Fungsi Kayon Wayang Kayon

2.5.2 Fungsi Kayon

Adapun yang dimaksud fungsi kayon adalah untuk melam- bangkan dan menggambarkan berbagai hal yang tidak dapat di wu- judkan secara nyata sehingga hanya merupakan lambang dan gam- baran-gambaran saja. Fungsi kayon tersebut di antaranya adalah se- bagai lambang benda mati, contoh batu, tanah, air dan lain-lainnya, sebagai lambang benda hidup, contoh manusia, binatang, pohon, dan lain-lainnya, alih adegan atau beralih tempat, contoh dari ade- gan jejer ke adegan bedholan, dari adegan paseban njaba ke ade- gan perang, dan lain-lainnya, alih pathet yang di bagi menjadi tiga bagian, yaitu pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Serang pedalangan Jawatimuran, pathet Nem, pathet Sanga, pathet Manyura peda- langan Surakarta. Ketiga pathet tersebut melambang kehidupan manusia di masa kecil atau kanak-kanak, di masa remaja, dan di - masa tua. Di unduh dari : Bukupaket.com

BAB III SASTRA PEDALANGAN

3.1 Sastra Pedalangan

Kandungan nilai sastra yang ada pada seni pertunjukkan wayang adalah sangat luas. Pada hakikatnya seni pertunjukkan wa- yang ini sebagai pelaku utamanya adalah dalang, maka sastra da- lam seni pertunjukkan ini sering disebut Sastra Pedalangan. Sejak dalang manggung di bawah lampu penerang blen- cong untuk memulai karya mendalangnya, maka nilai sastrawi itu langsung nampak jelas mulai tergambarkan, tergelar dan terucap- kan. Bahkan apabila nilai sastrawi tersebut dimaknai sebagai per- nyataan filosofis, maka sebelum ki dalang memulainya, nilai-nilai sastrawinya telah kelihatan. Sejak wayang itu digelar, dinyatakan da- lam bentuk tata panggung, semua yang berada serta terkait pada panggung itu akan nampak jelas nilai-nilai sastrawinya dan sudah mulai bisa dibaca oleh penonton terutama bagi yang memperhatikan dan para pengamat, juga para penggemarnya. Bentuk-bentuk wayang, bentangan kelir, nyala blencong yang sangat terang dan penataan gamelan yang rapi dan berwibawa serta indah itupun sudah menyatakan suatu gambaran yang sangat filosofis. Demikian juga seperti bentuk penataan wayang yang ber- ada pada deretan sebelah kiri maupun kanan yang saling membela- kangi ungkur-ungkuran, gunungan kayon yang ditancapkan di te- ngah-tengah batang pisang gedebog dan sebelum dalang menem- patkan diri, itupun jelas mengandung nilai-nilai sastrawi yang berbo- bot. Purwadi dalam makalah Konggres Pewayangan 2005 di Yogya, hal Pendahuluan. Kini seni pewayangan yang sangat berbobot itu merupakan pengembangan dari hasil budaya cipta-ripta yang munculnya dari kreativitas masyarakat Jawa sejak masa-masa sebelum Masehi. Ma- ka tidak mustahil apabila seni pertunjukkan wayang itu sangat erat sekali keterkaitannya dengan hidup dan kehidupan masyarakat Ja- wa. Justru seni pertunjukkan wayang ini di kemudian hari digunakan sebagai sarana pendidikan lahir batin bagi kehidupan masyarakat secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Memang tujuan hidup masyarakat Jawa, mengutamakan pencapaian hidup sorgawi. Ini berarti mereka yang berada pada po- sisi generasi pendidik akan sangat mengutamakan ajaran-ajaran ke- rohanian. Theology mereka sebagian besar menggunakan seni pe- wayangan sebagai media pendidikan di dalam proses pembelajaran, yang dipastikan akan lebih mudah untuk diterima bagi anak cucu. Di unduh dari : Bukupaket.com