HASIL DAN PEMBAHASAN coli apmg

1.872.375,- dan mayoritas nelayan memiliki pendapatan per kapita sedikit diatas garis kemiskinan BPS. Berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS garis kemiskinan BPS untuk nasional pada tahun 2014 adalah Rp 312.328,00 per bulan, maka nelayan tersebut tergolong menengah kebawah. Pendapatan nelayan hanya cukup untuk membeli kebutuhan pangan sehari-hari, tanpa mempertimbangkan aspek kecukupan gizi dan sering ikan hasil tangkapan hanya cukup makan rumah tangga nelayan itu sendiri. Karena keterbatasan ekonomi itulah banyak nelayan tidak mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, banyak diantara anak-anak tersebut yang hanya sampai SMP ataupun hanya mampu menamatkan hingga jenjang sekolah dasar. Pendapatan nelayan sebagian besar dihabiskan untuk mengkonsumsi bahan pangan, oleh karena itu kenaikan harga pangan dan bahan bakar sekecil apapun sangat berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Dikarenakan nelayan sulit untuk meningkatkan pendapatannya, terutama jika kondisi sedang mengalami cuaca buruk, maka satu-satunya cara untuk mensiasatinya, maka pemakaian LPG yang memiliki nilai ekonomis yang lebih baik dari solar sangat dimungkinkan. Dari Tabel 12, terlihat asumsi setelah menggunakan bahan bakar dual-fuel, maka pembelian solar untuk operasional penangkapan ikan mengalami penurunan, karena selain membeli solar juga untuk membeli LPG, dan berdasarkan hasil perhitungan, penggunaan bahan bakar dual-fuel memang dapat mengurangi persentase pengeluaran nelayan untuk membeli bahan bakar untuk operasional kegiatan menangkap ikan, walaupun hanya sedikit. Minimnya penghematan biaya operasional kegiatan menangkap ikan kapal nelayan, karena saat ini harga solar Rp. 5.150,- liter dan harga LPG Rp. 14.400,-3 Kg. Namun hal ini tentu akan berubah tergantung dengan harga solar yang akan cenderung naik terpengaruh dengan menipisnya cadangan minyak bumi dan situasi politik di timur tengah. Pada Tabel 13, dapat dilihat adanya penghematan pengeluaran nelayan per harinya untuk pembelian solar rata-rata sebesar Rp. 12.896,94,- atau per bulannya sebesar Rp. 193.469,1,-setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan bahan bakar dual-fuel. Hal ini terlihat adanya penurunan biaya operasional kegiatan menangkap ikan kapal nelayan untuk menangkap ikan. Dari hasil wawancara dengan nelayan, mereka berharap dengan adanya penurunan biaya operasional sehingga selisih penghematan biaya operasional bisa ditabung ataupun bisa untuk dijadikan uang saku anak-anaknya saat bersekolah. Namun persepsi dari nelayan jika akan menggunakan sistem dual-fuel, sebenarnya mereka menyatakan setuju bahwa sistem dual- fuel mampu mengurangi pengeluaran untuk biaya operasional, karena mereka berpikir suatu saat harga solar pasti akan melambung tinggi seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi. Selain melakukan wawancara, juga dilakukan pemberian informasi tentang keuntungan dalam memakai sistem dual-fuel, yang mana pemakaian bahan bakar dual-fuel lebih ekonomis dibandingkan dengan memakai bahan bakar solar 100 . Selain itu proses pembakaran didalam silinder mesin juga menjadi lebih bersih dan cepat karena nilai kalor spesifik LPG mencapai 46,1 MJKg. Nelayan yang diwawancarai cenderung menyatakan setuju untuk memakai bahan bakar dual-fuel karena banyak keuntungan dan manfaat yang akan didapat. Namun, menurut kami perlu diadakan sosialisasi penggunaan sistem dual- fuel, dikarenakan banyak nelayan telah bertahun-tahun menggunakan bahan bakar solar dan telah nyaman menggunakannya. Wawancara mengenai perbandingan penggunaan solar dan LPG menunjukkan beberapa hasil utama yaitu bahwa nelayan yang menggunakan solar ada yang tidak bersedia beralih ke LPG dikarenakan alasan mahal, bahaya, serta tidak mudah dalam memperoleh. Sebagai imensi sosial dan ekonomi, hendaknya hal ini mendapat perhatian pemerintah supaya kebijakan dan program untuk konversi BBM dan BBG bisa diterima dan diaplikasikan oleh banyak nelayan, selain dengan sosialisasi, pemberian peralatan konversi secara cuma- Cuma, dan tidak lupa dalam penyedian LPG yang murah dan mudah. 