Pengolahan dan Analisis Data
KAPABILITAS TEKNOLOGI INDUSTRI PLTS DAN KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK DI INDONESIA
SAUT H. SIAHAAN Pusat Penelitian Perkembangan Iptek PAPIPTEKLIPI
Gedung A PDII-LIPI Lt. 4, Jl.Jend. Gaot Subroto No.10, Jakarta 12710 email:
sautsiahanyahoo.com ; Telp: 08129382338
Keyword A B S T R A C T
capability, technology, plant, energy, solar, electricity
The potential of renewable energy resources in Indonesia is relatively large, especially solar energy related geographically to the intensity of
solar radiation on average 4.8 kWh m2 per day. On the other hand, some areas in eastern Indonesia recorded 6926 villages that have the potential
of solar energy is quite large, up to now has not been have electricity PLN. The villages are located in the provinces of Maluku, North Maluku,
Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur NTT and Nusa Tenggara Barat NTB ESDM. 2016. In this condition, the utilization of solar
energy into electrical energy through the installation of solar power plants PLTS be a promising alternative if PLTS technology available in the
country. In this regard, the role of industry to promote the development of solar power installations through the availability of technology at
relatively competitive prices becomes important. Meanwhile, government support is quite in line with the governments commitment to increase the
electrification ratio target this year to reach 90 and utilization of renewable energy technologies to meet the electricity needs of society,
particularly in the provinces of Papua and NTT are still low electrification ratio. The purpose of this study was to assess the capabilities of the PLTS
industrial technology to support the utilization of electrical energy from solar energy in a sustainable manner.The method of study used a
explorative qualitative approach with the analytical framework is built from the concept of technology capability according to Lall 1992 and the
measurement model of technological capabilities Khamseh 2014. The study show several important issues like the technological capabilities
solar power industry in Indonesia is still relatively low due to the development and innovation of components but the design of the system is
more developed. Where it relates to low market demand and willingness of governments to take advantage of renewable energy technologies
Kata Kunci S A R I K A R A N G A N
kapabilitas, teknologi, pembangkit, energi, surya,
listrik. Potensi sumberdaya energi terbarukan di Indonesia relatif besar,
khususnya energi surya terkait letak geografisnya dengan intensitas radiasi surya rata-rata 4,8 kWhm
2
per hari. Pada sisi yang lain, sebagian wilayah di Indonesia Timur tercatat 6.926 desa yang memiliki potensi energi
surya yang cukup besar, sampai saat ini belum teraliri listrik PLN. Desa- desa tersebut terdapat di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua
Barat, Nusa Tengggara Timur NTT, dan Nusa Tenggra Barat NTB ESDM. 2016. Pada kondisi seperti ini, maka pemanfaatan energi surya
menjadi energi listrik melalui instalasi pembangkit listrik tenaga surya PLTS menjadi alternatif yang menjanjikan jika teknologi PLTS tersedia
di negeri ini. Dalam hal ini, peran industri untuk mendorong terbangunnya instalasi PLTS melalui ketersediaan teknologi dengan harga yang relatif
bersaing menjadi penting. Sementara itu, dukungan pemerintah cukup besar sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan rasio
elektrifikasi target tahun ini mencapai 90 dan pemanfaatan teknologi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat,
khususnya di provinsi Papua dan NTT yang rasio elektrifikasinya masih rendah. Tujuan penelitian ini menilai kapabilitas teknologi industri PLTS
untuk mendukung pemanfaatan energi listrik dari energi surya secara
468
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
berkembangnya kebutuhan masyarakat. Faktor ekonomi, pertumbuhan penduduk, dan
pertumbuhan daerah merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap energi listrik Chandra P. Putra dkk. 2014. Faktor ekonomi terkait pada
