2.3.2.14 Wayang Kaper
Wayang kaper adalah wayang yang ukurannya lebih kecil di banding wayang Kidang Kencana. Wayang ini pada umumya diguna-
kan untuk permainan anak-anak yang mempunyai bakat mendalang. Yang membuat wayang kaper tersebut umumnya orang kaya atau
kaum bangsawan untuk menghibur diri dan untuk permainan anak cucu mereka. Wayang tersebut disebut kaper karena kecil bentuk-
nya, kalau dimainkan sabetan tidak begitu lincah dan hanya nampak menggelepar-gelepar saja. Bilamana kena cahaya lampu, geleparan-
geleparan itu bagaikan kupu-kupu kecil yang terbang dekat lampu di malam hari.
Pementasan wayang kaper tersebut menggunakan kelir dan blencong yang biasa dilakukan dalang anak anak bocah de-
ngan mengambil cerita dari epos Ramayana dan Mahabharata. Se- perti halnya wayang kulit Purwa lainnya, wayang Kaper tersebut di-
buat dari kulit yang ditatah dan disungging pula.
2.3.2.15 Wayang Tasripin
Tasripin almarhum seorang saudagar kaya yaitu pedagang kulit di Semarang, Jawa Tengah. Tasripin membuat wayang kulit ga-
ya Yogyakarta dicampur gaya Pesisiran dengan ukuran luar biasa besarnya. Dibuat wayang tokoh Arjuna sebesar tokoh Kumbakarna,
wayang terbesar dan tertinggi dari wayang pedalangan, sedangkan wayang-wayang lainnyapun ikut membesar dan sebanding dengan
wayang Arjuna tadi.
Wayang-wayang sebesar itu tidak mungkin untuk dipentas- kan karena terlalu besar dan berat serta tidak ada seorang dalang-
pun yang mampu memainkannya. Wayang-wayang tersebut dilapisi kertas emas diprada, ditatah serta disungging, dan hanya untuk pa-
meran belaka yang kemudian disebut wayang Tasripin.
2.3.2.16 Wayang Kulit Betawi atau Wayang Tambun.
Wayang Kulit Betawi ini merupakan satu-satunya teater bo- neka di kalangan masyarakat Betawi. Grup wayang kulit ini masih
terdapat di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Tangerang, Bogor, dan Bekasi. Wilayah Bekasi terutama Kecamatan
Tambun merupakan wilayah yang paling potensial bagi wayang kulit Betawi tersebut, baik dalam arti kuantitas maupun kualitas, sehingga
dapat dimaklumi kalau ada beberapa orang yang menamakan teater ini dengan nama wayang Tambun.
Para ahli pedalangan berpendapat, bahwa wayang kulit Be- tawi berasal dari Jawa Tengah, yang kedatangannya di Jakarta dan
sekitarnya dihubungkan dengan penyerangan Sultan Agung ke Bata- via Batavia = Jakarta pada zaman Gubernur Jendral Jan Pieter-
zoon Coen 1628 – 1629. Bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk wayang kulit di sepanjang pantai utara Jawa Barat mulai dari Cire-
Di unduh dari : Bukupaket.com
bon, Indramayu, Pamanukan, Cilamaya, Karawang sampai Tambun dan Jakarta, nampak pada wayang kulit tersebut adanya persamaan
yang cukup mencolok, sehingga pendapat yang mengatakan, bahwa wayang kulit Betawi merupakan suatu pengaruh yang beranting dari
Jawa Tengah.
Adanya persamaan temperamen antara wayang kulit Beta- wi dengan wayang kulit Banyumas, ini dapat terlihat dengan adanya
persamaan pada alat musik pengiring yang berupa gambang. Pada wayang kulit Betawi di masa lampau, alat musik gambang tersebut di
buat dari bambu seperti gamelan Calung pada wayang kulit Banyu- mas.
Wayang kulit Betawi ini banyak mendapat pengaruh dari wayang Golek Sunda, baik dalam lagu, sabetan, dan lakonnya. Da-
lam hal lagu walaupun iramanya sepintas lalu Sunda, pada hakekat- nya lagu-lagu ini adalah perpaduan antara Sunda dan Betawi, yang
sejak semula sudah ada pada musik Gamelan Ajeng Betawi. Kaidah adalah apa yang mereka pelajari dari guru-guru mereka. Benar atau
tidaknya ajaran tersebut, bilamana ditinjau dari kaidah dan yang ada di Jawa Tengah, tidaklah menjadi halangan bagi mereka.
Wayang kulit Betawi pada hakekatnya benar-benar meru- pakan suatu seni rakyat yang unsur improvisasi dan spontannitasnya
mengambil bagian yang terbanyak dari suatu pertunjukan. Keterli- batan penabuh gamelan terlihat sangat kental dan bahkan para pe-
nonton juga terlibat dalam pertunjukannya, hal tersebut terjadi seca- ra spontan dan wayang kulit Betawi memang benar-benar menam-
pilkan sesuatu yang spesifik dalam seni rakyat dimana pemain dan penonton melebur menjadi suatu totalitas yang akrab.
Cerita yang ada pada wayang kulit Betawi hanya mengan- dalkan apa yang mereka sebut Kanda Keling dan Kanda Mataram.
Kanda Keling adalah apa yang diterima dari guru mereka, sehingga dua orang dalang yang berguru pada dua orang guru yang berlainan,
bisa memainkan lakon yang berbeda pula. Sedangkan Kanda Mata- ram adalah lakon yang dikarang atau diciptakan ki dalang sendiri de-
ngan memasukan hal-hal baru di dalamnya, dan dalang menutup pertunjukannya dengan lagu Wayangan Giro.
Dari segi sastra, wayang Tambun sudah sejak dulu mema- kai bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya, yaitu bahasa
Indonesia Kuna Melayu yang lazim dipakai masyarakat Tambun dengan corak iringan gamelan yang bernada ke-Sundaan. Bagi ma-
syarakat Betawi, wayang Tambun ini disebut Wayang Kulit Tambun.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Gambar 1.11 Wayang Kulit Betawi atau Wayang Tambun
2.3.2.17 Wayang Ukur