58
BAB V PANEN DAN PASCA PANEN
5.1. Jumlah yang diterima dan yang Dijual
Berdasarkan hasil penelitianif sama dapat dilihat bahwa dari seluruh hasil panen padi SRI, peteni mengalokasikannya untuk dikonsumsi sebesar 27,94
persen untuk dikonsumsi sendiri sedangkan sisanya dialokasikan untuk dijual kepada pihak lain. Pada petani padi konvensional alokasi untuk konsumsi tidak
terlalu berbeda dengan petani padi SRI yaitu sebesar 26,03 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa saat ini secara umum baik petani padi SRI maupun
konvensional di Kabupaten Tasikmalaya memiliki pandangan yang relatif sama terhadap kegiatan pemasaran hasil panennya. Walaupun padi organik dalam
sistem SRI memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan padi konvensional tidak serta merta mendorong petani untuk menjual seluruh hasil panennya.
Petani padi SRI masih mengalokasikan hasil panennya untuk dikonsumsi sendiri, karena mereka beranggapan bahwa hal ini dinilai lebih aman untuk
ketahanan pangan rumah tangga petani. Potensi hasil padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya adalah besar, karena alokasi hasil panen padi untuk dipasarkan lebih
dari 60 persen. Artinya ketahanan pangan petani di Kabupaten Tasikmalaya sudah tinggi, sehingga dapat dikatakan petani memiliki kemampuan yang cukup
memadai untuk memenuhi permintaan pasar padi beras organik ini. Tabel 26. Alokasi Hasil Panen Padi Petani Responden
No. Keterangan
SRI Konvensional
Kg Kg
1. Konsumsi Sendiri 1996,27
27,94 1338,36
26,03 2. Dipasarkan
5148,49 72,06
3803,70 73,97
3. Panen 7144,76
100 5142,06
100
Kesadaran petani untuk menjual sebagian besar hasil panennya tersebut didorong oleh harga padi SRI yang memang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan padi konvensional. Konsumen beras telah mengakui bahwa padi SRI
59 merupakan padi organik yang aman untuk dikonsumsi. Petani melihat bahwa hal
ini dapat memberikan keuntungan yang lebih baik. Namun saat ini petani melihat bahwa pasar padi konvesional dan padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya
khususnya, masih belum dapat dibedakan. Rantai pasar padi organik SRI secara umum masih sama dengan rantai pasar padi konvensional, sehingga harga padi
SRI dan konvensional di Kabupaten Tasikmalaya saat ini tidak berbeda. Kondisi ini mendorong petani untuk selalu menyisihkan sebagian hasil
panennya untuk dikonsumsi sendiri, karena apabila petani harus membeli padi organik di pasar, harganya akan lebih tinggi daripada harga jual padi organik dari
petani. Sebagai perbandingan, saat ini petani menjual padi mereka sebesar Rp 2500
– Rp 3000 Kg, sedangkan harga beli beras organik adalah sebesar Rp 7000
– Rp 9000 Kg. Selain faktor harga, pendorong petani untuk menyisihkan hasil panen untuk dikonsumsi sendiri adalah adanya pemahaman petani bahwa
padi SRI yang mereka hasilkan lebih aman dan sehat untuk dikonsumsi, sehingga mereka beranggapan bahwa alokasi padi untuk konsumsi sebesar 27,94 persen
tidak merugikan mereka. Walaupun demikian, sebagian besar hasil panen petani masih dialokasikan
untuk dijual, karena petani membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga modal untuk musim tanam berikutnya. Kesadaran petani
untuk menjual hasil panennya cukup besar karena mereka beranggapan bahwa padi SRI ini pada masa yang akan datang dapat semakin tinggi harganya,
didorong oleh adanya perubahan selera konsumen dan juga sistem pemasaran padi SRI yang khusus. Secara umum sistem pemasaran yang efisien sangat dibutuhkan
agar dapat meningkatkan nilai tambah dan surplus petani produsen maupun konsumen.
5.2. Saluran Pemasaran
Hasil kajian lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar padi organik yang dihasilkan para petani rata-rata dijual ke pengumpul atau KTNA dalam
bentuk Gabah Kering Pungut GKP dan Gabah Kering Giling GKG, proses selanjutnya penggilingan gabah menjadi beras dilakukan oleh pengumpul dan