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB, baik untuk sektor komersial
perdagangan, transportasi, komunikasi, dll, industri migas dan manufaktur, dan publik jasa
dan perbankan. Data BPS BPS. 2016 memperlihatkan PDRB untuk setiap provinsi di
Indonesia cenderung meningkat, demikian juga halnya dengan pertumbuhan daerah yang
cenderung meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Kementerian ESDM 2016 menunjukkan bahwa sampai tahun 2015 kapasitas pembangkit
listrik yang terpasang adalah 55.53 MW, baru dapat memenuhi kebutuhan listrik sekitar 88,3
rumah tangga dengan prakiraan penerima listrik perkapita sebesar 910 kWh. Kapasitas
pembangkit listrik ini terdiri dari Pembangkit Listrik Negara PLN sebesar 38.310 MW,
Private Production Utility PPU sebesar 12.477 MW, dan Ijin Operasional IO non Bahan bakar
minyak sebesar 2.392 MW. Data ESDM ini juga menunjukkan terdapat kekuarangan energi listrik
pada bulan April 2016 di beberapa provinsi Indonesia seperti: pulau Sumatera provinsi
Sumsel, Bengkulu, dan Lampung; pulau Sulawesi provinsi Sulawesi TengahPalu dan
Sulawesi TenggaraKendari; pulau Maluku provinsi MalukuAmbon; pulau Halmahera
provinsi Maluku utaraTernate Dalam hal ini tercatat bahwa 65 desa yang belum berlistrik
terletak di 6 provinsi kawasan Timur Indonesia. Sementara itu, potensi sumber daya energi
metahari terbesar ada di Indonesia Timur seperti sebagian Sulawesi, Nusa Tenggara Timur NTT,
Maluku, Papua, dan Papua Barat dengan lama penyinaran perhari 4,5 s.d 4,8 jamhari.
Berkenaan dengan itu maka peluang pemanfaatan energi surya menjadi energi listrik
melalui instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS relatif besar jika teknologi, biaya
investasi, dan pengoperasian instalasinya relatif lebih menguntungkan terkait potensi sumberdaya
yang tersedia. Peran pemerintah sangat penting dalam pemanfaatan energi surya menjadi energi
listrik sejalan dengan komitmennya untuk pemanfaatan Energi Baru Terbarukan EBT.
Secara lebih spesifik, Lall 1992 menunjukkan bahwa pengaruh intervensi pemerintah dalam
memperkuat teknologi pada kegiatan teknologi untuk pengembangan industri sangat kuat.
Kegiatan ini mememerlukan modal untuk investasi dan produksi yang perlu dukungan
pemerintah, seperti insentif untuk mendorong pemanfaatan PLTS sehingga membuka peluang
pasar dan kebijakan investasi teknologi industri PLTS yang pada gilirannya akan menarik minat
investor dalam dan luar negeri.
Industri PLTS di Indonesia dapat dibedakan sebagai: industri komponen dan
perakitan panel PLTS, industri sistem integrator, dan industri jasa untuk pengoperasian
pembangkit listrik serta distribusinya jaringan. Industri komponen dan perakitan panel PLTS
tersebar di Jakarta dan sekitarnya serta di Bandung. Saat ini terdapat delapan pabrik
berkelanjutan. Adapun metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif exploratif dengan kerangka analisis yang dibangun dari konsep
kapabilitas teknologi menurut Lall 1992 dan model pengukuran kapabilitas teknologi dari Khamseh 2014. Hasil studi menunjukkan
beberapa hal penting diantaranya kapabilitas teknologi industri PLTS di Indonesia masih relatif rendah terkait pada pengembangan dan inovasi
komponen akan tetapi pada desain sistem sudah lebih berkembang. Hal mana terkait pada tuntutan pasar yang masih rendah serta keseriusan
pemerintah untuk memanfaatkan teknologi energi terbarukan.
© Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
469
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
perakitan modul surya, enam diantaranya tergabung dalam Asosiasi Pabrikan Modul Surya
APAMSI dengan produksi rata rata 25 s.d 30 dari total kapasitas produksi sebesar 110
megaWatt per tahun Zaenudin. 2015. Industri sistem integrator relatif terbatas jumlahnya,
mereka umumnya memiliki kemampuan engineering yang cukup baik dan sudah mampu
untuk bekerjasama dengan perusahaan pemasok. Adapaun industri jasa terkait pengoperasian
pembangkit dan jaringannya didominasi oleh PT Perusahaan Listrik Negara. Pada beberapa lokasi,
Lembaga Swadaya Masyarakat atau Pemda terbatas jumlahnya sudah mengoperasikan
PLTS dan mendistribusikan membuat jaringan ke masyarakat.
