2.3.7.6 Wayang Sejati 1972
Drs. Wisnu Wardhana telah mengadakan pergelaran wa- yang kulit dengan bahasa Indonesia. Disamping itu telah dipergelar-
kan pula secara terbuka pada tanggal 22 Maret 1973 di Yogyakarta untuk pertama kalinya, jenis wayang baru hasil ciptaannya ini yang
kemudian disebut wayang Sejati.
Daris segi konsepsi, wayang Sejati ini mencerminkan kon- sepsi moderen yang berazaskan semangat kebangsaan dengan
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya ser- ta cerita yang menghidupkan episode-episode sejarah tanah air.
2.3.7.7 Wayang Budha
Wayang Budha dengan seperangkat gamelan sebagai mu- sik pengiringnya, dipergelarkan untuk pertama kalinya dalam Pekan
Wayang Indonesia ke III. Pertunjukan tersebut diawali dengan nya- nyian vokal tanpa iringan musik bowo sebagai pembuka lagu.
Pementasan wayang Budha dimainkan tiga orang dalang. Disamping sebagai dalang juga merangkap sebagai penari. Pertun-
jukan wayang Budha menggunakan kelir selebar + 8 meter serta be- berapa wayang orang sekaligus sebagai dalang dan menarikan wa-
yang-wayang kulit dalam bentuk besar-besar yang diterangi oleh be- berapa penerangan dari api obor.
2.3.7.8 Wayang Jemblung
Suatu jenis kesenian wayang yang dalam pergelarannya tanpa alat peraga wayang dan tanpa perlengkapan lainnya, maka
wayang tersebut adalah wayang Jemblung, seperti juga salah satu kesenian tradisional daerah Banyumas Jawa Tengah yang disebut
Dalang Jemblung. Wayang Jemblung menggunakan bahasa Jawa biasa untuk hal yang sama, selain itu pergelaran wayang Jemblung
tersasa lebih sakral dan unik dengan sifatnya yaitu Jemblungan.
Ki Tumin Sumosuwito mengisahkan, wayang Jemblung ter- sebut timbul untuk pertama kalinya di kelurahan Semanu, Karang-
mojo, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kata Jemblung tersebut berasal dari julukan gemblung yang artinya edan atau gila. Cerita yang disaji-
kan diambil dari cerita wayang Purwa, Panji, atau Menak bahkan ce- rita Ketoprak seperti babad tanah Jawa. Disamping melakukan di-
alog, dalang juga menyuarakan suara gamelan sebagai iringannya.
2.3.7.9 Wayang Sadat 1985
Suryadi Warnosuharjo, 48 tahun 1986 Klaten, Jawa Te- ngah, selaku pencipta dan sekaligus dalang wayang Sadat, menya-
takan “kalau umat Nasrani memiliki wayang Wahyu, maka umat Islam mempunyai wayang Sadat ”. Wujud wayang kulit Sadat, jelas
bukan berbentuk wayang Purwa ataupun wayang Gedog, juga bukan berbentuk wayang Menak atau wayang Beber. Bentuk wayang Sadat
Di unduh dari : Bukupaket.com
ber-wanda mendekati realistis dan hampir serupa dengan wayang Suluh atau wayang Wahyu. Bahkan sebuah gending utama sengaja
diciptakan untuk pergelaran tersebut bernama gending Istigfar. Suryadi menciptakan wayang Sadat tersebut pada perte-
ngahan tahun 1985 sebagai imbangan bagi umat Islam di Jawa yang berkaitan dengan pengembangan sejarah agama Islam dalam pe-
nyebarannya oleh para Wali, di samping itu untuk melanjutkan roh Islam yang pernah terdapat dalam sejumlah gubahan pakeliran wa-
yang purwa di masa zaman Demak antara lain cerita Jimat Kalimu- sadha.
Kata Sadat berasal dari kata Syahadattain atau sebagai akronim dari kata dakwah dan Tabligh. Misi pergelarannya bernafas-
kan dakwah agama Islam serta melanjutkan tradisi para Wali yang pernah berdakwah pada perayaan Sekatenan di zaman kerajaan De-
mak. Sebagaimana diketahui, Sekatenan merupakan pembacaan Syahadat secara massal.
Gambar 1.26 Wayang Sadat Sunan Ampel dan Raden Patah
Di unduh dari : Bukupaket.com
Gambar 1.27 Wayang Diponegaran
2.3.8 Wayang Topeng