Tinjuan Pustaka dan Kerangka Logis
6 pemuliaan tanaman yang hanya mengembangkan dan menanam varietas unggul
yang menguntungkan secara ekonomis menyebabkan banyak jenis tanaman akan tersingkir dan akhirnya musnah sehingga akan mengancam keanekaregaman
hayati, 2 penggunaan pupuk kimia secara intensif mempunyai efek merusak struktur tanah, dan 3 penggunanan pestisida kimia menganggu aktivitas mahluk
hidup dalam tanah, menimbulkan pencemaran lingkungan dan menyebabkan penyakit pada manusia.
Terganggunya kehidupan dan keseimbangan, meningkatnya dekomposisi bahan organik yang kemudian menyebabakan degradasi sturktur tanah, kerentanan
yang tinggi terhdap kekeringan dan keefektifan yang lebih rendah dalam menghasilkan panenan. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral
Nitrogen bisa menyebabkan menurunkan PH tanah dan ketersediaan fospor bagi tanaman. Penggunaan pupuk buatan NPK yang terus-menerus menyebabkan
penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boro bisa mempengaruhi tanaman, hewan dan kesehatan manusia.
Bila unsur mikro ini tidak diganti oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun akan menurun dan serangan hama penyakit akan meningkat Sharma, 1985;
Tandon, 1990. Fenomena kerusakan lingkungan yang munculnya berbagai kritik atas
model pembangunan pertanian dengan input tinggi, perlahan namun pasti telah mendorong berkembang dan memasyarakatnya pertanian ramah lingkungan. Pada
kasus pangan, pengertian ramah lingkungan tidak hanya sekedar aman bersih, sehat, bergizi, bermutu dan berwawasan lingkungan tetapi juga memberikan
jaminan kesejahteraan bagi petani dan ketersediaan pangan secara berkelanjutan. Pada perkembangannya, konsep pertanian ramah lingkungan diarusutamakan
menjadi pembangunan pertanian berkelanjutan sustainable agriculture development.
Salah satu program pembangunan pertanian ramah lingkungan yang mulai mendapat perhatian serius di Asia adalah System of Rice Intensification SRI. SRI
merupakan teknik budidaya padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, air dan
7 tanaman kelompok studi petani, 2003. SRI yang berbasis pada padi organik
merupakan program pertanian dalam rangka meningkatkan hasil produksi padi baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Secara empiris, SRI mulai dikembangkan di Madagaskar sekitar 20 tahun yang lalu sebagai respon atas menurunnya kesuburan lahan, langka dan tingginya
harga pupuk kimia, serta suplai air yang terus berkurang. Saat ini, SRI telah dikembangkan di banyak negara, seperti Thailand, Philipina, India, China,
Kamboja, Laos, Srilangka, Peru, Cuba, Brazil, Vietnam dan termasuk di Indonesia. SRI dikatakan organik karena mulai dari pengolahan lahan,
pemupukan, hingga penanggulangan serangan OPT menggunakan bahan organik. SRI masuk ke Indonesia Tahun 1997 dan mulai dikembangkan di Jawa
Barat pada Tahun 2003. Produktivitas padi dengan metode SRI sangat menakjubkan, karena mencapai angka rata-rata 9-11 ton per hektar, bahkan lebih
Raphaella dkk., 2003; dan Royan, 2005. Metode ini menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff yang memperkenalkannya kepada masyarakat
Indonesia Tahun 1997 yang merupakan solusi dan dapat menjadi titik tolak untuk membangkitkan kembali sektor pertanian, khususnya padi.
Melalui SRI, produktivitas padi bisa lebih tinggi, sebagai contoh, produktivitas padi di Madagaskar bisa meningkat hingga 500 persen, yakni dari
semula 2,6 tonha menjadi 21 tonha. Tabel 1. Di Indonesia, pada panen perdana di Sukabumi, SRI mampu meningkatkan produktivitas padi hingga 9,4 tonha.
Selain itu, SRI juga hemat dalam penggunaan bibit 93 persen, hemat air irigasi 50 persen dan hemat pestisida 100 persen. International Federation of Organic
Agriculture Movements 2004, melaporkan bahwa metode SRI juga memberikan kontribusi terhadap kesehatan tanah, tanaman dan memelihara mikroba tanah
yang beragam Tarya S Sugarada, dkk, 2008 Secara umum dalam konsep SRI semua potensi tanaman padi
dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Hal ini disebabkan SRI menerpakan konsep sinergi dimana
semua komponen teknologi Sri terinteraksi secara positif dan saling menunjang sehingga hasilnya secara keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-
8 masing bagian. Dalam pelaksanaanya sangat ditekankan bahwa SRI dapat berhasil
apabila semua komponen teknologi dilaksanakan secara bersamaan dan berkesinambungan.
