Berdasarkan pemetaan mengenai kajian terdahulu mengenai peran pentingnya
keterampilan komunikasi menjelaskan bahwa kemampuan komunikasi yang baik dapat
membantu dalam proses transfer knowledge, dan dapat memotivasi orang lain untuk mau bekerja
atau belajar menjadi lebih baik. Hal itu menjelaskan bahwa selain komunikasi berperan
penting dalam proses penyampaian pesan atau informasi pada orang lain, namun juga dapat
menjadi media untuk mempengaruhi publik secara umum.
4. Kompetensi dan Komunikasi Peneliti
Merujuk pada KEPMENPAN No 128 tahun 2004 dan perka LIP no 4 tahun 2009 maka
rician mengenai tugas dan kegitan yang mengarah pada kompetensi komunikasi peneliti
dapat dilibhat pada tabel 2.
Tabel 2. Keterkaitan Kompetensi Komunikasi Peneliti dengan Rincian Tugas dan Rincian Kegiatan
Jabatan fungsiona
l peneliti Rincian Tugas
Menpan no KEP128M.PAN9200
4 pasal 4 Rincian kegiatan
Menpan no KEP128M.PAN
92004 pasal 7 Kompetensi
Jenis komunik
asi Media
Pertama
a. Menyusun KTI dan menerbitkan serta
menyebarluaskan hasil penelitian danatau
pengembangan iptek yang mendukung
pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan;
b. Mengarahkan, membimbing dan
membina pejabat Peneliti lain dalam
pengembangan iptek
c. Menyebarluaskan hasil penelitiannya sehingga
dapat bermanfaat langsung maupun tidak
langsung dengan tugas dan fungsinya;
d. Mengikuti diskusi mencari informasi,
menghadiri seminar, pelatihan dan
lokakarya; Membuat KTI terbit
dalam bentuk buku, jurnal ilmiah,
prosiding, makalahkomunikasi
pendek hasil penelitian atau hasil pemikiran
ilmiah, Memberikan bimbingankonsultasi
teknis ilmiah kepada peneliti lain
Mampu berkomunikasi
dengan baik yaitu mampu
menyampaikan ide, pemikiran,
pesan, dan informasi pada
orang lain dengan
konvergen jelas dan dapat
dipahami dengan bahasa
yang sederhana dan tetap ilmiah
Verbal Langsung
presentasi, diskusi,
pembimbingan konsultasi
teknisilmiah
Muda
Madya
Non -
verbal Tidak langsung
baik secara tidak online ataupun
online makalah, jurnal,
prosiding, buku, poster, dll
Utama
sumber: diolah dan diadaptasi dari Perka LIPI No 2 tahun 2004 tentang standar kompetensi jabatan fungsional peneliti
Adapun berdasarkan uraian pada tabel 2 dapat menjelaskan bahwa seluruh tugas dan
kegiatan penelitian dari peneliti didominasi pada kapasitas peneliti pada mengkomunikasikanide
atau gagasannya secara ilmiah. Maka dapat disimpulkan peneliti sosial ataupun non-sosial
harus memiliki kapasitas kemampuan komunikasi yang baik secara verbal ataupun non-
verbal.
5. Kompetensi Komunikasi Peneliti
Beberapa tokoh telah mengdefinisikan kompetensi komunikasi, yaitu:
404
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
Table 3. Tabel Definisi Kompetensi Komunikasi
No Tokoh
Definisi
1 Habermas 1979
Kemampuan untuk membuat seseorang paham tanpa ragu-ragu dan hambatan, dengan cara bahasa yang mudah dipahami dan memiliki efek, serta merupakan
kemampuan untuk memahami secara komunikatif.
2 Hymes 1972
Pengetahuan partisipan mengenai apa yang dibutuhkan ketika berbicara ketika berinteraksi dengan sosial sehingga mampu berhasil untuk menjelaskan secara
konret.
3 Widdowson 2007 Kompetensi komunikasi tidak hanya menyamakan perbedaan bentuk
pengetahuan namun juga pada kompleksitas pada negosiasi dari kerangkakerja pengetahuan umum dengan kemampuan bahasa.
