan agro-ekosistem yang ada, tahan dimana bibitbenih tersebut terhadap hama dan penyakit, dan berasal dari produk pertanian organik, dan tidak
berasal dari GMO genetically modified organisms. Manajemen kesuburan tanah dilakukan melalui peningkatan atau
penjagaan kesuburan dan aktivitas biologi tanah dilakukan terutama dengan mengembalikan bahan organik dari tanaman dan binatang, dengan tidak
menggunakan pupuk kimia sintetis, kotoran manusia dan hewan secara langsung. Pengelolaan hama dan penyakit, gulma, dan pemeliharaan tanaman dengan
konsep Pengendalian Hama Terpadu PHT melalui kekuatan keseimbangan keragaman hayati, kultur teknis, dan tidak menggunakan pestisida kimiawi.
Berdasarkan pada
pengelolaan padi
SRI yang
mengutamakan keseimbangan agro-ekosistem, maka dapat dilihat bahwa padi SRI ini merupakan
padi organik yang bebas dari penggunaan pestisida sehingga dapat dikatakan bahwa padi SRI ini merupakan padi organik yang baik untuk kesehatan. Oleh
karena itu, padi SRI atau padi organik di Kecamatan Cisayong dan Kecamatan Manonjaya telah dibedakan dengan padi biasa atau padi konvensional. Padi SRI di
kedua Kecamatan ini telah dijual kepada konsumen khusus yang memang “menghargai” padi organik lebih daripada padi konvesional pada umumnya.
Penanganan pasca panen, penyimpanan dan transportasi di Kecamatan Cisayong dilakukan dengan tidak mencampur produk padi organik dan non organik,
62 termasuk dalam hal tempat penggilingan dan gudang penyimpanan serta bebas
dari bahan kimia sintesis. Secara umum, pola pemasaran padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya,
khususnya di Kecamatan Tanjungjaya, Mangunreja dan Sukaraja masih mengandalkan pada pola pemasaran konvensional, dimana padi organik dan padi
konvensional masih dipasarkan secara bersama-sama, belum ada pemilahan di dalamnya. Hal ini berakibat pada harga jual padi SRI yang masih sama dengan
padi konvesional. Padi yang dihasilkan petani di ketiga Kecamatan ini rata-rata dijual ke pengumpul atau KTNA dalam bentuk Gabah Kering Pungut GKP dan
Gabah Kering Giling GKG, proses selanjutnya penggilingan gabah menjadi beras dilakukan oleh pengumpul dan KTNA. Dalam proses penanganan pasca
panen dan penyimpanan padi SRI masih digabungkan dengan padi konvesional. Saluran pemasaran merupakan rangkaian pelaku pemasaran yang dilalui
oleh barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang berbeda kepada pelaku yang terlibat. Secara umum
saluran pemasaran padi SRI di Kecamatan Tanjungjaya, Sukaraja dan Mangunreja masih sama dengan saluran pemasaran padi konvesional. Berikut adalah saluran
pemasaran padi organik SRI di wilayah kajian.
Gambar 8. Saluran Pemasaran Khusus Padi SRI di Ciramajaya
Sedangkan wilayah pemasaran di Kecamatan Cisayong dan Manonjaya secara umum telah memiliki saluran pemasaran padi SRI tersendiri, walaupun
areal pemasarannya masih terbatas pada outlet atau supermarket-supermarket tertentu. Berikut adalah saluran pemasaran padi organik SRI di kedua wilayah ini.
