Kendala Teknis Kendala Teknis, Sosial Ekonomi dan Pengembangan Pelaksanaan

54 perlu diperhatikan, penggunaan kohe yang berlebihan dapat menyebabkan tanah sangat subur, longsor pada lahan kering dan merangsang pertumbuhan OPT. Bahan baku pembuatan kompos sebenarnya bisa saja terbuat dari bahan baku yang berasal dari tumbuhan saja, namun hal ini membuat petani kurang puas dan kurang yakin dengan kualitas komposnya sehingga petani tetap mengusahakan pengadaan kotoran hewan sebagai salah satu bahan pembuatan kompos tersebut. Sebagian petani sudah mengusahakan adanya peternakan domba sendiri kotoran domba dianggap sebagai kotoran yang lebih baik untuk bahan kompos untuk pemenuhan kebutuhan kotoran hewan dalam pembuatan kompos. Upaya ini belum bisa dilakukan oleh petani seluruhnya karena membutuhkan modal yang besar untuk pengadaan ternak domba. Secara keseluruhan, pembuatan kompos masih dilakukan secara manual sehingga kompos yang dihasilkan sangat sedikit.Adanya bantuan mesin pencacah kompos merupakan upaya berguna yang dirasakan petani dalam proses pembuatan kompos. Namun tidak seluruh proses dilakukan dengan mekanisasi sehingga tetap ada keterbatasan dan hasil yang diperoleh pun masih sedikit. c. Tenaga Kerja yang digunakan untuk proses pembuatan pupuk organik sangat banyak sehingga membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi. Karena ada proses pembuatan, maka akan dibutuhkan tenaga kerja yang akan mengerjalan proses tersebut. Dengan begitu, ada biaya produksi yang harus dikeluarkan meskipun biaya produksi tersebut sangat kecil. Hal ini tetap menjadi kendala bagi petani dalam pengadaan pupuk organik tersebut. 4.4.2.Kendala Sosial a. Belum meratanya penerapan SRI di dalam suatu wilayah garapan Penerapan padi metode SRI di Kabupaten Tasikmalaya dilakukan secara bertahap sehingga masih ada petani dalam satu kawasan hamparan yang masih menggunakan padi metode konvensional, bahkan di beberapa wilayah seorang petani didalam pengelolaan lahan garapannya menerapkan dua metode penanaman SRI dan konvensional. Kondisi ini baik secara langsung maupun 55 tidak langsung akan mempengaruhi petani lainnya dengan mengkritisi cara-cara apa yang dilakukan dalam budidaya padi metode SRI. b. Terbatasnya pengetahuan dan kearipan lokal Sebenarnya keterbatasan kohe dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan mikro organisme lokal MOL. Namun terbatasnya akses dalam memanfaatkan mikroorganisma lokal menyebabkan petani lebih senang menggunakan pupuk dan pestisida kimiawi. Sebenarnya di Indonesia banyak sekali pengetahuan lokal yang diwariskan oleh leluhur, baik pengetahuan mengenai pupuk organik maupun pestisida nabati berupa pengendalian hama secara tradisional. Pada kenyataan sekarang pengetahuan tersebut semakin tergradasi dari sistem sosial masyarakat petani. Salah satu kelemahannya karena petani tidak mendokumentasikannya, sehingga sulit diketahui oleh generasi selanjutnya. c. Lemahnya dukungan masyarakat terhadap budidaya padi SRI Secara sosiologis, faktor sosial budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat adopsi budidaya padi SRI. Karena petani kebanyakan sudah terbiasa pada cara pertanian konvensional yang relatif memiliki ketergantungan tinggi terhadap input-input kimiawi dari luar, maka kehadiran inovasi budidaya padi SRI tersebut berlawanan dengan kebiasaan mayoritas petani sehingga siapapun yang mengembangkannnya, pasti akan mengalami kesulitan dan mungkin ditentang, baik oleh anggota keluarga, tetangga maupun elit desa setempat. Hal ini dapat dilihat dari adanya sikap cemoohan dari anggota keluarga dan petani lain terhadap petani yang menerapkan budidaya padi SRI terutama pada tahap awal. d. Status penguasaan lahan Kendala sosial lainya adalah ini status pengusahaan lahan umumnya adalah petani penggarap dengan sistem bagai hasil maro sehingga mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan perubahan teknik budidaya dari konvensional ke budidaya padi SRI dan akses terhadap sumber permodalan karena perlu melibatkan pemilik lahan. Di lain pihak memudarkan budaya beternak dimana sudah jarang petani yang memelihara ternak di pedesaan. 56 Orientasi usahatani yang mulai bergeser dari usaha pokok ke usaha sampingan juga kurang mendukung motivasi petani untuk memperbaiki poduktifitas lahan usahataninya melalui penerapan budidaya padi SRI. 4.4.3.KendalaEkonomi a. Keterbatasan modal di tingkat petani Penggunaan pupuk organik yang cukup besar terutama pada tahap awal MT ke-1 dan ke-2 menyebabkan petani memerlukan tambahan biaya dalam penyediaan bahan organik dan biaya tenaga kerja. Sebagai contoh adanya upaya dari petani untuk pengadaan hewan ternak domba dalam rangka menjamin ketersediaan kotoran hewan memerlukan dana yang cukup besar pada saat awal investasi, karena pengadaan tersebut meliputi pembelian hewan dan pembuatan kandang. Hingga saat ini modal masih menjadi salah satu permasalahan bagi sebagain besar petani. Pada umumnya petani masih mengandalkan modal dari hasil penjulan produk pertanian untuk mengoperasikan usahatani berikutnya. Namun ditemukan pula petani dayang mendapata tambahan modal dari usaha non pertanian. Selama ini petani penggarap mendapat pinjaman modal dari pemilik lahan, bandar dengan sistem pembayaran setelah panen yarnen, kelompok tani atau keluarga dekat. Petani mengalami kesulitan dalam pengajuan kredit ke lembaga perbankan sepertai BRI, BNI karena terganjal oleh persyaratan administrasi yang banyak dan menyulitkan bagi petani untuk mengasksesnya. b. Masih terbatasnya jaringan pemasaran padi organik Walaupun harga jual padi organik metode SRI lebih tinggi dari harga padi Konvensional yaitu rata-rata selisih Rp 500kg GKG, namun jaringan pemsaran padi organik masih lemah, pedagang yang manampung padi organik masih terbatas. ini juga merupakan hal yang dapat menghambat perkembangan padi organik SRI. Di beberapa daerah penelitian masih ada gabah padi organik SRI yang dibeli oleh pedagang bandar sama dengan harga gabah padi konvensional. 57 Meskipun masih mengutungkan namun hal ini dirasakan petani tidak sebanding dengan waktu, biaya dan waktu yang dikeluarkan oleh para petani. Bandar yang membeli gabah dengan harga yang berbeda diantaranya pak Alik yang tergabung dalam ALIXA, H.Uu ketua KTNA Kabupaten Tasikmalaya, H. Yana ketua KTNA Manonjaya, dan KUD KOMPA di daerah Manonjaya.