4 McInner Cooper
Komunikasi efektif merupakan kemampuan untuk mendengarkan dan berbagi informasi yang relevan untuk mengantisipasi atau menyelesaika permasalahan
secara efektif bagi organisasi.
5 Harvard University Kemampuan individu dalam menyampaikan informasi dan ide-ide secara jelas
melalui berbagai media dengan cara yang melibatkan penonton dan membantu mereka memahami dan mempertahankan pesan.
8 Perka LIPI No 4
tahun 2009 Kecakapan menyampaikan pesan dan menerima umpan balik dari pesan yang
disampaikan menuju tingkat konvergensi Sumber: diolah dalam kajian
Berdasarkan penjabaran definisi dari kompetensi komunikasi secara umum ataupun
khusus terkait pada peneliti adalah karakteristik dan kriteria yang hampir sama. Perlunya untuk
lebih memperjelas mengenai perilaku yang dapat menjelaskan mengenai kemampuan komunikasi
peneliti pada tingkat konvergensi, sehingga dapat diukur secara objekttif. Kompetensi komunikasi
pada peneliti merujuk pada kemampuan peneliti dalam proses menyampaikan pesan atau
informasi, sehingga dapat dipahami oleh penerima pesan dengan menggunakan berbagai
media.
6. Pentingnya Kompetensi Komunikasi Bagi
Peniliti
Pengembangan profesional peneliti terkait pada kesadaran peneliti untuk mampu
mengevaluasi dan merencanakan karir profesional sebagai peneliti berdasarkan
pengembangan kompetensi peneliti. Terkait dengan pengembangan knowledge
dan keterampilan kerja yang dapat memberikan
dampak bagi peneliti dan orang lain. Peneliti membutuhkan keterampilan komunikasi secara
verbal dan non verbal serta secara tatap muka ataupun menggunakan media. Keterampilan
komunikasi berhubungan dengan metode komunikasi, media komunikasi, dan publikasi.
Pada proses transfer knowledge pada individu melalui kotak pribadi dengan ditunjang oleh
kemampuan dalam kerjasamakolaborasi dan komunikasi untuk menyampaikan tacit
knowledge.
Persaingan diera global adalah fokus pada kualitas dan kuantitas perkembangan
pengetahuan yang ada pada organisasi sesuai dengan tuntutan dan dinamika global.
Kemampuan komunikasi masuk ke dalam domain ke empat mengenai Standar kompetensi
peneliti di UK Framework, n.d., yaitu domain engagement influence and impact mengenai
knowledge dan keterampilan untuk bekerja dengan orang lain dan memberikan dampak
nyata dari hasil penelitian. Kompetensi utamanya adalah Komunikasi Metode, Komunikasi Media,
dan Publikasi. Proses kegiatan dalam mentransfer pengetahuan merupakan proses yang penting
untuk membangun pengetahuan untuk tetap berada ada di organisasi. Pentingnya adanya
405
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
penguatan kompetensi peneliti untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam perspektif
kemampuan komunikasi dalam pengembangan IPTEK. Peneliti yang memiliki kompetensi yaitu
mampu berkomunikasi dengan baik merupakan kecakapan menyampaikan pesan dan menerima
umpan balik dari pesan yang disampaikan menuju tingkat konvergensi dapat dimengerti
baik secara lisan, tulisan, ataupun bahasa tubuh dalam tatap muka ataupun dengan menggunakan
media.
Kompetensi komunikasi pada peneliti terdiri dari Komunikasi verbal,
keterampilan komunikasi verbal dapat dikembangkan dan ditingkatkan
dengan kegiatan presentasi, kolpmpok-kelompok diskusi terbuka baik secara formal dan informal.
Kegiatan presentasi merupakan kegiatan yang dapat melatih peneliti untuk dapat
mengemukakan idea tau gagasan, mendengarkan, dan memberikan umpan balik. Komunikasi
tertulis,
keterampilan menulis sebagai bentuk dari komunikasi yang dapat dikembangkan
dengan melatih kemampuan mengemukakan ide, gagasan, pendapat, atau informasi secara tertulis.