petani Pedagang
pengumpul Pedagang
besar Pedagang
pengecer Konsumen
akhir
63 Lembaga-lembaga pemasaran yang terdapat dalam saluran pemasaran
yang dihasilkan dari usahatani padi organik SRI adalah sebagai berikut : A. Petani
Petani adalah produsen padi yang dalam fungsi pemasarannya melakukan fungsi penjualan. Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul
tingkat daerahyaitu KTNA. KTNA di Kabupaten Tasikmalaya berperan sebagai bandar, hal ini dilakukan untuk meningkatkan peran kelompok tani SRI dan juga
menjamin pemasaran padi SRI yang dihasilkan oleh petani. Peran KTNA ini didukung oleh dinas pertanian, karena keberadaan KTNA ini dapat menjadi
stimulus bagi petani untuk menanam padi organik SRI. Permintaan konsumen beras SRI kepada pihak KTNA saat ini cukup tinggi karena konsumen merasa
terjamin dengan membeli beras kepada pihak KTNA. Harga yang diterima petani berbeda apabila dijual ke KTNA atau ke bandar biasa, KTNA membeli GKG
seharga Rp 3.300-3.500kg, sedangkan bandar menghargai sama dengan padi anorganik berkisar Rp2.750-3.000kg
B. Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul merupakan lembaga KTNA yang membeli dari
petani atau dari kelompok tani secara langsung. KTNA melakukan kegiatan pengolahanselain melakukan pembelian juga. Kegiatan pengolahannya adalah
menjemur gabah, menggiling gabah menjadi beras dan membungkusnya dalam kemasan 5 kg. Terdapat beberapa KTNA yang memiliki huller. Sekarang KTNA
menjual beras organik SRI sebesar Rp 30.000,00 – 35.000,00 5 kg, sebelumnya
pada Tahun 2005 sebesar Rp 25.000,00 5 kg.KTNA juga mengisi pesanan dari pihak lain atau yang ingin memasarkan dengan merk lain seperti merk
Abimanyu. Kedua merk tersebut dipasarkan terutama ke Bandung. Kelompok tani lain di Tasikmalaya seperti Hanura dari daerah Cihandeuluem sudah secara
mandiri memasarkan ke supermarket di Tasikmalaya yang berlabel Hanura. Beras organik SRI ini telah mendapat sertifikat dari Laboratorium Kimia Agro
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jabar dan dinyatakan bebas residu pestisida.
64 Selain melakukan kegiatan pengolahan, KTNA melakukan kegiatan fungsi
fisik yang lain, yaitu transportasi. Kegiatan fungsi fisik ini dilakukan untuk memudahkan dalam menyalurkan produknya kepada lembaga lain ataupun ke
konsumen akhir. Selain melakukan fungsi pertukaran dan fungsi fisik, KTNA pun melakukan fungsi fasilitas berupa pemberian informasi harga dan pasar kepada
petani dan standarisasi. Standarisasi yang dilakukan adalah padi yang diterima harus benar-benar SRI organik dalam proses budidaya, artinya selama proses
budidaya tidak diperbolehkan menggunakan bahan-bahan kimia, namun tidak ada pengujian dan pengawasan secara khusus hanya sistem kepercayaan
memanfaatkan jaringan pengurus KTNA yang tersebar di seluruh kecamatan. Beras tidak sesuai dengan standar dapat diketahui dari keluhan konsumen yang
disampaikan secara berantai. C. Pedagang Besar Bandar
Pedagang Besar yang dituju oleh pedagang pengumpul adalah pedagang yang ada di Bandung atau daerah lain diluar Tasikmalaya. Ada pedagang besar
luar daerah yang dikirim beras langsung oleh pedagang pengumpul ada pula yang mengambil beras ketempat pedagang pengumpul. Pembayaran yang dilakukannya
adalah secara tunai ataupun setelah beras terjual. Transaksi tunai dilakukan apabila belum ada kepercayaan atau kepada pedagang besar baru. Pedagang besar
menjual beras kepada konsumen dengan cara mengirimnya langsung pada konsumen ataupun melayani ditempat.
D. Pedagang PengecerAgen Pedagang pengecer merupakan lembaga yang melakukan kegiatan fungsi
pertukaran, fungsi pertukaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran ini adalah membeli beras dari pedagang pengumpul dalam jumlah yang relatif tidak banyak
untuk kemudian dijual lagi ke konsumen akhir. Lembaga ini melakukan kegiatan fungsi fisik yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan.