4.4.4. Kendala Pengembangan

Penerapan pola SRI ideal untuk dilakukan apabila kondisi lingkungan mendukung terhadap komponen –komponen inovasi yang dipersyaratkan dalam metode SRI. Dalam skala kecil pola tanam SRI telah memberikan gambaran keberhasilan baik terhadap efisiensi penggunaan benih, penghematan penggunaan air serta substitusi penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik yang dihasilkan sendiri oleh petani sendiri. Penggunaan pupuk organik telah mendorong berkurangnya input produksi, terutama pada kondisi terjadinya kenaikan harga pupuk dan pestisida anorganik ataupun pada kondisi kelangkaan pupuk. Hal ini dapat mengatasi masalah ketergantungan pada pupuk dan pestisida anorganik, permasalahan air dan juga kualitas lahan karena penggunaan pupuk organik pada prinsipnya dapat mengembalikan tingkat kesuburan lahan dalam jangka waktu tertentu. Kendala yang akan dihadapi oleh petani di Kabupaten Tasikmalaya dalam skala luas, terkait dengan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan pupuk organik, kebutuhan terhadap jumlah tenaga kerja untuk tanam yang sangat terbatas serta penanganan hasil produksi gabah dan pasar beras organik. Kendala teknis atas penerapan komponen SRI secara umum juga akan dialami pada kegiatan penanaman padi benih muda, tanam dangkal dan penanaman sebatang yang merupakan risiko paling besar dalam pelaksanaan pola SRI di lapangan, terutama pada saat turun hujan atau lahan tergenang sehingga harus dilakukan penyulaman serta penambahan biaya tenaga kerja pada saat terjadinya serangan organisme pengganggu tanaman. 58