139 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Bagi sebagian nelayan di Indonesia, LPG merupakan hal baru, sehingga pemakaian LPG bisa dikategorikan sebagai inovasi. Berdasarkan perspektif komunikasi inovasi, kategori adopters yang mengadopsi suatu inovasi didasari juga oleh waktu relatif yang dibutuhkan untuk mengadopsi suatu inovasi. Rogers dan Shoemaker 1981 mengatakan tidak setiap orang mengadopsi inovasi pada tingkat yang sama. Ada orang yang melakukannya dalam waktu singkat tetapi ada yang melakukannya setelah waktu bertahun-tahun. Berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh proses adopsi, dari tahap kesadaran sampai tahap penerimaanpenerapan, maka dapat kita bagi sasaran dalam lima kategori yaitu: pelopor atau inovator, penerap dini atau early adopter, penerap awal atau early majority, penerap akhir atau late majority, dan penolak atau laggard. Karakteristik dari kelima kategori adopter tersebut berbeda-beda jika dilihat dari segi umur, pendidikan, status ekonomi, dan status sosialnya. Di tengah daya adopsi nelayan yang masih rendah, maka perlu disadari adalah tidak mudah untuk mengubah kebiasan nelayan yang sudah menggunakan solar sebagai bahan bakar selama bertahun-tahun untuk tiba-tiba direkomendasikan beralih menggunakan bahan bakar dual-fuel. Hal ini akan menimbulkan perubahan di nelayan secara khusus maupun masyarakat secara umum, karena disebabkan tingkat penerimaan dan kemampuan beradaptasi dari nelayan yang berbeda-beda terhadap penggunaan bahan bakar dual-fuel. Kebiasaan nelayan yang selama bertahun- tahun menggunakan bahan bakar solar jelas bukan hal yang mudah untuk dirubah, namun mengikuti tahapan adopsi inovasi yang telah dijelaskan oleh Rogers 1983, bahwa tahap awal yang paling penting adalah membangkitkan awareness atau kesadaran nelayan tentang keuntungan menggunakan bahan bakar dual-fuel. Diharapkan adanya pendekatan ke nelayan dengan tindakan rasional dalam memberikan pengetahuan dan mengenai keuntungan bagi nelayan, karena mungkin sebagian besar nelayan berfikir tentang mengapa harus menggunakan bahan bakar dual- fuel, mengapa tidak memakai solar 100 saja? Pendekatan yang efisien mungkin bisa dilakukan melalui sosialisasi, di tingkat bawah perorangan, RTRW, kelurahan dan didalam kelompok nelayan. Sehingga nelayan mengerti dan tahu manfaat dan keuntungan memakai bahan bakar dual-fuel untuk mesin diesel kapal nelayannya. Sosialisasi yang dilakukan harus dilakukan terus-menerus dengan pendekatan yang intensif sehingga akhirnya banyak nelayan tertarik menggunakan bahan bakar dual-fuel. Sebenarnya tingkat kepuasan nelayan terhadap biaya untuk membeli bahan bakar solar sudah baik kalau melihat saat ini harga solar yang hanya Rp. 5.150,-. Dilihat dari segi biaya, menurut nelayan menyatakan bahwa harga solar saat ini tidak terlalu memberatkan bagi mereka. Namun untuk harga LPG sendiri masih dirasa memberatkan hal ini ditunjukkan oleh nilai ekonomis rata-rata pemakaian bahan bakar dual-fuel yang hanya sekitar Rp. 12896,94,-. Nelayan berharap harga solar bisa tetap Rp. 5.150,- dan LPG per tabung 3 kg yang mencapai Rp. 14.400,- bisa turun lagi. Selain itu LPG tidak bisa dibeli dengan volume tertentu, hanya bisa dibeli minimal 3 kg. Nelayan juga memikirkan terhadap akses untuk membeli LPG, Sebenarnya secara umum akses untuk membeli LPG di Indonesia menurut nelayan sudah mudah, namun sering tersendatnya distribusi membuat kadang kala persediaan LPG terutama yang tabung 3 kg sulit didapat. Dengan menggunakan bahan bakar dual- fuel, ada sedikit peningkatan kecepatan dari kapal nelayan yang diujicoba, hal ini disebabkan karena nilai oktan dari LPG yang tinggi sehingga ketika dicampur dengan solar maka akan menghasilkan daya ledak yang lebih baik daripada solar 100 . Ini membuat nelayan senang karena kecepatan akan semakin baik untuk mengejar ikan. Tapi yang masih dipikirkan adalah keamanan ketika memakai bahan bakar LPG. Nelayan menganggap resiko dalam menggunakan bahan