SIMPULAN Abstrak Makalah Terbaik

terus mengembangkan pemasaran yang ada. 5. Resource leveraging, merupakan kemampuan perusahaan untuk dapat melihat potensi-potensi yang ada serta cara menggunakan dan mengontrol potensi atau sumber daya yang ada agar dapat membantu proses pemasaran perusahaan. 6. Value creation, kata kunci utama dalam EM adalah value creation yang didaptkan dari transaksi dan hubungan antara perusahaan dan konsumen. Tugas utama dari seorang pemasar adalah dapat mengenali nilai-nilai yang adapa pada konsumen yang kemudian diadopsi dan digunakan untuk menciptakan produk yang akan atau sedang dipasarkan. Konsep strategi diistilahkan sebagai sebuah alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi terus berkembang. Analisis SWOT merupakan salah satu analisis untuk menentukan strategi dalam sebuah perusahaan atau industri. Analisis ini mengkombinasikan faktor strategi eksternal dan juga faktor strategi internal untuk pengambilan keputusan strategi terbaik yang dapat digunakan Rangkuti, 1997. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kota Kediri yang berlokasi di Sentra Tenun Ikat Bandar Kidul Kediri dengan menggunakan metode deskriptif. data yang digunakan adalah data primer berupa hasil wawancara semi terstruktur dengan responden sejumlah 7 tujuh orang yang merupakan pengusaha Tenun Ikat Bandar Kidul Kediri. Teknik pengambilan sample menggunakan total sampling dimana sample yang diambil adalah keseluruhan total populasi. Hal ini dikarenakan jumlah sampel sama dengan populasi. Analysis data menggunakan pendekatan Entreprenenural Marketing dan Analisis SWOT untuk merumuskan strategi atau model penguatan Entrepreneurship Tenun Ikat Bandar Kidul Kota Kediri. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Entrepreneur Marketing pada Tenun Ikat Bandar Kidul Kota Kediri Jiwa kewirausahaan memiliki peranan penting dalam keberhasilan usaha. Salah satu pendekatan untuk memahami konsep jiwa kewirausahaan adalah konsep Enterpreneur Marketing EM yang meliputi 1 innovativeness, 2 proactiveness, 3 opportunity, 4 resource leveraging, 5 calculating risk, 6 consumer intensity, dan 7 value creation. Analisis pertama dimulai dari dimensi proactiveness. Berdasarkan hasil wawancara terlihat bahwa pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Disperindag dan Dinas UMKM dan Koperasi memberikan dukungan untuk turut mempromosikan produk TIB Kediri melalui berbagai pameran. Meski telah difasilitasi oleh pemerintah, para pengrajin membuat berbagai cara promosi lain seeprti yang dilakukan oleh Pengarjain TIB AAM Putra, yang menggelar pameran sendiri di acara car free day setiap hari minggu di ruas Jalan Dhoho Kediri dan melakukan kerjasama dengan perancang busana dari Jakarta untuk membuat variasi produk. Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh Pengrajin TIB Sempurna 2 yang melakukan promosi produknya dengan melakukan kerjasama dengan beberapa toko busana di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Lebih dari Pengrajin TIB Sampurna 2, Pengrajin TIB Sinar Barokah 1 dan 2 telah melakukan promosi sampai Pulau Sulawesi dan Timur Tengah, akan tetapi teknik promosi yang digunakan masih berupa word of mouth WOM. WOM ini dilakukan 211 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 dengan cara, semisal ada pelanggang yang membeli produk TIB Sinar Barokah 1 dan 2 kemudian dibawa ke tempat lain dan kemudian ada beberapa orang tertarik yang selanjutnya melakukan proses pemesanan. Selain itu TIB Sinar Barokah juga membuka agen penjualan produk TIB Sinar Barokah di kota besar lain seperti Solo dan Surabaya. Pada dasarnya cara promosi yang dilakukan oleh beberapa pengrajin di atas masuk dalam konsep personal selling yang bertujuan pemasar langsung dapat menyasar kepada calon pelanggang. Hal ini juga dilakukan oleh pengrajin TIB Kodok Ngorek 2, yang melakukan personal selling dengan mempromosikan produk mereka melalui berbagai acara arisan dan pengajian. Akan tetapi selain personal selling seperti membuka showroom pribadi di temapt usaha mereka atau usaha bersama dan event marketing seperti pameran, beberapa pengarajin juga telah memanfaatkan teknologi untuk mempromosikan produk mereka. Pada umumnya hampir seluruh pengrajin telah memanfaatkan teknologi untuk membantu mempromosikan produk mereka, akan tetapi tidak semua pengrajin memanfaatkannya secara optimal, seperti TIB Medali Mas. TIB Medali Mas, meski juga menggunakan teknologi seperti blog dan website akan tetapi TIB Medali Mas tidak merasa penggunaan teknologi ini cukap penting karena nama dan showroom TIB Medali Mas sudah cukup dikenal. Berbeda dengan beberapa pengrajian lainnya seperti AAM Putra, Sinar Barokah 1 dan 2, dan Sempurna 2, yang menggunakan teknologi untuk mempromosikan produknya melalui konsep direct marketing dengan langsung menghubungi calon konsumen melalui whatsup, blackbery massanger bbm, dan email. TIB Medali Mas juga menggunakan konsep direct marketing untuk mempromosikan produk mereka, akan tetapi pengimplementasian direct marketing ini hanya menggunakan saluran telephone biasa. Selain pemanfaatan teknologi, personal selling, direct marketing, dan event marketing, salah satu pengrajin juga menfaatkan iklan televisi, seperti yang dilakukan oleh TIB Sinar Barokah 1 dan 2. TIB Sinar Barokah 1 dan 2 memasang iklan di stasiun televisi lokal JTV. Selain televisis TIB Sinar Barokah juga memasang iklan yang disponsori oleh Koperasi Jatim. Berdasarkan beberapa analisis di atas pada dasarnya para pengrajin belum sepenuhnya menggunakan inovasi-inovasi dengan mengadopsi hal-hal baru untuk mempromosikan produknya, meski beberapa pengrajin telah menggunakan teknologi internet. Penggunaan teknologi internet ini hanya pada sebatas personal selling dan direct marketing. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa para pengrajin telah mengadopsi teknologi baru berupa internet untuk membantu mempromosikan produk mereka akan tetapi para pengrajin belum mengadopsi cara-cara baru yang dapat diimplementasikan melalui pemanfaatan internet atau dengan kata lain beberapa pengrajin belum mengoptimalkan pemanfaatan internet. Hal ini berdasarkan definisi proactivness yang memaparkan bahwa dimensi proactiveness terpenuhi ketika individu secara utuh mengimplementasikan suatu hal yang baru untuk dapat memanfaatkan kesempatan guna memberikan dampak positif bagi usahanya. Analisis entreprenurial marketing berikutnya adalah pada dimensi 2 inovactivness. Pada dimensi ini individu dikategorikan telah memenuhi aspek pada dimensi ini ketika individu mampu menemukan ide kreatif dan menguji ide tersebut juga menambah alur informasi serta kebaruan perkembangan produk. Pada analisis ini peneliti hanya melihat pada aspek 212 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 promosi. Peneliti menganalisis inovasi- inovasi yang digunakan oleh pengrajin untuk mempromosikan produk mereka. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, ditemukan beberapa hasil bahwa adaptasi inovasi pengrajin terhadap penggunaan media baru seperti internet masih rendah. Hal tersebut terbukti dari delapan pengrajin yang diwawancarai oleh peneliti hanya satu pengrajin yang mengoptimalkan penggunaan internet dengan aplikasi youtube. TIB AAM Putra secara mandari membuat vidio dokumentasi tentang proses pembuatan tenun ikat. Pengrajin menjelaskan bahwa dengan menunjukkan proses pembuatan tenun ikat akan tercipta sebuah citra bahwa produk yang dihasilkan oleh TIB AAM Putra merupakan produk budaya home made yang berkualitas. Selain itu dengan menggunakan youtube pengrajin berasumsi dapat memberikan gambaran secara audiovidual kepada calon konsumennya secara utuh serta dapat menjangkau lebih banyak calon konsumen. Hal tersebut terbukti, ada salah satu konsumen TIB AAM Putra yang berasal dari Zimbabwe. Selain youtube TIB AAM Putra juga memanfaatkan media sosial seperti instagram dan facebook. Meski demikian beberapa pengrajin lainnya seperti TIB Sempurna 2 juga menggunakan facebook untuk mempromosikan produk TIB Sempurna. TIB Sempurna memaparkan alasan penggunaan facebook untuk mempermudah memberikan visualiasi kepada calon konsumen atas produk TIB Sempurna 2. Akan tetapi selain TIB AAM Putra pengrajin lain yang memanfaat intagram untuk mempromosikan produknya adalah TIB Sinar Barokah 1 dan 2 meski tidak begitu aktif. TIB Sinar Barokah 1 dan 2 lebih memilih memanfaatkan teknologi internet untuk personal selling melalui aplikasi seperti whatsup dan email. Meski demikian semua pengrajin memiliki blog untuk membantu promosi produk mereka. Berdasarkan analisis pada inovactivness, dapat disimpulkan bahwa hanya ada tiga pengrajin yang memanfaatkan teknologi dengan beberapa inovasi promosi dengan menggunakan youtube dan media sosial seperti instagram dan facebook. Pengrajin lainnya belum dapat memanfaatkan teknologi internet dengan berbagai inovasi untuk dapat membantu mempromosikan produk mereka. Analisis berikutnya adalah analisis EM dimensi 3 opportunity. Pada dimensi ini, individu dikategorikan telah memenuhi EM ketika individu mampu melakukan analisis seperti analisis, pasar, konsumen, dan segmenting, targeting, and positioning STP untuk usahanya. Pada dimensi ini peneliti menganalisis kemampuanpara pengrajin TIB untuk melakukan analisis terhadap usaha mereka. Analisis pertama dimulai dari TIB Kodok Ngorek 2. Berdasarkan hasil wawancara dan tabulasi hasil wawancara didaptkan bahwa TIB Kodok Ngorek dua belum mampu melakukan analisis pasar dengan baik terbukti dengan pemahaman pengrajin TIB Kodok Ngorek 2 yang menganggap bahwa tenun ikat akan selalu memiliki pangsa pasar. Pengrajin TIB Kodok Ngorek 2 juga belum mampu melakukan analisis kompetitor dengan beranggapan bahwa sesama pengrajin TIB bukanlah pesaing. Pada analisis konsumen TIB Kodok Ngorek 2 juga tidak sepenuhnya mampu melakukan analisis konsumen hal ini terbukti bahwa TIB hanya bekerja berdasarkan permintaan dan kebutuhan konsumen bukan menawarkan dan membuat pilihan bagi konsumen. Oleh karena hal tersebut maka TIB Kodok Ngorek 2 juga tidak mampu melakukan analisis STP. 213 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Samhalnya dengan TIB Kodok Ngorek 2, TIB Sempurna juga tidak mampu melakukan analisis pada dimensi oppurtunity dengan baik. Hal tersebut terbukti pada analisis kompetitor yang dilakukan oleh TIB Sempurna yang memaparkan bahwa pengrajin lain bukanlah kompetitor akan tetapi pelengkap. Pada analisis konsumen, TIB Sampurna juga tidak memaprkan secara rinci karakter konsumen yang disasar, TIB Sampurna hanya memaparkan bahwa TIB Sempurna telah memiliki konsumen yang loyal. Meski demikian pada analisis pasar TIB Sempurna cukup mampu menjelaskan bahwa perkembangan produksi TIB mereka akan terus menyesuaikan dengan permintaa pasar misal tentang warna dan motif. Akan tetapi untuk memberi ciri khas pengrajin TIB Sampurna akan tetap memperhatikan motif dan warna dari generasi kegenerasi yang telah ada. Berbeda dengan TIB Kodok Ngorek 2 dan TIB Sampurna, TIB Medali Mas yang telah cukup mampu melakukan analisis pada dimensi oppurtunity. Hal tersebut dapat dilihat pada analisis pasar yang dilakukan oleh TIB Medali Mas yang memaparkan bahwa pengrajin telah memperhatikan pasar dengan cara memproduksi motif dan warna yang diminati oleh konsumen serta melakukan pencatatan tersendiri bagi segmen-segmen pasar tertentu seperti instansi. Selanjutnya, pada analisis konsumen, analisis yang dilakukan oleh TIB Medali Mas menjelaskan bahwa pengrajin selalu berusaha memberikan pelayan seperti memberikan diskon, fasilitas seperti pembungkusan kado , dan kemudahan akses seperti penjahitan baju dengan mendatangkan penjahit khusus kain tenun. Oleh karena hal tersebut, TIB Medali Mas dapat memmosisikan diri sebagai market leader TIB di Kediri. Tidak jauh berbeda kemampuan analisis yang dilakukan oleh TIB Medali Mas dengan TIB Sinar Barokah 1 dan 2. Sinar Barokah 1 dan 2 merupakan satu group akan tetapi memiliki analisis pasar yang berbeda. Sinar Barokah 1 fokus pada produk sarung goyor dengan tujuan mempertahankan warisan budaya dan Sinar Barokah 2 fokus pada produksi kain dan variasinya. Akan tetapi untuk analisis kompetitor kedua TIB ini memiliki pandangan yang sama bahwa karena kedua TIB ini merupankan perintis TIB di Kediri maka menganggap para pengrajin lain hanya sebagai pelengkap dna bukan kompetitor. Analisis kompetitor ini mencerminkan bahwa Sinar Barokah 1 dan 2 tidak dapat melakukan analisis kompetitor. Meski demikian Sinar Barokah 1 dan 2 telah memetakan konsumen yang loyal terhadap Sinar Barokah 1 dan 2. Oleh karena hal tersebut Sinar Barokah 1 dan 2 sangat memperhatikan kualitas produk, warna, dan kualitas jahitan untuk barang jadi. TIB AAM Putra juga cukup baik melakukan analisis dalam dimensi opportunity. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis Pasar yang dilakukan oleh TIB AAM Putra yang menjelaskan bahwa pasar yang dituju oleh TIB AAM Putra merupakan pasar dalam negeri dan luar negeri untuk itu TIB AAM Putra gencar melakukan promosi melalui berbagai event internasional. Selanjutnya, pada analisis kompetitor TIB AAM Putra menjelaskan bahwa, kompetitor yang dianggap berpotensi adalah produsen kain sejenis yang menggunakan mesin dan memproduksi secara masal. Akan tetapi meski demikian, TIB AAM Putra mengantisipasi hal tersebut dengan mempertahankan kualitas produk bagi konsumen. Berdasarkan, hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa hanya ada beberapa pengrajin seperti TIB Sinar Barokah 1 dan 2, TIB Medali Mas, dan TIB 214 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 AAM Putra sudah cukup mampu melakukan analisis pasar dan konsumen. Akan tetapi hampir semua pengrajin kecuali TIB AMM Putra belum mampu melakukan analisis kompetitor secara spesifik. Selain itu, hampir seluruh pengrajin tidak dapat melakukan analisis STP, oleh karena hal tersebut tidak terlihat dengan jelas pembeda antara satu penrajin dengan pengrajin lainnya. Analisis STP tidak hanya berdarkan harga jual produk atau segmentasi konsumen saja. Saat ini STP yang dilakukan oleh tiap pengrajin hanya pada harga jual produk dan segmentasi konsumen. Analisis ke-empat dalam entreprenurial marketing adalah dimensi 4 resource leveraging. Dimensi resource leveraging didefinisikan sebagai pengolahan dan pendayagunaan sumberdaya- sumberdaya internal dan eksternal untuk turut mengembangkan usaha. Pada dimensi ini peneliti menganalsis cara para pengrajin memanfaatkan sumberdaya internal dan eksternal yang ada. Setiap pengrajin sebelum mempekerjakan karyawna baru maka para pengrajin akan memberikan pelatihan terlebih dalu sekitar satu sampai dua belas minggu. Selanjutnya, setelah masa pelatihan selesai, karyawan akan ditempatkan bada bidang keahlian tertentu. Secara keseluruhan para pengrajin memperhatikan karyawan mulai dari sistem penggajian sampai memberikan fleksibilitas pekerjaan. Sistem penggajian yang digunakan oleh para pengrajin adalah sistem gaji mingguan. Fleksibilitas kerja yang diberikan kepada pengrajin adalah dengan memperbolehkan karyawan membawa beberapa pekerjaan kerumah. Hampir semua pengrajin sangat memperhatikan hubungan baik dengan karyawan. Selanjutnya, dimensi kedua dalam resource leveraging adalah pemanfaatan potensi eksternal. Secara umum semua pengrajin mendapatkan dukungan eksternal dari berbagai pihak seperti pemerintah, bank, dan beerapa pihak swasta lainnya. Akan tetapi, pada analisis dimensi ini pengrajin tidak menjelaskan secara rinci cara mereka menjalin dan mengelola hubungan dengan para pihak eksternal. Sehingga tidak dapat dianalisis secara lebih dalam pola pemanfaatan sumberdaya eksternal oleh para pengrajin. Analisis dimensi selanjutnya dalam entreprenurial marketing adalah calculating risk. Analisis pada dimensi ini hampir sama dengan analisis pada opportunity. Analisis pada calculating risk merupakan analisis pengimplementasian analisis pada dimensi opportunity. Hal tersebut seperti yang ditunjukkan oleh TIB Sempurna 2. TIB Sempurna memilih mempertahnkan produk sarung goyor dengan calculating risk bahwa sarung goyor memiliki keuntungan tidak sambung tengah. Selanjutnya TIB AAM Putra juga melakukan calculating risk dengan pertimbangan opportunity yang dimiliki dengan melakukan variasi produk seperti sepatu, baju, dan tas. TIB AAM Putra melihat bahwa ada peluang pasar yang baik terhadap variasi yang dilakukan. Demikian juga dengan TIB Kodok Ngorek 2 yang telah melakukan calculating risk dengan mengambil inovasi memadukan teknik pembuatan produk dengan songket. Tidak jauh berbeda dengan AAM Putra TIB Medali Mas juga melihat peluang dengan menyediakan faslitas dan variasi produk yang hampir sama dengan AAM Putra dengan telah melakukan calculating risk bahwa dengan menyediakan fasilitas dan kemudahan bagi konsumen maka konsumen akan merasa lebih nyaman untuk bertransaksi di TIB Medali Mas. TIB Sinar Barokah memiliki calculating risk yang berbeda dengan pengrajin lainnya karena TIB Sinar Barokah membaca peluang lain sehingga TIB Sinar Barokah membuat kain yang instan tanpa harus dikombinasi dengan kain selain 215 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 tenun atau siap untuk baju dengan model- model terkini dan terutama untuk kaula muda. Pada analisis calculating risk, secara umum pengrajin telah mampu menghubungkan antara dimensi opportunity yang dimiliki dengan dimensi calculating risk. Hal tersebut akan membantu pengrajin untuk dapat meminimalisir resiko terhadap pilihan-pilihan peluang yang diambil. Selanjutnya dimensi ke-enam dalam entrepenurial marketing adalah consumer intensity. Consumer intensity didefinisikan sebagai sebuah cara perusahaan membangun dan menjaga hubungan dengan konsumen. Pada dimensi ini peneliti menganalisis cara pengrajin membangun dan menjaga hubungan dengan konsumen. Analisis dimulai dari TIB Kodok Ngorek 2, secara umum TIB Kodok Ngorek 2 tidak melakukan pendataan konsumen secara terperinci, pengrajin hanya menyimpan data nomor telephon konsumen sehingga TIB Kodok Ngorek 2 akan kesulitan untuk melakukan follow up pada konsumen terlebih TIB Kodok Ngorek 2 tidak menyediakan tempat untuk konsumen dapat memberikan kritik dan saran. Akan tetapi untuk membangun hubungan baik TIB Kodok Ngorek 2 berusaha memberikan pelayanan dengan menyediakan jasa penjahitan dengan berbagai variasi model dan menjaga kualitas produk. Tidak jauh berbeda dengan TIB Kodok Ngorek 2, TIB Medali Mas juga tidak melakukan pendataan dan followup terhadap konsumen secara terperinci karena bernaggapan brand TIB Medali Mas sudah terkenal. Akan tetapi TIB Medali Mas menyediakan ruang untuk konsumen dapat memberikan kritik dan saran karena bagi TIB Medali Mas hubungan baik dengan konsumen adalah priotitas utama. Oleh karena hal tersebut TIB Medali Mas berusaha memberikan pelayanan dan kemudahan fasilitas bagi para konsumennya. TIB Medali Mas juga menjadi pelopor TIB good service. TIB AAM Putra juga tidak melakukan pendataan konsumen secara terperinci, akan tetapi TIB AAM Putra melakukan followup secara berkala kepada konsumen melalui berbagai lini komunikasi seperti whatsup, email, dan bbm. TIB AAM Putra juga membangun hubungan dengan konsumen dengan cara memberikan kemudahan dan fasilitas bagi para konsumen. Selain itu AAM Putra juga dengan terbuka memberikan ruang pada konsumen untuk dapat memberikan kritik dan saran. TIB Sempurna 2 juga melakukan pendataan kepada konsumen dan melakukan followup. Followup yang dilakukan biasanya menggunakan media online seperti whatsup, bbm, dan media offline seperti telephone. Akan tetapi TIB Sempurna 2 tidak menyediakan tempat untuk konsumen dapat memberikan kritik dan saran dengan alasan telah melakukan quality control. Berbeda halnya yang dilakukan oleh TIB Medali Mas, Kodok Ngorek 2, dan TIB AAM Putra, dengan yang dilakukan oleh TIB Sinar Barokah 1 dan 2. Sinar Barokah 1 dan 2 tidak melakukan pendataan konsumen secara terperinci, tidak melakukan followup, dan tidak memmberikan ruang pada konsumen untuk memberikan kritik dan saran. Berdasarkan paparan di atas pada dimensi consumer intensity dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum para pengrajin belum mampu melakukan consumer intensity dengan baik. Hal tersebut terbukti bahwa tidak semua sistem pendataan dan followup yang dilakukan oleh para pengrajin terorganisir dengan baik. Selian itu tidak semua pengrajin menyediakan ruang kritik dna saran secara terbuka dengan 216 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 berbagai alasan. Oleh karena hal tersebut maka secara umum para pengrajin belum dapat memenuhi dimensi consumer intensity. Berikutnya, adalah analisis dimensi value creation pada entrepenurial marketing. Value creation didefiniskan sebagai pemaduan anatar nilai-nilai pada konsumen dan produk untuk menciptakan keterkaitan antara konsumen dengan produk. Pada dimensi terakhir hampir seluruh pengrajin kecuali, TIB AAM Putra dan TIB Sampurna 2 tidak melakukan value creation pada konsumen. Pada dasarnya value creation dapat dilakukan dengan cara memberikan penjelasan terhadap makna budaya dalam produk tenun ikat. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa value creation juga tidak dibentuk bahkan dengan cara yang paling sederhana dengan melakukan labeling pada produk. Para pengrajin hanya menggunakan totebag atau kantong plastik yang bertuliskan nama dan logo pengrajin pada produk. Strategi Penguatan Entrepreneural Marketing pada TIB Analisis SWOT digunakan untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Industri TIB berdasarkan permasalahan yang telah didefinisikan terlebih dahulu di dalam Entrepreneurial Marketing. 