Tabel 1. Perbandingan Antara Hasil Produksi Rata-rata dan Maksimum SRI dengan Konvensional Konvensional di 13 Negara
No Negara
No. of Data Sets No. of Farmers
Produktivitas Usahatani Padi
Konvensional TonHa
Produktivitas Rata- Rata Usahatani
Padi SRI TonHa Produktivitas Maksi-
mum Usahatani Padi SRI TonHa
1. Bangladesh
4 on-farm 261 6 on- station
4,9 4,4 – 5,0
6,3 5,3 – 7,3
7,1 5,6 – 9,5
2. Cambodia
3 on-farm 427 2,7 2,0
– 4,0 4,8 3,4
– 6,0 12,9 10,0
– 14,0 3.
China `7 on-station w
hybrid varieties 10,9 10,0
– 11,8 12,4 9,7
– 15,8 13,5 10,5
– 17,5 4.
Cuba 17 on-farm trials
4,3 1,6 – 7,6
7,4 3,0 – 12,0
13,3 12,0 – 14,0
5. Gambia
1 on-farm 10 1 on- station
2,3 2,0 – 2,5
7,1 6,8 – 7,4
8,8 8,3 – 9,4
6. India
on-farm trials134 4,0 2,0
– 6,0 8,0 3,2
– 16,2 15,3 14,3
– 16,2 7.
Indonesia 2 on-farm 5 on-station
5,0 4,1 – 6,7
7,4 6,2 – 8,4
9,0 7,0 – 10,3
8. Madagas-
car 11 on-farm 3.025 3
on-station 2,6 1,5
– 3,6 7,2 4,2
– 10,4 13,9 5,6
– 21,0 9.
Myanmar 121 farmer field
schooltrials 2,0
5,4 2,0 – 15,3
15,3 10.
Nepal 13 farmer field school
trials 4,2
– FP 3,0 – 5,2 6,3
– IP 3,8 – 8,5 8,5 7,5
– 11,0 11,0
11. Philippines
4 on-farm 47 1 on- station
3,0 2,0 – 3,6
6,0 5,0 – 7,6
7,4 7,3 – 7,6
12 Sierra
Leone 8 on-farm 160
2,5 1,9 – 3,2
5,3 4,9 – 7,4
7,4 13.
Sri Lanka 6 on-farm 275 2 on-
station 3,6 2,7
– 4,2 7,8 7,0
– 13,0 14,3 11,4
– 17,0 Sumber
: Most Data are From Country Report is Norman Uphoff 2002 Keterangan : Angka dalam Kolom Merupakan Kisaran Produksi; FP Farmer Practice; IP
ImprovedPractice
Program SRI menawarkan pertumbuhan akar yang besar dan mudah beradaptasi dengan aktivitas biologis tanah yang tidak terlihat. SRI tidak
tergantung dari input luar bahkan sebaliknya mampu meningkatkan produktifitas lahan, tenaga kerja, air dan modal pada produksi padi beririgasi dengan
mendayagunakan potensi genetik dan proses biologis yang ada terutama di dalam tanah Nippon Koei Co,.2004
9 Adapun hasil-hasil yang berkaitan dengan pelaksanaan progam padi SRI
yaitu meningkatnya jumlah anakan, pertumbuhan akar yang besar,kualitas gabah lebih tinggi dan lebih berat, hemat air, mengurangi serangan hama dan penyakit
tanaman, biaya produksi rendah karena tidak memerlukan pupuk kimia, meningkatkan produktivitas faktor, keuntungan, dan mengurangi risiko.
Namun berdasarkan hasil penelitian Moser dan Baret 2003 dalam Wardana et all, 2005 dilihat dari sudut pandang petani sebagian besar petani
merasakan bahwa teknologi SRI sulit dilaksanakankarena membutuhkan tambahan tenaga kerja yang banyak pada saat keuangan petani rendah. Pada awal
penerapan SRI terjadi penurunan produktivitas, terutama pada tanah-tanah yang memiliki kesuburan rendah. Penurunan produksi pada musin tanam pertama dan
kedua dalam penerapan SRI bisa mencapai 30-50 persen. Namun melalui pemberian kompos yang kontinue, produktifitas lahan secara perlahan meningkat.