bakar solar 100 tidak terlalu berbahaya namun merasa khawatir akan sifat LPG yang mudah meledak, sehingga merasa kurang aman jika menggunakan LPG. Hal ini karena banyaknya pemberitaan di media 140 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 mengenai kejadian kebakaran karena kompor LPG yang meledak. Kebersihan kapal nelayan ketika menggunakan bahan bakar dual-fuel dirasa lebih baik. Ini bisa dibandingkan dengan kapal yang yang menggunakan mesin diesel yang dengan bahan bakar solar 100 . Nelayan memang kurang puas ketika memakai bahan bakar solar 100 terhadap kebersihan kapalnya, karena mereka harus membawa persediaan solar dalam skala besar dikapal, sehingga resiko tumpahnya solar di kapal semakin besar. Hal ini akan teratasi kebersihan kapalnya jika menggunakan bahan bakar dual-fuel, karena akan mengurangi jumlah persediaan solar sehingga mengurangi resiko tumpahnya solar di kapal. Dan juga, apabila menggunakan bahan bakar dual-fuel, diharapkan nelayan cukup membersihkan kapalnya sekali dalam dua kali operasional menangkap ikan, sedangkan menggunakan bahan bakar solar 100 nelayan harus membersihkannya setiap operasional menangkap ikan. Selain itu, nelayan menyatakan kurang puas terhadap kepraktisan dalam menggunakan bahan bakar solar, sehingga jika menggunakan bahan bakar dual- fuel akan lebih praktis dalam membawa solar dan LPG, karena tempat yang lebih luas dan mudah penempatannya, sehingga dalam membawa ikan bisa lebih banyak.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari sini adalah sebagai berikut : A. Pada ujicoba lapangan selama dua jam menggunakan bahan bakar solar 100 didapatkan total konsumsi solar mencapai 16,86 liter. Saat menggunakan bahan bakar dual-fuel didapatkan total konsumsi solar sebanyak 9,64 liter ditambah LPG sebanyak 10,52 liter. Penggunaan LPG secara dual fuel mampu menggantikan konsumsi solar rata-rata sebesar 40,05 . Perbandingan komposisi antara solar dengan LPG saat menggunakan bahan bakar dua- fuel yaitu 59,95 : 40,05 . B. Biaya operasional pada ujicoba menggunakan bahan bakar dual-fuel saat ini lebih murah Rp. 7.903,- atau 9,10 dibanding dengan bahan bakar solar solar 100 . C. Jika semakin tinggi harga minyak solar dan harga LPG tetap atau mengalami penurunan maka efisiensi dan penghematan biaya operasional semakin besar. Asumsi rata-rata pengeluaran nelayan untuk biaya operasional kapal untuk penangkapan ikan dengan menggunakan bahan bakar dual- fuel per tiap sekali operasi mengalami penurunan dengan nilai Rp.12.896,94. D. Saat operasional kapal untuk penangkapan ikan dengan menggunakan bahan bakar solar 100 untuk biaya membeli bahan bakar rata-rata adalah sebesar Rp. 120.900,- per sekali operasional menangkap ikan, dan setelah dihitung jika menggunakan bahan bakar dual-fuel maka menjadi Rp. 108.002,06 per sekali operasional menangkap ikan atau terjadi penghematan biaya sebesar Rp.12.896,94 per sekali operasional menangkap ikan. E. Nelayan menyatakan setuju menggunakan bahan bakar dual-fuel, karena dapat membantu mengurangi biaya operasional menangkap ikan, penggunaan bahan bakar dual-fuel lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan bahan bakar solar 100 . namun mereka berharap untuk diberikan sosialisasi dan pengetahuan terutama menyangkut keamanannya. Saran yang perlu dijadikan perhatian dalam peningkatan kehidupan social ekonomi nelayan dengan menggunakan bahan bakar dual-fuel untuk kegiatan operasional menangkap, antara lain : A. Perlu adanya pengembangan terhadap peralatan sistem bahan bakar dual-fuel yang aman dan mudah dalam pemasangan sehingga nelayan antusias untuk menggunakan. B. Pembagian peralatan konverter kit secara cuma-cuma yang di dukung dengan ketersediaan dan murahnya harga LPG, akan membuat nelayan sanggup memakai alat konverter kit yang sudah dibagikan. 141 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 C. Nelayan yang belum sepenuhnya menerima sistem dual-fuel, sebaiknya pemerintah perlu lebih menggalakkan sosialisasi mengenai cara penggunaan sistem ini agar nelayan mendapat pengetahuan cara penggunaan yang benar dan aman. D. Nelayan tetap memiliki hak untuk memilih, apakah tetap menggunakan bahan bakar soalr 100 atau bahan bakar dual-fuel. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, kami telah banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA Adji, Suryo.2005.” Engine Propeller Matching”. Kumpulan Jurnal Ilmiah FTK ITS, Surabaya. Arismunandar, W, Tsuda K.1993.”Motor Diesel Putaran Tinggi”. Pradaya Paramita. Jakarta Anonim. 2006. Kajian perbandingan penggunaan minyak tanah dan elpiji. Tim Pusat Kajian Energi dan Sumberdaya Mineral. www.antara.co.id. [15 Desember 2008]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. 2013. Kabupaten Wakatobi Dalam Angka 2013. Bappeda Kabupaten Wakatobi : Wakatobi Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. 2015. Kompilasi Data DesaKelurahan. Carlton,John.2007.”Marine Propellers And Propulsion Second Edition”. Butterworth- Heinemann:Oxford Definisi Sosiologi Ekonomi. Diambil dari Bimbie.com website : http:www.bimbie.com Ekonomi- Sosiologi.HTML Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2007. Blue print program pengalihan minyak tanah ke LPG dalam rangka pengurangan subsidi BBM 2007-2012. Jakarta. Ekonomi Dalam Perspektif Sosiologi . Diambil dari Bimbie.com website : http:www.bimbie.comPengertian- Sosiologi-Ekonomi.HTML Hardjono,A.2000.”Teknologi Minyak Bumi”.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Muchtar A.Pi., M.Si. 2015. Program Konversi Energi BBM Ke BBG Bagi Nelayan, Hambatan Dan Peluang?. Diambil dari Lembaga Destructive Fishing Watch DFW-Indonesia website : http:dfw.or.idprogram-konversi-bbm-ke- bbg-bagi-nelayan-hambatan-dan-peluang Oktavian Raharjo, Budiharjo, Zaenal Asikin, Nanang Setyobudi, 2011. “Penggunaan Bahan Bakar Gas Pada Motor Penggerak Kapal Perikanan”. Balai Besar Pengembanganm Penangkapan Ikan : Semarang Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006, Kebijakan Energi Nasional. Project Statement, 2012.”Ujicoba Konverter kits Bahan Bakar Gas Untuk Kapal Penangkap Ikan Tahap I”.Kementrian Kelautan dan Perikanan, BBPPI : Semarang. Rahardjo, Oktavian,dkk.2011.”Bahan Bakar Gas CNG Alternatif Pengganti BBM Kapal Perikanan”.Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan : Semarang Rahardjo,Oktavian,dkk.2011.”Petunjuk Teknis : Penggunaan Bahan Bakar Gas Pada Motor Penggerak Kapal Perikanan”.Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan : Semarang. 142 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Rogers EM, Shoemaker F. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional. Rogers EM. 1983. Diffussion of Innovation. Canada: The Free Press of Macmillan Publishing Co. Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Sunarti E. 2007. Kajian aspek sosial budaya program konversi BBM. [laporan penelitian]. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. 143 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 LAMPIRAN Gambar 1. Diagram konsumsi bahan bakar solar 100 dan dual-fuel pada ujicoba lapangan tiap jam. Gambar 2. Diagram prosentase penghematan konsumsi bahan bakar dual-fuel dengan solar 100 pada ujicoba lapangan tiap jam. Gambar 3. Diagram kecepatan tiap putaran mesin dengan bahan bakar solar 100 dan dual-fuel pada ujicoba lapangan. Gambar 4. Diagram konsumsi bahan bakar solar 100 dan dual-fuel oleh nelayan pada setiap operasional. Gambar 5. Diagram biaya operasional pemakaian bahan bakar solar 100 dan dual-fuel setiap operasional menangkap ikan. Gambar 6. Diagram penghematan biaya operasional dengan bahan bakar dual-fuel tiap sekali operasional nelayan menangkap ikan. 144 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Gambar 7. Peta Kabupaten Wakatobi. Gambar 8. Salah satu nelayan yang diwawancarai,yaitu bapak Himari. Gambar 9. Kapal dan mesin yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia. Gambar 10. Kapal dan mesin yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia. Gambar 11. Kapal dan mesin yang biasa digunakan oleh nelayan di Indonesia. 145 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016