Tujuan Penelitian Kerjasama Litbang dan Pengembangan

pengalaman profesional di bidang pengajaran, status akademis, serta disiplin afiliasi juga tidak perpengaruh pada status atau peran individu dalam jejaring kerja yang terpetakan dalam SNA. Pada objek penelitian ini, interaksi yang terpetakan dengan SNA masih bersifat interaksi tatap muka karena seluruh responden masih dalam lingkup satu organisasisatuan kerja dengan jumlah anggota yang masih relatif kecil. Kondisi ini menyebabkan kompleksitas interaksi antar individu tidak serumit yang ditemukan pada organisasisatuan kerja yang tersebar secara geografis. Dalam kasus tertentu, individu dengan profesi yang sama komunitas praktisi, akan mengalami kendala dalam berinteraksi jika terpisah secara geografis lintas kota, lintas pulau, lintas negara sehingga tujuan berbagi pengetahuan kurang optimal, walaupun sudah menggunakan perangkat berbasis internet yang memadai Kothari et.al., 2015. KESIMPULAN Melalui peta jejaring kerja satu organisasi dapat diketahui urutan iindividu yang memiliki superioritas dalam pengetahuan kunci. Dalam hal ini, pengetahuan kunci merujuk kepada kompetensi, pengalaman, keterampilan dan keahlian individu yang sesuai dengan kompetensi dan strategi pencapaian tujuan organisasi. Secara umum, peta jejaring organisasi salah satu satuan kerja pengelola hasil-hasil penelitian di suatu lembaga riset di Indonesia memiliki koneksitasi antar individu yanga relatif baik, dimana koneksitas antar divisi dan subdivisi tidak hanya mengandalkan penghubung ‘perantara’ oleh satu atau dua orang saja. Dapat diketahui pula individu-inidvidu yang dianggap memiliki nilai sentralitas yang relatif tinggi karena memiliki interaksi yang tinggi dengan individu-individu lainnya dalam aliran pengetahuan. Dalam penelitian ini, diketahui individu-individu yang memiliki posisi jabatan struktural, baik lingkup divisi dan subdivisi, memiliki intensitas berbagi pengetahuan pengetahuan yang tinggi, baik dalam konteks manajerial atasan-bawahan, mitra kerja, atau bantuan teknis—yang terkait dengan kompetensi inti organisasi divisi dan subdivisi objek penelitian. Dalam kasus ini, organisasi memiliki individu-inidvidu dalam posisi struktural adalah sekaligus sumber pengetahuan bagi individu- individu lainnya. Namun demikian, sifat sentralitas individu-inidvidu yang memiliki pengetahuan kunci sekaligus memiliki pengetahuan kunci dalam jejaring kerja ini berpotensi menciptakan kondisi ‘terlalu mengandalkan’overrealiance pada satu atau dua individu. Pada penelitian ini, kondisi ‘terlalu mengandalkan’ ini ditemukan pada individu MS paling tinggi dan RG, yang sekaligus sedang dalam posisi struktural manajerial. Kelemahan yang harus diantisipasi lainnya adalah ada potensi penundaan bottlenecking dalam pengambilan keputusan organisasi maupun subsistem organisasi divisi dan subdivisi. Individu-inidvidu kunci ini memiliki intensitas yang tinggi dalam interaksi dan berbagi pengetahuan dalam organisasi, oleh karenanya perlu dilakukan intervensi untuk mengantisipasi keterlambatan pengambilan keputusan dalam organisasi dan berdampak kepada kinerja organisasi itu sendiri. Salah satunya adalah menciptakan sistem kerja berbasis tim, dimana setiap tim diberikan kewenangan terbatas dan pendelegasian sebagian wewenang pengambilan keputusan pada tingkas teknis. Organisasi juga perlu menugaskan individu-individu yang memiliki setralitas tinggi--di luar struktur manajerial untuk memimpin tim-tim kecil tersebut sehingga proses berbagi pengetahuan dalam lingkup tim akan lebih efektif. Namun demikian, SNA sebagai salah satu metoda pemetaan jejaring dalam lingkup organisasi perlu dilengkapi dengan evaluasi dan perangkat penilaian assessment lain untuk lebih mendorong kinerja organisasi, misalnya dengan membuat profil keahlian profiling skill dan peta kompetensi competency map tiap individu. Hasil pemetaan SNA juga perlu ditindaklanjuti melalui evaluasi beban kerja, evaluasi lingkup kewenangan scope of authority dari masing- masing posisi jabatan individu, serta mengaktifkan forum-forum berbagi pengetahuan yang dilakukan secara berkala. Forum tersebut juga mencakup sistem mentoring, jejaring kerjasama dengan pihak-pihak di luar organisasi, reviu pakar peer-to-peer reviews serta forum tatap muka, pelatihan, seminar, serta studi lanjut 466 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan organisasi. REFERENSI Boutellier, R.,Uhllman, F., Schreiber, J. Naef, R. 2008. Impact of office lay out on communication in science-driven business. RD Management, 384,372-391. Cross, B. and Parker, A.,2004. The Hidden Power of Social Network Understanding How Work Really Gets Done in Organization . Harvard Business School Press, Boston. Cross, R., T. Laseter, A. Parker, G. Velasquez. 2006.Using social network Analysis to Improve Communities of Practice. California Management Review, 49 1. Cross, R., A. Parker .S. P. Borgatti. 2002. A bird’s-eye view: Using social network analysis to improve knowledge creation and sharing. IBM Institute for Knowledge- Based Organizations Cross, B. and Tjomas, R.J.2009. Driving Results Through Social Networks How to Organizations Leverange Networks for Performance and Growth. John Wiley and Sons, San Fransisco. Hansen, D., Shneiderman, B., Smith, M. 2009 Analyzing Social Media Networks: Learning by Doing with NodeXL. NodeXL – Network Overview, Discovery and Exploration for Excel Univ. Maryland and Telligent Systems, Maryland. Hoppe, B. and Reinelt, C. 2010. Social network analysis and evaluation of leadership networks. The Leadership Quarterly, 21 2010, pp 600-6019. DOI:10.1016j.leagua2010.06.004 Denooy, E.W., Andrej,M., V. Batagelj. 2005.Exploratory Network Analysis with Pajek. Cambridge University Press, New York. Kothari, A. , Jennifer, A.B., James C., Paul S. Shannon L. S.2015. Communities of practice for supporting health systems change: a missed opportunity. Health Research Policy and Systems, 13,33,3-9. Ling, T.N, San, L.Y., Hock, N.T.2009. Trust:fasilitator of knowledge-sharing culture. Communications of the IBIMA, 7,137-142. Neumeyer1, X, Kathleen F., Robert B., Melissa

