2.3.2.9 Wayang Kulit Purwa Jawa Timur
Seperti halnya dengan daerah-daerah lainnya, antara lain Cirebon, Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, dan Jawa Timur
pun mempunyai wayang kulit dengan coraknya sendiri dan sering di sebut wayang Jawatimuran atau wayang Jek Dong. Sebutan Jek Do-
ng berasal dari kata Jek yaitu bunyi keprak dan Dong adalah bunyi instrumen kendang. Meskipun menggunakan pola wayang Jawa Te-
ngah sesudah zaman masuknya agama Islam di Jawa, wayang kulit Jawatimuran mempunyai sunggingan dan gagrag tersendiri dalam
pergelaranya, sesuai dengan apresiasi dan kreativitas selera masya- rakat setempat.
Bentuk dan corak wayang kulitnya condong pada gaya Yo- yakarta, terutama wayang perempuan putren. Hal ini membuktikan
bahwa sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, kebangkitan kembali wa- yang kulit Jawatimuran dimulai sebelum terjadinya perjanjian Giyanti
yang membagi kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Konon tercatat bahwa wayang gagrag
Surakarta merupakan perkembangan kemudian setelah perjanjian Giyanti terlaksana.
Ciri khas wayang kulit Jawatimuran yang mencolok terdapat pada beberapa tokoh wayang yang mengenakan busana kepala
irah-irahan gelung yang dikombinasi dengan makutha topong atau kethu dewa. Ciri lain terdapat pada tokoh wayang Bima dan Gathot-
kaca, yang di Jawa Tengah berwajah hitam atau kuning keemasan, namun di Jawa Timur berwajah merah. Beberapa tokoh dalang Ja-
watimuran menyatakan bahwa warna merah bukan berarti melam- bangkan watak angkara murka namun melambangkan watak pem-
berani. Selain itu tokoh wayang Gandamana pada wayang Jawa Te- ngah memiliki pola penggambaran karakter wanda yang mirip de-
ngan Antareja atau Gathotkaca, tetapi pada wayang kulit Jawatimur- an Gandamana tampil dengan wanda mirip Dursasana atau Pragota.
Contoh bentuk wayang Jawatimuran terakhir sebelum me- ngalami perubahan bentuk deformasi diperlihatkan oleh bentuk-
bentuk arca pada relief di dinding candi Sukuh di gunung Lawu sebe- lah barat, yang salah satu reliefnya menggambarkan perkelahian Bi-
ma melawan raksasa dengan menunjukkan angka tahun 1361 Caka atau 1439 masehi. Jadi masih dalam zaman pemerintahan Prabu-
putri Suhita, raja Majapahit ke IV 1429 – 1447. Pada masa per- alihan ke zaman Islam, wayang kulit Purwa Jawatimuran Kuna su-
dah lama berkembang dengan sempurna, mengingat kekuasaan ke- rajaan Majapahit sebelumnya yaitu yang meluas ke seluruh Nusanta-
ra, maka pedalangan Jawatimuran-pun sudah populer di daerah Ja- wa Tengah.
Dalam pergelaran wayang kulit gagrag Jawatimuran mem- punyai karakteristik tersendiri dengan memiliki empat jenis pathet,
yaitu pathet Sepuluh 10, pathet Wolu 8, pathet Sanga 9, dan pa-
Di unduh dari : Bukupaket.com
thet Serang, sedangkan di Jawa Tengah lazim mengenal tiga pathet, yaitu pathet Nem 6, pathet Sanga 9, dan pathet Manyura. Jumlah
panakawan wayang kulit Jawatimuran juga berbeda. Jumlah naka- wan yang ada di wayang kulit purwa Cirebon dengan sebanyak sem-
bilan panakawan, Jawa Tengah dengan empat panakawan, maka panakawan dalam wayang kulit Jawatimuran ini hanya memiliki dua
panakawan, yaitu Semar dan Bagong Mangundiwangsa. Kedua to- koh panakawan yang bersifat dwi tunggal itu agaknya menjadi ciri
khas dalam dunia wayang Jawatimuran.
Jumlah panakawan dalam wayang Jawatimuran lainya da- pat kita jumpai pada cerita-cerita Panji yang menampilkan Bancak
dan Doyok atau Judeh dan Santa Jurudyah dan Prasanta, sedang- kan dalam lakon Darmarwulan kita temui panakawan Nayagenggong
dan Sabdapalon seperti nampak pada lukisan-lukisan relief candi di Jawa Timur. Dengan demikian terdapat suatu kesimpulan, bahwa to-
koh panakawan tersebut pada mulanya hanya dua orang. Hal ini be- sar kemungkinan ada kaitanya dengan alam dan falsafah kejawen,
bahwa pasangan panakawan Semar dan Bagong tersebut merupa- kan lambang alam kehidupan manusia yang bersifat roh dan wadag.
Semar merupakan rohnya dan Bagong memanifestasikan kewadag- annya. Namun dalam perkembangannya panakawan diwayang Ja-
watimuran bertambah, yaitu Besut dengan perwujudan seperti Ba- gong hanya lebih kecil. Besut dalam wayang Jawatimuran berperan
sebagai anak Bagong.
Bangkitnya kembali wayang kulit Jawa Tengah yang ditun- jang oleh kalangan atas yaitu kalangan kraton, berkembang pula se-
ni pedalangan wayang kulit Jawatimuran pada perbedaan tingkat dan prosesnya. Ia berkembang bukan dari kalangan kraton malain-
kan dari tingkah bawah ke masyarakat banyak. Daerah perkemba- ngan wayang kulit Jawatimuran meliputi daerah Surabaya, Sidoarjo,
Pasuruhan, Malang, Mojokerto, Jombang, Lamongan dan Gresik.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Gambar 1.4 Batara Bayu Jawatimuran Gambar 1.5
Harjuna Sasrabahu Jawatimuran
Di unduh dari : Bukupaket.com
Gambar 1.6 Dewi Sembadra
Gambar 1.7 Batara Kala
Di unduh dari : Bukupaket.com
Gambar 1.8 Bagong dan Semar menghadap Berjanggapati
2.3.2.10 Wayang Golek 1646