Topeng Malang Topeng Dalang Madura

Gambar 1.27 Wayang Diponegaran

2.3.8 Wayang Topeng

Pada zaman kerajaan Demak, Sunan Kalijaga salah seo- rang dari Wali Sanga menciptakan topeng yang mirip dengan wa- yang Purwa pada tahun 1586 1508 Caka, dengan sengkalan: ha- ngesti sirna yakseng bawana. Topeng ciptaan Sunan Kalijaga terse- but luas dan hingga dewasa ini masih hidup dan berkembang seba- gai seni budaya tradisional dengan corak tersendiri di tempat topeng tersebut berkembang. Penampilan topeng tersebut dilakukan bersama dengan pentas wayang, baik wayang Purwa maupun wayang Gedog sehing- ga pertunjukan itu dikenal sebagai wayang Topeng atau dengan se- butan suatu nama daerah dimana wayang Topeng tersebut berkem- bang, misalnya wayang Topeng Malang, wayang Topeng Madura, wayang Topeng Cirebon, dan lain-lainnya. Kemudian sebutan to- peng menjadi nama suatu pertunjukan seperti halnya dengan sebut- an wayang.

2.3.8.1 Topeng Malang

Topeng Malang merupakan suatu pertunjukan wayang Ge- dog, yang pementasannya mengenakan topeng. Pertunjukan terse- but berkembang di desa Kedungmonggo dan desa Polowijen, Blim- bing, Malang-Jawa Timur, yang kemudian disebut dengan nama To- peng Jabung, yang akhirnya terkenal disebut Topeng Malang. Pementasan wayang Topeng Malang inipun menggunakan sebuah tirai langse yang terbelah di tengah untuk pintu keluar dan masuknya penari-penari topeng. Cerita-cerita Panji, seperti Sayem- bara Sada Lanang atau Walang Sumirang sering kali dipakai seba- gai cerita pementasan dengan pemakaian topeng tokoh-tokoh Panji, seperti Panji Inu Kertapati, Klana Sewandana, Dewi Ragil Kuning, Di unduh dari : Bukupaket.com Raden Gunungsari dan lain-lain. Hingga dewasa ini sebagai iringan pergelaran menggunakan gamelan dengan laras Pelog.

2.3.8.2 Topeng Dalang Madura

Topeng dalang Madura merupakan salah satu kesenian rakyat yang paling populer dan klasik di Madura. Kesenian tersebut merupakan pengganti pergelaran wayang kulit yang telah lama le- nyap sebelum Jepang menduduki Indonesia dan tidak aneh bila ben- tuk atau figur topeng yang dipakai sebagai modelnya diambil dari fi- gur wayang kulit. Begitu pula cerita yang ditampilkan pada umumnya adalah Ramayana dan Mahabharata. Diperkirakan kesenian rakyat Madura tersebut telah ber- kembang sejak abad ke XV, pada saat Prabu Menaksunoyo, cucu Prabu Brawijaya dari kerajaan Majapahit yang memerintah Paropo, Pamekasan, ingin menghidupkan pewayangan dan seni pedalangan di Madura. Topeng Dalang yang di Madura lebih dikenal segabagai topeng saja, merupakan perpaduan antara wayang kulit dan wayang orang. Seluruh dialog dari pergelaran topeng tersebut, diucapkan oleh sang dalang, sedang para pemain wayangnya hanya menggu- nakan bahasa isyarat mengikuti dialog ki dalang belaka, seolah-olah pemain wayangnya yang berbicara. Gerakan setiap pelaku pentas pada dasarnya berupa gerakan panto-mimik dan sendra tari yang di- sesuaikan dengan isyarat dalang. Seperangkat gamelan yang terdiri dari kendang, gambang, saron, gong, kenong, gender, ponggang, bonang dan peking serta ada kalanya ditambah dengan terompet khas Madura Sronen. Sronen juga berarti satu perangkat gamelan untuk kerapan sapi. Sejak zaman dulu setiap pementasan Topeng Madura selalu diawali dengan penampilan tari Gambu. Menurut ceri- ta yang terdapat dalam babad Sumenep, tari Gambu tersebut sudah sering dipentaskan sejak zaman pemerintahan Arya Wiraraja Adipa- ti Sumenep yang diangkat oleh Kartanegara 1268 – 1292, raja Si- ngasari pada tahun 1269. Perjalanan Topeng Dalang tersebut berawal sebagai kese- nian kraton dan dalam buku babad Madura dinyatakan bahwa teater topeng berkembang pada abad ke-XV di Jamburingin, Pamekasan- Madura, atas prakarsa Prabu Menaksunoyo, seorang bupati di ba- wah kerajaan Majapahit.

2.3.8.3 Topeng Jawa