217 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Tabel 1. Matriks Kekuatan Strength dan Kelemahan Weakness pada SWOT No Keterangan Bobot Rating Skor Strength Kekuatan = 0,60 1. Usaha Tenun Ikat Bandar Kidul merupakan usaha turun menurun warisan yang dilestarikan secara terus menerus 0,1 4 0,4 2. Industri Tenun Ikat menggunakan ATBM untuk menghasilkan kain, sehingga memiliki nilai hand made otentik hasil karya bernilai tinggi 0,1 4 0,4 3. Pengrajin Industri TIB selalu berusaha memacu kreativitas dan inovasi 0,1 3 0,3 4. Pengusaha Tenun Ikat telah memberikan akses kemudahan dalam pelayanan kepada konsumen 0,05 4 0,2 5. Produksi yang dilakukan sudah berorientasi pasar dan konsumen 0,025 3 0,075 6. Adanya bentuk inovasi yang beragam dari penggunaan Tenun Ikat selain produk kain, yaitu untuk dasi, shawl, sepatu, sarung goyor panjang tanpa sambung tengah, dan tas memberikan pilihan beragam pada konsumen 0,05 4 0,2 7. Para pedagang tenun ikat di sentra Tenun Ikat Bandar Kidul telah memiliki koperasi sebagai bentuk ikatan kebersamaan untuk memajukan usaha dengan simbiosis mutualisme 0,025 4 0,1 8. Pengusaha telah memperhatikan kesejahteraan karyawannya dengan baik 0,05 4 0,2 9. Secara umum pengusaha telah mampu mengkalkulasikan resiko dalam usahanya 0,05 4 0,2 10. Pengusaha Tenun Ikat telah melakukan analisis, pasar, konsumen, dan segmenting, targeting, and positioning STP untuk usahanya 0,025 4 0,1 11. Teknik marketing yang digunakan pengusaha tenun ikat sudah beragam, seperti personal selling, direct marketing, dan event marketing 0,025 3 0,075 2,25 Weakness Kelemahan = 0,40 1. Pengusaha Tenun Ikat menggunakan ATBM yaitu mesin yang terbuat dari kayu sehingga tidak bisa digunakan untuk produksi massal 0,1 3 0,3 2. Tidak semua pengusaha melakukan pendataan motif produk tenun ikat yang dibuat 0,1 3 0,3 3. Pengusaha belum melakukan value creation pada produk tenun ikat yang dibuat. 0,05 4 0,2 4. Pengusaha belum berani mengunakan merek sendiri saat produksi untuk memenuhi kebutuhan pesanan, misalnya untuk produk sarung goyor 0,05 2 0,1 5. Kurang optimalnya pemanfaatan teknologi internet sebagai salah satu cara pemasaran produk tenun ikat 0,05 4 0,2 6. Para pengusaha belum mengelola konsumen dengan baik misalnya melalui pendataan dan follow up pelanggan 0,05 4 0,2 1,3 Kekuatan – Kelemahan = 0,95 218 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Tabel 2. Matriks Peluang Opportunity dan Ancaman Threat pada SWOT No Keterangan Bobot Rating Skor Peluang = 0,60 1. Adanya dukungan dari Pemerintah Kota Kediri berupa diterbitkannya Peraturan Daerah yang mewajibkan para pejabat PNS untuk menggunakan kain tenun ikat sebagai seragam kerja di kantor pemerintahan. 0,1 4 0,4 2. Adanya dukungan dari pihak swasta, berupa kemudahan akses permodalan kepada para pengusaha tenun Ikat Bandar Kidul 0,05 4 0,2 3. Adanya Permintaan ekspor kain tenun yang semakin tinggi di luar negeri khususnya di Eropa dan Timur Tengah 0,1 3 0,3 4. Adanya potensi tinggi terhadap penjualan Industri Fashion terutama berbasis Tenun Ikat yang diminati oleh kalangan menengah ke atas. 0,05 3 0,15 5. Adanya potensi tinggi terhadap permintaan produk sovenir Tenun Ikat Bandar Kidul yang semakin tinggi. 0,05 3 0,15 6. Adanya dukungan pemerintah dalam hal peningkatan kapasitas Industri Tenun Ikat, baik itu dari segi peningkatan skill pengusahanya maupun dukungan modal dan peralatan pemberian ATBM 0,1 4 0,4 7. Adanya permintaan yang tinggi terhadap produk Sarung Goyor dalam negeri khususnya saat bulan-bulan Ramadhan 0,05 3 0,15 8. Adanya dukungan pemerintah dalam hal pemasaran, misalnya dengan memfasilitasi adanya ekspo dan pameran, melakukan training untuk menghasilkan produk baru dengan teknik pemasaran baru 0,1 3 0,3 2,05 Ancaman = 0,40 1. Penetapan harga jual yang cukup tinggi produk Tenun Ikat Bandar Kidul sehingga tidak dapat dijangkau oleh setiap orang 0,05 3 0,15 2. Bentuk dan sistem usaha yang masih tradisional sehingga sulit untuk bersaing di pasar internasional. 0,1 4 0,4 3. Adanya persaingan produk tenun ikat di pasaran dengan kain tenun ikat yang berasal dari luar pulau Bali. 0,05 3 0,15 4. Adanya sistem produksi yang lebih canggih dengan berbasis pada mesin cetak printing pada usaha tenun ikat luar Kota Kediri Lombok dan Bali sehingga mampu memproduksi massal. 0,1 4 0,4 5. Adanya pesaing dalam usaha tenun ikat, yaitu misalnya pengusaha dari Bandung, Bali dan Lombok 0,05 3 0,15 6. Produk kain tenun ikat belum memiliki hak paten, sehingga rentan terhadap penjiplakan. 0,05 4 0,2 1,45 Peluang – Ancaman : 0,6 219 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Strategi penguatan Entrepreneurship di Industri Kreatif Tenun Ikat Bandar Kidul untuk Menyongsong Indonesia Kreatif dan MEA. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai matriks SWOT terdapat pada kuadran SO Strength-Opportunity 1, sehingga strategi yang sesuai untuk diaplikasikan untuk penguatan Industri Tenun Ikat Bandar Kidul adalah Strategi Comparative Advantages. Ini merupakan strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk memperoleh peluang. Adapun langkah- langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: INTERNAL 1. Peningkatan Sumberdaya Manusia, selain pelatihan pembuatan desain dan motif tenun, pelatihan kemampuan berbahasa asing, dan kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan agar dapat menguasai pasar nasional dan internasional. 2. Peningkatan dan pengembangan kreativitas dan inovasi para pengusaha industry TIB harus dilakukan misalnya dengan mengajukan hak paten motif khas Kota Kediri. 3. Pelestarian Industri Tenun Ikat perlu dilakukan dengan pembentukan nilai value creation yang juga merupakan daya tarik dari industri tenun ikat tersebut. 4. Peningkatkan strategi pemasaran dapat dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh teknik pemasaran. Penetrasi pasar perlu dilakukan di tempat baru, seperti Membuka Gerai di Pare kampung Inggris dan di kota lainnya seperti Surabaya, Mojokerto dan Jombang dan juga membuka koneksi di luar negeri. 5. Pengoptimalan penggunaan teknologi pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan penggunaan internet marketing e-commerce, dengan demikian pemahaman terkait dengan hal tersebut perlu dilakukan dalam bentuk pelatihan. EKSTERNAL 1. Pengoptimalan fungsi koperasi dengan manajemen yang baik. 2. Dukungan dari Pemerintah dan Swasta yang sudah baik perlu lebih dioptimalkan terhadap industri ini dari hulu maupun hilir. KESIMPULAN Secara umum para pengrajin pada industri Tenun Ikat Bandar Kidul belum memenuhi seluruh dimensi dalam Entreprenurial Marketing, namun demikian dari Analisis SWOT dapat dilihat bahwa Industri Tenun ini memiliki kekuatan karena produk kain yang dihasilkan merupakan produk otentik yang merupakan ciri khas Kota Kediri dan merupakan salah satu bentuk industri kreatif yang menjanjikan dalam Ekonomi Kreatif Indonesia dan juga Masyarakat Ekonomi Kreatif. Berbagai upaya perlu dilakukan secara internal adalah dengan pengoptimalan kapasitas sumberdaya, sedangkan eksternal adalah adanya dukungan dari pemerintah, swasta, akademisi dan seluruh pihak untuk mempromosikan tenun ikat ini di masa yang akan datang. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada para pengusaha tenun ikat: 1. Bapak Eko Haryanto, TIB AAM Putra 2. Bapak Sulkhan, TIB Kodok Ngorek I 3. Bapak Sholehudin Ibu Hanafiyah, TIB Kodok Ngorek II 4. Ibu Siti Rukhayah, TIB Medali Mas 5. Bapak M. Asharul Ma’arif, TIB Sempurna II 6. Bapak Sudarman, TIB Sinar Barokah 2 7. Bapak Erwin Wahyu N, TIB Sinar Barokah I 220 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 DAFTAR PUSTAKA Afiff, F. 2012. Strategi Kombinasi Bauran Pemasaran Marketing Mix. Jatinangor: Universitas Padjajaran. Andriani, N dan F. Fahminnansih. 2013. Branding Sentra Kerajinan Tenun Ikat Bandar Kidul. Jurnal Createvitas Vol. 2 No. 2, Juli 2013. Krauss, Harm, dan Fink, 2009. Entrepreneurial Marketing: Moving Beyond Marketing in New Ventures. Netherland: University of Liechtenstein. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rezvani dan Khazei. 2013. Prioritization of Entrepreneurial Marketing Dimensions a case of in higher education institutions by using entropy. International Journal of Informations, Business Management, 53, 30, 2013. Educational Reserach and Multimedia and Publications 221 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Pemanfaatan Informasi Paten Teknologi Pengalengan Makanan dalam Menunjang Pengembangan Industri Kreatif The Ulization of Patent Information for Food Canning Technology to Enhance Development Creative Industries Tommy Hendrix 1 , V. Susirani Kusumaputri 1 1 Pusat Inovasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Email: tommy.hendrixgmail.com Keyword A B S T R A C T patent information, food canning technology, creative industry, development Business diversification, especially in the era of globalization is an important requirement in the development of national economy. Optimal development of technology can create new forms of output products are unstable and provide a loophole entry of a competitor in the form of a more superior. The use of technology in fostering the technology transfer process is done through the use of patent information which contains technologies that can be used as input material derived from the results of research and development. Food canning technology has enough potential to be developed as a production process that is appropriate, increased market share, attractive packaging that consumers preferred and an affordable price. This paper aimed to find relevant information through a database of international patent especially with regard to the results of research and technology development canning food. This paper analyzed using software Total Patent aimed to determine the orientation of technological development to the market through a portfolio of patents, licenses, status, competitors, innovation and market monitoring are derived from the patent database. The results showed very important information that most of the inventions and patent applicants and beneficiaries are from the Asian region, it was because the captive market and the potential for abundant natural resources can be used as the reasons Kata Kunci S A R I K A R A N G A N informasi paten, teknologi pengalengan makanan, industri kreatif, pengembangan Diversifikasi usaha terutama dalam era globalisasi menjadi syarat mutlak dalam upaya pengembangan perekonomian nasional. Belum optimalnya pengembangan teknologi dapat menciptakan bentuk-bentuk luaran produk yang tidak stabil dan menjadi celah masuknya pesaing dalam bentuk yang lebih unggul. Pemanfaatan teknologi dalam upaya menciptakan proses alih teknologi dilakukan melalui pemanfaatan informasi paten yang berisikan teknologi-teknologi yang dapat dipergunakan sebagai bahan input berasal dari hasil penelitian dan pengembangan. Teknologi pengalengan makanan cukup potensial untuk dikembangkan karena merupakan proses produksi yang bersifat tepat guna, peningkatan pangsa pasar, kemasan menarik yang disukai konsumen dan harga yang terjangkau. Tujuan dari makalah ini adalah mencari informasi yang terkait melalui database paten internasional khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian dan pengembangan teknologi pengalengan makanan. Makalah ini dianalisa dengan menggunakan software Total Patent yang ditujukan untuk mengetahui pengembangan teknologi untuk orientasi pasar melalui portofolio paten, lisensi, status, pesaing, inovasi dan monitoring pasar yang berasal dari database paten. Hasil menunjukkan informasi yang sangat penting bahwa hampir sebagian besar invensi dan pendaftar serta pemanfaat paten berasal dari wilayah Asia, hal tersebut disebabkan captive market dan potensi sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alasan selain masih murahnya harga yang ditawarkan didalam sistem perdagangan internasional.. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 222 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 PENDAHULUAN Hilirisasi dari pengembangan suatu produk saat ini tidak dapat dilepaskan dari banyaknya permintaan pasar yang timbul, hal ini tidak terlepas dari dominasi perusahaan-perusahaan besar dalam mendisversifikasikan produknya untuk mengisi celah pasar yang ada. Untuk melengkapi fungsi dari diversifikasi produk tersebut, sangatlah dibutuhkan peran dan pemahaman tentang Kekayaan Intelektual KI. Pemahaman KI yang ada saat ini cenderung sebagai “cost center” bukan sebagai “asset center” McDonald, 2013. Pemahaman ini tidak menilai KI sebagai aset yang dimiliki negara untuk berkembang dan wujud dari tingkat kemajuan teknologi. Pemanfaatan informasi paten dapat dijadikan upaya untuk menggantikan pemahaman tersebut. Pemanfaatan informasi paten merupakan upaya yang dapat dilakukan lebih ditekankan kepada peningkatan daya saing dalam rangka membuka akses menuju pasar baik nasional maupun internasional. Sejalan dengan persaingan yang makin ketat antar industri melalui perkembangan teknologi tersebut ternyata sistem perekonomian dunia pun mengalami pergeseran menuju ke arah terbentuknya sistem ekonomi global. Pengembangan teknologi saat ini bukan merupakan sesuatu yang baru, dalam upaya meningkatkan daya saing nasional. Dinamika percepatan terbentuk melalui proses alih teknologi yang bersifat on site technology sehingga dapat membantu pengguna dalam mengaplikasikan teknologi yang dibutuhkan. Belum optimalnya pengembangan teknologi dapat menciptakan bentuk-bentuk luaran produk yang tidak stabil dan menjadi celah masuknya pesaing dalam bentuk yang lebih unggul. Proses hilirisasi dari pengembangan produk merupakan jalan alternatif dalam menyeimbangkan tingginya permintaan pasar dari produk sejenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Melalui diversifikasi usaha terutama dalam era globalisasi menjadi syarat mutlak dalam upaya pengembangan perekonomian nasional. Tingginya permintaan akan produk yang mempunyai nilai jual ekonomis serta yang mengakomodir perkembangan trend produk sangatlah perlu diteliti guna mengambil perhatian pembeli dalam upaya menembus pasar yang ada. Adanya permintaan produk yang mencirikan lokasi geografis perlu dilihat dari segi komoditas yang dihasilkan, diantaranya kekayaan sumber daya alam yang melimpah dapat di jadikan sumber tolok ukur dalam pengembangan ekonomi kreatif yang ada disuatu daerah. Penerapan teknologi merupakan proses untuk mempercepat pemanfaatan teknologi dari pencipta kepada pengguna. Menerapkan teknologi berarti menjadikan teknologi itu sebagai bagian dari pengoperasian fungsi-fungsi kehidupan pengguna teknologi, menjadikan teknologi diketahui, dapat dijangkau dan di fungsikan di lingkungan yang membutuhkan. Manfaat aplikasi teknologi adalah menyadarkan msyarakat akan pentingnya dukungan teknologi untuk meningkatkan produktifitas usahanya; memberikan sentuhan teknologi dengan harapan akan meningkatkan produktifitas dan menyebarluaskan hasil teknologi akan berdampak pada banyak usahaproduksi dapat memanfaatkan teknologi tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah Stock, 2000. Pemanfaatan teknologi dalam upaya menciptakan proses alih teknologi dilakukan melalui pemanfaatan informasi paten yang berisikan teknologi-teknologi yang dapat dipergunakan sebagai bahan input berasal dari hasil penelitian dan pengembangan. Penerapan terhadap hasil penelitian dan pengembangan teknologi saat ini cenderung banyak mengarah ke tahap komersial, tentu saja diperlukan perlindungan kekayaan intelektual berupa paten melalui proses Know How ketrampilan yang merupakan cara atau bentuk lain dari perwujudan teknologi dalam kehidupan manusia diartikan sebagai informasi teknik, data atau pengetahuan hasil dari pengalaman atau kecakapan yang dapat dipakai dalam praktek, khususnya di industri. Pengembangan teknologi pengalengan makanan merupakan salah satu dari banyaknya hasil penelitian dan pengembangan yang diaplikasikan oleh industri, hal ini menjadi sangat penting karena alih teknologi memerlukan 223 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 beberapa perbaikan dalam proses produksinya terutama dalam mengejar permintaan pelanggan. Teknologi Pengalengan didefinsikan sebagai suatu metode pengawetan bahan pangan dalam suatu wadah tertutup dan kedap terhadap udara, yang dipanaskan sedemikian rupa, sehingga bahan pangan tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan secara fisik, kimia, maupun biologis Hendrix, 2011. Pengalengan makanan cukup potensial untuk dikembangkan karena teknologi proses produksi yang bersifat tepat guna, peningkatan pangsa pasar, kemasan menarik yang disukai konsumen dan harga yang terjangkau. Tingginya nilai tambah yang diperoleh para pelaku usaha agroindustri memicu persaingan yang makin meningkat baik dalam memperoleh bahan baku maupun dalam pemasaran produk hasil olahan Zulkarnain, 2013. Tujuan dari tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi terkait teknologi- teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna serta implementasi melalui proses alih teknologi pengalengan makanan, dengan pengembangan potensi lokal daerah khususnya di sektor pengalengan makanan sehingga mampu bersaing dipasar yang berbasis pada paten-paten yang telah terdaftar. Berkenaan dengan tujuan kajian tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menggali potensi industri kreatif yang berbasis budaya lokal berbasis teknologi pengalengan makanan. Budaya lokal yang ada perlu dikembangkan sebagai salah satu kekuatan untuk menumbuhkan budaya lokal dan meningkatkan kreatifitas masyarakat yang dapat bernilai ekonomi. Makalah ini dianalisa dengan menggunakan software Total Patent yang ditujukan untuk mengetahui pengembangan teknologi untuk orientasi pasar melalui portofolio paten, lisensi, status, pesaing, inovasi dan monitoring pasar yang berasal dari database Paten. Selain itu juga dapat dijadikan rekomendasi bagi pengguna dalam memilih alternatif teknologi yang bersifat tepat guna berorientasi pasar. Terkait dengan informasi paten teknologi pengalengan makanan, arah pengembangan teknologi dapat dilihat dari berbagai sisi terutama pemanfaatan yang telah dilakukan oleh pengguna teknologi serta prospek alih teknologi melalui proses komersialisasi. Diluar hal yang disifatnya teknis, luaran penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi dalam mengambil arah kabijakan pemanfaatan teknologi yang saat ini sangat dibutuhkan guna meningkatkan perekonomian nasional. PERAN INFORMASI PATEN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF PENGALENGAN MAKANAN Tren teknologi yang berkembang saat ini membawa banyak perubahan pada tataran pengelolaan alih teknologi yang berbasis IPTEK. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam upaya menciptakan daya saing nasional, terutama dalam pemanfaatan industri berskala nasional. Sinergitas terhadap interaksi yang terjadi membuat dinamisnya arus globalisasi terhadap produk terutama dalam bentuk inovasi produk yang dapat memenuhi permintaan pasar. Peran inovasi dalam pemanfaatan teknologi dapat dijadikan alternatif dalam penciptaan ruang dalam berkreativitas sehingga Iptek melalui hasil penelitian dan pengembangan dapat dipergunakan oleh pengguna secara optimal. Dimana fungsi inovasi dapat terus berkembang apabila dilakukan perubahan secara terus menerus, hadir dalam ritme kehidupan modern, dan mutakhir. Seiring perubahan zaman dan selera pasar yang terus berkembang, pelanggan lebih peka dalam menentukan produk apa yang sekiranya dapat memberikan kepuasan baginya Kotler dan Keller, 2012. Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI merupakan suatu perlindungan kekayaan intelektual yang di atur jelas dalam perundangan di Indonesia. Salah satu bentuk perlindungan tersebut adalah paten. Dokumen paten memuat informasi mengenai cara menerapkan suatu teknologi serta teknologi-teknologi pendahulunya. Melalui dokumen paten, perkembangan teknologi dalam suatu bidang mudah untuk ditelusur darena setiap dokumen paten memiliki unsur kebaruan dari teknologi- teknologi pendahulunya. 