BAB V PANEN DAN PASCA PANEN

5.1. Jumlah yang diterima dan yang Dijual

Berdasarkan hasil penelitianif sama dapat dilihat bahwa dari seluruh hasil panen padi SRI, peteni mengalokasikannya untuk dikonsumsi sebesar 27,94 persen untuk dikonsumsi sendiri sedangkan sisanya dialokasikan untuk dijual kepada pihak lain. Pada petani padi konvensional alokasi untuk konsumsi tidak terlalu berbeda dengan petani padi SRI yaitu sebesar 26,03 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa saat ini secara umum baik petani padi SRI maupun konvensional di Kabupaten Tasikmalaya memiliki pandangan yang relatif sama terhadap kegiatan pemasaran hasil panennya. Walaupun padi organik dalam sistem SRI memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan padi konvensional tidak serta merta mendorong petani untuk menjual seluruh hasil panennya. Petani padi SRI masih mengalokasikan hasil panennya untuk dikonsumsi sendiri, karena mereka beranggapan bahwa hal ini dinilai lebih aman untuk ketahanan pangan rumah tangga petani. Potensi hasil padi SRI di Kabupaten Tasikmalaya adalah besar, karena alokasi hasil panen padi untuk dipasarkan lebih dari 60 persen. Artinya ketahanan pangan petani di Kabupaten Tasikmalaya sudah tinggi, sehingga dapat dikatakan petani memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk memenuhi permintaan pasar padi beras organik ini. Tabel 26. Alokasi Hasil Panen Padi Petani Responden No. Keterangan SRI Konvensional Kg Kg 1. Konsumsi Sendiri 1996,27 27,94 1338,36 26,03 2. Dipasarkan 5148,49 72,06 3803,70 73,97 3. Panen 7144,76 100 5142,06 100 Kesadaran petani untuk menjual sebagian besar hasil panennya tersebut didorong oleh harga padi SRI yang memang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan padi konvensional. Konsumen beras telah mengakui bahwa padi SRI

Dokumen yang terkait

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Pasca Peralihan Jenis Tanaman Dari Kopi ke Jeruk

15 138 127

Analisis Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Petani Terhadap Luas Tanam Bawang Merah Di Kabupaten Dairi

3 48 108

Dampak Pembangunan Irigasi Terhadap Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kabupaten Simalungun", studi kasus Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3 61 116

Perkembangan Teknologi Budidaya Padi Sawah Yang Diterapkan Petani Untuk 5 Tahun Terakhir SertaDampaknya Terhadap Sosial Ekonomi Petani di DesaLubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 50 146

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Dalam Metode SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) (Studi kasus : Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

3 58 57

Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (Spi) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

0 39 191

TEMPAT HIBURAN KARAOKE DI KABUPATEN PATI (Kajian Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Kabupaten Pati)

6 54 104

Telaah Sosial dan Ekonomi Petani Padi Organik

0 9 90

(ABSTRAK) TEMPAT HIBURAN KARAOKE DI KABUPATEN PATI (Kajian Terhadap Dampak Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Kabupaten Pati).

0 0 2

AGROINDUSTRIALISASI PADI SAWAH BERBASIS KEARIFAN LOKAL (KAJIAN ATAS BUDIDAYA PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN KABUPATEN BANDUNG)

0 0 9