D., and Charles H.2014. Examining the diffusion of research-based instructional

strategies using social network analysis: A case-study of SCALE-UP. Proceeding of 121th ASEE Annual Comnference and Exposition, Indianapolis 15-18 June, 2014, Paper ID8865. Rice, J.I Rice B.S. 2005. The applicability of the SECI model to multiple-organizational endevours:an integrated review. International Journal of Organizational Behaviour, 98,671-682. Sveiby, K.E. 1997. The New Organizational Wealth Managing Measuring Knoweldge-Based Assets. Berret-Koehler Publisher, Inc., San Fransisco. Szulanski, G. 1996. Exploring internal stickiness: impediments to the transfer of best practice within the firm. Strategic Management Journal, 17 , 27−43. Whelan, E.,. Collings, D.G. Donnellan, B. 2010. Managing talent in knowledge- intensive setting.Journal of Knowledge Management, 143,486-504. Yeh, Y., Lai, S. . Ho, C. 2006. Knowledge management enablers: A case study. Industr. Manag. Data Syst., 106, 793-810. Zarraga, C. Bonache, J. 2003. Assessing the team environment for knowledge sharing:an empirical analysis.International Journal of Human Resources Management, 14,1227-1245. 467 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 KAPABILITAS TEKNOLOGI INDUSTRI PLTS DAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DI INDONESIA SAUT H. SIAHAAN Pusat Penelitian Perkembangan Iptek PAPIPTEKLIPI Gedung A PDII-LIPI Lt. 4, Jl.Jend. Gaot Subroto No.10, Jakarta 12710 email: sautsiahanyahoo.com ; Telp: 08129382338 Keyword A B S T R A C T capability, technology, plant, energy, solar, electricity The potential of renewable energy resources in Indonesia is relatively large, especially solar energy related geographically to the intensity of solar radiation on average 4.8 kWh m2 per day. On the other hand, some areas in eastern Indonesia recorded 6926 villages that have the potential of solar energy is quite large, up to now has not been have electricity PLN. The villages are located in the provinces of Maluku, North Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur NTT and Nusa Tenggara Barat NTB ESDM. 2016. In this condition, the utilization of solar energy into electrical energy through the installation of solar power plants PLTS be a promising alternative if PLTS technology available in the country. In this regard, the role of industry to promote the development of solar power installations through the availability of technology at relatively competitive prices becomes important. Meanwhile, government support is quite in line with the governments commitment to increase the electrification ratio target this year to reach 90 and utilization of renewable energy technologies to meet the electricity needs of society, particularly in the provinces of Papua and NTT are still low electrification ratio. The purpose of this study was to assess the capabilities of the PLTS industrial technology to support the utilization of electrical energy from solar energy in a sustainable manner.The method of study used a explorative qualitative approach with the analytical framework is built from the concept of technology capability according to Lall 1992 and the measurement model of technological capabilities Khamseh 2014. The study show several important issues like the technological capabilities solar power industry in Indonesia is still relatively low due to the development and innovation of components but the design of the system is more developed. Where it relates to low market demand and willingness of governments to take advantage of renewable energy technologies Kata Kunci S A R I K A R A N G A N kapabilitas, teknologi, pembangkit, energi, surya, listrik. Potensi sumberdaya energi terbarukan di Indonesia relatif besar, khususnya energi surya terkait letak geografisnya dengan intensitas radiasi surya rata-rata 4,8 kWhm 2 per hari. Pada sisi yang lain, sebagian wilayah di Indonesia Timur tercatat 6.926 desa yang memiliki potensi energi surya yang cukup besar, sampai saat ini belum teraliri listrik PLN. Desa- desa tersebut terdapat di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa Tengggara Timur NTT, dan Nusa Tenggra Barat NTB ESDM. 2016. Pada kondisi seperti ini, maka pemanfaatan energi surya menjadi energi listrik melalui instalasi pembangkit listrik tenaga surya PLTS menjadi alternatif yang menjanjikan jika teknologi PLTS tersedia di negeri ini. Dalam hal ini, peran industri untuk mendorong terbangunnya instalasi PLTS melalui ketersediaan teknologi dengan harga yang relatif bersaing menjadi penting. Sementara itu, dukungan pemerintah cukup besar sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi target tahun ini mencapai 90 dan pemanfaatan teknologi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat, khususnya di provinsi Papua dan NTT yang rasio elektrifikasinya masih rendah. Tujuan penelitian ini menilai kapabilitas teknologi industri PLTS untuk mendukung pemanfaatan energi listrik dari energi surya secara 468 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016