Latar Belakang Mobilitas SDM Indonesia di ASEAN

PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, salah satu tujuan yang tidak boleh diabaikan oleh setiap organisasi adalah kepuasan pelanggan Kotler dan Keller, 2012. Fokus kepuasan pelanggan tidak hanya diperlukan bagi organisasi profit saja, melainkan organisasi non-profit juga wajib berfokus pada kepuasan pelanggan. Selain dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan organisasi, kepuasan pelanggan juga dapat memberikan banyak manfaat, seperti kepercayaan, komitmen, loyalitas pelanggan, word of mouth, dan lainnya Moreira dkk., 2015; Caceres dan Paparoidamis, 2007; Kim, 2008; Teo dan Soutar, 2012; Bakti dan Sumaedi, 2013; Kitapci dkk., 2014. Oleh karena itu, beberapa ahli menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan salah satu indikator penting dari kinerja organisasi Kaplan, 2010. Bahkan, dalam standar internasional ISO 9001:2015, fokus pada kepuasan pelanggan menjadi salah satu persyaratan wajib untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu dalam suatu organisasi ISO, 2015. Atas dasar kondisi tersebut, setiap organisasi sangat disarankan untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan. Hal ini dikarenakan pengukuran kepuasan pelanggan bertujuan untuk memantau tingkat kepuasan para pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh organisasi. Selain itu, hasil dari pengukuran kepuasan pelanggan juga diharapkan dapat memberikan masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi. Pengukuran kepuasan juga penting bagi instansi pelayanan publik, termasuk instansi pelayanan public yang memiliki tugas di bidang penelitian, seperti LIPI, BPPT, BATAN, dan lainnya. Dalam konteks instansi pelayanan public di Indonesia, kepuasan pelanggan disebut juga dengan kepuasan masyarakat. Secara umum, tujuan dari pengukuran kepuasan masyarakat bagi instansi penelitian adalah untuk mendukung program reformasi birokrasi yang sedang dijalankan pemerintah Indonesia Peraturan Presiden No 81 tahun 2010. Lebih sepesifik, pengukuran kepuasan masyarakat diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas dari pelayanan publik Permenpan RB No. 16 tahun 2014. Pentingnya instansi penelitian melakukan pengukuran kepuasan masyarakat juga telah dituangkan dalam berbagai peraturan, seperti 1 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015 – 2019, 2 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, 3 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Public, 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik, 5 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Sejak tahun 2014, peraturan untuk pedoman pengukuran kepuasan masyarkat telah dituangkan pada Peraturan Menpan RB No. 16 Tahun 2014 tentang pedoman survei kepuasan masyarakat Selain itu, hasil pengukuran diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam proses perbaikan dan peningkatan kualitas penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan desk research. Secara spesifik, penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu 1 analisis organisasi penelitian, 2 analisis konteks pengukuran kepuasan pelanggan di Indonesia, 3 analisis terhadap model-model pengukuran kepuasan, dan 4 perumusan model kepuasan pelanggan untuk instansi penelitian di Indonesia © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 599 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 terhadap penyelenggaraan pelayanan public. Peraturan tersebut telah mengganti peraturan sebelumnya, yaitu Keputusan Kepmenpan Nomor : KEP25M.PAN22004 tentang pedoman umum penyusunan indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah. Meskipun secara prinsip penggunaan peraturan yang lama tidak melanggar peraturan yang terbaru, penggunaan peraturan yang lama memiliki permasalahan pengukuran pada unsur-unsur pelayanan, dimana unsur-unsur tersebut terlalu umum generik dan kurang cocok untuk organisasi penelitian, sehingga hasil dari pengukuran tersebut menjadi tidak relevan bagi organisasi penelitian. Sayangnya, dalam prakteknya, banyak instansi penelitian masih mengacu pada peraturan yang lama. Selanjutnya, pada peraturan yang terbaru juga terlihat jelas bahwa panduan pengukuran kepuasan masyarakat saat ini dibuat ini lebih umum generik dan fleksibel. Dengan kata lain, instansi pelayanan public diberikan kebebasan untuk menentukan metode dan teknik yang tepat dalam pengukuran kepuasan masyarakat. Lebih lanjut, dalam peraturan tersebut juga tidak ada cara spesifik untuk menghitung tingkat kepuasan pelanggan. Setiap instansi pelayanan public dapat memilih berbagai teknik, seperti 1 kuesioner dengan wawancara tatap muka, 2 kuesioner melalui pengisian sendiri, termasuk yang dikirimkan melalui