Hasil penelitian Iwan setiajie, dkk, 2008 di daerah Garut dan Ciamis menunjukkan bahwa penerapan SRI mampu menghemat saprodi berupa benih,
pupuk, dan insektisida, namun lebih boros dalam penggunaan kompos. Kurangnya ketersediaan pupuk kandang merupakan kendala bagi pengembangan SRI karena
petani tidak mampu memproduksi kompos untuk keseluruhan lahannya. Oleh karena itu petani hanya mempu menerapkan SRI pada 30-50 persen lahannya.
Peningkatan penggunaan input tenaga kerja terutama dalam fase pembuatan kompos maupun pengendalian gulma. Pemakaian tenaga kerja dalam model SRI
lebih banyak dibandingkan dengan cara konvensional. Penerapan SRI sangat ideal dilakukan pada kondisi lingkungan yang
mendukung terhadap komponen inovasi yang dipersyaratkan. Kendala yang dihadapi pada saat pengembangan SRI pada skala luas terkait dengan aspek teknis
dan non teknis. Aspek non teknis diantaranya ketersediaan bahan baku kompos yang berupa kotoran hewan kohe untuk pembuatan pupuk organik, kebutuhan
tenaga kerja yang meningkat, penanganan hasil produksi gabah dan perubahan pasar sasaran beras organik untuk mempertahankan harga jual.Kendala dalam
aspek teknis terkait dengan tingkat adopsi teknologi SRI.
10 Secara sosiologis, lamban tidaknya adopsi sistem pertanian organik yang
berbasiskan pupuk dan pestisida organik disebabkan oleh faktor-faktor berikut: 1. Secara psikologis, perilaku petani masih sangat tergantung kepada input luar
pupuk anorganik dan pestisida sintetis. Hal ini dapat dimaknai bahwa kemandirian petani telah menurun. Budaya instan yang dilahirkan dari
keprakatisan seperti tinggal menabur tanpa harus membuat sendiri dan kemudahan input dari luar karena selalu tersedia di toko-toko sarana produksi
pertanian tampaknya masih menjadi perhitungan dan pertimbangan para petani, baik secara sosial, ekonomi maupun teknis. Secara riil Rientjies et all,
1992 menyatakan bahwa para petani telah menyadari bahwa lingkungan khususnya tanah telah mengalami penurunan produktifitas levelling
–off, namun pada kenyataannya sikap masyarakat atas pupuk dan pestisida hayati
masih tetap tidak menyakinkan. Bagi sebagian besar petani dan masyarakat pertanian yang masih awam, pertanian organik, pupuk organik dan pestisida
organik masih identik dengan pertanian tradisional kuno yang produktivitasnya rendah.
2. Lemahnya pengetahuan petani mengenai pertanian organik terjadi karena kurangnya komunikasi antar petani, baik di dalam menginternalisasikan
praktek pembuatan dan penggunaan pupuk dan pestisida organik maupun dalam menginternalisasikan manfaat, keuntungan dan keunggulan dari
pertanian organik. Bagi petani yang kadang mengabaikan dampak negatif dari pupuk atau pestisida yang penting hasil harus maksimal. Aspek lingkungan,
kesehatan, dan masa depan lahan, belum menjadi prioritas. Lemahnya komunikasi juga terjadi dalam proses diseminasi informasi pertanian organik
oleh sumber-sumber informasi, baik kepada petani maupun kepada khalayak umum. Reintjes et al. 1992 menyatakan bahwa kemerosotan pengetahuan
petani dan masyarakat pada umumnya atas agroekosistem setempat dan teknik pertanian, strategi dan sumber daya genetik lokal setempat karena
menurunnya kedudukan praktek tradisional dan pertanian sebagai suatu profesi.