Pasar dari industri PLTS pada umumnya adalah PLN sebagai operator PLTS, akan tetapi
dalam perkembangannya operator PLTS ini tidak sepenuhnya dikuasai oleh PLN. Beberapa
instalasi PLTS yang sudah terbangun dikelola oleh swasta seperti PLTS Bangli dan PLTS
Kupang. Selanjutnya melalui Peraturan Menteri ESDM No: 19 tahun 2016 tentang pembelian
tenaga listrik dari pembangkit listrik fotovoltaik oleh PT Perusahaan Listrik Negara mengatur
pembelian dan pembangunan instalasi PLTS terkait juga dengan kuota PLTS untuk satu
wilayah. Dalam hal ini maka pemerintah memberikan ruang bagi swasta untuk
pengelolaan pembangkit listrik sistem PLTS.
Industri perakitan dan sistem integrator yang ada masih memerlukan sumber daya
manusia dan modal investasi yang lebih besar. Industri ini memerlukan dukungan pasokan
komponen dari industri komponen untuk pembangunan sistem PLTS. Pada kenyataannya,
komponen untuk sistem PLTS ini masih banyak yang mereka peroleh dari luar negeri karena
belum tersedia di dalam negeri meskipun sudah ada Peraturan Menteri Perindustrian RI No:
54M-IndPER32012 yang mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri TKDN barang dan
jasa untuk sistem PLTS Solar Home System SHS dan PLTS terpusat atau komunal. Oleh
karena itu peningkatan kapabilitas teknologi industri PLTS di Indonesia menjadi menarik
sejalan dengan harapan pemerintah untuk menyediakan listrik dari sistem PLTS yang
komponenya sebagian besar dari industri dalam negeri.
KERANGKA TEORI
Kapabilitas teknologi menurut Lall 1992 meliputi kapabilitas pada level organisasiindustri
dan pada level nasional. Pada level industri, kapabilitas teknologi dinyatakan berdasarkan
tingkat kompleksitas, yaitu pada tingkat dasar: teknologi untuk mendapatkan efisiensi dan proses
produksi, pada tingkat menengah: teknologi untuk mendapatkan sistem operasi produksi yang
berfungsi dengan baik, dan pada tingkat lanjut: teknologi juga meliputi kegiatan penelitian dan
inovasi produk. Pada tiap tingkatan kompleksitas tersebut, Lall menyatakannya dengan fungsi
investasi dan produksi yang meliputi: investasi awal, pelaksanaan proyek, teknik proses, teknik
produksi, teknik industri, dan interaksi dengan kelembagaan.
Adapun pada level nasional menurut Lall, kapabilitas teknologi bukan merupakan jumlah
dari kapabilitas industri yang ada, akan tetapi sinergi kapabilitas dari industri yang ada serta
dorongan atau hambatan faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah dan dinamika pasar. Pada
level ini, kapabilitas teknologi industri nasional dapat dikelompokkan menurut investasi fisik,
Sumberdaya manusia SDM, dan upaya teknologi. Ketiga kelompok ini saling terkait
dengan erat sehingga sulit dibedakan, walaupun demikian investasi fisik sangat mempengaruhi
kapabilitas teknologinya karena industri sangat memerlukan alat dan mesin untuk mendukung
teknik dan proses produksi.