224 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Paten mempunyai peran yang kuat untuk melindungi teknologi yang dihasilkan oleh inventor, memberikan hak monopoli kepada pemegang paten untuk menentukan harga disamping hak-hak lain Adhiyati, 2009. Namun bagi inventor atau peneliti paten juga merupakan alat diseminasi ilmu pengetahuan yang dapat membuka akses teknologi untuk masyarakat umum dan industri. Era globalisasi, transfer teknologi dan informasi akan semakin mudah dan fleksibel bila dilakukan dengan pemanfaatan yang lebih optimal, salah satunya melalui penerapan HKI dalam meningkatkan inovasi teknologi yang akhirnya dapat berdampak positif terhadap peningkatan ekonomi suatu negara. Inovasi teknologi merupakan stimulus untuk meningkatkan total factor productivity dan standar kehidupan masyarakat melalui produksi produk dan jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik. Kemajuan teknologi juga meningkatkan efektivitas dalam hal teknik pengolahan sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Sattar dan Mahmood, 2011. Gambar 1. Memperlihatkan bagaimana fungsi pemanfaatan HKI dalam perkembangan teknologi pengalengan makanan. Gambar 1. Fungsi HKI dalam Teknologi Pengalengan Makanan Fungsi paten dalam konsep pemanfaatan penelitian dan pengembangan dapat diterapkan dalam makalah ini dengan melakukan interaksi yang bersifat fleksibel guna memperoleh hasil yang optimal, melalui; 1. Konsep “from idea to invention” dan “from invention to innovation” perlu dilaksanakan secara utuh; 2. Menghasilkan “pemecahan baru atas suatu masalah teknis” new solution to a technical problem; 3. Berorientasi komersial; 4. Mengikuti mekanisme standar dalam melaksanakan gagasan hingga masuk ke pasar. Hubungan antara pemanfaatan paten teknologi pengalengan makanan dan industri kreatif memiliki nilai yang strategis dalam penciptaan daya saing usaha terutama pada percepatan pembangunan ekonomi. Munculnya industri kreatif diartikan sebagai kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide atau KI menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan. Sehingga peran industri kreatif dalam sektor kuliner melalui pemanfaatan teknologi pengalengan makanan dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut. Gambar 2. Dampak dan Peranan Industri Kreatif Peran teknologi dalam pengemasan produk saat ini memperlihatkan tren positif dalam perdagangan produk, hal tersebut dikarenakan mempunyai keunggalan dalam fungsi preservasi produk diantaranya untuk : 225 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 1. Melindungi bahan pangan yang dikemas dari kerusakan selama distribusi; 2. Melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia, biologis; 3. Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran; 4. Menjaga mutu selama penyimpanan; 5. Pengawetan pangan. Penggunaan kemasan dalam kaleng dipilih untuk makanan karena sifatnya kedap udara, athogen ringan, mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah. Kelebihan menonjol khususnya dari kemasan kaleng bisa dilakukannya proses sterilisasi, sehingga makanan yang disimpan di dalamnya menjadi steril, tidak mudah rusak, dan awet. Sedangkan faktor yang sering kali menjadi permasalahan dalam pengemasan kaleng adalah terjadi pada bahan makanan mikroba, dimana jasad renik itulah yang menyebabkan makanan jadi bau, busuk, dan bahkan menjadi beracun. Selain itu juga perlu diperhatikan dalam proses alih teknologinya dikarenakan karakteristik dari setiap produk yang dikalengkan berbeda dalam penanganan dan perlakuan didalam proses produksinya. Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat hermentis dan distelirkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Secara umum, proses pengalengan meliputi tahap-tahap persiapan bahan mentah, blansir, pengisian bahan kedalam kemasan, pengisian larutan media, penghampaan udara, proses sterilisasi, pendinginan dan pengimpanan Winarno, 1994. Informasi paten terkait dengan teknologi pengalengan makanan dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam melihat prospek perkembangan trend technology suatu potensi teknologi pengalengan makanan dapat diaplikasikan kedalam penelitian dan pengembangan yang bersifat menghilirisasikan proses komersialisasi dari produk yang akan dihasilkan. Cakupan dari sumber informasi paten tersebut sangat berguna dalam membangun networking diantara pengguna dan penghasil teknologi yang nantinya diskemakan dalam bentuk proses alih teknologi. Upaya tersebut dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam mengetahui probabilitas dari hasil penelusuran memakai software Total Patent Klappera, 2006. Penggunaan alat penelusuran didasarkan pada subjek kata kunci dari sebuah teknologi berguna untuk meningkatkan daya saing, mempromosikan dan mengamankan modal serta know how, menghadapi kompetisi global. Secara rinci teknik penelusuran searching dokumenteknologi terdahulu dalam bidang yang sama, yang berdekatan prior art dengan menggunakan semua informasi, baik dalam bentuk paten atau dokumen permintaan paten yang dipublikasikan maupun yang bukan paten seperti jurnal, tabloid, majalah dan sebagainya. Kaitannya dengan makalah penelitian dan pengembangan teknologi pengalengan makanan sangatlah penting dalam melihat tingkat keusangan dari teknologi yang dihasilkan. Banyak cara dan metode yang dipergunakan dalam melihat sisi perkembangan teknologi yang sedang populer dalam pasar global, sehingga keterlibatan dari sektor industri memerlukan perhatian yang sangat besar dalam pemanfaatan hasil litbang yang ditawarkan dikomersialisasikan. METODE PENELITIAN Makalah ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur melalui penelusuran informasi paten, analisis database dokumen paten dengan menggali data dan informasi yang terkait dengan topik penelitian dengan memfokuskan pada pencarian jawaban atas masalah penelitian. Penggalian data dan informasi tersebut dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: 1 Studi Literatur Menelusuri informasi yang terkait dengan topik dan permasalahan dari berbagai sumber tertulis, berupa buku, jurnal, artikel atau tulisan-tulisan ahli lainnya dengan penggalian data data mining dimana merupakan salah satu metode atau proses untuk mengekstrak pola tersembunyi dari koleksi data tertentu yang menekankan tahapan penggalian data yang paling penting untuk mengubah data menjadi informasi paten Yanhong dan Runhua, 2013; 2 Analisis database dokumen paten tentang potensi paten teknologi pengalengan 226 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 makanan melalui software Total Patent yang didalamnya bersumber pada database WIPO. Tujuan dari makalah ini adalah mencari informasi yang terkait melalui database paten internasional khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian dan pengembangan teknologi pengalengan makanan. Sedangkan sasarannya pencarian dan analisis data ini adalah untuk mengetahui sejauhmana penelitian yang sudah dan sedang berlangsung di bidang teknologi pengalengan makanan sehingga dapat mengetahui tren teknologi dan penelitian yang saat ini berlangsung. Makalah ini dapat bersifat implementatifaplikatif, dimana hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Lebih khusus lagi, makalah ini merupakan proses diseminasi paten dan perekayasaan ulang reverse engineering dari suatu teknologi yang bersumber dari informasi paten. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelusuran paten yang dilakukan dengan mengacu pada database yang berasal dari World Intelectual Property Organization WIPO melalui potensi paten menggunakan software Total Patent didapatkan 286 patent terdaftar dan tersertifikasi. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan kata kunci “food and canning” yang mengacu pada masa minimal perlindungan paten sederhana selama 10 tahun, untuk penelusuran data dimulai dari tanggal 20 Oktober 2006 – 20 Oktober 2016. Data yang dipergunakan berasal dari USPTO, EPO, WIPO, CPTO, JPO, KIPO, INPI, GPTO, IPO dan CIPO. Dengan memperimbangkan jumlah paten terbesar sebanyak 10 judul dengan jangka waktu termasuk masa pendaftaran dan sertifikasi selama 10 tahun 20 Oktober 2006 – 20 Oktober 2016 dengan mempergunakan bentuk gambar pie chart. Uraian penelusuran diambil 3 data terbesar yang terdiri dari tempat dan negara dimana paten didaftarkan Authority, Penemu Paten Inventor, Pengguna Paten Assignee, Klasifikasi Paten IPC dan Tanggal Publikasi Publication Date yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Tempat dan negara dimana paten didaftarkan Authority. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa China mempunyai sebanyak 433 paten terdaftar 50,6 yang dikuti oleh Jepang sejumlah 110 paten terdaftar 12,9 serta Korea sebanyak 74 paten terdaftar 8,7 . Kesimpulan yang didapat menunjukkan bahwa pemanfaatan paten terdaftar banyak didaftarkan diwilayah Asia, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya potensi-potensi lokal dimulai dari penciptaan produk-produk dengan inovasi teknologi terkait dengan pengalengan makanan diproduksi mengikuti permintaan pasar. Sebaran Paten yang didaftarkan disetiap negara seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Paten Authority Teknologi Pengalengan Makanan 2. Penemu Paten Inventor, adalah orang yang membuat kontribusi yang inventif melalui penemuan sebagaimana didefinisikan dengan klaim dari aplikasi paten. Dari data yang didapat, menunjukkan data blank inventor yang mendaftarkan patennya dengan minimum 1 paten sebanyak 20 invensi 23,6 , Prof. Luo Xiao-Dong dari Kunming Institute of Botany, Chinese Academic Sciences CAS sebanyak 13 invensi 15,3 dan Yongkang Visita Appliance Co. Ltd. Merupakan perusahaan Manufaktur, distribusi dan ekspor berbagai macam makanan olahan kaleng, dan saus. Sebaran 227 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 data dari inventor menunjukkan wilayah Asia masih menjadi unggulan dalam komoditi pada pengalengan makanan dan dapat dilihat dari Gambar 4. berikut. Gambar 4 . Nama Inventor Teknologi Pengalengan Makanan 3. Pengguna Paten Assignee Name adalah seseorang, sekelompok orang atau organisasi yang menerima hak-hak kepemilikan intelektual. Dari data penelusuran paten didapatkan untuk pemanfaatan oleh industri diperoleh hasil diantaranya Tetra Laval Holdings Finance S.A. memproduksi bahan kemasan minuman ringan sebanyak 27 paten 18,7 , Blank pendaftar yang mendaftarkan paten dengan minimum 5 paten sebanyak 24 paten 16,6 dan PPG Industries Ohio, Inc. perusahaan multinasional dibidang pelapisan kaleng sebanyak 18 paten 12,5 . Sebaran pengguna paten dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 . Pengguna Paten Teknologi Pengalengan Makanan 4. Klasifikasi Paten IPC, adalah sistem hierarki simbol independen untuk klasifikasi paten dan utility model sesuai dengan berbagai area teknologi. Dari hasil penelusuran paten diperoleh data meliputi B32B1509 sebanyak 21dengan area klasifikasi paten B Performing Operations B32 Layered Products B32B Layered Products, i.e. Products Built-Up of Strata of Flat or Non-Flat, e.g. Cellular or Honeycomb, Form B32B1500 Layered Products Essentially Comprising Metal. B32B1509 Comprising Polyesters, A22C1300 sebanyak 19 dengan area klasifikasi paten A Human Necessities A22 Butchering; Meat Treatment; Processing Poultry A22 or Fish A22C Processing Meat, Poultry, or Fish A22C1300 Sausage Casings. C09D13306 sebanyak 16 dengan area klasifikasi paten C Chemistry; Metallurgy C09 Dyes; Paints; Polishes; Natural Resins; Adhesives; Compositions not otherwise provided for; applications of materials not otherwise provided for C09d Coating Compositions, e.g. Paints, Varnishes, Lcquers; Filling Pastes; Chemical Paint or Ink Removers; Inks; Correcting Fluids; Woodstains; Pastes or Solids for Colouring or Pinting; use of Materials Therefor C09D133 Coating Compositions based on Homopolymers or Copolymers of Compounds having one or more Unsaturated Aiphatic Radicals, each having only one Carbon-to-Carbon Double Bond, and at least one being terminated by only one Carboxyl Radical, or of Salts, Anhydrides, Esters, Amides, Imides, or Nitriles thereof; Coating Compositions based on Derivatives of such Polymers C09D13306 of Esters Containing only Carbon, Hydrogen, and Oxygen, the Oxygen Atom being present only as part of the Carboxyl Radical. Sebaran untuk data klasifikasi paten berdasarkan hasil penelusuran dapat dilihat pada Gambar 6. 228 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Gambar 6. Klasifikasi Paten Teknologi Pengalengan Makanan 5. Tanggal Publikasi Publication Date, adalah tanggal dimana paten didaftarkan, dipublikasikan dan mendapatkan nomor registrasi patent. Dari hasil penelusuran dalam kurun waktu 10 tahun terakhir didapatkan data terbaru dari teknologi pengalengan makanan pada tanggal 14 Desember 2006 dengan judul Coating Composition For Outside Surface Of Food Can And Coated Food Can dan Inventornya Tahashi shoji dan Kubo Mamiko serta Assignee dari Dainippon Ink and Chemichal, tanggal 30 November 2006 dengan judul A Cooling Or Heating System For Cans And Bottles Of Drink Or Food Has A Deep Cylindrical Insulated Vessel And A Thermal Transfer System, inventor blank serta assignee dari Mayr Hassler Rainer Dominik, Republic of Austria. Serta tanggal 29 November 2006 dengan judul Compositions And Methods For Coating Food Cans, Inventor Ambrose Ronald R Ziegler Micha, M. J. Ziegler, J. M. du Dick, dengan assignee PPG INDUSTRIES OHIO INC, United States of America. Sedangkan sebaran tanggal publikasi paten dari teknologi pengalengan makanan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 . Tanggal Publikasi Paten Teknologi Pengalengan Makanan Dari rekapitulasi penelusuran data paten teknologi pengalengan makanan, didapatkan informasi yang sangat penting bahwa hampir sebagian besar invensi dan pendaftar serta pemanfaat paten berasal dari wilayah Asia, hal tersebut disebabkan captive market dan potensi sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alasan selain masih murahnya harga yang ditawarkan didalam sistem perdagangan internasional. PENUTUP Inovasi produk tidak selalu memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk tetap berkreasi, tetapi hanya sebatas motif yang lebih dulu ada, sedangkan selera pasar mengalami perkembangan demikian pesat mengingat trend mode yang cepat berubah. Potensi pemanfaatan paten yang sifatnya kadaluarsa freedom to operate saat ini menjadi peluang yang sangat strategis dalam upaya pengembangan diversifikasi produk turunan yang bersifat siap dipasarkan. Untuk mengetahui hasil analisis paten yang tepat, memerlukan beberapa informasi dasar yang berhubungan dengan kata kunci subjek yang akan di cari. Hasil analisis paten dapat digunakan, baik manajemen strategis dan aplikasi, terutama dalam penyebaran teknologi yang bersifat tepat guna Hendrix, 2016. Hasil data dapat diasumsikan sebagai; 1. Konten visual data paten dengan keterangan teknologi database utama. 229 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 2. Pengelolaan menilai penilaian paten, yang menghasilkan kebutuhan teknologi untuk menentukan analisis seperangkat selektif berpengaruh paten yang pantas lebih intensif kontrol dalam manajemen pengetahuan. 3. Mengidentifikasi analisis pengembangan produk dan tren teknologi 4. Mengelola portofolio paten dan peramalan riset pasar untuk aplikasi industri. Hasil dari penelusuran data yang diperoleh terkait dengan pemanfaatan informasi paten teknologi pengalengan makanan menunjukkan bahwa tren publikasi dari pendaftaran dan sertifikasi paten cenderung masih sedikit dimanfaatkan oleh pengguna. Dari jumlah keseluruhan 286 paten, tidak semuanya dapat jelas ditelusur pada database paten, hal tersebut dikarenakan ada beberapa yang ditarik atau cukup didaftarkan saja sebagai penemuan baru belum termanfaatkan oleh pengguna. Mayoritas paten yang banyak dipergunakan 21 paten dengan area klasifikasi paten B Performing Operations, hal ini diartikan bahwa teknologi yang diperkenalkan berbasis pada keadaan fisik, prinsip proses yang digunakan dan jenis peralatan, khususnya pada sektor teknologi pengemasan makanan. Hal lain yang perlu di perhatikan adalah belum membudayanya pemanfaatan dari penelusuran data paten, sehingga informasi teknologi belum dapat diterapkan secara optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bidang Inkubasi dan Alih Teknologi Pusat Inovasi LIPI yang telah memfasilitasi selesainya penulisan makalah ini dan membantu selama pengambilan data. Serta ketersediaan Software Total Patent sebagai sarana penelusuran database paten terkait hasil penelitian dan pengembangan sektor teknologi pengalengan makanan. DAFTAR PUSTAKA Stock, G.N., and M.V. Tatikonda. 2000. A Typology of Project-level Technology Transfer Processes, Journal of Operations Management 18, 719-737. Elsivier Science B.V. Hendrix, T dan A. Nurhikmat. 2011. Inovasi Produk Pada Industri Kecil Menengah IKM Gudeg Wijilan Melalui Pengemasan Produk Dalam Kaleng, Seminar dan Workshop Indonesian Life Cycle Assesment on Food Product. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Zulkarnain; Lamusa, A. dan Tangkesalu, D. 2013. Analisis Nilai Tambah Kopi Jahe Pada Industri Sal-Han di Kota Palu. e- Journal Agrotekbis. Vol. 1 5 : 493-499. Adlhiyati Z. 2009. Produk Rekayasa Genetika GMOGenetically Modified Organism Sebagai Subjek Perlindungan Paten dan Perlindungan Varietas Tanaman. [Tesis]. Universitas Diponegoro, Semarang. Yanhong L., Runhua T. 2007. Text Mining Based Patent Analysis in Product Innovative Process “, Boston: Springer Verlag. Sattar, Abdul Tahir Mahmood. 2011. Intellectual Property Rights and Economic Growth. Pakistan Economic and Social Review. Vol 49, No. 2. Pp 163 – 186. Kotler Keller. 2012. A Famework for Marketing Management. Prentice Hall International Inc: New Jersey. Winarno. 1994. Commercial Sterilization of Product Food, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Klappera, Leora; Laevena, Luc; Rajan, Raghuram. 2006. Entry regulation as a barrier to entrepreneurship. Journal of Financial Economics, Vol. 82 3, pp. 591– 629. McDonald, Robert. 2013. Contingent Capital with a Dual Price Trigger. Journal of Financial Stability, vol.9 2, pp. 230-241. Hendrix, T. 2016. Implementation of Research and Development Based on Patent Natural Ingredient and Potential Ulization of Tradition Medicine, The Asian Journal of technology Management, Vol. 9 No. 1, 8- 20. 230 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Sistem Inovasi Sektoral dan Kebijakan Industri Learning region for Regional Development : Menciptakan learning region melalui Industri batik di Kota Pekalongan Nimas Maninggar ab Delik Hudalah b a Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi BPPT b Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Keyword A B S T R A C T Learning; Batik; Regional Development Learning region, recently, has become a new phenomenon in regional development. It provides a conducive environment and infrastructure to facilitate the flow of knowledge and ideas that, in turn, create qualified human resources to support innovation and production. In its development, the regional policy became a strategy. It produces regulation and institution to drive the activation of learning process in a region. Besides, history, culture and social communities are also the important factors to drive learning process in a region. The Pekalongan City has become a learning region due to the hereditary batik industry. Non-governmental actors such as industry and university are capable to transfer the ideas both inter and intra-industry. The inter- and intra-industry learning process creates the accumulation of ideas that led to innovation. These Innovations lead to create new entrepreneurs that could make the batik industry in Pekalongan survive and develop. At the same time, the regional policy serves to support the ongoing batik learning through obligating the batik curriculum and optimizing the function of the batik museum for practicing the batik making. As a result, the learning process of batik has become a culture. It can also improve the local and regional economy. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N pembelajaran, batik, pembangunan regional Learning region menjadi fenomena baru dalam perkembanagn wilayah dewasa ini. Region dengan learning menyediakan lingkungan dan infrastrutur untuk mengalirnya knowledge dan ide sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan untuk mendukung inovasi dan produksi. Dalam proses pembentukannya, kebijakan wilayah menjadi strategi dengan membentuk aturan dan institusi yang berperan dalam learning. Namun yang tak kalah pentingnya adalah faktor sejarah, budaya dan sosial masyarakat. Kota Pekalongan telah menjadi learning region melalui indusri batik yang turun temurun. Aktor non pemerintah seperti industri dan universitas mampu mentransfer ide baik didalam maupun antar industri. Proses learning didalam dan antar industri mengakibatkan akumulasi ide yang berujung pada inovasi. Inovasi inilah yang membuat industri batik bertahan dan berkembang dengan mencetak entrepreneur baru. Sedangkan kebijakan wilayah, berfungsi menunjang learning batik yang telah berjalan dengan menerbitkan kebijakan kurikulum wajib untuk batik dan mengoptimalkan fungsi museum untuk praktek batik. Hasinya learning batik telah menjadi budaya dan mampu meningkatkan perekonomian lokal dan regional. . © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 231 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 PENDAHULUAN Learning adalah kendaraan dari teralirnya informasi dan ilmu pengetahuan. Lundvall 2000 lebih memilih menggunakan istilah learning economy daripada knowledge-based economy untuk menyebut pergeseran basis ekonomi yang sekarang lebih mengarah pada pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Alasannya karena tidak akan berguna jika knowledge hanya menjadi stock dan tidak dialirkan Cappellin, 2007. Knowledge akan dapat menciptakan dan merubah sesuatu jika terdapat pembelajaran didalamnya. Dalam learning economy terdapat istilah learning region. Learning region masih menjadi perdebatan hangat dikalangan akademisi, policy maker dan planner terkait definisi dan kemanfaatannya dalam pengembangan wilayah. Beberapa akademisi seperti Florida 1995; Moulaert Sekia 2003 berpendapat bahwa learning region merupakan konsep untuk menciptakan inovasi dengan difusi ilmu pengetahuan. inovasi dan difusi pengetahun yang terjadi dalam satu wilayah mengakibatkan region juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ide dan knowledge yang mampu mensupply tenaga kerja berkualitas yang dibutuhkan untuk mendukung inovasi dan produksi Florida, 1995. Kondisi tersebutlah yang memicu terciptanya learning region yang didalamnya juga menyediakan lingkungan dan infrastrutur untuk mengalirnya knowledge dan ide Florida, 1995 Dalam proses pembentukannya learning region menekannya peran regional Asheim, 2001. Dengan kata lain learning region seharusnya dilihat sebagai kerangka kebijakan dalam pengembangan inovasi berbasis learning Asheim, 2001. Pendapat ini sejalan dengan Hassink 2001 menggungkapkan bahwa learning region mampu menjadi sebuah strategi inovasi wilayah dengan menghubungkan serangkaian aktor inovasi. Dengan demikian kekuatan kebijakan wilayah mampu menciptakan sebuah learning region dengan menghubungkan serangkaian aktor untuk saling bertukar ide. Di dalam makalah ini akan dihadirkan bahwa kebijakan bukan satusatunya alat untuk menciptakan lenring region. Kebijakan hanya mendukung dari kondisi yang telah berkembang di wilayah tersebut. Faktor sejarah dan sosial budaya dapat menjadi memicu terbentuknya leanring antar masyarkat. Seperti yang diungkapkan Asheim 2007 pentingnya sosial budaya dan sejarah dalam pembangunan ekonomi masyarakat untuk mencapai daerah yang kompetitif dan inovatif. Dengan menggunakan studi kasus industri batik di Kota Pekalongan makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi transfer pengetahuan yang terjadi antar aktor-aktor non pemerintah dan kebijakan wilayah yang menjadi rangsangan dalam berkembangnya learning region serta dampaknya pada pengembangan ekonomi lokal dan regional. Hasil studi mengungkapkan bahwa hubungan yang terjadi antar aktornya serta dukungan kebijakan wilayah, secara sadar atau tidak kota Pekalongan telah menjadi learning region yang mampu mengiring pada peningkatan ekonomi lokal dan regional. Learning region: Antara kekuatan kebijakan atau sosial. Learning region menurut Moulaert Sekia 2003 masuk dalam kelompok Territorial Innovation Model TIM bersama konsep lainnya seperti Milieu innovateur, Industrial district, new Industrial space, Local Production system dan Regional Innovation system. Learning region bergema bersama Regional Innovation System RIS. Keduanya bersumber dari teori inovasi Scumpeter dan memiliki cara kerja yang hampir sama yaitu mendasarkan kerjasama institusi untuk mewujudkan inovasi yang mampu diadopsi oleh seluruh masyarakat di wilayah tersebut Moulaert Sekia, 2003. Perbedaan keduanya dapat dilihat dari fokus implementasi, pada RIS memberatkan inovasi sedangkan pada learning region berfokus pada learning Hassink, 2001. Perbedaan fokus implementasi tersebut memicu dua pendapat berbeda terkait dengan keterlibatan aktor. RIS yang dalam implementasinya tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan inovasi 232 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 seringkali dipandang lebih luas daripada learning region. RIS akan lebih banyak melibatkan aktor regional agen inovasi yang memiliki peran penting dalam menumbuhkan inovasi wilayah dan berfokus pada dukungan kebijakan inovasi Hassink, 2001; Morgan, 2007. Kebijakan inovasi pada suatu wilayah akan mampu mengiring aktor-aktor pemerintahan yang terlibat untuk mewujudkan terciptanya inovasi . Inovasi tercipta dengan adanya learning. Hassink 2001 menyebutkan bahwa learning region adalah bagian dari Kebijakan inovasi. Boekema Rutten 2003 menyangkal keterkaitan learning region dengan kebijakan inovasi. Menurut Rutten pemerintah bukan satu- satunya aktor yang mampu menciptakan innovation network. Banyak aktor regional bukan dari pemerintah dapat menjadi agen penting dalam learning seperti perusahaan, pusat penelitian, dan lembaga intermediasi. Jika agen tersebut saling berinteraksi akan mampu mencapai sebuah learning region. Learning region yang tercipta akan banyak melakukan strategi inovasi diantaranya dengan memfasilitasi pertukaran knowledge antar aktor dibandingkan dengan yang dilakukan oleh kebijakan inovasi. Dari kedua pendapat tersebut menyiratkan adanya kekuatan top down dan bottom up dalam learning region. Pendapat pertama menggambarkan bahwa terdapat kekuatan pemerintah top down pada implementasi kebijakan inovasi yang mempengaruhi learning disuatu wilayah. Kebijakan inovasi dapat mengatur kembali organisasi yang berperan dalam learning dan inovasi untuk mencapai visi wilayah. Sedangkan pendapat kedua mendukung kekuatan bottom up pada learning region. Kekuatan aktor-aktor non pemerintah mampu membangun budaya learning. Pada akhirnya pertukaran knowledge dan ide yang terjadi pada aktar aktor tersebut mampu membentuk suatu learning region. Dalam learning region yang terjadi di Kota Pekalongan kekuatan pemerintah melalui kebijakan inovasi dan masyarakat menjadi faktor pembentuk inovasi. Tidak bisa dipungkiri gerakan masyarakat dan institusi non pemerintah yang telah bergelut dengan batik sejak lama mampu mengiring wilayah menjadi sebuah learning region. Sedangkan kebijakan pemerintah mendukung learning yang telah ada sebelumnya Institusi dan learning region Kelembagaan inovasi memainkan peran vital dalam learning region. Kelembagaan inovasi ini dianggap mampu mempromosikan kerjasama terutama melalui kedinamisan learning dalam suatu lembaga, antar lembaga dan lembaga dengan masyarakat Asheim, 2007. Lembaga inovasi yang umumnya berperan dalam pembangunan wilayah melalui learning antara lain policy maker, industri dan perdagangan, institusi pendidikan dan lembaga penelitian Hassink, 2001. Peran dan kerjasama antar intitusi dalam learning region tidak lepas dari kebijakan inovasi yang diterapkan di suatu wilayah. Menurut Rutten, Boekema, others 2007 kebijakan inovasi daerah akan mempengaruhi institutional setting. Hal serupa juga diungkapkan oleh Morgan 2007 bahwa pemerintah sebagai policy maker memiliki dampak penting dalam kolaborasi dan koordinasi inovasi dalam suatu wilayah. Selanjutnya Hassink 2001 menjelaskan bahwa learning region sebagai strategi inovasi wilayah akan mendasarkan strateginya pada kebijakan yang berlaku di wilayah tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam learning region, pengaturan peran dan kerjasama antar aktor akan sangat dipengaruhi oleh pemerintahan dan kebijakan inovasi yang diterapkan di wilayah tersebut. Selain pemerintah sebagai policy maker, keberadaan lembaga non pemerintah seperti universitas, lembaga penelitian dan sekolah sebagai learning organization juga memegang peran penting dalam learning region. Peran utama yang dimainkan oleh universitas dalam learning region adalah sebagai hub bagi transfer pengetahuan bagi masyarakat. Dalam prakteknya universitas ini membantu dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil dan professional serta beberapa diantaranya menjelma menjadi entrepreneur organization yang menghasilkan entrepreneur Ho, 2014. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Castells Hall 1994 yang 233 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 membagi peran universitas menjadi 3 yaitu sebagai research universities, training universities dan entrepreneur universities. lebih jauh lagi Simha 2005 membuktikan adanya hubungan antara universitas dengan perkembangan ekonomi wilayah yang menjadikan wilayah tersebut magnet bagi penelitian, inovasi dan paten teknologi sehingga menjadi daya tarik bagi investor, industri dan ilmuwan untuk bekerjsama dan berada dalam lingkup wilayah dimana universitas didirikan. Jika dilihat dari hubungan perkembangan ekonomi wilayah, transfer pengetahuan dan univesitas, umumnya akan terkait dengan high- tech industri. High-tech industri sendiri dinilai sebagai sektor paling potensial dalam pengembangan inovasi yang mampu menjawab tantangan globalisasi dan modernisme dunia. tak heran jika high tech region yang banyak didirikan oleh negara maju memasukan universitas ke dalam kawasan yang dibangun. Sebut saja Silicon Valley ,Research Triangle Park kemudian Boston’s highway 128 yang tak lepas dari universitas pada awal dan perjalanan pengembangannya Castells Hall, 1994; Link Scott, 2003; Simha, 2005. Namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku pada industri low tech. Universitas pada industri low- tech tidak memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan inovasi Kaufmann Tödtling, 2003. Peran univeritas terbatas pada sebagai tempat laboratorium uji kelayakan dan sertifikasi Kaufmann Tödtling, 2003. Hal ini disebabkan oleh jenis pengetahuan yang umumnya digunakan pada industri low tech adalah practical knowledge dimana praktek learning by doing dan interaksi dengan konsumen dan supplier menjadi hal utama dalam penciptaan inovasi sedangkan universitas akan sangat Kental dengan basic science dan bukan applied scienceAsheim Coenen, 2005; Kaufmann Tödtling, 2003. Hal berbeda ditunjukan oleh universitas di Kota Pekalongan. dengan basis low-tech industri yaitu batik universitas pekalongan memiliki peran penting bagi leanring, training dan penciptaan entrepreneur baru. Pentingnya Social Capital dalam learning region Dalam learning region terdapat penekanan pada pentingnya sosial budaya dan sejarah dalam pembangunan ekonomi masyarakat untuk mencapai daerah yang kompetitif dan inovatif Asheim, 2007. Selain itu faktor trust juga menjadi salah satu kunci penting dalam transfer pengetahuan. Hal ini wajar karena interaktif antar aktor merupakan proses terbaik dalam learning, sehingga faktor-faktor sosial dan trust tidak dapat dilepaskan dalam proses learning di suatu wilayah Asheim Isaksen, 2003. Localised learning juga disebut-sebut sebagai variabel yang efektif dalam mentransfer pengetahuan Perry, 2014. Kedekatan spasial akan mempermudah dalam melakukan pertemuan face to face untuk saling bertukar ide dan practical. Selain itu efisiensi biaya juga menjadi isu penting dalam localised learning. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi ICT information, communication technology, transfer pengetahuan dapat dilakukan pada jarak yang berjauhan antar negara dan antar benua. Kecanggihan teknologi mengurangi biaya perjalanan untuk saling bertatap muka. Bagi ilmu pengetahuan yang telah dikodifikasi ICT akan sangat membantu untuk pengembangan inovasi dengan jarak jauh. Tetapi bagi pengetahuan yang bersifat tacit kedekatan spasial masih menjadi hal utama dalam keteraliran dengan sesama. Learning Region di Pekalongan Kota Pekalongan dikenal sebagai kota Batik. di Indoensia sendiri 3 Kota besar yang penghasil Batik di sematkan pada Solo, Jogja dan Pekalongan Sindonews, 2014. Namun dari ketiga wilayah tersebut Pekalongan menjadi produsen batik terbesar dan yang paling berkembang dengan marketshare sebesar 30 dari seluruh pasar batik di Indoensia Noviani, 2010; Nurainun, 2008; Pratiwi, 2013. Saat ini batik Pekalongan berkembang menjadi bisnis yang mampu menggerakkan perekonomian dan telah menjadi soko guru ekonomi masyarakat. Data yang didapat dalam lima tahun terakhir ini beberapa variabel ekonomi seperti 234 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 jumlah industri, jumlah tenaga kerja, investasi dan omset mengalami peningakatn setiap tahunnya. Jumlah industri terus meningkat dan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8.7 pertahunnya, sedangkan tenaga kerja meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.08. Hal serupa juga terjadi pada jumlah investasi dan omset yang meningkat masing-masing 12.9 dan 31.39 BPS Kota Pekalongan, 2015 Salah satu faktor yang diklaim dalam meningkatkan dan membuat usaha batik tetap bertahan di kota Pekalongan adalah Inovasi produk Bakhtiar, Sriyanto, Amalia, 2009; Christiana, Pradhanawati, Hidayat, 2014. Dalam berinovasi pengusaha dan pekerja batik tidak akan lepas dari learning baik learning yang dilakukan secara indivudu maupun berkelompok. Transfer pengetahuan dan learning yang dilakukan dalam satu kelompok akan lebih berpeluang untuk menghasilkan ide-ide baru. Hal ini tak lepas dari sifat inovasi yang terbuka dan membutuhkan ide dari berbagai kepakaran yang berbeda. Selain inovasi produk, Kebijakan dan dukungan dari Pemerintah dalam pengembangan industri Batik juga turut andil dalam mempertahankan industri batik Astuty, 2014; Bakhtiar et al., 2009; Christiana et al., 2014; Susanty, Handayani, Jati, 2013. Kebijakan inovasi yang diterapkan oleh pemerintah Pekalongan mampu memfasilitasi terciptanya learning region yang diduga telah berkembang sebelumya. Dukungan kebijakan inovasi adalah berupa inisiasi pembentukan lembaga dan kebijakan yang meudahkan pembelajaran batik bagi masyarakat Pekalongan khususnya. Proses Transfer Pengetahuan di Kota Pekalongan Dalam transfer pengetahuan dan ide pada pengembangan industri batik terdapat 2 node yang mampu menjadi pusat penyebaran pengetahuan yaitu industri dan universitas. Peran kedua aktor tersebut diduga mampu menjadi kekuatan bottom up untuk menggerakkan pembelajaran masyarakat. Dengan pembelajaran masyarakat akan mampu menghasilkan ide-ide baru yang memberikan nilai tambah bagi produk batik dan selanjutnya inovasi batik akan terwujud. Pembelajaran masyarakat secara simultan dan berkembang tersebut secara sadar atau tidak akan mewujudkan sebuah learning region 1 Industri Pembahasan mengenai transfer pengetahuan dan ide dalam industri akan dibagi menjadi dua yaitu transfer secara didalam industri dan antar industri. Pembagian ini bertujuan untuk mengetaahui secara rinci transfer pengetahuan yang dilakukan secara individu dan kelompok baik dalam satu industri atau antar industri. a Transfer pengetahuan dalam satu industri Dalam transfer pengetahuan dalam satu industri, perlu diketahui sebelumnya terdapat 4 aktor utama yang berperan dalam aliran pengetahuan dan ide. Aktor tersebut adalah pengusaha atau yang umumnya disebut juragan batik, pekerja, tukang mbabar dan makelar. Juragan batik adalah orang yang memiliki modal sedangkan pekerja adalah sebutkan untuk orang yang bekerja pada juragan batik. Tukang mbabar juga bekerja untuk juragan batik namun bedanya dengan pekerja adalah tukang mbabar ini umumnya bekerja dirumah masing-masing. Juragan batik hanya memberikan kain mori pada tukang mbabar, material selebihnya seperti pewarna dan malam disediakan sendiri oleh tukang mbabar. Sedangkan makelar adalah penghubung antara juragan dan tukang mbabar. Hubungan transfer knowledge dan penciptaan ide keempat aktor tersebut akan sangat tergantung dari type juragan dalam memproduksi batik. Terdapat 3 type juragan yaitu 1 Juragan yang memiliki rumah produksi dengan seluruh pekerja bekerja dirumah produksi 2 Juragan yang memiliki rumah produksi dengan tenaga kerja sebagain dirumah dan sebagian mbabar 3 Juragan yang membabarkan seluruh pekerjaan produksinya. Untuk juragan tipe 1, pengusaha batik yang memiliki rumah produksi sendiri umumnya memilki sejumlah pekerja yang kemudian mengerjakan proses membatik dari awal sampai akhir di rumah produksi pengusaha tersebut. Dalam kasus ini ide desain dan resep malam serta resep pewarna semuanya dipegang oleh 235 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 pengusaha. Pengusaha memberikan instruksi kepada pekerja untuk mengerjakan motif yang telah dibuat oleh pengusaha. dalam pencarian idenya tak jarang pengusaha terinspirasi dari konsumen. Gambar Aliran ide Type JuraganPengusaha pengusaha batik yang memiliki rumah produksi sendiri Juragan type 2, Pengusaha ini memiliki pekerja yang bekerja dirumah produksi dan sebagian menyerahkan pekerjaan membatiknya pada tukang mbabar untuk memenuhi produksi. Pengusaha jenis ini memiliki 2 saluran gagasan. Gagasan pertama adalah dari pengusaha itu sendiri. Pengusaha menciptakan ide motif, resep warna dan malam untuk produksi dirumah sendiri. Sedangkan gagasan kedua berasal dari tukang mbabar. Tukang mbabar akan menawarkan sejumlah desain motif kreasi sendiri. Selanjutnya Gambar Aliran ide Type JuraganPengusaha yang memiliki pekerja yang bekerja dirumah produksi dan sebagian menyerahkan pekerjaan membatiknya pada tukang mbabar jika pengusaha berminat maka akan dilakukan pemesanan. Jika tidak maka tukang mbabar akan mengerjakan pesanan pengusaha dengan ide dari pengusaha. Tak jarang dalam type ini pengusaha mengorder pesanan melalui makelar. kemudian makelar akan menunjuk tukang mbabar dan menyerahkan pesanan juragan kepadanya. Tukang mbabar sendiri umumnya telah memiliki pelanggan baik pengusaha maupun tukang mbabar. Jika hal ini terjadi dimungkinkan saluran gagasan ide juga muncul melalui makelar Sedangkan Juragan type 3, Pengusaha dengan tipe ini tidak memiliki rumah produksi. Meraka hanya memiliki modal. Seluruh proses pembatikan diserahkan pada tukang mbabar. Pengusaha hanya perlu membeli mori dan menyalurkannya pada pengrajin. Umumnya ide motif dan warna adalah dari tukang mbabar. Pengusaha hanya memilih motif yang akan diproduksi. Type ketiga ini juga ada yang melibatkan makelar sebagai perantara. Jika hal ini terjadi maka penciptaan ide juga dapat datang dari makelar. Makelar akan menyarankan tukang mbabar untuk menciptakan motof sesuai dengan masukannya, kemudian contoh motif tersebut akan di tawarkan kepada juragan. Jika juragan berminat akn dilanjutkan dengan pemesanan namun tak jarang juragang akan mengimprovisasi desain yang telah ditawarkan oleh makelar sebelum dipesan. Pengusah a Pekerja Ide motif, resep warna dan malam Pasar konsumen Ide motif, warna Pengguna Pengusah a Pekerja Pasar konsumen Ide motif, warna Pengguna Tukang Mbabar Ide motif, resep warna dan malam Ide motif, resep warna dan malam Ide motif, warna Makelar Ide motif, resep warna dan malam 236 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Gambar Aliran ide Type JuraganPengusaha yang tidak memiliki rumah produksi Dari ketiga type tersebut dapat diketahui juragan dan tukang mbabar adalah titik simpul dalam proses learning. Tukang mbabar seringkali memiliki pekerja dalam pengerjakan batik pesanan Juragan. Jadi secara tidak langsung tukang mbabar ini juga bisa disebut juragan, namun untuk supply kain dan jenis pesanan masih ditentukan oleh juragan besar batik. Bagi pekerja, rumah juragan batik dan juragan mbabar menjadi lokasi yang tepat bagi transfer pengetahuan. dalam rumah juragan pekerja akan diberikan instruksi mulai dari peracikan malam, warna dan detail motif yang harus diaplikasikan ke kain. Dari hal tersebut pekerja akan belajar cara menghasilkan bahan dan produk sesuai instruksi. Tak jarang sesama pekerja akan saling berbagi ilmu tentang cara yang efektif dalam membatik. b Transfer pengetahuan antar industri Transfer pengetahuan antar industri batik umumnya dilakukan oleh juragan, baik juragan batik maupun juragan mbabar. Media yang digunakan adalah berupa pertemuan informal yang dijadwalnya sebulan sekali. Tempat pertemuan digilir oleh sesama pengusaha berdasarkan asas kesukarelaan. Materi pertemuan umumnya tidak dijadwalankan dan hanya mengalir begitu saja namun jika ada isu dan permasalaah terkait desain, teknik, dan racikan warna baru yang sedang booming saat itu akan menjadi topik pembicaraan. Pertemuan informal ini di inisiasi oleh pengusaha di Kota pekalongan. Tujuannya adalah untuk saling membagi ilmu tentang batik. Anggota pertemuan ini tidak terbatas dari Kota Pekalongan banyak diantaranya yang berasal dari kabupaten Pekalongan, Batang dan Pemalang. Profesi pada anggota pun tidak terbatas ada pengusaha dan praktisi batik, tak jarang para akademisi dan seniman ikut bergabung dalam forum. Dari pertemuan informal tesebut para anggotanya mendapatkan feedback yang berguna bagi pengembangan industri batik dan keilmuan. Keuntungan tersebut yang membuat forum ini tetap berjalan hingga sekarang walau tanpa susunan organisasi yang baku. Keuntungan- keuntungan yang didapatkan anggotanya antara lain: 1. Mendapatkan wawasan baik seputar warna, teknik dan desain batik yang banyak diminati konsumen untuk saat ini dan prediksi di masa akan datang 2. Masukan terhadap permasalahan batik saat ini terutama untuk mengatasi mewabahnya kain bermotif batik batik printing yang sempat menghancurkan pasar batik. 