Tulisan yang bagus merupakan keterampilan komunikasi yang diharapkan dari peneliti karena
dengan tulisan sebagai bentuk luaran yang dapat dipertanggung jawabkan dalam bentuk karya
tulis ilmuah seprti jurnal, artikel, buku ataupun poster. Keterampilan menulis pada peneliti juga
bukan hanya kemampuan menuangkan ide secara iomiah namun juga kemampuan penggunaan
bahasa sesuai dengan standar baku seperi KBBI dan penggunaan grammar dalam bahasa Inggris.
Komunikasi sosial
, keterampilan komunikasi sosial membutuhkan kemampuan komunikasi
interpersonal terutama saat berhadapan langsung serta membutuhkan kemampuan untuk
bernegosiaasi dengan berbagai orang dari latar belakang berbeda sebagai kemampuan
komunikasi management Haji, dkk, 2012. Sikap juga merupakan faktor dari kemampuan
komunikasi yang akan mempengaruhi aktivitas dari penyampaian pesan yang terjadi.
Keterampilan komunikasi di kalangan akademik maka membutuhkan keterampilan komunikasi
dalam bidang presentasi, diskusi dan komunikasi sosial terutama untuk menggali data dari sebagai
informan.
7. Indikator Kompetensi Komunikasi
Peneliti
Kompetensi komunikasi secara konsep tidak hanya sebagai kapasitas adaptasi dengan
lingkungan sekitar namun juga merupakan secara bagian dari fisik dan psikologis individu dalam
berkomunikasi yang dibutuhkan oleh lingkungan Lesencuc Condreanu, 2012. Secara umum
kompetensi komunikasi lebih mengarah pada kinerja komunikator dalam melakukan proses
penyampaian pesan atau informasi mengenai isu atau pengetahuan terhadap orang lain yang
menerimanya atau dalam lingkungan sosial. Berdasarkan teroi dari Habermas mengenai
konsep komunikasi adalah kapasitas pembicara menjelaskan kebenaran formula mengenai
kesesuaian antara realita dan orientasi pesan yang mudah dipahami.
Berdasakan jabaran konsep dan kompetensi komunikasi peneliti maka perilaku
yang dapat menggambarkan kapasitasnya dapat dijelaskan dalam indikator. Indikator ini
merupakan perilaku yang menggambarkan mengenai kompetensi komunikasi peneliti,
sehingga dapat diukur secara objektif. Kompetensi komunikasi yang baik pada peneliti
mencakup kemampuan komunikasi berdasarkan metode dan media yang digunakan. Merujuk
pada kompetensi komunikasi peneliti dari United Kingdom dan beberapa kamus kompetensi
seperti
Harvard University competences dictionary, McInnes Dictionary, dan Spencer
Spencer 1993 indikator dari kemampuan komunikasi adalah individu peneliti kurang
berani unntuk mengemukakan ide atau gagasannya pada orang lain dan kurang mampu
memanfaatkan media secara maksimal, individu memiliki pengetahuan dan mampu
berkomunikasi secara tatap muka dengan langsung atau menggunakan media teknologi,
dapat menyampaikan gagasan atau hasil penelitiannya secara efektif dan empatik pada
publik, mampu menjelaskan mengenai perubahanperkembangan IPTEK kepada public,
mitra bisnis, profesional dan peneliti lain atau komunitas di area nasional ataupun internasional,
memiliki kesadaran untuk memanfaatkan media dan teknologi untuk menyampaikan persan hasil
penelitian atau perkembanan iptek pada
406
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
masyarakat, dan mampu memimpin institusi atau peneliti lain dalam menjelaskan suatu isu dengan
argument yang logis dan ilmiah. Indikator tersebut meliputi kemampuan komunikasi verbal
dan non-verbal; kemampuan komunikasi interpersonal, menejement, dan public. Ketika
peneliti memiliki keenam indikator tersebut maka mejelaskan bahwa kemampuan komunikasinya
semakin baik dan memenuhi salah satu standar kompetensi jabatan fungsional peneliti.