Pedagang pengecer yang ada terdiri dari dua kelompok, yaitu pedagang pengecer tingkat daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer
beras organik SRI ini disamping perorangan dan pasar tradisional juga
65 supermarket-supermarket yang ada di Tasikmalaya dan Bandung. Pedagang
pengecer tingkat daerah adalah lembaga pemasaran yang berada disekitar daerah Tasikmalaya. Sedangkan pedagang pengecer luar daerah adalah lembaga
pemasaran yang berada diluar Tasikmalaya, dan memiliki peranan dalam memasarkan produk kepada konsumen yang berada diluar daerah Tasikmalaya.
Pengecer tidak melakukan pengemasan ulang karena langsung menjual beras yang telah dibeli dari pedagang pengumpul tingkat daerah atau pun luar
daerah dalam kemasan ukuran 5 kg. Supermarket di Tasikmalaya menjual sebesar Rp 30.000,00
– Rp 35.000,005 kg, sedangkan supermarket di Bandung menjual sebesar Rp 40.000,00
– Rp 45.000,005 kg. Harga tersebut terasa mahal bagi konsumen yang tidak mengetahui padi organik bila dibandingkan dengan harga
beras non organik di pasar tradisional berkisar Rp 4.500,00
– Rp 5.500,00 kg.
Permintaan pasar dapat diketahui minimal dari beras organik yang terjual secara rutin tiap bulan. Saat ini KTNA menjual 1,5 ton bulan dipasarkan ke
Bandung. Kelompok tani Hanura dapat menjual 2 ton bulan dipasarkan di Kabupaten Tasikmalaya. Kelompok tani Asri Lestari Salawu dapat menjual 1,5
ton bulan, sisanya kelompok tani lain dan petani secara perorangan diperkirakan sekitar 2 ton bulan. Total penjualan beras organik SRI seluruh Tasikmalaya
mencapai 7 ton bulan. Sintanur adalah varietas yang paling banyak diminta karena nasinya harum. Masih banyak permintaan yang tidak terpenuhi baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri yaitu sekitar 10 ton bulan. Pola pemasaran Padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya hendaknya tidak lagi
disamakan dengan pola pemasaran padi biasa atau konvensional. Hal ini didasarkan pada Brand imageproduk organik sebagai produk yang ramah
lingkungan dan produk sehat sehingga harga jual produk organik ini berbeda dengan produk konvensional. Produk padi SRI di Kecamatan Cisayong saat ini
telah mampu menjual padi SRI dengan harga Rp 7.000,00 Kg kepada pihak supermarket. Kondisi ini tentunya akan menguntungkan petani dan menjadi
insentif bagi petani untuk mengembangkan padi SRI ini sebagai komoditas unggulan mereka.
66 Pola pemasaran khusus padi SRI ini tampaknya telah menjadi suatu
konsekuensi logis dalam pengembangan padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya, artinya diperlukan suatu pola pemasaran khusus dimana orientasi petani padi SRI
saat ini lebih diarahkan kepada permintaan konsumen padi organik sehingga pola pemasaran padi organik ini ditangani secara profesional dengan petani sebagai
pelaksana di dalamnya. Bagian pemasaran ini memuat beberapa saluran pemasaran padiberas SRI
yang terdiri dari pengemasan, penggudangan, pengangkutan, penyimpanan serta penempatan pada outlet-outlet pemasaran. Hal ini harus dilakukan secara sinergis
antara satu sama lain sehingga nilai tambah dari produk padi SRI ini dapat dirasakan langsung oleh petani sebagai pelaku utama di dalamnya. Produk SRI
harus memiliki nilai tambah bagi petani. Dalam kegiatan pemasaran padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya, penambahan nilai ini dapat terasa apabila pengelolaan
produk padi SRI ini dilakukan secara holistic mulai dari kegiatan pengemasan hingga penempatan produk di outlet pemasaran.
Kegiatan pemasaran secara terpadu harus dilaksanakan karena sebutan padiberas organik akan gugur apabila penanganan panen dan pasca panennya
tidak memenuhi pedoman system produksi pertanian organicSRI sekalipun pada saat tahap budidaya telah memenuhi system produksi pertanian organik. Oleh
karena itu, mulai dari kegiatan pengemasan hingga kegiatan pemasaran di outlet- outlet tetap harus ditangani sesuai dengan pedoman organik yang berlaku.