3. Berbagi ilmu terbaru khususnya terkait warna alam. 2 Universitas dan vokasi Politeknik dengan fokus pada batik Peran universitas dan politeknik di Kota Pekalongan dalam pengembangan batik tidak bisa dianggap remeh. Ketika batik telah menjadi icon dan pondasi ekonomi bagi masyarakat ketika itu pula dibutuhkan dukungan pendidikan untuk memberikan nilai lebih pada industri batik. Pendidikan yang bukan hanya menkankan pada teori namun lebih pada praktek-praktek dan pengaplikasian teori tentang batik. Terdapat dua universitas dan politeknik yang memberikan pengaruh besar pada pembelajaran masyarakat di Kota pekalongan yaitu universitas Pekalongan dan Politeknik Batik Pusmanu Perguruan Tinggi Usaha Sosial Bersama Nahdatul Ulama. Kedua lembaga pendidikan ini Pengusah a Pasar konsumen Ide motif, warna Pengguna Tukang Mbabar Ide motif, resep warna dan malam Makelar Ide motif, warna produk 237 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 memiliki keunggulan dalam menawarkan program studi khusus untuk batik. universitas Pekalongan unggul pada filososfi batik dan teknik membatik sedangkan Politeknik Batik fokus pada pewarna alam. Jika ditilik secara fungsi, universitas Pekalongan dan Polteknik batik memilik dua kemanfaatan bagi terwujudnya leanring region yaitu sebagai training dan Entrepreneur University. Sebagai training university, universitas pekalongan dan Politeknik batik mendidik mahasiswa untuk menjadi lulusan yang memiliki skill dan keilmuan tentang batik. sedangkan sebagai entrepreneur university, universitas menjadi jalan pembuka bagi terciptanya entrepreneur baru di bidang batik. Ketrampilan dan keilmuan batik ini diperlukan untuk memperbaiki dan mengimprovisasi tacit knowledge yang berkembang di industri batik. Seperti diketahui, industri batik di Kota Pekalongan adalah industri turun temurun dengan ilmu yang tururn temurun pula. Teori dan praktek yang diajarkan di Universitas terkadang berbeda dengan ilmu turun temurun yang mereka pelajarai sebelumnya.Tak jarang permasalahan yang berkembang seputar batik baik warna dan teknik tidak memenemui jalan dan hanya disikapi dengan kegagalan produk. Dengan ilmu batik dan proses learning by doing yang dilakukan mahsiswa bersama pengajar di universitas seringkali memberikan masukan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi terbaik bagi pengembangan usaha batik. Namun bagaimanapun juga Ilmu batik adalah ilmu terapan yang membutuhkan praktisi dibidang batik untuk pengaplikasian ilmu. Praktisi memiliki pengalaman lapangan yang terkadang lebih dalam dibanding akdemisi. Oleh karena itu banyak dari praktisi batik, pengusahajuragan batik seringkali diundang untuk menjadi dosen tamu di universitas. Selain itu beberapa dosen juga banyak yang mempraktekkan ilmu mereka dengan membuka usaha batik. Kebijakan Wilayah terkait Learning Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan oleh Kota Pekalongan untuk mencapai visi menjadikan kota batik dunia yaitu menyusun kurikulum batik untuk sekolah dan berdampak pada pengoptimalan fungsi museum. 1 Batik menjadi Kurikulum Wajib untuk Sekolah Dasar Kebijakan yang berpengaruh pada pembelajaran batik adalah masukan ‘batik’ ke dalam kurikulum muatan lokal untuk sekolah dasar. Disdikpora menjadi salah satu aktor penting dalam peningkatan pengetahuan dan pembelajaran batik di Kota Pekalongan. Sebagai policy maker, produk kebijakan disdikpora akan mempengaruhi berjalannya proses dan bahan ajar yang digunakan oleh sekolah mulai dari tingkat dasar sampai menengah. Pemilihan batik sebagai muatan lokal wajib Kota Pekalongan tidak lepas dari intervensi Bupati pada masa itu Bashir 2005-2010 dan 2010- 2015. Bupati mengusulkan kepada disdispora untuk mengkaji batik sebagai muatan lokal sekolah. Alasannya jelas karena besarnya potensi batik di Kota Pekalongan sebagai mata pencaharian utama penduduk serta sebagai salah satu jalan melestarikan budaya bangsa. 2Pengoptimalan fungsi museum Dengan dicanangkannya kurikulum wajib untuk muatan lokal batik, pemerintah kota melalui didiskpora memprogramkan untuk memberikan praktek membatik pada siswa-siswa sekolah dasar. Praktek membatik ini dilakukan di Museum Kota Pekalongan. Setiap akhir tahun yaitu bulan November dan Desember sekolah- sekolah Sekolah Dasar di Kota Pekalongan secara bergilir mengirimkan siswa-siswa untuk berlatih membatik di museum. Bukan hanya siswa sebelum pembukaan pelatihan untuk siswa- siswa Sekolah dasar tersebut, Museum juga mengadakan TOT Training of Trainer kepada guru-guru seni dan guru batik SD seluruh Kota Pekalongan. Jika ditilik dari fungsinya, museum Kota Pekalongan selain berfungsi sebagai tempat pamer dan peyimpanan sejarah batik, museum juga membuka workshop yang menawarkan kelas 238 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 membatik untuk seluruh kalangan. Pembukaan workshop ini untuk mewujudkan salah satu tujuan utama didirikannya museum yaitu sebagai pusat edukasi dan pelestarian batik. Kelas workshop telah memberikan kontribusi yang besar pada pendidikan dan pelatihan membatik bagi masyarakat luas. Kelas ini tidak hanya menerima siswa dari Kota Pekalongan, namun juga banyak yang datang dari luar Pekalongan bahkan sampai luar negeri baik yang datang secara individu maupun secara berkelompok. Tidak jarang sekolah-sekolah baik dari Pekalongan dan luar Pekalongan mengadakan kerjasama berupa pelatihan membatik di museum. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang ingin berlatih membatik maka museum juga memiliki tenaga pengajar dalam membatik. Terdapat 6 tenaga pengajar batik di museum yang telah dibekali ilmu membatik sebelumnya. beberapa pengajar masih menempuh pendidikan teknik batik di PUSMANU salah satu universitas yang membuka jurusan batik di Kota Pekalongan. Tabel Sebaran Peserta Pelatihan Batik di Museum batik Pekalongan Jenis Peserta Daerah Sekolah siswa dan guru Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan, Kab. Batang, Kab. Pemalang, Kab. Kendal, Kab. Cirebon, Semarang,Kab. Tegal, Karanganyar, Jakarta, Bandung Individu Thailand, Belanda, Jepang, Jakarta, bandung, Depok, Semarang, Sragen, Bogor, Bali, Batam, Kalimantan, Lampung, Malang, Polandia, Kendal, Surabaya Lembaga selain sekolah dharmawanita, komunitas, instansi pemerintahan Bogor Alumni IPB, Sumatera, Semarang PKK,BKM Pelalangan Makmur, Jakartamajalah Asri, Salatiga PPA YOhanes, Jenis Peserta Daerah Pekalongan,Purwokerto dahrmawanita unsoed, Seatrack mancanegara, Tegal ibuibulanal, yogja Dharmawanita PLN Sumber: Museum Batik Pekalongan 2016 Peran yang besar dari museum batik dalam hal edukasi, learning dan training batik ditunjukan dengan peningkatan jumlah permintaan pelatihan batik. Dari tahun 2012 sampai 2015 tercatat jumlah pelatihan secara berturut-turut adalah sebesar 1239 kali ditahun 2012, 4330 dan 5373 kali ditahun 2013 dan 2014, dan 5835 kali pelatihan di tahun 2015 Berbagai usaha dilakukan museum untuk menarik minat masyarakat untuk terlibat dalam pelatihan dan pembelajaran batik baik di dalam Kota pekalonagn maupun di luar Kota Pekalongan. Museum melakukan promosi melalui penyebaran leaflet dan pameran. Tak jarang untuk memperlancar promosinya museum batik juga melakukan workshop di sekolah, mall dan yang sedang dikaji adalah workshop di dalam lembaga pemasyarakatan. Learning region untuk pengembangan ekonomi regional Proses transfer pengetahuan dan learning yang terjadi di Pekalongan menggiring pada perkembangan ekonomi yang bukan hanya lokal namun juga regional. Inovasi yang menjadi visi daerah menstimulasi wilayah untuk melakukan learning. Hal ini disebabkan sifat penciptaan inovasi yang tak lepas dari sistem, saling ketergantungan dalam bertukar ide dari berbagai macam keilmuan. sistem dan saling ketergantungan dalam pertukaran ide ini kemudian yang memunculkan hubungan kerjasama antar aktornya. Hubungan antar aktor pemerintah dan non pemerintah membuat transfer pengetahuan terus berjalan. Industri, universitas dan museum adalah aktor-aktor penting dalam penciptaan leanirng region di kota pekalongan. Tiap-tiap aktor 239 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 memainkan peran masing-masing dan saling terkait satu dengan lainnya. Tabel Peran aktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi lokalregional Aktor peran Pengaruh pada ekonomi lokalregional Industri • Akumulasi ide-ide teknik batik dan pewarnaan invovasi baru • Pengajar bagi universitas Enterprenur baru lapangan pekerjaan baru yang sekarang untuk pekerja batik sudah merambah ke Kabupaten pekalongan,Batang dan Pmealang Universitas • Menciptakan tenaga kerja yang terampil dalam membatik • Mendidik pengajar untuk museum Enterprenur baru Museum batik Menjadi tempat praktek batik bagi siswa SD Kota pekalongan dan masyarakt luas pada umumnya Meningkatkan pemasukan daerah dengan wisatawan, mahasiswa, siswa sekolah dan masyarakat umum yang datang dan belajar di Museum batik Kota Pekalongan Sumber: Hasil Identifikasi, 2016 Industri dan universitas berperan untuk menciptakan entrepreneur batik, yang manfaat ekonominya tidak hanya dapat dirasakan oleh Kota Pekalongan namun daerah- daerah sekitarnya. Universitas pun demikian, keberadaaannya membantu menghasilkan pekerja batik yang terampil. Mahasiswa universitas di Pekalongan tidak hanya terbatas di Kota Pekalongan namun juga Kabupaten Pekalongan, Batang, Pemalang dan Jakarta. Gambar: Proses aliran kerjasama aktor di Kota Pekalongan dalam membentuk learning region Sedangkan museum batik adalah aktor yang dibentuk oleh pemerintah untuk turut memperkuat pembelajaran batik di Kota Pekalongan. Namun dampak dari kebijakan ini meluas, dengan kelas workshop yang dibuka oleh Museum batik banyak dari masyarakat luar Pekalongan yang mengikuti kelas tersebut. Tak terbatas dalam negeri bahkan sampai turis mancanegara baik Asia dan Eropa banyak yang mengikuti workshop batik. Kesimpulan Learning region tidak selalu dirangsang oleh kebijakan wilayah, namun kebijakan wilayah dapat memberikan dukungan pada terciptanya learning region. Sejarah dan budaya serta industri yang turun temurun disuatu wilayah dapat menjadi kekuatan besar bagi learning di 240 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 masyarakat. Social trust menjadi kunci pertukaran ide dan collective learning. Kota Pekalongan secara sadar atau tidak telah menjadi learning region dengan dukungan besar dari learning yang terjadi pada industri batik. Transfer pengetahuan yang terjadi didalam industri maupun antar industri batik terakumulasi menjadi collective learning yang mampu memunculkan inovasi-inovasi pada batik. Selain itu collective learning yang terjadi memicu banyaknya individu yang tadinya berprofesi sebagai pekerja untuk membuka usaha batik baru. Pembukaan usaha baru membuka juga peluang individu lain untuk menjadi pekerja yang akhirnya transfer pengetahuan dan collective learning terus berjalan. Learning ini meluas tidak hanya di Kota Pekalongan. Banyak pekerja akhirnya yang datang dari daerah sekitarnya sepeti Kabupaten Pekalongan, Batang dan Pemalang. selain itu peran universitas tidak dapat dikesampingkan dalam usaha transfer knowledge, learning yang berujung pada inovasi. Universitas ini menghadirkan cara baru belajar batik. Sebagai training dan entrepreneur University, universitas ini menjadi tempat untuk menghasilkan pekerja yang terampil serta memunculkan banyak entrepreneur baru. Mahasiswa di universitas ini tidak hanya dari Kota Pekalongan namun juga Kabupaten Pekalongan, Batang, Pemalang, Jakarta bahkan Jepang. Selanjutnya perkembangan industri batik yang kemudian memunculkan image sebagai pusat batik membuat pemerintah memberikan dukungan kebijakan. Salah satu kebijakan yang membuat wilayah terus belajar adalah kurikulum wajib batik untuk sekolah dasar dan mengoptimalkan fungsi museum. Museum, kemudian menjadi pusat pembelajaran batik tidak hanya di Kota Pekalongan namun di Indonesia bahkan dunia. Dengan demikian Kota Pekalongan mampu menyediakan tenaga-tenaga terampil, fasilitas pendidikan, industri dan kebijakan yang mendukung pembelajaran pada batik. Seperti yang diungkapkan oleh Florida 1995 learning region berfungsi sebagai kolektor dan gudang penyimpanan dari knowledge dan ide dan menyediakan lingkungan dan infrastruktur untuk mengalirnya knowledge, ide dan learning. Learning region di Kota Pekalongan juga mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya pada Kota Pekalongan sendiri tapi daerah-daerah sekitarnya. Acknowledgement Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Tommy Firman dan Dr. Ridwan Sutriadi atas masukan dan input yang diberikan selama proses penulisan Daftar Pustaka Asheim, B. T. 2001. Learning regions as development coalitions: Partnership as governance in European workfare states? Concepts and Transformation, 61, 73– 101. Asheim, B. T. 2007. Industrial districts as “learning region”: a condition for prosperity. In The Learning Region Foundations, State of the art, Future pp. 71–100. Cheltehnham: Edwar Elgar. Asheim, B. T., Coenen, L. 2005. Knowledge bases and regional innovation systems: Comparing Nordic clusters. Research Policy, 348, 1173–1190. Asheim, B. T., Isaksen, A. 2003. SMEs and the regional dimension of innovation. In B. T. Asheim, A. Isaksen, C. Nauwelaers, F. Todtling Eds., Regional Policy For Small-Medium Enterprises pp. 21–48. Northampton: Edward Elgar Publishing Inc. Astuty, E. D. 2014. Conditions and the Existence of Cluster Development Business Batik Pekalongan City, Central Java, Indoensia. European Journal of Business and Management. Bakhtiar, A., Sriyanto, Amalia. 2009. Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Kreativitas Industri Kerajinan Batik. J TI UNDIP, 41, 27–41. Boekema, F., Rutten, R. 2003. Economic geography of higher education: 241 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Knowledge, infrastructure and learning regions. Routledge. Cappellin, R. 2007. The Territorial Dimension of the Knowledge Economy Collective Learning, Spatial Changes, and Regional and Urban Policies. American Behavioral Scientist, 507, 897–921. Castells, M., Hall, P. 1994. Technopoles of the world: The making of 21st century industrial complexes. New York: Routledge. Christiana, Y., Pradhanawati, A., Hidayat, W. 2014. Pengaruh Kompetensi, Pembinaan Usaha dan Inovasi Produk terhadap perkembangan Usaha Studi pada Usaha Kecil dan Menengah batik di Sentra Pesindon Kota Pekalongan. Diponegoro Journal of Social and Politic, 1–10. Florida, R. 1995. Toward the learning region. Futures, 275, 527–536. Hassink, R. 2001. The learning region: A fuzzy concept or a sound theoretical basis for modern regional innovation policies? Zeitschrift Für Wirtschaftsgeographie, 451, 219–230. Ho, K. C. 2014. The university’s place in Asian cities. Asia Pacific Viewpoint, 552, 156–168. Kaufmann, A., Tödtling, F. 2003. Innovation Patterns of SMEs. In Regional Innovation Policy for Small-Medium Enterprises pp. 78–118. Northampton: Edward Elgar Publishing Inc. Link, A. N., Scott, J. T. 2003. The growth of research triangle park. Small Business Economics, 202, 167–175. Lundvall, B.-\AAke. 2000. The Learning Economy: Some Implications for the Knowledge Base of Health and Education Systems. In Knowledge Management in The Learning Society pp. 125–140. France: Organisation For Economic Co- operation and DevelopmentD. Morgan, K. 2007. The learning region: institutions, innovation and regional renewal. Regional Studies, 41S1, S147– S159. Moulaert, F., Sekia, F. 2003. Territorial innovation models: a critical survey. Regional Studies, 373, 289–302. National Bureau of Statictics. 2015. Pekalongan Dalam Angka 2015. Pekalongan: National Bureau of Statistics. Noviani, I. R. 2010. Pengaruh Design Produk dan Penetapan Harga terhadap Pangsa pasar Batik Trusmi Cirebon survei pada pengrajin batik trusmi Kecamatan Plered kabupaten Cirebon. Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta. Nurainun, N. 2008. Analisis industri batik di Indonesia. Fokus Ekonomi, 73. Perry, M. 2014. Learning regions as a framework for innovation policy: A review of the issues. Innovation, 163, 286–302. Pratiwi, E. 2013. Perkembangan batik Pekalongan tahun 1950–1970. Unnes. Rutten, R., Boekema, F., others. 2007. The learning region: Foundations, state of the art, future. Chapters. Simha, O. R. 2005. The economic impact of eight research universities on the Boston region. Tertiary Education and Management, 113, 269–278. Sindonews. 2014, November 13. 10 Daerah produsen batik terpopuler [sindonews.com]. Retrieved September 16, 2016, from nasional.sindonews.com: nasional.sindonews.comread923771163 10-daerah-penghasil-batik-terpopuler- 1415863079 Susanty, A., Handayani, N. U., Jati, P. A. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan klaster batik pekalongan studi kasus pada klaster batik kauman, pesindon dan jenggot. J TI UNDIP: JURNAL TEKNIK INDUSTRI, 81, 1–14. 242 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 PENGEMBANGAN PRODUK PADA INDUSTRI PENGOLAHAN MAKANAN BERBASIS KOMODITI BANDENG: PENDEKATAN SISTEM INOVASI SEKTORAL PRODUCT DEVELOPMENT IN MILK FISH PROCESSING INDUSTRY: AN ANALYSIS OF SECTORAL INNOVATION SYSTEM Hadi Kardoyo dan Setiowiji Handoyo Pusat Penelitian Perkembangan Iptek PAPPIPTEK-LIPI, Gedung A PDII-LIPI, Jl. Jend. Gatot Subroto, No.10, Jakarta Selatan, 12710, hadikardoyogmail.com Keyword A B S T R A C T sectoral innovation system, milk-fish based food processing industry, technology capability, food canning technology This article aims to examine the activity aquaculture-based processing industry by using the analytical framework of sectoral innovation system. Analyses were performed using the framework Malerba and Mani 2009, which emphasizes the importance of understanding the process of interaction, cooperation, and other forms of competition in the analysis of sectoral innovation systems. The findings of case studies show that the activity of milk-fish based food processing industry is still dominated by small and medium-sized businesses that are spread in several processed milkfish production centers. Activities in milkfish-based food industries generally uses low technology and is done for generations. Evolution of processed milkfish products grown in harmony with the development of learning capabilities and technological capabilities of businesses in response to market and demand. Activities of efforts in using high technology such as canning processed milkfish is still undeveloped. This is due to the mastery of technology businesses still limited. The role of innovation system elements, such as R D institutions, associations, technical ministries need to be actualized. Thus, the potential for large milkfish aquaculture can be utilized by businesses through product differentiation using canning technology. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N sistem inovasi sektoral, industri pengolahan bandeng, kapabilitas teknologi, teknologi pengalengan makanan Artikel ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas industri pengolahan produk unggulan berbasis perikanan bandeng dengan menggunakan kerangka analisis sistem inovasi sektoral pada beberapa pelaku industri pengolahan makanan berbasis bandeng. Analisis dilakukan dengan menggunakan kerangka Malerba dan Mani 2009 yang menekankan pentingnya pemahaman terhadap proses interaksi, kerjasama, dan bentuk-bentuk kompetisi dalam analisis sistem inovasi sektoral. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa aktivitas industri pengolahan makanan berbasis bandeng saat ini masih didominasi pelaku usaha kecil dan menengah yang tersebar pada beberapa sentra produksi bandeng olahan. Aktivitas pengolahan bandeng pada umumnya menggunakan teknologi sederhanarendah dan dilakukan secara turun temurun. Evolusi produk olahan bandeng berkembang selaras dengan perkembangan kapabilitas learning dan kapabilitas teknologi pelaku usaha dalam merespon permintaan pasar. Aktivitas pelaku usaha dalam menggunakan teknologi tinggi seperti untuk pengalengan bandeng olahan masih belum berkembang. Hal ini disebabkan penguasaan teknologi pelaku usaha masih terbatas. Peran elemen sistem inovasi, seperti lembaga litbang, asosiasi, kementerian teknis perlu diaktualisasikan. Sehingga, potensi budidaya bandeng yang besar dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha melalui diferensiasi produk bandeng olahan dengan teknologi pengalengan. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 243 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016

I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi yang besar pada sektor industri perikanan. Namun, potensi sumber daya perikanan Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Kontribusi industri hulu dan hilir produksi perikanan tangkap dan budidaya masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Selama periode 2006- —2010 kontribusi industri hulu dan hilir perikanan tangkap dan budidaya masih dibawah 4 dari PDB menurut harga berlaku. Tahun 2006 kontribusi sektor perikanan laut 2,53 terhadap PDB, tahun 2007 2,75, tahun 2008 3,05, tahun 2009 3,45, dan tahun 2010 3,38 atau selama periode 2006—2010 pertumbuhan sektor perikanan ini hanya mencapai 7,66. Kebijakan dan program Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP untuk mengembangkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan berupa kebijakan minapolitan dan selanjutnya berkembang menjadi kebijakan industrialisasi. Kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan ini dimaksudkan untuk mengembangkan aktivitas ekonomi berbasis kelautan dan perikanan. Peningkatan nilai tambah ekonomi diharapkan mampu berkembangnya aktivitas lanjutan dari aktivitas kelautan dan perikanan. Aktivitas perikanan berupa perikanan tangkap dan perikanan budidaya diharapkan tidak hanya menghasilkan produk ikan yang dipasarkan dalam kondisi segar atau beku, tetapi mampu mendukung aktivitas pengolahan industri lanjutan yang memberikan nilai tambah ekonomi. Terkait dengan paparan industri pengolahan ikan dalam negeri tersebut, kemampuan penguasaan teknologi dan inovasi industri pengolahan ikan dalam negeri menjadi kunci penting dalam meningkatkan kontribusi sektor perikanan dalam pertumbuhan GDP Indonesia. Pengembangan produk industri olahan makanan menjadi peluang bagi berkembangnya aktivitas perikanan budidaya di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah di atas, artikel ini bertujuan mengkaji: “Bagaimanakah peran sistem inovasi sektoral dalam mendukung pengembangan produk pada industri pengolahan berbasis perikanan bandeng”.

