Sastra Pedalangan SASTRA PEDALANGAN

BAB III SASTRA PEDALANGAN

3.1 Sastra Pedalangan

Kandungan nilai sastra yang ada pada seni pertunjukkan wayang adalah sangat luas. Pada hakikatnya seni pertunjukkan wa- yang ini sebagai pelaku utamanya adalah dalang, maka sastra da- lam seni pertunjukkan ini sering disebut Sastra Pedalangan. Sejak dalang manggung di bawah lampu penerang blen- cong untuk memulai karya mendalangnya, maka nilai sastrawi itu langsung nampak jelas mulai tergambarkan, tergelar dan terucap- kan. Bahkan apabila nilai sastrawi tersebut dimaknai sebagai per- nyataan filosofis, maka sebelum ki dalang memulainya, nilai-nilai sastrawinya telah kelihatan. Sejak wayang itu digelar, dinyatakan da- lam bentuk tata panggung, semua yang berada serta terkait pada panggung itu akan nampak jelas nilai-nilai sastrawinya dan sudah mulai bisa dibaca oleh penonton terutama bagi yang memperhatikan dan para pengamat, juga para penggemarnya. Bentuk-bentuk wayang, bentangan kelir, nyala blencong yang sangat terang dan penataan gamelan yang rapi dan berwibawa serta indah itupun sudah menyatakan suatu gambaran yang sangat filosofis. Demikian juga seperti bentuk penataan wayang yang ber- ada pada deretan sebelah kiri maupun kanan yang saling membela- kangi ungkur-ungkuran, gunungan kayon yang ditancapkan di te- ngah-tengah batang pisang gedebog dan sebelum dalang menem- patkan diri, itupun jelas mengandung nilai-nilai sastrawi yang berbo- bot. Purwadi dalam makalah Konggres Pewayangan 2005 di Yogya, hal Pendahuluan. Kini seni pewayangan yang sangat berbobot itu merupakan pengembangan dari hasil budaya cipta-ripta yang munculnya dari kreativitas masyarakat Jawa sejak masa-masa sebelum Masehi. Ma- ka tidak mustahil apabila seni pertunjukkan wayang itu sangat erat sekali keterkaitannya dengan hidup dan kehidupan masyarakat Ja- wa. Justru seni pertunjukkan wayang ini di kemudian hari digunakan sebagai sarana pendidikan lahir batin bagi kehidupan masyarakat secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Memang tujuan hidup masyarakat Jawa, mengutamakan pencapaian hidup sorgawi. Ini berarti mereka yang berada pada po- sisi generasi pendidik akan sangat mengutamakan ajaran-ajaran ke- rohanian. Theology mereka sebagian besar menggunakan seni pe- wayangan sebagai media pendidikan di dalam proses pembelajaran, yang dipastikan akan lebih mudah untuk diterima bagi anak cucu. Di unduh dari : Bukupaket.com Selanjutnya ajaran-ajaran tersebut tertuang melalui aspek seni, yang terkandung dalam pewayangan. Aspek-aspek seni itu adalah seni rupa, seni suara, seni drama, seni gerak, seni sastra. Seni rupa berupa bentuk dan warna wayang, ukiran, seni suara berupa tembang, suluk dan gending, seni drama berupa liku- liku ceritalakon, seni gerak berupa tari dan laku wayang, seni sastra berupa dialog, narasi, lakon gending, suluk dan lain-lain. Namun demikian pembicaraan pada bab ini hanya akan dikhususkan mengambil dari aspek sastra saja. Sebab dengan sas- tra ini aspek yang lainnya akan ikut terbawa aktif sebagai jalan terca- painya system pendidikan yang menjadi harapan masyarakat. Aspek seni sastra yang realisasinya termasuk satu cabang seni pertunjukkan wayang di mana sebagai pelaku utamanya adalah dalang. Maka aspek ini dinyatakan sebagai Sastra Pedalangan isti- lah satu mata ajaran pada jurusan Pedalangan Jawatimuran di SMK Negeri 9 Surabaya. Kata sastra yang dalam bahasa Jawa kuna tertulis Çastra berarti buku pelajaran, ilmu, pengetahuan, naskah, buku suci Suwo- yo Woyowasito, Kamus Kawi Jawa Kuno-Indonesia. Dengan demi- kian sastra artinya adalah tulisan Bau Sastra Purwadarminta juga berarti piwulangwewarah pelajaran. Namun sastra menurut pangawikan Jawa ialah pengetahu- an, bukan saja yang diperoleh dari apa yang tersurat, melainkan juga yang tersirat. R.M. Yunani Prawiranegara, Pemahaman Nilai Filo- sofi, Etika Dan Estetika Dalam Wayang, makalah Konggres Pewa- yangan 2005 di Yogya, halaman XII – 16. Jadi segala buku atau se- gala yang tersurat dan tersirat dalam cerita baik lama maupun baru, yang dengan melalui tembang oleh dalang suluk, dialog wayang yang diakukan oleh dalang antawacana bisa dibicarakan bersama- sama dalam aspek seni sastra atau Sastra Pedalangan. Dengan demikian BAB III dalam buku ini berisi pembicara- an tentang sastra yang berupa suluk beserta isi dan analisa, sastra yang berupa cerita dan analisa, sastra gending, sastra yang berupa antawacana dengan pemilihan kata-kata, buku-buku sumber cerita. Dan yang sama pentingnya adalah pandangan filosofis dan gambar- an simbolis bagi ajaran pangawikan Jawa.

3.2 Suluk Wayang