anak-anak. Wayang kardus ini bahan dasarnya adalah kardus atau karton bekas pembungkus yang di beri warna ala kadarnya dan dita-
tah sangat sederhana. Maka jelas bahwa wayang-wayang tersebut tidak dapat tahan lama dan mudah rusak.
Di Yogyakarta hingga tahun 1984 masih dapat dijumpai wa- yang-wayang kardus hasil pengrajin wayang. Wayang-wayang terse-
but sering dipakai oleh siswa-siswa dalang atau untuk penguburan tokoh. Wayang yang perlu dikubur atau dihanyutkan di laut dilabuh
setelah gugur dalam pementasan, antara lain: Kumbakarna, Durna, dan lain-lainnya. Untuk penguburan ataupun labuhan wayang-waya-
ng tersebut diperlukan upacara tersendiri.
Wayang sebagai mainan anak-anak pernah pula dijumpai di Yogyakarta tempo dulu, bahkan sampai ke kota Batavia atau Betawi
Betawi = Jakarta yang terbuat dari singkong, wayang tersebut dinamakan wayang Telo singkong di Yogyakarta, wayang Opak
Jakarta yang terbuat dari parutan telo ampas singkong dan di- bentuk seperti boneka wayang dan diberi gapit tangkai wayang dari
bambu.
2.3.2.19 Wayang Batu atau Wayang Candi 856
Dari uraian di atas, maka terdapatlah suatu dasar dalam pemberian nama jenis wayang yang antara lain karena ceritanya, se-
hingga wayang tersebut dinamakan wayang Purwa, wayang Menak, ataupun wayang Madya. Bila dilihat dari segi pertunjukannya atau
pementasannya dengan membeberkan wayang-wayang tersebut maka wayang itu dapat dinamakan wayang Beber. Sedangkan kalau
dilihat dari segi bonekanya, maka wayang itu dapat dibagi menjadi wayang Golek, wayang Kulit, wayang Wong orang dan sebagainya.
Dengan adanya cerita-cerita wayang yang tergambar seca- ra permanen pada dinding candi sebagai hiasan, maka dikenal orang
sebagai wayang Batu atau wayang Candi, yang antara lain terdapat pada candi atau tempat-tempat pemujaan sebagai berikut Candi
Prambanan + tahun 856, 17 km dari Yogyakarta di tepi jalan raya Yogyakarta – Surakarta, memuat cerita tentang Kresna, Candi Lara
Jonggrang + tahun 856 dalam kompleks Candi Prambanan, me- muat cerita Ramayana, Pemandian Jalatunda, Malang, Jawa Timur
+ 977, memuat cerita Sayembara Drupadi, Gua Selamangkleng di Kediri, Jawa Timur abad ke-X memuat cerita Arjuna Wiwaha, Candi
Jago di Tumpang, Malang, Jawa Timur + tahun 1343, memuat ce- rita Tantri, Kunjarakarna, Partayadna, Arjuna Wiwaha dan Kresnaya-
na, Gua Pasir di Tulungagung, Jawa Timur, + 1350, memuat cerita Arjuna Wiwaha, Candi Penataran di Blitar + 1197 – 1454, memuat
cerita Sawitri dengan Setiawan yang disertai panakawan gendut, dan cerita Ramayana, Candi Tegawang di Kediri + 1370, memuat ceri-
ta Sudamala, dengan Sadewa yang diiringi panakawan bertubuh gendut dan Durga diikuti oleh dua orang raseksi, Kedaton Gunung
Di unduh dari : Bukupaket.com
Hyang + 1370, memuat cerita abad ke-XV, yakni cerita tentang Rama, Bimasuci, Mintaraga, dan cerita Panji, Candi Sukuh dekat Ta-
wangmangu + tahun 1440 36 km dari Surakarta ke arah timur, me- muat cerita Sudamala, Gameda, dan Bimasuci.
Gambar 1.13 Wayang Candi
2.3.2.20 Wayang Sandosa
Sejak tahun 1984 Pusat Kesenian Jawa Tengah PKJT yang berkedudukan di Sala-Surakarta telah melakukan eksperimen
baru dengan pergelaran wayang berbahasa Indonesia. Pentas wa- yang kulit tersebut dengan sistem pementasan yang menggunakan
dua orang dalang atau lebih.
Diilhami oleh pementasan wayang kulit Len Nang dari Kam- boja, wayang eksperimen PKJT yang disebut wayang Sandosa ter-
sebut, merupakan pergelaran yang tidak jauh berbeda dengan per- gelaran wayang kulit biasa. Perbedaannya ialah, bahwa wayang
Sandosa menggunakan beberapa orang dalang dan teknik menda- langnya dilakukan dengan cara berdiri, juga latar pakeliran wayang
Sandosa dibuat lebih besar dan lebih tinggi dari pada pakeliran wa- yang kulit biasa.
Dalam pementasan wayang Sandosa yang diselenggara- kan selama satu atau dua jam itu, tidak selalu dimulai dengan suluk
ki dalang. Bunyi gamelan tidak lagi selaras pada pagelaran wayang kulit umumnya, tapi telah merupakan nada dan irama yang beraneka
ragam. Hal tersebut karena cerita yang dipergelarkan dapat dimulai dari suasana perang dan diiringi gending yang berirama gobyog tem-
porer. Walaupun dari segi iringan telah keluar dari aturan-aturam gending tradisional dan atau wayang pada umumnya, justru mem-
punyai daya komunikasi yang lebih kuat pada kalangan muda.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Peragaan wayang dilakukan sambil berdiri di balik layar yang luas dengan sorot cahaya lampu yang berubah-ubah serta ber-
warna-warni. Untuk memperoleh bayangan yang besar maka ki da- lang menggerakkan wayang dengan mendekat ke lampu.
Bagaimanapun juga, ternyata wayang Sandosa yang bersi- fat kolektivitas dengan bentuk mirip teater di balik layar itu, telah me-
nambah khasanah budaya bangsa kita.
2.3.2.22 Wayang Wong Wayang Orang 1757 – 1760