II. KERANGKA TEORIKERANGKA

KONSEP Freman 1987 dalam bukunya “Technology Policy and Economic Perfor- mance: Lessons from Japan” mengidentifikasi munculnya istilah sistem inovasi nasional dengan menyebutkan beberapa elemen utama dalam sistem inovasi di Jepang. Elemen-elemen tersebut mampu menciptakan keberhasilan Jepang yang didukung kemampuan inovasi mereka. Selanjutnya, Freeman 1995 melihat keberhasilan ekonomi Jepang tersebut berdasarkan faktor spesialisasi dan intensifikasi aktivitas litbang. Hal ini selanjutnya banyak dipahami bagaimana faktor-faktor yang bersifat kualitatif berpengaruh terhadap bekerjanya sistem sebagaimana peran faktor-faktor yang bersifat kuantitatif yang telah ada. Pemikiran sistem inovasi sektoral menurut Malerba 1995 menegaskan bahwa sistem inovasi lebih tepat dilihat dalam skala sektoral dengan memperhatikan beberapa aspek seperti struktur dan batasan sektoral, stakelholder yang ada didalamnya dan interaksi-interaksi yang terjadi, aktivitas pembelajaran, inovasi dan proses produksi yang ada, dan transformasi sektoral beserta faktor yang mempengaruhi. Malerba dan Mani 2009 selanjutnya menekankan aspek penting dalam analisis sistem inovasi sektoral yaitu: a. Knowledge dan proses pembelajaran, b. Teknologi yang berkembang, c. Faktor input dan permintaan demand, d. Jenis dan struktur interaksi antara pelaku yang beragam firms and non-firms organizations, e. Institusi dan proses perkembangannya. Dari beberapa aspek sistem inovasi sektoral tersebut di atas, Malerba dan Mani 2009 secara tegas menyebutkan tujuh elemen dasar dalam analisis sistem inovasi yaitu: 1 Firms in the sector, perusahaan-perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang terkait langsung dengan aktivitas produksi dan inovasi. Malerba dan Mani 2009 menyebutkan bahwa pelaku usaha ini memiliki karakteristik berupa aktivitas learning yang dilakukan, stuktur organisasi 244 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 dan kapabilitas yang dimiliki, norma-norma, dan tujuan-tujuan yang dimiliki Nelson dan Winter, 1982; Teece dan Pisano, 1994; Dosi et al., 2000. 2 Other actors, menggambarkan bahwa sebuah sektor memiliki bentuk pelaku lain seperti organisasi supplier, user, perguruan tinggi, lembaga keuangan, institusi pemerintah, asosiasi, dan bentuk organisasi- organisasi yang lain atau individu-individu kustomer. wirausahawan, ilmuwan, dan lain-lain. Bentuk interaksi dan komunikasi antar pelaku menjadi bagian dari proses berjalannya aktivitas dan sistem sektoral. 3 Network, menggambarkan jalinan keterkaitan antara masing-masing pelaku baik dalam kerangka pasar maupun hubungan non-pasar. Lebih lanjut Malerba dan Mani, 2009 menekankan jenis dan struktur hubungan dan jejaring berbeda antara satu sektor ke sektor lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan knowledge base, proses learning yang dilakukan, teknologi yang berkembang pada masing-masing sektor, karakteristik permintaan dan sistem pasar, dan kunci hubungan dan dinamika komplementariti yang dimiliki. 4 Demand, menggambarkan kondisi pasar dan pentingnya faktor permintaan di dalamnya. Malerba dan Mani 2009 menggambarkan bahwa permintaan lebih dilihat dari kesatuan pengguna yang beragam yang melakukan interaksi dengan pelaku produsen. Dalam hal ini permintaan dibentuk dari individu- individu kostumer, berbagai bentuk perusahaan dan institusi-institusi publik, yang dimungkinkan berasal dari pasar domestik dan internasional yang memiliki karakteristik keberagaman besaran, perbedaan knowledge, learning process dan kompetensinya, serta perbedaan faktor sosial dan institusi-institusi yang ada di dalamnya. 5 Institutions, menggambarkan pemahaman- pemahaman, aksi dan interaksi yang dibentuk dengan pengaruh dari institusi yang melibatkan norma-norma, kebiasaan- kebiasaan, peraturan dan perundangan, dan lain-lain. Lebih lanjut, Malerba dan Mani 2009, elemen institusi berperan dalam mempengaruhi aktivitas pengembangan teknologi, aktivitas inovasi, dan hal-hal sejenis yang berpengaruh terhadap kinerja sebuah sektor. 6 The knowledge base; Malerba dan Mani 2009 menegaskan bahwa setiap sektor memiliki karakteristik kowledge-base, teknologi, maupun berbagai input tertentu. Knowledge berperan dalam mendukung aktivitas learning, aktivitas inovasi dan kapabilitas dari perusahaan. 7 The main processes and coevolution; Malerba dan Mani 2009 menekankan pentingnya pemahaman terhadap proses interaksi, kerjasama, dan bentuk-bentuk kompetisi dalam analisis sistem inovasi sektoral. Aktivitas inovasi dipahami sebagai sebuah proses sistemik yang terjadi dan melibatkan seluruh stake holder di dalamnya dan memberikan implikasi pada penciptaan dan pertukaran pengetahuan terkait dengan aktivitas inovasi dan komersialisasi. Sebuah sistem sektoral mengalami proses perubahaan dan transformasi sepanjang waktu dengan melibatkan elemen yang beragam melibatkan aspek teknologi, demand, knowledge base, bentuk-bentuk proses pembelajaran, berbagai bentuk organisasi dan institusi. Pendekatan metode deskriptif secara kualitatif dilakukan dengan studi kasus beberapa pelaku industri pengolahan makanan berbasis komoditi perikanan budidaya bandeng. Data dan informasi yang dibutuhkan bagi studi akan digali dengan melakukan indepth interview pada pelaku industri yang menjadi objek studi kasus. Penelitian ini dilakukan dalam lingkup sub sektor industri pengolahan makanan dengan bahan baku komoditi Perikanan Hasil Perikanan Budidaya Ikan Bandeng. Gambar 2.1 Kerangka Analisis Penelitian Sumber: Malerba dan Mani 2009 245 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Studi kasus dilakukan pada beberapa responden yang dipilih mewakili pelaku dari lembaga litbang, pelaku usaha industri dan asosiasi, pemerintahpemerintah daerah, diantaranya adalah: 1 Balai Besar Pengendalian dan Pengembangan Hasil Perikanan BB2HP – Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait dengan teknologi proses pengolahan perikanan hasil budidaya tambak yang meliputi metode pengeringan dan fermentasi pasca panen produksi perikanan budidaya tambak; 2 Produsen petambakusaha perikanan budidaya komoditi bandeng, di sentra pengembangan Provinsi Jawa Tengah: Kabupaten Kendal, dan produsen di sentra pengembangan Provinsi Jawa Timur: Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik, Provisi Jawa Barat: Kabupaten Bekasi; 3 Pelaku industri pengolahan berbasis komoditi bandeng; 4 Asosiasi Penguasaha Industri pengolahan berbasis perikanan bandeng, yang melakukan aktivitas pemasaran hasil produk olahan komoditi bandeng; dan 5 Lembaga Litbang: BP2TK-LIPI Yogyakarta. Studi kasus akan dilakukan pada sentra- sentra UKMK pengolahan berbasis komoditi bandeng di dua provinsi tersebut. Sentra industri bandeng di Jawa Tengah berkembang di pantai utara Jawa meliputi Semarang, Kendal, Pati, Brebes, Jepara, dan beberapa daerah lainnya. Aktivitas industri pengolahan makanan di Pantai Utara Jawa Tengah tersebut didukung dari berkembangnya aktivitas hulu budidaya tambak di wilayah-wilayah tersebut. Sementara itu, sentra industri pengolahan makanan berbasis bandeng di Jawa Timur berada di Sidoarjo, Lamongan, dan Gresik. Seperti halnya di Jawa Tengah, aktivitas budidaya perikanan tambak bandeng telah berkembang dengan baik di beberapa daerah di Jawa Timur.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Latar belakang berkembangnya aktivitas usaha Latar belakang berkembangnya aktivitas pelaku usaha memiliki karakteristik yang berbeda. Pelaku usaha di Gresik maupun Sidoarjo, merupakan usaha yang dikembangkan dari aktivitas turun-temurun dan menghasilkan produk olahan bandeng tradisional. Pelaku usaha bandeng olahan seperti Ratu Bandeng dan Rojal Bandeng – Kendal, berkembang dari latar belakang pemilik pelaku budidaya tambak, dan berkembang dari akumulasi knowledge yang dimiliki. Pelaku usaha bandeng olahan, yaitu Bandeng Bekasi-Jati Mulya, berkembang dari latar belakang pendidikan yang diperoleh dari Sekolah Tinggi Pariwisata-Jogyakarta. Sementara pemilik usaha bandeng Bangsomat: Knowledge yang berkembang dari kemampuan membangun network. Aktivitas usaha dimulai dari knowledge yang berkembang dari kemampuan network dan learning yang dilakukan. Sementara itu, PT. Sentra Pangan Mandiri Madani Food pemilik merek dagang “Enjoy Seafood”, dibangun oleh pendiri perusahaan yang memiliki latar belakang pendidikan STP, berpengalaman dalam manajemen pemasaran dan pengalaman bekerja pada beberapa perusahaan makanan dan minuman berskala nasional. Aktivitas usaha diawali dan berkembang dari usaha dagang. Madani Food menjadi representasi bentuk perusahaan modern dalam industri pengolahan makanan dari komoditi bandeng. Aktivitas perusahaan dijalankan dengan SOP sebuah perusahaan pengolahan makanan, didukung dengan sistem pemasaran yang baik, dan strategi pengembangan dilakukan dengan konsep daya saing dan inovasi. Aspek knowledge base, aktivitas pembelajaran, dan aktivitas inovasi dalam mendukung aktivitas usaha Faktor pendukung dalam pengembangan aktivitas pelaku usaha di empat daerah studi Sidoarjo, Gresik, Kendal, Bekasi, dan Banten, berupa kemampuan dalam mengelola knowledge sebagai sebuah pemahaman untuk menggerakkan aktivitas usahanya. Bentuk pengembangan knowledge yang terbangun salah satu contoh yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku, dilakukan dengan keragaman aktivitas, misalnya pelaku usaha bandeng olahan di Sidoarjo lebih memilih bermitra dengan suplier ketimbang bermitra dengan para produsen bandeng petani tambak. 246 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Alasannya, karena pada umumnya para petani tambak dalam menjual hasil produksinya menerapkan sistem borongan. Bagi para pelaku usaha bandeng olahan Sidoarjo tentu tidak menguntungkan, karena dengan sistem borongan tersebut, produk ikan yang dikehendaki sesuai ukuran dan beratnya belum tentu sesuai dengan produksi yang diinginkan. Oleh karena itu pelaku usaha kemitraan dengan suplier dapat terpenuhinya kebutuhan bandeng sesuai ukuran dan berat timbangnya. Para pelaku usaha bandeng olahan Bekasi, kebutuhan suplai bandeng lebih memilih bermitra dengan pedagang pasar yang menyediakan keanekagaraman ukuran bandeng. Pelaku usaha lebih memungkinkan terpenuhinya bahan baku yang sesuai dengan pesanan. Hal ini menjadi pilihan, karena belum terbentukterjalinnya kemitraan dengan pemasok bandeng dari para petambak. Selain itu, hasil produksi bandeng dari Bekasi, sebagian besar dipasarkan kepada para pedagangtengkulak di Muara Baru - Jakarta. Pelaku usaha bandeng olahan di Kabupaten Bekasi memperoleh pasokan bahan diperoleh dari para pedagang pasar di daerahnya. Tabel 5.1. Matrik Sumber Pasokan Bahan Baku Bandeng Madani Food yang berlokasi di Banten mendapatkan sumber pasokan bahan baku bandeng cabut duri dari suplier luar daerah. Hal ini dilakukan karena produksi bandeng dari Propinsi Banten masih sangat erbatas. Sumber pasokan bandeng diperoleh dari suplier dari Provinsi Sulawesi Selatan, Kendal, Indramayu, dan dari sentra bandeng lainnya. Kemampuan dan pengembangan knowledge yang terbangun pada pelaku usaha bandeng olahan dari Kabupaten Kendal, maupun Sidoarjo, terjalin dengan baik sebagai hasil interaksi antara para petani petambak sebagai pemasok bandeng dengan mitra pelaku usaha bandeng. Proses pembelajaran learning pelaku usaha bandeng olahan dengan pemasok bandeng terjadi baik formal maupun informal melalui berbagai bentuk interaksi, begitu juga pelaku usaha produk olahan bandeng dengan pasar, maupun peran eksternal terkait peran institusi- institusi pemerintah, unit-unit litbang menjadi bagian terwujudnya dalam progran-program pengembangan industrialiasi hasil perikanan budidaya. Knowledge base merupakan aspek penting bagi pelaku usaha bandeng olahan. Knowledge yang melekat berperan dalam mendukung aktivitas pengembangan usaha yang dilakukan. Pengembangan produk-produk baru bandeng olahan yang tumbuh dan berkembang dilatarbelakangi oleh kemampuan pelaku usaha dalam mengelola knowledge base dan aktivitas learning yang dilakukan. Knowledge base dan learning yang dilakukan diperlukan dalam pengembangan dan variasi produk untuk menjawab permintaan pasar. Berkembangnya aktivitas kegiatan produksi bandeng olahan yang berkembang di empat daerah studi, dapat ditunjukan banyaknya varian produk baik dari jenis produk olahan, maupun bentuk penyajian dalam kemasannya. Hal ini merepresentasikan terjadinya proses pembelajaran dalam aktivitas usahanya. Pengembangan produk olahan dalam keanekaragam varians, adalah salah satu keunggulankeunikan dalam mewujudkan produk-produk yang dihasilkannya dan menjadi “brand” dari masing-masing pelaku usaha. Dengan demikian, dapat diasumsikan, bahwa kemampuan para pelaku usaha dalam mengakumulasikan pengetahuannya mencermati bahwa produk olahan berbahan baku ikan bandeng menurut pendapat mereka dapat diproduksi sebagai subtitusi produk-produk Pelaku Usaha Bandeng Olahan Sumber Pasokan Bahan Baku Milik Tambak Sendiri Pemilik Tambak Suplier Lokal Suplier Luar Daerah Pedagang Pasar Sidoarjo X Gresik X X X Kendal X X Bekasi X Banten X 247 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 makanan dari daging dan ayam yang telah ada. Selain itu produk bandeng olahan juga sebagai sumber nilai kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia, selain dapat menjawab potensi peluang pasar dalam negeri yang menjadikan produk bandeng olahan memberikan pengaruh besar dalam aktivitas terutama membangkitkan peran sub sektor hulu dalam mendorong ketersediaan bahan baku bandeng. Interaksi antara petambak sebagai pensuplai bahan baku dengan pelaku usaha bandeng olahan, dan interaksi dengan pelaku usaha yang berusaha di pemasaran, kedepannya berharap terbangunnya komunitas pelaku usaaha untuk memiliki ‘branding’ produk olahan bandeng yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Secara umum, aktivitas learning dilakukan oleh pelaku usaha bandeng di beberapa daerah studi. Knowledge base baik di area budidaya dan aktivitas pengolahan menjadi faktor penting dalam mendukung aktivitas learning. Aktivitas budidaya dan aktivitas pengolahan komoditi yang telah berkembang pada masyarakat di beberapa sentra industri menggambarkan knowledge base yang dimiliki oleh pelaku usaha bandeng di beberapa daerah studi. Knowledge base pada aktivitas budidaya dan pengolahan makanan dari bandeng ini menjadi dasar dalam mendukung aktivitas learning yang dilakukan. Aktivitas learning terjadi pada pelaku usaha bandeng dengan meningkatnya aktivitas dan interaksi antara pelaku usaha bandeng dengan beberapa stakeholder terkait. Pemerintah baik pusat dan pemerintah daerah, asosiasi industri, institusi-institusi pengembangan teknologi baik untuk budidaya maupun pengolahan hasil, institusi-institusi pasar dan stakeholder lain menjadi bagian dari aktivitas pelaku usaha bandeng dalam mengembangkan pasar. Evolusi produk bandeng dari bandeng pindang sampai dengan bandeng kaleng menggambarkan hasil dari aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh pelaku usaha bandeng dengan melibatkan stakeholer terkait. Kapabilitas teknologi dan inovasi Aspek penting dalam aktivitas inovasi sebuah entitas bisnis bandeng olahan adalah terbangunnya kapabilitas teknologi yang dimiliki oleh pelaku usaha bandeng olahan. Kapabilitas teknologi ini merupakan hasil dari technological learning atau pembelajaran teknologi. Sebuah entitas bisnis di bidang industri pengolahan makanan berbasis perikanan misalnya, knowledge terkait perikanan dan penguasaan jenis-jenis teknologi produksi dan pengolahan makanan diperlukan dalam mendukung aktivitas produksi yang dilakukan. Pelaku usaha bandeng olahan di empat daerah studi dalam prosesnya memiliki kemampuan knowledge yang berbeda, hal ini tercermin dari produk olahan yang dihasilkan merepresntasikan kemampuan bagaimana mengelola knowledge. Sumberdaya yang dimiliki menjadikannya sebagai kemampuan internal yang tidak dapat dipisahkan dalam mengakumulasikan pemahaman-pemahaman melalui pembelajaran dari perilaku pasar yang memberikan umpan-balik berkembangnya aktivitas mereka dalam penguasaan teknologi produk terkait penciptaan jenis-jenis produk olahan makanan berbahan dasar bandeng. Teknologi produk berupa packaging misalnya terkait dengan aktivitas, jenis pasar, maupun karakteristik konsumen. Secara umum, penguasaan teknologi oleh pelaku usaha bandeng masih terbatas pada teknologi tepat guna yang telah berkembang pada masyarakat. Teknologi tepat guna ini menyesuaikan dengan jenis produk yang dihasilkan dari aktivitas pengolahan. Jenis olahan presto misalnya tidak memerlukan teknologi tinggi dan hanya cukup menggunakan teknologi autoclave. Teknologi ini menggunakan sistem pengolahan makanan dengan panas dan tekanan. Teknologi pengalengan makanan mulai berkembang dalam mendukung inovasi pengolahan menuju produk bandeng dalam kaleng. Teknologi pengolahan bandeng kaleng tersebut menggunakan prinsip pemanasan, tekanan, dan sterilisasi sehingga produk makanan bandeng mampu bertahan lama dalam kemasan kaleng. Teknologi ini berkembang dan didifusikan pada pelaku-pelaku usaha bandeng dan dilakukan oleh UPT BP2TK-LIPI. 248 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Orientasi dan ekspektasi-ekspetasi yang dilakukan oleh pelaku usaha Berkembangnya aktivitas kreatif yang dibangun oleh pelaku usaha bandeng olahan di daerah studi tidak terlepas dari beberapa asumsi- asumsi pelaku, yaitu bertahanberkembangnya aktivitas usaha yang berkembang sejak tahun 2010 −sekarang, bahkan beberapa pelaku usaha memulai kegiatan usahanya sejak tahun 2006 UD Hikmah Artha Makmur-Gresik, maupun Bandeng Bekasi 2006, walaupun pada umumnya pelaku usaha bandeng olahan tersebut usaha mereka masih skala rumahan home industry, tetapi usaha ini telah mampu menyerap tenaga kerja, maupun mampu menjembatani sebagai produk substitusi produk konsumsi olahan daging yang bersumber dari protein hewani. Berkembangnya produk-produk olahan bandeng, memiliki peluang masih terbuka, serta harganya terjangkau. Produk olahan bandeng juga mudah diperoleh dipertimbangkan oleh ketersediaan pasokan bahan baku. Adanya tarikan pasar bahwa