Tantu Panggelaran Sastra Lakon

tak putus siang dan malam, pujiannya siang malam, banyak menjadi berhala. Demikian sastra suluk di bagian kedua yang tergolong su- luk ilmu gaib. Tentu bukan hanya seperti yang tertulis di atas. Itu ha- nya sebagai contoh diambil sebagai gambaran saja. Masih banyak suluk ilmu gaib yang semua itu merupakan ajaran-ajaran rohani bagi umat manusia, khususnya masyarakat Jawa. Seperti beberapa contoh di atas, bahwa suluk ilmu gaib bi- asa disebar dan diajarkan melalui tembang-tembang Jawa dengan sebagian besar berbentuk Tembang Macapat. Dari tembang-tem- bang Macapat ini oleh para dalang sering diambil menjadi sebuah wejangan dalam adegan-adegannya, meskipun tidak ditembangkan. Beberapa dalang mungkin hanya mengucapkan kalimatnya secara utuh, namun ada juga yang mengucapkan secara apa yang tersirat. Baik yang secara ditembangkan maupun diucapkan saja, yang jelas kesemuanya itu adalah Pitutur Luhur bagi penonton masyarakat agar berperilaku suci.

3.3 Sastra Lakon

Setiap dalang wayang kulit ataupun wayang golek atau juga wayang yang lain tentu mahir menampilkan lakoncerita untuk disaji- kan dalam karya pertunjukkannya. Bagi para dalang pecantrikan pun tentu telah mendapatkan banyak lakon dari sang guru pecantrikan- nya. Namun demikian, dalam perkembangan baik dalang senior ma- upun yuniornya masih juga membutuhkan penambahan untuk lebih banyak lagi mendapatkan perbendaharaan lakoncerita demi kekaya- an lakon itu sendiri. Untuk itu sebagai sarananya, mereka tentu harus banyak membaca buku-buku atau tulisan yang memuat tentang lakoncerita wayang, baik yang berbentuk tembang puisi ataupun prosa. Buku atau tulisan yang memuat dan mengungkapkan lakoncerita wayang dan identitas tokoh dalam pewayangan itulah yang disebut Sastra Lakon. Sejak jaman Hindu sampai sekarang buku-buku sastra la- kon telah banyak diterbitkan dengan jumlah yang sangat besar dan berisi lakoncerita yang hampir tak terbilang. Ada yang berbentuk prosa dan ada yang berupa tembang. Buku-buku atau tulisan, sastra lakon yang isinya berbentuk kalimat prosa, contoh:

3.3.1 Tantu Panggelaran

Kitab ini tergolong tua, tetapi sudah menggunakan bahasa Jawa Pertengahan. Adapun isinya dengan berbahasa prosa, mengi- sahkan beberapa cerita, misalnya Batara Guru menciptakan sejodoh Di unduh dari : Bukupaket.com manusia di pulau Jawa yang kemudian berkembang biak. Mereka belum berpakaian dan belum dapat bertutur kata. Para dewa diperintahkan untuk turun ke tanah Jawa supaya memberikan pelajaran kepada manusia agar mampu berbicara, ber- pakaian, membuat rumah dan alat-alat rumah dan lain sebagainya. Juga diceritakan bahwa pulau Jawa masih terapung sehingga mu- dah bergerak-gerak dan sering seperti timbangan. Sebelah timur be- rat, bagian barat mencuat ke atas dan sebaliknya. Dewalah yang akhirnya menerima perintah untuk menyeimbangkannya. Mereka ter- bang ke tanah Hindu India untuk mengambil puncak gunung Seme- ru dibawa ke pulau Jawa. Dimulai dari sebelah barat tanah gunung tadi dijatuhkan. Tetapi Jawa sebelah timur menjadi mencuat ke atas. Kemudian dari sebelah timur bagian tanah yang dijatuhi muncullah gunung-gunung, berupa gunung Katong atau gunung Lawu, gunung Wilis, gunung Kampud Kelud, gunung Kawi, gunung Arjuna, gu- nung Kemukus dan puncaknya paling akhir jadilah gunung Semeru. Dengan tertanamnya puncak yang memunculkan gunung semeru, maka pulau Jawa tidak lagi bergerak dan bahkan tidak akan bergerak-gerak lagi. Di situ juga diungkapkan tentang terjadinya ger- hana bulan yang menyadur cerita Mengaduk Samodera Manthana atau samudera susu dari kitab Adiparwa. Juga diceritakan tentang Batara Wisnu turun menjadi raja di Jawa bernama Prabu Kandiawan. Kemudian menurunkan putera-pu- teranya Sang Mangukuhan, sang Sandang Garba, sang Katung Ma- laras, sang Karung Kala dan Wreti Kandayun. Cerita prabu Kandi- awan diturunkan ke kitab-kitab babad. Hampir di setiap kitab babad yang menceritakan jaman tersebut menyebut nama Kandiawan dan putera-puteranya. Kitab Tantu Panggelaran terkait dengan kitab babad. Dan di dalam kitab tersebut terdapat nama-nama Medang Kamulyan, Me- dang Tantu, Medang Panataran dan Medang Gana. Dalam kitab Tantu Panggelaran juga memuat cerita yang bersifat Panggeli Hati dan lain-lainnya.

3.3.2 Tantri Kamandaka