surat; 3 kuesioner elektronik internete-survey, 4 diskusi kelompok terfokus, dan 5 wawancara tidak berstruktur melalui wawancara mendalam. Lebih lanjut, tahapan spesifik dari masing-masing teknik tersebut tidak disebutkan dalam peraturan tersebut Permenpan RB No. 16 tahun 2014. Berbagai metode pengukuran kepuasan telah dikembangkan sebelumnya. Salah satu metode pengukuran kepuasan yang paling populer adalah ACSI American Customer Satisfaction Index Fornell dkk. 1992. Model ACSI kemudian menjadi acuan berbagai negara dalam mengembangkan model kepuasan pelanggan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat di setiap negarannya masing-masing, Contohnya ECSI Europan Customer Satisfaction Index Eklof, 2000, NCSB Norwegian Customer Satisfaction Index Johnson dkk., 2001, dan lainnya. Beberapa peneliti juga memandang bahwa model ACSI juga perlu disesuai dengan konteks dari produk atau layanan yang ditawarkan Hsu, 2008 Bahkan, untuk konteks organisasi penelitian, Mukherjee 2003 berpendapat bahwa model ACSI perlu disesuaikan dengan karakteristik dari organisasi penelitian itu sendiri. Di Indonesia, Triyono dan Putra 2013 sudah melakukan pengukuran kepuasan pelanggan instansi penelitian dengan pendekatan ACSI. Mereka telah melakukan penelitian kepuasan masyarakat untuk instansi penelitian dengan mengadopsi model yang dikembangkan oleh Pusat Riset Mutu Nasional - University of Michigan Business School the National Quality Research Center of the University of Michigan Business School. Meskipun model tersebut sudah disesuaikan dengan konteks organisasi penelitan, penelitan mereka belum menyesuaiakan dengan konteks yang ada di Indonesia, dimana penelitian mereka tidak menyesuaikan dengan peraturan di Indonesia, Misalnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Padahal, dalam pengkuran kepuasan masyarakat, setiap instansi pelayanan publik, termasuk instansi penelitian, wajib mengacu pada peraturan tersebut. Berdasarkan kondisi diatas, penulis memandang bahwa penting untuk melakukan penelitian terkait dengan pengembangan model kepuasan pelanggan yang sesuai dengan karakteristik instansi penelitian dan konteks negara Indonesia. Oleh karena itu, perumusan masalah penelitian ini adalah model pengukuran kepuasan pelanggan apa yang sesuai dengan karakteristik instansi penelitian dan konteks di Indonesia ?. Tujuannya adalah untuk memperoleh model pengukuran kepuasan pelanggan baru yang cocok dengan karakteristik instansi penelitian di Indonesia. 600 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 KERANGKA TEORIKERANGKA KONSEP Konsep kepuasan merupakan salah satu konsep penting yang telah diakui secara teori maupun praktek Kotler dan Keller, 2012. Kurang lebih selama 5 dekade para peneliti telah mempelajari mengenai konsep kepuasan pelanggan. Konsep kepuasan pelanggan juga banyak dipelajari di bidang ilmu, seperti ekonomi, pemasaran, bisnis, psikologi, perilaku konsumen, manajemen, kualitas, dan lainnya. Secara etimologi, kepuasan satisfaction berasal dari bahasa latin yaitu satis yang artinya cukup dan facere yang artinya melakukanmembuat. Dengan demikian, kepuasan pelanggan dapat dimaknai sebagai kemampuan suatu produk pelayanan dalam membuat pelanggan merasa tercukupi kebutuhannya. Dalam perkembangnnya, sampai saat ini, pengertian kepuasan telah memiliki beragam definisi. Perkembangan definisi kepuasan pelanggan secara komperhensif dilihat pada studi Giese dan Cote tahun 2002. Dari berbagai definisi yang sudah ada, secara umum, kepuasan pelanggan diartikan perasaan pelanggan terhadap suatu produk yang diperoleh dari hasil perbandingan antara harapannya dengan kinerja dari produk tersebut Kotler dan Keller, 2012. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pelanggan merasa puas, ketika kinerja produkpelayanan telah memenuhi atau melebihi harapannya. Sedangkan, pelanggan merasa tidak puas, ketika harapannya belum dipenuhi kinerja produkpelayanan tersebut. Dalam melakukan pengukuran kepuasan pelanggan, Johnson dkk. 2001 mengemukakan bahwa terdapat dua teknik pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu kepuasan transaksi-spesifik transaction-spesifik satisfaction dan kepuasan kumulatif cumulative satisfaction. Dalam teknik kepuasan transaksi-spesifik, kepuasan diukur dengan cara menilai pengalaman pelanggan dalam mengkonsumsi menggunakan suatu produk pelayanan secara spesifik. Pada teknik ini, kepuasan pelanggan dipandang memiliki banyak dimensi multi-dimensional, sehingga pengukurannya berdasarkan pada dimensi - dimensi produk pelayanan tersebut. Disisi lain, dalam teknik kepuasan kumulatif, kepuasan diukur dengan cara menilai pengalaman pelanggan dalam menggunakan mengkonsumsi suatu produkpelayanan secara menyeluruh total. Dengan kata lain, teknik ini adalah kebalikan dari teknik transaksi-spesifik. Pada teknik ini, kepuasan dipandang sebagai satu variabel unidimensional, sehingga untuk mengukurnya hanya meminta pelanggan memberikan penilaian kepuasan secara menyeluruh. Umumnya, variabel kepuasan pada teknik ini dianggap sebagai kepuasan keseluruhan overall satisfaction. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan desk research. Dalam penelitian ini, desk research dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan model kepuasan pelanggan baru yang sesuai dengan karakteristik instansi penelitian dan konteks negara Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut proses penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu 1 analisis organisasi penelitian, 2 analisis konteks pengukuran kepuasan pelanggan di Indonesia, 3 analisis terhadap model-model pengukuran kepuasan, dan 4 perumusan model kepuasan pelanggan untuk instansi penelitian di Indonesia Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap pertama penelitian ini adalah analisis terhadap karakterisitik organisasi penelitian. Tahap ini dilakukan dengan cara menganalisis karakterisik apa saja yang menjadi penting dalam mengukur kepuasan pelanggan untuk organisasi penelitian. Output dari tahap ini adalah diperoleh faktor-faktor yang menjadi penting dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan untuk organisasi penelitian. 601 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Tahap 1 Analisis Organisasi Penelitian Tahap 2 Analisis Konteks Pengukuran Kepuasan Pelanggan di Indonesia Tahap 3 Analisis Terhadap Model-Model Pengukuran Kepuasan Tahap 4 Perumusan Model Kepuasan Pelanggan untuk Instansi Penelitian di Indonesia Gambar 1. Rancangan Penelitian Tahap kedua adalah analisis terhadap konteks pengukuran kepuasan pelanggan di Indonesia. Tujuan tahap kedua adalah untuk mengetahui hal-hal apa saja yang yang menjadi penting untuk diketahui dalam kaitannya dengan pengukuran kepuasan pelanggan dengan konteks di Indonesia. Output dari tahap kedua adalah diperoleh faktor-faktor yang dianggap penting dalam pengukuran kepuasan pelanggan yang sesuai dengan konteks Indonesia. Adapun untuk tahap ketiga penelitian ini adalah analisis terhadap model-model pengukuran kepuasan. Tahap ketiga dilakukan dengan mengidentifikasi model-model pengukuran pengukuran pelanggan yang sudah ada sebelumnya. Output dari penelitian ini adalah diperoleh jenis model kepuasan pelanggan yang tepat untuk instansi penelitian. Terakhir, tahap keempat adalah perumusan model baru kepuasan pelanggan instansi penelitian di Indoneisa. Tahap ketiga penelitian ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan output dari tahap pertama sampai dengan ketiga. Lebih spesifik, tahap ini mengintegrasikan faktor-faktor yang dianggap penting dalam kepuasan pelanggan sesuai dengan karakteristik instansi penelitian dan konteks negara Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Organisasi Penelitian Kepuasan pelanggan adalah salah satu tujuan yang harus dicapai oleh semua organisasi. Pentingnya proses pengukuran kepuasan pelanggan juga wajib dilakukan oleh organisasi penelitian. Mengingat kegiatan utama organisasi tersebut adalah melakukan suatu penelitian, dalam proses pengukuran tersebut, aspek yang tidak boleh dilupakan adalah pengukuran terhadap kualitas dari suatu penelitian European Science Foundation, 2012. Dalam model makro kepuasan pelanggan, kualitas suatu penelitian memiliki peran sebagai pengungkit kepuasan pelanggan. Sayangnya, dalam pengukuran tersebut, organisasi penelitian tidak dapat mengadopsi model kualitas produk pelayanan pada organisasi umumnya, contohnya model SERVQUAL Parasuraman dkk., 1988. Hal tersebut dikarenakan organisasi penelitian memiliki karakteristik proses kegiatan yang berbeda dengan organisasi pada umumnya. Selain itu, menggunakan model kualitas pelayanan generik seperti SERVQUAL menjadi tidak relevan bagi organisasi penelitian. Oleh kerana itu, dalam pengukuran kualitas penelitian, organisasi yang bergerak dibidang penelitian perlu mengadopsi model pengukuran yang sesuai dengan karakteristik organisasi penelitian. Berdasarkan analisis terhadap berbagai literatur, penulis memandang bahwa model kualitas penelitian yang dapat diadopsi oleh setiap organisasi penelitian adalah model kualitas yang dikembangkan oleh Martensen dkk. 2016. Kelebihan dari model tersebut adalah model yang dikembangkan bersifat generik untuk sumua jenis organisasi penelitian. Ini artinya model tersebut dapat diimplementasikan pada semua bidang seperti penelitian sosial, perilaku, alam, teknik, medis, bisnis, ekonomi, dan lainnya. Selain itu, 602 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016