KESIMPULAN
Kemampuan komunikasi dalam ranah kegiatan penelitian menjadi keterampilan yang
penting untuk dimiliki oleh peneliti. Keterampilan komunikasi pada peneliti sangat
membantu dalam proses kegiatan penelitian, karena terkait dengan kemampuannya untuk
mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan dalam bentuk oral ataupun tertulis. Peneliti seharusnya
memiliki keterampilan komunikasi yang baik, sehingga proses penyampaian pesan atau
informasi dapat secara mudah dipahami oleh orang lain yang dituju. Proses penyampaian
pesan tersebut dengan cara langsung seperti presentasi,diskus, atau interview ataupun melalui
media tertulis seperti jurnal ilmiah, poster ilmiah, buku ilmiah, atau artikel. Kemapapuan
komunikasi yang baik pada peneliti diharapkan dapat meningkatkan kinerja individu ataupun
lembaga litbang sehingga membantu proses diseminasi penelitian menjadi semakin
meningkat.
Perlunya kompetensi komunikasi di jabatan peneliti menjadi perhatian yang penting
untuk terus tingkatkan mengacu pada Perka LIPI No 4 tahun 2009. Perlunya kompetensi
komunikasi dimasukkan dalam strategi pengembangan SDM peneliti sebagai kompetensi
utama dalam seleksi penerimaan dan pendidikan fungsional calon peneliti. Perlunya keterampilan
komunikasi untuk dilatih dan dikembangkan dengan cara formal ataupun tidak formal di
lingkungan kerja peneliti. Lingkungan komunikasi yang positif dapat mendukung
kesempatan bagi peneliti untuk belajar mengenai keterampilan dan bagaimana berkomunikasi
lebih baik. Kemampuan komunikasi yang baik maka akan mempermudah proses transfer
knowledge, karena akan mudah saling memahami informasi yang bertukar. Keterampilan
komunikasi verbal dan non-verbal yang perlu dikuasai oleh peneliti adalah komunikasi
interpersonal, komunikasi manajemen komunikasi dalam kelompok, dan komunikasi
publik.
Untuk kajian yang akan datang pelu untuk membahas faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan komunikasi peneliti atau dapat juga mengukur secara statistic
kemampuan komunikasi peneliti. Selain itu perlu mengaitkan kemampuan komunikasi peneliti
secara langsung dengan upaya meningkatakan kegiatan diseminasi hasil penelitian, hal itu
terkait mengenai dampak langsung hasil penelitian ke ranah public.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, N., Mohd, Z., Azman, N., Rahman, S. 2010. Communication Skills and Work
Motivation Amongst Expert Teachers, 72, 565–567. http:doi.org10.1016
j.sbspro.2010.10.075
Al-bogami, H. M. Z. 2015. The Relationship between Transformational Mana-gement
and Communication Skills among Heads of Departments of KAU. Procedia -
Procedia Computer Science, 65Iccmit, 1160–1164.
http:doi.org10.1016j.procs.2015.09.026
Fatima, K., Islama, O., Mohamed, R. 2015. Assensment skills of doctoral students in
ICT and communication with doctoral training in Moroccan university. Procedia
- Social and Behavioral Sciences,
197February, 1591–1596. http:doi.org 10.1016j.sbspro.2015.07.116
Framework, R. D. n.d.. Development The Framework is designed for : Development.
Guelph, U. of. 2010. Behavioural Competency Dictionary, 1–27. Retrieved from
https:www.uoguelph.caciositesuoguelp h.ca.ciofilesHR’s
Competency Dictionary.pdf
Haji, Z., Zakaria, E., Subahan, T., Meerah, M. 2012. Communication skills among
university students, 59, 71–76. http:doi.org10.1016j.sbspro.2012.09.24
407
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
7 Lesenciuc, A. 2012. Interpersonal
Communication Competence: Cultural Underpinnings. Journal of Defence
Resource Management, 31, 127–138.
Staniforth, B., Services, H., Work, S., Education, F. 2015. Communication
Skills in Social Work. International Encyclopedia of Social Behavioral
Sciences Second Edition, Vol. 4. Elsevier. http:doi.org10.1016B978-0-
08-097086-8.28119-1
Suciu, L., Simona, Ş., Kilyeni, A. 2015. Developing T he PR Students ’ Written
Communication Skills, 191, 709–712. http:doi.org10.1016j.sbspro.2015.04.48
9
Timofti, I. C., Dumitriu, G. 2014. Communicative Skill And Or
Communication Competence ?, 141, 489– 493.
http:doi.org10.1016j.sbspro.2014.05.08 5
University, H. 2011. Harvard University: Competency Dictionary, 1–21.
