Pendapatan Petani DAMPAK EKONOMI
74 Tabel 29. Total Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan RC Usahatani Padi di
Kabupaten Tasikmalaya
No Uraian
Padi SRI Ciramajaya
dalam Rp Padi SRI
Cisayong Manonjaya
dalam Rp Padi
Konvensional dalam Rp
1. Total Biaya 11.801.504
9.962.866 8.550.319
- Biaya Variabel 5.448.472
4.077.436 4.081.464
- Biaya Tetap 6.353.032
5.885.430 4.468.855
2. Produktivitas Kgha
6.735 7.543
5.142 3. Harga Jual GKP
RpKg 2.687
2.500 2.520
4. Penerimaan 18.105.652
18.857.143 12.925.302
5. Pendapatan 6.304.148
8.894.277 4.374.983
6. RC Ratio 1,53
1,89 1,51
Biaya pada awal penanaman padi SRI akan lebih besar dikarenakan penggunaan pupuk kompos yang masih relatif tinggi., namun hal tersebut
diimbangi dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Tingginya produktivitas disebabkan oleh penuhnya perhatian dan bimbingan teknis dari
penyuluh pertanian setempat sehingga pemantauan perkembangan padi SRI lebih intensif dilakukan dan perawatan yang dilakukan petani pun menjadi lebih baik.
Harga jual GKP untuk padi SRI dan konvensional relatif sama, hal tersebut dikarenakan saat ini belum adanya perbedaan harga antara GKP padi SRI
dan GKP padi konvensional di tingkat pengumpul bandar, sehingga belum dapat meningkatkan penerimaan dan pendapatan secara maksimal apabila belum ada
pasar khusus untuk GKP padi SRI. Beratnya petani untuk beralih metode usahatani dari metode konvensional
ke metode SRI biasanya dikarenakan oleh besarnya modal biaya usahatani yang harus dikeluarkan pada awal usahatani padi metode SRI ditambah dengan sulitnya
memperoleh bahan baku pembuatan pupuk organik. Pada umumnya, pemahaman pola usahatani yang sehat, aman dikonsumsi, dan berkelanjutan telah dimiliki
75 petani. Disamping itu, petani pun telah mengetahui dan meyakini kelebihan lain
penggunaan metode SRI dimana perlakuan yang diberikan dapat memperbaiki kesehatan tanah dan tanaman yang ujung-ujungnya dapat meningkatkan pula
kualitas tanah yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas tanaman. Dampak penerapan usahatani padi metode SRI terhadap petani di
Kabupaten Tasikmalaya adalah berkurangnya beban tunai. Biaya tunai ini dikompensasi dalam bentuk pengeluaran yang lain, yaitu dengan tenaga kerja
keluarga baik dalam pembuatan pupuk organik, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Secara ekonomi, analisis usahatani padi metode
SRI lebih profitable karena adanya nilai tambah finansial yang diperoleh petani dengan memproduksi sendiri kompos, mikroorganisme lokal MOL, dan
pestisida organik. Peningkatan penerimaan usahatani karena adanya peningkatan hasil dan pengurangan biaya tunai dalam bentuk benih pupuk, dan pestisida kimia
berdampak pada peningkatan pendapatan tunai usahatani padi, terlebih dengan memperhitungkan nilai kompos dan penambahan tenaga kerja pada beberapa fase
kegiatan tertentu, terutama pada pengendalian gulma usahatani padi metode SRI memiliki tingkat pendapatan keuntungan yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan pola konvensional. Pendapatan kotor petani responden dengan menggunakan model SRI
secara umum meningkat berkisar antara Rp 500.000,00 hingga Rp 3.000.000,00 per hektar. Secara finansial, usahatani padi model SRI lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan model konvensional. Hal ini dikarenakan padi model SRI lebih hemat dalam penggunaan biaya input sehingga biaya tunai yang harus
dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahataninya lebih kecil. Pasar beras SRI organik ini nampaknya belum terlihat dengan jelas,
dimana hal ini tergambar dari masih kurangnya jumlah pedagang pengumpul yang khusus menampung padi SRI di daerah-daerah sentra produksi. Akibatnya, selama
ini harga produk gabah di tingkat pasar relatif masih sama dengan harga gabah pada umumnya. Nilai jual gabah relatif belum banyak membantu dalam
pemberian insentif bagi petani padi dengan pola SRI. Perbedaan pendapatan petani dengan pola SRI mungkin akan terlihat pada insentif harga pasar beras
76 sekalipun masih cukup terbatas pada konsumen tertentu. Contoh pemasaran beras
yang telah cukup berhasil adalah di Kecamatan Cisayong, dimana petani melalui kelompok tani menjual padi dalam bentuk beras yang telah dikemas. Padi tersebut
dijual dengan harga Rp 7.000,00 Kg dan saat ini telah dipasarkan di Kota Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta.
Beras hasil budidaya dengan pola SRI identik dengan beras organik yang mempunyai segmen pasar tersendiri dengan harga yang lebih baik. Perbedaan
harga beras mungkin secara nyata dapat menjadi indikator peningkatan pendapatan petani, mengingat harga jual beras SRI yang lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jual beras konvensional yang berkisar Rp 3.500,00 –
Rp 4.500,00 Kg. Produktivitas padi dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi yang diintroduksikan, sementara keuntungan diperoleh melalui
penghematan biaya usahatani.