Pada sisi yang lain, Khaleghi 2014 menunjukkan bahwa model penilaian kapabilitas
teknologi umumnya berdasarkan kesenjangan teknologi antar industri menemukan,
menentukan, dan menyelesaikan kesenjangan teknologi. Berdasarkan konsep ini, Khaleghi
kemudian membangun model penilaian kebutuhan teknologi terkait penilaian kapabilitas
teknologi. Selanjutnya Khamseh 2014 menunjukkan bahwa penilaian kapabilitas
teknologi merupakan proses menentukan level kapabilitas teknolgi saat ini dengan
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dan kesenjangan teknologi. Kebutuhan
470
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016
untuk memilih teknologi yang tepat untuk kepentingan masyarakat dan institusi. Teknologi
ini berada di lingkungan manusia, termasuk sistem ekonomi, sosial, budaya dan politik serta
interaksi antar mereka sehingga teknologi yang berbeda mempengaruhi sistem yang berbeda.
Kapabilitas perusahaan diukur dari 9 dimensi kapabilitas teknologi. Masing-masing adalah: 1
Kemampuan mengenali peran teknologi dalam daya saing di lingkungan yang sangat kompetitif
awareness; 2 Kemampuan memindai teknologi eksternal dan
kecenderungan pertumbuhan dan daya saing search; 3
Membangun kompetensi inti atau kekuatan teknologi yang khas berbeda dari pesaingnya,
keunggulan yang unik Core technological competence; 4 Mampu merumuskan strategi
teknologi, menetapkan prioritas
dan mengkomunikasikan dalam perusahaan
technology strategy; 5 Menilai dan memilih teknologi yang tersedia Accesing Selecting
Technology; 6 Mampu mengakuisisi teknologi, sehingga teknologi yang dipilih bermanfaat untuk
meningkatkan daya saing technology
acquisition ; 7 Mampu menerapkan dan mengembangkan teknologi yang mereka peroleh
implementing and absorbing technology ; 8 Pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi
teknologi
Learning; 9 Mengeksploitasi hubungan eksternal dan incentives di setiap
kegiatan teknologi exploiting external lingkages incentives .
Mengacu konsep kapabilitas teknologi seperti disebutkan diatas, baik dari Lall dan
Khamseh maka kerangka analitik dari penelitian ini menmeliputi investasi, produksi, dan interaksi
ekonomi. Hal mana sejalan dengan konsep Khamseh terkait kapabilitas teknologi di
perusahaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1
Kerangka Analitik Kapabilitas Teknologi
Kapabilitas Teknologi
Konsep Lall Konsep Khamseh
Investasi: • Investasi awal
• Pelaksanaan proyek • AWARENESS
Kemampuan mengenali peran teknologi instalasi PLTS dalam daya saing di lingkungan yang sangat kompetitif
• SEARCH Kemampuan memindai teknologi instalasi PLTS eksternal dan
kecenderungan pertumbuhan dan daya saing • ACCESING SELECTING TECHNOLOGY
Menilai dan memilih teknologi peralatankomponen yang tersedia untuk kemudian mengintegrasikannya menjadi sistem PLTS.
Produksi: • Pengembangan Proses produksi
• Pengembangan produk • Peningkatan Sistem Produksi
• CORE TECHNOLOGICAL COMPETENCE Membangun kompetensi inti atau kekuatan teknologi sistem PLTS yang khas
berbeda dari pesaingnya, keunggulan yang unik • LEARNING
Pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi teknologi, terutama untuk memperoleh teknologi baru dari sistem PLTS.
• TECHNOLOGY STRATEGY Mampu merumuskan strategi teknologi, menetapkan prioritas pengembangan
teknologi sistem PLTS dan mengkomunikasikan dalam perusahaan • TECHNOLOGY ACQUISITION
Mampu mengakuisisi teknologi, sehingga teknologi yang dipilih bermanfaat untuk meningkatkan daya saing sistem PLTS
• IMPLEMENTING AND ABSORBING TECHNOLOGY Mampu menerapkan dan mengembangkan teknologi sistem PLTS yang
mereka peroleh Ekonomi lingkage:
• Hubungan dengan perusahaaninstitusi lain dan
pemerintah • EXPLOITING EXTERNAL LINGKAGES INCENTIVES
Mengeksploitasi hubungan eksternal, baik dengan pemasok maupun lembaga ilmiah dan incentives pada bisnis di setiap kegiatan teknologi
471
Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016