Vathanophas, Vichita; Thai-ngam, J. 2007. Competency Requirements for Effective
Job Performance in The Thai Public Sector.
Contemporary Management Research, 31, 45–70.
Vazirani, N. 2010. Review paper competencies and competency model-A brief overview
of its development and application self- concepts. SIES Journal of Management,
71, 121–131. http:doi.org10.1016j.jvs.2013.03.003
Zlati, L., Bjeki, D., Bojovi, M. 2014. Development of teacher communication
competence, 116, 606–610.
http:doi.org10.1016j.sbspro.2014.01.26 5
Kebijakan:
Perka LIPI No 4 tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Peneliti.
KEPMENPAN No 128 tahun 2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka
Kreditnya. Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2002
408
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
Penguatan Kapasitas
Lembaga Litbang Publik
dan Industri
Kajian Faktor Sukses Sistem Layanan Berbasis Elektronik E-Services di Lembaga Pemerintah
Darmawan Napitupulu
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email : darwan.na70gmail.com
Keyword A B S T R A C T
E-Services, Good Governance, Factors, Success, Meta-
Synthesis, Indonesia The development of electronic-based services e-services in the domain of
government to meet the public demand for service quality, effective and efficient in order to realize good governance, would require huge
resources such as infrastructure, tbs, finance, regulation, etc. Utilization of Information and Communication Technology ICT is suppose to
increase the transparency and accountability of public institutions, reduce corruption, simplifying bureaucracy to become more efficient to provide a
space for people to participate actively in the formulation of state policy. Based on Presidential Decree 3 of 2003, there are four stages in the
development of e-Government the preparatory phase information, maturation interaction, stabilization transaction and utilization
integration. E-Services is a measure of the phase 3 development of e- Government are characterized by their online transaction services. But
according to some sources Communications, 2009; Safitri, 2013, the majority of government agencies in Indonesia is still in the 2nd stage is the
stabilization interaction. Thus we can say in particular the development of e-Government e-Services in Indonesia is running very slow since Inpres
3, 2003. Departing from the problems above, this study aims to find the factors that influence the success success factors in the development of e-
Services Indonesia. The method used is the method of qualitative meta- synthesis approach used to integrate various studies related to the
successful implementation of e-Services. The resulting success factors can be accommodated by various stakeholders, especially government
agencies to encourage the development of e-Services in Indonesia.
Kata Kunci S A R I K A R A N G A N
E-Services, Good Governance, Faktor, Keberhasilan, Meta-
Sintesis, Indonesia Berkembangnya layanan berbasis elektronik e-Services di domain
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan publik akan layanan yang berkualitas, efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan good
governance, tentunya membutuhkan sumber daya yang besar seperti infrastruktur, sdm, keuangan, regulasi, dll. Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi TIK disinyalir dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik, mengurangi korupsi,
menyederhanakan birokrasi menjadi lebih efisien hingga menyediakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam perumusan
kebijakan negara. Berdasarkan Inpres 3 tahun 2003, ada 4 tahapan dalam mengembangkan e-Government yakni tahap persiapan informasi,
pematangan interaksi, pemantapan transaksi dan pemanfaatan integrasi. E-Services merupakan tolak ukur dari tahap ke-3
pengembangan e-Government yang ditandai dengan adanya transaksi layanan secara online. Namun menurut beberapa sumber Kominfo, 2009;
Safitri, 2013, mayoritas lembaga pemerintah di Indonesia masih berada pada tahap ke-2 yaitu pemantapan interaksi. Dengan demikian dapat
dikatakan pengembangan e-Government khususnya e-Services di Indonesia berjalan sangat lambat sejak digulirkannya Inpres 3 Tahun
2003. Berangkat dari permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan faktor sukses
pengembangan e-Services di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan meta-sintesis yang digunakan
409
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016