temu kakaknya yang bernama Wangsatanu yang berada pada priba- di satriya Astina. Kecuali itu Anoman juga menjelaskan bahwa syarat
ketenteraman itu bisa diraih Wreka yang harus juga menyisir rambut gimbal milik seorang pemuda yang belum diketahui namanya. Syarat
yang lain ialah nama Wreka harus dipakai oleh pemuda yang disisir itu. Wijasena rupanya tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Ano-
man. Kemudian menanyakan siapa diri Anoman itu dan kenapa bu- sana yang dipakai Anoman sama dengan busana yang dipakainya.
Padahal busana yang dikenakan Wijasena pemberian Sang Batara Bayu.
Begitu mendengar pertanyaan Wijasena, Anoman sang wa- nara seta Anjila teringat akan pesan sang guru nadi Batara Va-
yuBayu bahwa kalau ketemu pemuda yang berbusana sama itulah saudaramu Satu Puruhita bernama BratasenaWijasena Bungkus.
Sesudah semuanya jelas maka Wreka yang sudah lama membawa pusaka Jungkat Penatas segera menyisir rambut gimbalnya Wijase-
na. Terurailah rambut gimbal Bratasena. Puaslah Wreka karena sembahnya diterima. Oleh Anoman rambut yang sudah terurai bersih
kemilau kehijau-hijauan itu digelung. Karena digelung brodhol-bro- dhol terurai terus, sehingga harus disangga dengan sumping Pu-
dhak Sinumpet. Maka selesailah Gelung Wijasena, dan diistilahkan Gelung melengkung pindha lung gadhung gelung melengkung se-
perti ranting pohon gadung. Ketiganya saling merangkul dan nama Wreka terus dipakai oleh Bratasena menjadi Wrekodara Wreka arti-
nya anjing ajag, udara artinya perut. Upacara Sena Gelung diberi nama Pujasena Cawis Prawira.
3.3.8 Sastra Berbentuk Kakawin
Bukutulisan sastra lakoncerita yang berbentuk tembang Kawi atau Kakawin, di antaranya ialah:
3.3.8.1 Kresnayana, karangan Empu Triguna.
Isinya meriwayatkan Kresna yang sebagai anak nakal seka- li, tetapi dikasihi orang karena suka menolong dan mempunyai ke-
saktian yang luar biasa. Setelah dewasa ia menikah dengan Rukmini dengan jalan menculiknya.
3.3.8.2 Gathotkacaçraya, karangan Empu Panuluh
Isinya menceritakan peristiwa perkawinan Abimanyu de- ngan Siti Sundhari, yang hanya dapat dilangsungkan dengan bantu-
an sang Gathotkaca. Dalam kitab ini untuk yang pertama kali muncul tokoh-tokoh punakawan, seperti Jurudyah, Prasanta dan Punta se-
bagai pengiring Raden Abimanyu.
Di unduh dari : Bukupaket.com
3.3.8.3 Arjuna Wiwaha,
karangan Empu Kanwa
Isinya meriwayatkan Arjuna yang pertapa untuk mendapat- kan senjata, guna keperluan perang melawan Korawa, kelak dalam
Bharatayuda. Sebagai petapa Arjuna berhasil pula membasmi raksa- sa Nirwatakawaca yang menyerang Kahyangan. Sebagai hadiah, Ar-
juna boleh hidup di Indraloka beberapa lama. Kitab ini digubah oleh Empu Kanwa pada masa Airlangga raja di Jawa Timur dari sekitar
tahun 941 – 946 saka 019 – 1042 Masehi. 3.3.8.4 Smaradahana,
karangan Empu Darmadja
Ketika batara Siwa sedang bertapa, seorang raja raksasa bernama Nilarudraka datang di Kahyangan untuk merusak Sorga.
Sang Kamajaya disuruh oleh para dewa untuk menyusulnya. Sampai di tempat bertapa, Kamajaya berkali-kali membangunkan tapanya
dengan berbagai cara, tetapi gagal. Dicoba dengan panah bunga- nya-pun gagal juga. Akhirnya dipanah pamungkasnya yaitu panah
Pancawiyasa yaitu sebuah panah yang bisa membangkitkan rasa rindu-dendam terhadap pendengaran dan persaan, penglihatan yang
serba nikmat.
Seketika itu juga, Batara Siwa rindu terhadap isterinya Sang Batari Uma. Namun Batara Siwa marah karena tahu bahwa itu
adalah ulah Kamajaya. Maka dari “mata-ketiga” Batara Siwa terpan- carlah api menempuh dan membakar Kamajaya sehingga matilah
Kamajaya. Batara Siwa melenjutkan perjalanan pulang ke Sorga. Sampai di Sorga bertemulah dengan permaisuri, kerinduan bisa le-
pas dan tersalur hingga sang Batari hamil.
Sementara Kama Ratih mencari sang suami yang mati ter- bakar, terlihat tangan Kamajaya bagaikan melambai-lambai, maka
Ratih menggelebyur ke dalam nyala api dahana mulat hingga ter- bakar dan mati. Oleh Batara Siwa keduanya tidak dimaafkan, Kama-
jaya disuruh menyatu dengan tubuh setiap lelaki dan Batari Ratih ha- rus menyatu pada tubuh setiap perempuan sampai sekarang.
Dicerikan kehamilan sang Batari Uma telah sampai pada saat kelahirannya. Maka lahirlah seorang bayi jabang-bayi berke-
pala gajah. Ini akibat dari waktu hamil sang Uma terkejut melihat ga- jah yang dibawa oleh para dewa ketika pura-pura menjenguk Batara
Siwa. Bayi yang lahir itu diberi nama Batara Ganesa. Kehadiran raja raksasa Nilarudraka yang akan merusak sorga itu dapat dipukul
mundur dan dibunuh oleh Ganesa.
Kitab Smaradahana juga menyebut nama raja Kediri Prabu Kameswara titisan Kamajaya yang ke-3. Parameswari Sri Kirana Ra-
tu sebagai titisan Kama Ratih. Pemerintahan Kameswara ini terjadi pada tahun 1037 – 1052 Saka atau tahun 1115 – 1130 Masehi.
Di unduh dari : Bukupaket.com
3.3.8.5 Bomakawya