11 3. Permasalahan sosial budaya dalam pengembangan pertanian organik juga
datang dari petani sebagai konsumen. Di mata konsumen, produk organik relatif masih mahal, kurang menarik secara fisik dan susah didapat. Sebagian
besar konsumen belum memahami bahaya pestisida atau keberadaan residu pestisida dalam makanan yang dikonsumsinya, sehingga secara riil telah
menurunkan minat petani untuk mengembangkan pertanian organik. Pada kasus padi organik, Royan 2005 mengungkapkan bahwa beberapa petani
– yang semula menerapkan pertanian organik SRI
– kembali menerapkan cara konvensional karena harga gabah konvensional tidak berbeda secara nyata dari
harga gabah organik. Royan pun mengungkapkan bahwa petani yang menerapkan pertanian organik tidak saja mendapatkan tantangan cemoohan
dari tetangga tetapi juga dari keluarganya. Kendala sosial yang paling dirasakan oleh petani dalam menerapkan pertanian organik adalah hilang atau
memudarnya budaya dan pengetahuan lokal tentang pupuk maupun pestisida organik. Hampir sebagian besar petani merasa asing dengan cara yang
diterapkan dalam SRI, kondisi tersebut sejalan dengan tererosinya kearifan lokal dan ketersediaan tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pestisida dan
pupuk organik. 4. Faktor keamanan sebaiknya tidak dilihat secara sempit menyangkut
minimalisasi risiko atau kerugian tetapi juga dilihat secara makro menyangkut kemanan pangan. Secara sempit, ancaman kemanan bisa datang dari cuaca,
munculnya hama, permintaan pasar yang belum jelas, taksiran sumber daya dan ketersediaan tenaga kerja. Petani merasakan bahwa penggunaan pestisida
dan pupuk organik belum memberikan jaminan keamanan baik secara ekologis, ekonomis maupun sosial. Bagi petani, berusahatani merupakan
jaminan untuk mendapatkan ketahanan pangan dan bagi negara usahatani hendaknya menjamin ketahanan pangan negara yang erat kaitannya dengan
politik. Menerapkan pertanian organik secara politis menyimpan keraguan terhadap kemampuan dalam menjaga stabilitas pangan terutama pada tahap
awal.
12 Secara ekonomis penerapan pertanian organik terutama untuk pupuk
organik akan memberatkan bagi petani, terutama pada tahap awal penerapan. Permasalahan ekonomi yang paling menjadi kendala bagi pengembangan
pertanian organik yang paling dirasakan adalah pasar. Hal ini disebabkan konsumen belum menyadari keuntungan dari produk organik, selain itu struktur
pasar yang tidak bersaing sempurna kurang mendukung dalam pemasaran produk pertanian organik.
Kendala kelembagaan pendukung supporting system dalam pertanian organik menyangkut aspek kelembagaan pengelolaan lahan, kelembagaan
penyedia atau pelayanan sarana produksi, kelelmbagaan pengembangan sumberdaya manusiapemberdayaan, kelembagaan pemasaran distribusi
kelembagaan keuanganpermodalankelembagaan penanganan dan pengolahan hasil. Secara riil, kelembagaan tersebut belum semuanya terbentuk dan yang
sudah ada juga masih belum berfungsi secara optimal. Kendala pertanian organik secara teknis adalah petani masih beranggapan
bahwa pertanian organik belum praktis dimana mereka masih merasa lebih nyaman apabila menggunakan pupuk dan pestisida sintetis karena hampir selalu
tersedia kapanpun dan dimanapun ketika petani membutuhkannya. Petani juga masih menganggap bahwa kelemahan pertanian organik adalah terjadinya
penurunan produktivitas pada tahap awal penerapan dan pestisida organik. Pada tahap ini, petani maengalami kesulitan karena disamping penurunan produktifitas
terjadi pula peningkatan biaya produksi. Pada tahap awal penerapan pertanian organik, pupuk kandang atau kompos yang diperlukan cukup banyak, bagi petani
yang tidak memiliki ternak, hal ini akan cukup menyulitkan. Oleh karena itu, pendampingan atau penyuluhan dari para fasilitator atau penyuluh sangat
diperlukan terutama dalam penguatan motivasi.
13
- Skala luasan Usaha kecil - Perubahan Perilaku
- Perubahan Teknik budidaya
Gambar 1. Kerangka Logis Kajian Dampak Sosial Ekonomi Budidaya Padi Organik Metode SRI
Kekurangan Pangan SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION
SRI K
a j
a i
n S
o s
i a
l
E k
o n
o m
i
- Ketersediaan Air terbatas - Ketersediaan Pupuk Organik
- Ketersediaan Modal Terbatas
Perubahan Penggunaan Input
Revolusi Hijau
Perubahan Teknologi - Stagnasi Hasil Pertanian
- Kerusakan Lingkungan - Gangguan Kesehatan
- Pemasaran Hasil Terbatas -Fluktuasi Harga
Perubahan Pasar
Ketahanan Pangan Nasional Arahan Pola Pengembangan SRI
14