bandeng menjadi salah satu produk konsumsi makanan yang terjangkau dari sisi harga dibandengkan dengan produk pangan olahan lainnya seperti daging hewani, maupun hasil perikanan tangkap laut seperti ikan salmon, maupun tuna. Selain itu, potensi bandeng sebagai salah satu produk makanan olahan berbasis ikan memiliki keunggulan jika ditinjau dari komposisi kandungan nilai gizi yang ada, bandeng memiliki kandungan nilai gizi yang sama dengan ikan salmon. Pelaku usaha bandeng memandang pengembangan aktivitas budidaya dan industri pengolahan perlu terus dilakukan. Potensi produksi perlu terus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya peran sektor perikanan budidaya dalam mengantisipasi penurunan hasil produksi dari aktivitas perikanan tangkap. Ancaman terbesar aktivitas budidaya bandeng berupa perubahan tata guna lahan dari areal produktif budidaya bandeng menjadi area industri seperti yang terjadi di Sidoarjo, Gresik, dan Kendal. Pengembangan aktivitas budidaya dengan didukung teknologi pada budidaya intensif dengan media-media buatan perlu dikembangkan. Pasar dan permintaan produk-produk bandeng terus berkembang. Sampai saat ini seluruh varian produk bandeng yang telah berkembang sepenuhnya terserap pasar. Arah pengembangan produk untuk mendapatkan nilai ekonomi tinggi terus dilakukan. Produk bandeng dalam kaleng misalnya akan menjawab bagaimana aktivitas industri pengolahan bandeng mampu menghasilkan nilai ekonomi lebih tinggi. Aplikasi teknologi dalam pengembangan produk bandeng kaleng akan berdampak pada meningkatnya daya saing produk-produk bandeng Indonesia di pasar lokal maupun internasioal. Arah pengembangan produk sudah diarahkan menuju skala ekonomi lebih tinggi seperti halnya industri bandeng dalam kaleng. Kerjasama antara BBP2HP dan UPT BP2TK dalam mengembangkan bandeng kaleng merupakan salah satu gambaran arah pengembangan industri bandeng ke depan. Ujicoba mengembangkan beberapa varian bandeng dalam kaleng yang dilakukan oleh asosiasi ASPUBI dengan UPT BP2TK LIPI berhasil menghasilkan aneka produk bandeng yang berpotensi menjadi produk-produk unggulan industri pengolahan ikan di Indonesia. Realisasi investasi dalam mengembangkan produk-produk bandeng oleh pelaku usaha bandeng maupun investor perlu dilakukan untuk mengembangkan aktivitas ekonomi usaha bandeng dari sektor hulu sampai hilir. Bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan pelaku usaha dengan faktor eksternal Studi kasus pada beberapa pelaku usaha bandeng olahan menunjukkan keberhasilan interaksi antara pemasok bandeng dengan kustomer suplier, pemilik tambak atau pedagang pasar. Bentuk interaksi ini menunjukkan untuk memberikan stabilitas dan kontiunitas pasokan bandeng sebagai salah satu bentuk jaminan untuk menjawab permintaan pasar. Interaksi antara pelaku usaha bandeng dengan seluruh stakeholeder berperan penting dalam mendukung keberlangsungan dan kapabilitas industri pengolahan berbasis komoditi bandeng. Aspek pasar selama ini berperan besar dalam mengarahkan perkembangan produk bandeng. Stakeholder dari pelaku pasar seperti 249 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 pelaku-pelaku dari pasar modern selama ini telah menciptakan peluang bagi pelaku-pelaku usaha bandeng untuk menciptakan variasi produk dan memasarkannya melalui gerai-gerai mereka. Standar, kuantitas, dan kualitas yang ditetapkan mampu mendorong proses learning pada pelaku usaha bandeng. Kasus pengembangan produk bandeng oleh Madani Food dan pola kerjasama pemasaran dengan beberapa bentuk pasar modern misalnya menggambarkan bentuk interaksi dan mekanisme umpan-balik dalam aktivitas pengembangan produk. Aspek institusional berperan dalam mendukung aktivitas pengembangan kemampuan pelaku usaha bandeng di Indonesia. Kebijakan dan program pemerintah dalam meningkatkan kemampuan pelaku usaha berperan penting dalam mempersiapkan pelaku usaha bandeng dalam menghadapi pasar. Kemampuan penguasaan teknologi pada pelaku usaha bandeng akan berpengaruh pada kemampuan pengembangan produk-produk baru dan kemampuan inovasi. Kebijakan pengembangan industrialisasi bandeng di Kabupaten Kendal misalnya menjadi gambaran bagaimana peran intitusi pemerintah dalam mengembangkan kemampuan pelaku usaha bandeng. Program pelatihan dan pengembangan pelaku usaha bandeng mampu menghasilkan pelaku-pelaku usaha yang unggul dan mampu mengembangkan produk dan pasar. Selain itu, interaksi pelaku usaha bandeng dengan asosiasi menggambarkan bagaimana peran ASPUBI dalam menciptakan peluang kepada pelaku usaha bandeng lokal dan mendorong kemampuan pelaku usaha lokal dalam memanfaatkan peluang. ASPUBI memberikan pelatihan kepada pelaku usaha bandeng lokal dan menghubungkan pelaku dengan kustomer. Interaksi ini mampu mendorong aktivitas learning pada pelaku usaha bandeng lokal untuk berdaya saing dalam memenuhi permintaan pasar dari produk-produk yang dihasilkan. Aspek produk dalam perusahaan jenis, diferensiasi, standar dan mutu, strategi pengembangan produk baru, dll. Produk menjadi bagian penting dalam pengembangan industri pengolahan makanan berbahan dasar bandeng. Pasar membutuhkan pengembangan jenis-jenis produk bandeng dari produk-produk yang telah ada dan berkembang di masyarakat. Pengembangan berbagai jenis produk bandeng ini terkait dengan aktivitas inovasi yang diperlukan dalam pengembangan industri pengolahan makanan berbahan dasar bandeng. Aspek produk tersebut meliputi jenis dan diferensiasi produk, aspek standar dan mutu, maupun strategi pengembangan produk baru. Keanekaragaman produk olahan bandeng berkembang dari para pelaku usaha di empat daerah studi, dan telah memiliki pasar yang cukup baik. Hal ini dapat diidentifikasi dari kemampuan pemasarannya selain dapat memenuhi permintaan pasar lokal, maupun telah mampu memenuhi permintaan pasar luar daerah, khususnya kota-kota besar. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Sidoarjo sudah mencapai 19,28 kgkapita, atau dengan preferensi konsumsi bandeng berada pada peringkat ke-2, setelah ikan hasil budidaya lainnya, seperti ikan nila maupun mujahir. Begitu juga, produk bandeng olahan yang dihasilkan di daerah lain, Gresik, Kendal, dan Bekasi produk bandeng sudah diterima oleh masyarakatnya. Bahkan untuk penyebarluasannya pemerintah daerah memfasilitasi, mempromosikan produk bandeng olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usahanya, termasuk identitas daerah dalam memperkenalkan komoditi bandeng. Produk-produk olahan bandeng tersebut merupakan produk yang telah ada di masyarakat seperti bandeng cabut duri, pepes bandeng, dan otak-otak bandeng yang dikemas dalam kemasan plastik maupun karton. Produk olahan bandeng yang dikemas tersebut sesuai dengan anjuran dan saran pemerintah, untuk keamanan konsumsi tidak ditambahkan bahan pengawet makanan. Daya tahan produk tersebut bergantung dari proses bagaimana produk-produk itu dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, maka pemilik usaha melakukannya dengan media penyimpanan dalam cool storage. Terkait dengan standar dan mutu, proses pengolahan bandeng dari mulai pembudidaya dan pengolah dilakukan dengan kaidah pengolahan berstandar GMP dan HACCP Food Processing. 250 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Hasil dari studi yang dilakukan pada pelaku usaha bandeng di beberapa sentra industri bandeng terdapat perbedaan karakteristik antara pelaku usaha bandeng dengan skala kecil menengah dengan pelaku usaha bandeng dengan skala besar. Pelaku usaha bandeng seperti Bandeng Rozal dan Ratu Bandeng di Kendal, Tani Bina Sejahtera TBS di Gresik, UD Hikmah Artha Makmur di Sidoarjo, Bekasi Presto dan Izzan Food di Bekasi, jenis aneka olahan bandeng merupakan jenis aneka makanan yang telah berkembang dan dikenal di masyarakat. Diferensiasi produk dilakukan dengan strategi pengemasan dan branding. Aneka olahan bandeng seperti bandeng presto, otak-otak bandeng, ekado, bandeng crispy, bandeng asap, bandeng cabut duri, dan lain-lainnya merupakan produk yang telah dikenal luas di pasar. Masing- masing pelaku melakukan pengembangan produk dengan strategi pengemasan dan membangun merek produk yang berbeda satu sama lain. Madani Food dengan merek dagang Enjoy Seafood merupakan perusahaan pengolahan makanan dari ikan laut dengan karakteristik perusahaan modern. Produk menjadi salah satu aspek penting dalam berjalannya aktivitas usaha. Peningkatan diferensiasi produk dilakukan dengan standar produksi yang baik dengan mengikuti kaidah GMP dan HACCP. Pengembangan produk dilakukan dengan mengikuti kebutuhan, standar, dan kualitas untuk pasar modern. Inovasi terus dilakukan dengan arah pengembangan produk menuju bandeng dalam kaleng. Bandeng dalam kaleng merupakan jenis produk baru bagi pasar dalam negeri. Selama ini produk-produk olahan ikan dalam kaleng didominasi oleh produsen luar dengan jenis ikan sardines, tuna, dan mackarel. Nilai strategis aspek produk bagi daya saing dan keberlanjutan perusahaan di pasar. Standar dan kualitas produk menjadi ukuran bagi kemampuan aktivitas usaha. Produk olahan yang dihasilkan oleh pelaku usaha di empat daerah studi ditinjau dari aspek-aspek produk telah memenuhi standard dan kualitas produk bandeng yang dilakukan sebagai strategi “branding”. Aspek standard dan kualitas produk menjadi fokus strategi pemasaran ke depannya. Kunci utama dalam meningkatkan permintaan konsumen dengan menstrukturkan kaidah-kaidah normatif dalam proses pengolahan makanan yang higienis dan memenuhi standard. Perbedaan karakteristik produk antara pelaku usaha skala mikro dan skala besar sebagai konsekuensi kapabilitas penguasaan teknologi dan jenis pasar bagi masing-masing pelaku. Pada pelaku usaha mikro, kapabilitas teknologi relatif rendah dibanding kapabilitas teknologi pelaku berbentuk perusahaan. Pelaku usaha bandeng skala mikro pada umumnya berkembang dari aktivitas budidaya bandeng yang dilakukan. Pengolahan bandeng menjadi aneka olahan makanan berkembang secara perlahan dengan dorongan faktor eksternal. Kapabilitas teknologi melekat dengan cakupan aktivitas yang mampu dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha. Ratu Bandeng di Kendal misalnya berkembang dari aktivitas budidaya bandeng. Program dan bimbingan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan mampu mendorong pemilik Ratu Bandeng untuk mengembangkan aktivitas lanjutan berupa pengolahan aneka makanan dari bandeng. Jenis pasar juga berpengaruh terhadap kapabilitas teknologi pada pelaku-pelaku bandeng. Aktivitas produksi untuk memenuhi permintaan pada jenis pasar tertentu berpengaruh terhadap penguasaan jenis teknologi pengolahan makanan yang dikuasai. Permintaan produk bandeng untuk pasar tradisional misalnya berupa bandeng pindang dan bandeng asap. Pelaku usaha bandeng hanya memerlukan teknologi pengkukusan dan teknologi pengasapan. Hal ini berbeda dengan aktivitas di Madani Food yang memiliki segmen pasar modern. Untuk memenangkan pasar, Madani Food dituntut untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan standar seperti yang diperyaratkan oleh kustomer. Terkait dengan hal tersebut, operasi perusahaan dijalankan dengan kaidah GMP dan HACCP. Aspek produk menjadi bagian penting bagi produsen dalam menghadapi persaingan pasar. Strategi diferensiasi produk sesuai dengan permintaan pasar perlu dilakukan oleh produsen. Hal ini dilakukan oleh produsen seperti halnya Madani Food untuk terus melakukan inovasi produk. Terkait dengan daya saing perusahaan, 251 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 kedepannya Madani Food memiliki arah pengembangan aneka makan dari bandeng ke dalam bentuk aneka makanan kaleng. Aktivitas industri pengalengan ini akan meningkatkan nilai ekonomi dan meningkatkan kompetitivenes bagi perusahaan pada masa yang akan datang. 2 Keterkaitan Pelaku Lainnya dalam Pengembangan Olahan Bandeng other actors Dalam kerangka sistem inovasi sektoral, Malerba, 2009 memaparkan, bahwa elemen kedua sistem inovasi sektoral peran aktor-aktor lainnya menjadi bagian dari proses berjalannya aktivitas pelaku-pelaku industri. Elemen-elemen tersebut antara lain peran pemasok, pengguna merupakan elemen kunci bekerjanya sebuah sistem inovasi sektoral, sedangkan elemen- elemen pendukung seperti asosiasi-asosiasi, lembaga litbang, institusi keuangan, maupun institusi pemerintahan menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas pelaku-pelaku industri. Keterkaitan pelaku lain dalam sistem inovasi sektoral, dapat dianologikan sebagai bentuk-bentuk keterhubungan pelaku industri dengan pelaku industri lain, yang implementasi berupa: a interaksi dan komunikasi antar pelaku industri, interaksi industri dengan pemasok, maupun interaksi dan komunikasi pelaku industri dengan pelaku pemasaran; b aktivitas pertukaran misalnya pertukaran pengetahuan secara pararel dua arah antara pelaku industri; c kerjasama, misalnya terkaitkan permintaan bahan baku dari industri kepada produsen, dan; d bentuk-bentuk kompetisi yang dilakukan. Mengacu pendapat di atas, para pelaku usaha bandeng olahan di empat daerah studi menunjukkan bahwa dalam membangun aktivitas usahanya tidak terlepas dari peran pelaku-pelaku lainnya. Bentuk interaksi dan komunikasi pelaku usaha bandeng olahan dalam hal penyediaan pasokan bahan baku ikan bandeng seperti yang dijumpai di Sidoarjo – Jawa Timur, melakukan interkasi komunikasi dengan para suplier sebagai penyedia pasokan bandeng. Demikian juga interaksi pelaku usaha bandeng olahan di Kabupaten Kendal - Jawa Tengah, mereka pada umumnya interaksi dan komunikasi dengan para produsen petani tambak bandeng dalam memenuhi kebutuhan pasokan bandeng. Sedangkan bagi pelaku pemasaran, secara intensif interkasi dan komunikasi dilakukan dengan penyedia pasokan bahan baku, baik dengan petambak, suplier, maupun dengan pelaku usaha bandeng olahan, dalam kerangka menjembatani permintaan pasar. Aktivitas pertukaran pengetahuan antara para pelaku usaha selain dilakukan melalui aktivitas penyelenggaraan pameran, juga melalui program-program pelatihan. Begitu juga kerjasama dalam program pembinaan yang dilakukan oleh lembaga litbang, atau institusi pemerintah dilakukannya dalam upaya meningkatkan aktivitas usaha yang berkelanjutan. Aktivitas sektoral dalam pengembangan industri pengolahan makanan dari bandeng melibatkan banyak aktor. Elemen inovasi berperan dalam mengarahkan kemampuan teknologi dan inovasi pada pelaku usaha bandeng di Indonesia. Elemen perguruan tinggi, lembaga litbang, dan elemen-elemen industri berperan dalam mengembangkan kemampuan inovasi pada industri pengolahan bandeng. Dari elemen perguruan tinggi, Sekolah Tinggi Perikanan STP misalnya selama ini berperan dalam menghasilkan ketersediaan sumber daya manusia bagi sektor perikanan. Selain ini, STP juga melakukan pengembangan-pengembangan produk dari komoditi bandeng. Bandeng tanpa duri Batari misalnya dikembangkan oleh STP Sidoarjo dan didesiminasi kepada pelaku-pelaku usaha bandeng. Peran lembaga Litbang di area ini terlihat dari aktivitas pengembangan industri pengolahan dari bandeng sebagai komoditi unggulan. BBP2HP dan LIPI misalnya telah mengembangkan bandeng dalam kaleng yang siap untuk diadopsi oleh pelaku usaha bandeng di Indonesia. Dari lingkungan industri, Aspubi sebagai wadah pelaku usaha juga memainkan peranan penting dalam menghubungkan pelaku usaha pada aktivitas budidaya, pelaku usaha pengolahan, dan aktivitas pada sektor pemasaran. Aspubi selama ini melakukan koordinasi dengan pelaku pada level budidaya dan 252 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 menghubungkannya dengan perusahaan pengolahan makanan berbahan dasar ikan.Hal ini terlihat dari aktivitas yang dilakukan oleh Madani Food dengan melibatkan pelaku-pelaku IKM untuk memberikan pasokan bagi aktivitas produksi Madani Food. 3 Jejaring Network Instrumen ketiga dalam sistem inovasi sektoral menurut Malerba dan Mani 2009, adalah bentuk keterhubungan antara pelaku industri dengan pelaku lainnya, yang dapat diartikan sesuai dengan peran dan fungsi pada masing-masing pelaku. Keterhubungan ini, menggambarkan pelaku-pelaku industri melakukan interaksi dengan melakukan hubungan baik yang bersifat hubungan pasar maupun hubungan non-pasar. Keterhubungan antara pelaku industri dengan elemen utama sistem inovasi seperti perguruan tinggi dan lembaga-lembaga litbang disebutkan telah menjadi sumber penting bagi peningkatan kemampuan inovasi dan transformasi- transformasi industri. Perguruan tinggi dan lembaga litbang publik pada beberapa kasus memiliki perhatian yang sama dengan pelaku terkait dengan pengembangan produk-produk tertentu. Perguruan tinggi dan lembaga litbang menghasilkan ide-ide, metode-metode, dan peluang-peluang pengembangan produk yang selanjutnya akan diwujudkan melalui proses industrialisasi. Mengacu gagasan tersebut, pelaku usaha bandeng olahan rumahan home industry di daerah studi Sidoarjo, Gresik, Kendal, Bekasi, dan termasuk pelaku usaha pemasaran hasil produksi bandeng olahan Madani Food, Tangerang – Banten, tidak saja menjalin komunikasi dengan para pemasok, maupun konsumen. Peran besar dalam mendukung proses pengembangan aktivitas bandeng olahan sebagaimana dijumpai dari daerah studi tersebut, menunjukkan masih adanya insinkronasi keterkaitan antara aktivitas di hulu sampai di hilir belum sepenuhnya terbangun komunikasi dengan baik. Misalnya, pelaku usaha bandeng olahan di Sidoarjo lebih memilih berkolabarasi dengan suplier, sementara di Gresik dijumpai beberapa permasalahan, terkait dengan keterbatasan informasi yang dapat diperoleh dari produsen bandeng para petambak. Begitu juga dengan para pelaku usaha bandeng olahan di Kabupaten Bekasi, belum terjalin kemitraan dengan para petambak dari daerah tersebut. Mengacu pemahaman sistem inovasi sektoral di atas aktivitas pengembangan komoditi bandeng harus dilakukan secara bersamaan antara aktivitas budidaya di hulu, aktivitas industri pengolahan, dan aktivitas pemasaran. Kondisi ini menunjukan bahwa peran pelaku lainnya cq. Pemerintah belum optimal dalam melakukan pengembangan industri bandeng. Kebijakan pemerintah yang dijalankan melalui program pengembangan di KKP belum memiliki fokus yang sama. Pada sisi lain, jejaring networking, terkait lembaga litbang dan perguruan tinggi dalam upaya adopsi pengetahuan untuk memastikan pelaung-peluang pengembangan produk telah terjadi interaksi dengan baik. Hal ini dapat ditunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam melakukan diversifikasi produk olahan, seperti crispy bandeng, naget bandeng, otak-otak bandeng, ikado bandeng termasuk abon bandeng dengan bahan baku utamanya adalah duri bandeng, merupakan produk inovasi yang memberikan nilai tambah. Secara umum, jejaring inovasi berkembang di industri pengolahan makanan berbahan dasar bandeng. Selain pelaku usaha, elemen sistem inovasi saling berinteraksi dalam mendukung aktivitas industri pengolahan bandeng. Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki program dan kebijakan pengembangan industri bandeng dalam negeri. Elemen perguruan seperti STP secara langsung difokuskan dalam menghasilkan SDM perikanan yang dibutuhkan dalam pengembangan industri. Asosiasi industri yang dibentuk dimaksudkan untuk mewadahi pelaku-pelaku usaha dan sebagai sarana dalam pengembangan kemampuan pelaku usaha bandeng di Indonesia. Konsep pengembangan industri bandeng dengan menggunakan konsep klaster oleh ASPUBI menjadi gambaran bagaimana pentingnya keterhubungan antar pelaku usaha bandeng. Industri diarahkan tumbuh dan 253 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 berkembang di sentra-sentra budidaya bandeng. Sebuah perusahaan penghasil aneka makanan bandeng misalnya akan dikembangkan dengan melibatkan pelaku-pelaku usaha mikro dengan memberikan pasokan produk ke produsen. Pelaku-pelaku usaha mikro ini didukung dari pelaku-pelaku budidaya di sektor hulu. Produk dari sebuah perusahaan selanjutnya masuk ke pasar baik pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Konsep pengembangan industri bandeng dengan konsep klaster ini diharapkan mampu menciptakan tumbuhnya ekonomi kerakyatan yang akan memberikan kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat. 4 Peluang dan Permintan Pasar Demand Aspek pasar dan demand, dalam sistem inovasi sektoral, menurut Malerba dan Mani 2009, memiliki peran dalam membangun keterhubungan antara produsen dan konsumen. Keterhubungan pelaku industri dan pasar menunjukkan adanya kebutuhan akan produk melalui aktivitas pasar. Pemenuhan kebutuhan demand pasar melibatkan banyak aktivitas pada lingkup industri. Permintaan lebih dilihat dari kesatuan pengguna yang melakukan interaksi dengan pelaku produsen. Adanya tarikan pasar terhadap permintaan suatu produk dari konsumen menunjukkan produk-produk inovatif mampu diterima pasar. Sejalan dengan pendapat Malerba dan Mani 2009, diatas berkembangnya aktivitas produk bandeng olahan yang dikembangkan pelaku usaha di daerah studi menunjukan bahwa struktur pasar yang terbangun memiliki implikasi bagi para pelaku usaha. Selain itu, adanya peluang pasar, menunjukkan peningkatan kapabilitas dan aktivitas inovasi yang dilakukan oleh pelaku usaha bandeng olahan di empat daerah studi memiliki nilai strategis bagi berkembangkan aktivitas usaha. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha telah mampu mengoptimalkan sumberdayanya dalam menghasilkan produk-produk inovatif bandeng olahan. Pasar produk aneka olahan bandeng memiliki peluang pasar masih terbuka lebar untuk pelaku ekonomi dalam pengembangan bandeng di pasar dalam negeri. Tetapi menjadi tantangan apabila potensi pasar dalam negeri tersebut dibanjiri oleh produk impor olahan dalam kemasan keleng yang saat ini teknologinya sudah dikuasai oleh beberapa negera produsen bandeng seperti Filipina. Produk makanan kaleng berbahan dasar ikan di pasar domestik sampai saat ini masih dikuasai oleh produsen-produsen asing dengan jenis ikan seperti sardines dan mackarel. Produk makanan bandeng di pasar sampai saat ini masih didominasi produk-produk bandeng yang telah berkembang di masyarakat seperti bandeng presto, bandeng pindang, dan variasi makanan olahan berbahan bandeng seperti bakso, otak- otak, maupun nugget bandeng. Produk aneka bandeng dalam kaleng belum berkembang di pasar dalam negeri. 5 Aspek Institusional Elemen institusi dalam sistem inovasi sektoral, berperan dalam mempengaruhi aktivitas pengembangan teknologi, aktivitas inovasi, dan hal-hal sejenis yang berpengaruh terhadap kinerja kelembagaan Malerba dan Mani, 2009. Pemahaman-pemahaman, aksi dan interaksi yang dibentuk memberikan pengaruh bekerjanya sebuah sistem inovasi sektoral, yang melibatkan norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, peraturan dan perundangan dalam aktivitasnya. Aspek institusional yang berkembang di pelaku usaha bandeng Sidoarjo, Gresik, Kendal, Bekasi dan Banten, dalam meningkatkan pengetahuan mendapatkan pelatihan-pelatihan yang diinisiasi oleh pemdakab: Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi, Perindustrian, Kepariwisataan, Perdagangan dan pemerintah pusat KKP, terkait dengan kebutuhan permodalan, penyediaan peralatanperlengkapan produksi mesin, bantuan pemasaran hasil dalam bentuk bangunan restorasi, storage pendingin, dan bantuan peralatan-peralatan lainnya. Khususnya Madani Food melakukan koordinasi dengan pembudidaya – pelaku usaha daerah dan pemasaran. Ketersediaan pasokan bahan baku bandeng, strategi kedepan yang dapat dilakukan 254 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 untuk pelaku usaha yang saat ini masih skala industri rumah tangga home industry, di daerah studi Gresik, Sidoarjo, Kendal, dan Bekasi dapat melakukan peningkatan pengetahuan diversifikasi produk. Sementara Madani Food, hal-hal yang dapat dilakukan terkait dengan pemasaran hasil olahan bandeng, dapat dilakukan dengan melakukan inovasi produk dan pasar. Selain itu strategi menciptaan daya saing produk dan daya saing perusahaan dengan arah menjadi salah satu perusahaan penghasil produk ikan bandeng dalam kemasan kaleng. Berkembangnya aktivitas pelaku usaha bandeng olahan dalam pengembangan bisnis dipengaruh oleh kemampuan pelaku usaha yang menempatkan pentingnya aspek institusional dalam mendukung perkembangan kemampuan mengelola usaha. Aspek institutional yang berkembang, dengan menyikapi program kebijakan industrialiasi kelautan dan perikanan secara umum menjadi rujukannya, dan telah memotivasi pelaku usaha dalam mendorong keberlanjutan usahanya. Pentingnya terbangun kelembagaan terkait dengan pengembangan industrialiasi hasil produksi dan pemasaran produk kelautan dan perikanan. Program peningkatan kemampuan SDM dilakukan oleh institusi terkait KKP dalam memfasilitasi pelaku usaha melalui kelembagaanya, ditujukkan untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha dalam pengembangan produk melalui penguasaan teknologi, dan aktivitas inovasi produk dalam rangka menjawab permintaan pasar. Melalui peran dan inisitatif KKP telah dibentuk himpunan pelaku usaha perikanan budidaya payau dengan para pelaku usaha yang berusaha di pengolahan serta melibatkan pelaku usaha pemasaran, yaitu ASPUBI. Keberadaan ASPUBI ke depannya diharapkan mampu menjembati antara pelaku usaha di subsektor hulu dengan pelaku usaha subsektor hilir, sehingga aspek institusional ini mampu menselaraskan program-programnya. Aspek institusional berperan penting dalam mendukung perkembangan industri pengolahan bandeng di beberapa daerah studi. Aktivitas budidaya bandeng yang bersifat turun temurun selanjutnya berkembang dalam mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi lanjutan di hilir. Industri pengolahan bandeng ini berkembang mengikuti dinamika pasar. Kebijakan pengembangan aktivitas budidaya bandeng dan beserta industri pengolahannya didasari pada potensi ekonomi yang besar dari komoditi bandeng. Beberapa daerah pesisir menjadi areal yang cocok untuk aktivitas budidaya bandeng. Kebijakan pemerintah daerah di wilayah-wilayah ini dilakukan melalui kebijakan dan program untuk membangun aktivitas budidaya bandeng. Pemerintah Kendal, Sidoarjo, dan Gresik misalnya menempatkan bandeng sebagai komoditi unggulan dan menetapkan program- program pengembangan. Melihat tingginya potensi produksi bandeng di wilayahnya, Pemerintah Kabupaten Kendal misalnya memiliki program industrialisasi bandeng. Pengembangan industrialisasi bandeng bahkan menjadi salah satu program pembangunan yang dilakukan oleh Kabupaten Kendal. Implementasi kebijakan dilakukan dengan melakukan pengembangan aktivitas budidaya pada sektor hulu. Di sektor hilir, melalui Dinas KKP, program pengembangan industrialisasi bandeng dilakukan dengan melakukan pembinaan pelaku usaha bandeng di Kendal dalam membangun kapasitas pelaku usaha bandeng dalam memasuki dan bersaing di pasar. Pemerintah pusat berperan dalam mendukung perkembangan industri bandeng di Indonesia. Bandeng menjadi salah satu komoditi unggulan dari sektor perikanan budidaya. KKP melalui beberapa insituai seperti BBP2HP memiliki program dan kebijakan dalam mendorong pertumbuhan industri pengolahan bandeng. Kapabilitas industri bandeng diarahkan untuk menuju industri aneka makanan dari bandeng dalam kaleng. Kerjasama antara BBP2HP dengan UPT BPPTK LIPI dalam mengembangkan bandeng dalam kaleng serta diseminasi-desiminasi yang dilakukan merupakan gambaran peran pemerintah dalam pengembangan industri bandeng dalam negeri. 255 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Tabel 5.2: Matrik Knowledge Base yang dibangun pelaku usaha bandeng olahan Diskripsi Knowledge base yang dibangun pelaku usaha bandeng olahan Kendal Gresik Sidoarjo Bekasi Banten Latar belakang berdirinya usaha Sebagai pemilik tambak, dan memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan Unilever Jakarta Sebagai pemilik tambak Sebagai pemilik tambak, dan latarbelakang pendidikan Alumni UNISMA Malang Bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta dan Alumni Sekolah Tinggi Perhotelan Jogjakarta, dan Pedagang pasar Pengalaman bekerja di perusahaan makanan dan miniman industri pengalengan, dan latar belakang pendidikan STP Pasar Minggu, dan Mangister Pemasaran Kemampuan internal: Teknologi Peralatan proses produksi Peralatan proses produksi Peralatan proses produksi Peralatan proses produksi Peralatan proses produksi SDM Tenaga kerja tetap - terlatih Tenaga kerja tetap terlatih Tenaga kerja tetap – terlatih Tenaga kerja tetap terlatih Tenaga kerja tetap - terlatih Modal Modal sendiri Modal sendiri Modal sendiri Modal sendiri Modal sendiri Kemampuan Inovasi Berkembangnya aneka produk olahan Berkembangnya aneka produk olahan Berkembangnya aneka produk olahan Berkembangnya aneka produk olahan Berkembangnya aneka produk olahan Aktivitas inovasi Mengkolektif sumber-sumber inovasi baik internal eksternal Mengkolektif sumber-sumber inovasi baik internal eksternal Mengkolektif sumber-sumber inovasi baik internal eksternal Mengkolektif sumber-sumber inovasi baik internal eksternal Mengkolektif sumber-sumber inovasi baik internal eksternal Pengembangan network jejaring Pemasok Menjalin kemitraan dengan pemilik tambak Menjalin kemitraan dengan koperasi petambak bandek Menjalin kemitraan dengan suplier Menjalin kemitraan dengan pedagang bandeng Menjalin kemitraan dengan suplier luar daerah Institusi litbang Perguruan tinggi Pergurian tinggi Perguruan tinggi - - Pemerintah P2HP dan Dinas terkait P2HP dan Dinas terkait P2HP dan Dinas terkait P2HP dan Dinas terkait P2HP dan Dinas terkait Sumber: Diolah dari hasil studi lapangan, Tim peneliti 2014 6 The Knowledge Base Malerba dan Mani 2009 menegaskan bahwa setiap sektor memiliki karakteristik kowledge- base, teknologi, maupun berbagai input, dan berperan dalam mendukung aktivitas learning, aktivitas inovasi dan kapabilitas dari perusahaan. Knowledge base juga merupakan elemen dalam aktivitas sistem inovasi sektoral dan memiliki karakteristik specific knowledge. Terkait dengan aktivitas pelaku industri, knowledge menjadi bagian dalam mendukung proses penciptaan aktivitas usaha. Oleh karena itu, pentingnya knowledge bagi tumbuh dan berkembangnya 256 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 perusahaan, dimensi-dimensi knowledge menjadi penting untuk diperhatikan. Malerba dan Orsenigo, 2000 menyebutkan beberapa dimensi knowledge, yaitu Pertama, knowledge dimungkinkan memiliki perbedaan derajat aksesibilitas. Derajat aksesibilitas ini memiliki implikasi pada derajat perlindungan appropriability. Kedua, tingkat akumulasi knowledge memiliki perbedaan pada kasus-kasus tertentu, yaitu mengacu pada pengembangan knowledge dengan didasarkan pada existingcurrent knowledge. Pelaku usaha bandeng olahan di daerah studi, yang telah tumbuh dan berkembang sejak berdirinya usaha sampai sekarang telah mampu mengembangkan produk-produk olahan bandeng yang diproduksi. Keberhasilan tersebut terkait dengan kemampaun dalam inovasi proses produksi maupun inovasi pemasaran yang dikembangkan. Knowledge base, aktivitas learning, dan aktivitas inovasi yang ditunjukan oleh pelaku usaha tidak terlepas dari kepiawaian pelaku usaha dalam membangun aktivitas learning. Dari sudut pandang latar belakang pelaku usaha mereka mampu menciptakan produk- produk berbasis bahan dasar bandeng. Keberhasilan dalam meng-akumulasikan pengetahuan melalui proses pembelajaran learning berkelanjutan telah merealisasikannya dalam mendukung aktivitas inovasi. Aktivitas pembelajaran secara berkesinambungkan telah mampu berinovasi dalam menghasilkan bandeng olahan berbagai varian produk, dan telah mampu diproduksi dan dapat memenuhi permintaan pasar. lihat Tabel 5.2. Ketersediaan infrastruktur teknologi yang ada, serta dukungan sumber permodalan, dan SDM yang dikelola, memberikan implikasi berupa potensi dan kemampuan berinovasi dalam proses produksi. Aktivitas inovasi dilakukan dengan melibatkan sumber-sumber inovasi internal maupun sumber inovasi eksternal yang diperoleh melalui program yang diadopsikan oleh perguruan tinggi, maupun peran fasilitator dari institusi terkait tentang pendalan produk-produk baru. Selanjutnya dalam membangun jejaring network, khususnya dalam penyediaan bahan baku, pelaku-usaha dilakukannya dengan berkolaboarasi dengan pemasok bahan baku. Begitu juga dengan pemasaran saluran distrubusi pemasarannya melalui pasar lokal antara lain pedagang pasar, pusat perbelanjaan pasar modern, maupun pusat oleh-oleh, dan lain-lain. Secara umum, pelaku usaha bandeng di beberapa wilayah studi memiliki keunggulan berupa knowledge base yang dimiliki. Knowledge base tersebut berkembang dari aktivitas turun temurun pada aktivitas budidaya maupun usaha bandeng. Aspek knowledge base dalam aktivitas usaha bandeng ini menjadi dasar bagi aktivitas learning pelaku usaha dalam mengembangkan aktivitas-aktivitas lanjutan dari usaha bandeng yang dilakukan. Aktivitas learning yang terjadi pada masing-masing pelaku usaha bandeng tersebut melibatkan banyak aktor- aktor lainnya. Aspek pasar berpengaruh besar dalam mendorong aktivitas pelaku usaha untuk mampu mengembangkan aktivitas pembelajaran teknologi dan pengembangan produk. Elemen sistem inovasi pada area sektor perikanan juga berkontribusi dalam mendorong aktivitas learning pada pelaku usahaindustri bandeng di beberapa wilayah studi Perkembangan penguasan aplikasi-aplikasi teknologi pengolahan makanan yang dikuasasi oleh pelaku-pelaku usaha bandeng tidak terlepas dari kontribusi dan aktivitas elemen sistem inovasi dalam mendorong perkembangan pelaku usaha bandeng di lokasi studi. 7 The Main Processes and Coevolution Proses dan koevolusi, menurut Malerba dan Mani 2009 menjadi bagian aktivitas sistem inovasi sektoral. Inovasi dapat diartikan sebagai proses interaksi sistemik mengakomodir atau melibatkan elemen utama dan elemen-elemen lainnya dan menghasilkan knowledge dalam upaya melakukan inovasi dan komersialisasi. Dalam proses perubahan dan transformasi ini berjalan sepanjang waktu menuju proses coevolution dari masing-masing elemen. Terkait dengan proses transformasi dan koevolusi, Nelson 1994 dan Metcalfe 1998 merepresentasikan keterhubungan antara aspek teknologi, struktur industri, institusi-institusi, 257 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 dan aspek pasardemand. Terkait dengan peran iptek dan inovasi, proses transformasi dan koevolusi pada pelaku industri merelefleksikan proses pertumbuhan dan perkembangan pelaku industri dengan menempatkan elemen iptek dan inovasi sebagai elemen strategis. Motivasi, strategi, dan aktivitas learning dan meningkatkan kapabilitas teknologi pelaku industri dengan tujuan meningkatkan daya saing produk dan berkembangnya aktivitas dengan pertambahan nilai ekonomi tinggi menjadi bagian penting dari pelaku ekonomi modern. Proses koevolusi yang terjadi pada pelaku usaha bandeng olahan di empat daerah studi, dapat dicermati dengan tumbuh dan berkembangnya aktivitas kegiatan usaha dibangun melalui kemampuan knowledge base dan aktivitas learning yang dilakukan. Berkembangnya aktivitas usaha yang terbangun dapat ditunjukkan dari kemampuan dalam mengembangkan keanekaragaman produk badeng olahan. Hal ini, menunjukkan terjadinya aktivitas pembelajaran dalam meningkatkan kapabilitas inovasi dan teknologi. Peningkatan kapasitas teknologi dan aktivitas pembelajaran diperlukan dalam mendukung perkembangan usaha dan seiring dengan kebutuhan dalam melakukan perkembangan usaha. Langkah dan upaya penting yang dapat disikapi pemerintah daerah dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya industrialiasi hasil perikanan tangkapan laut dan perikanan budidaya, dengan menjembati memperkenalkan proses-proses inovasi pengolahan, guna menghasilkan produk-produk olahan yang bernilai ekonomi. Adapun mendorong sistem inovasi sektoral di industri pengolahan bandeng beberapa langkah yang ditempuh dapat dilakukan dengan peningkatan kemampuan pelaku usaha, dilakukan melalui pembinaanpelatihan. Kebijakan melalui program pembinaan pelatihan, bantuan teknis promosi dan pemasaran, bantuan peralatan untuk peningkatan dan efisiensi produksi. Sektor budidayadan industri pengolahan bandeng berkembang dari pola tradisioonal menuju ke industri moderen. Pada awalnya budidaya bandeng merupakan aktivitas perikanan budidaya yang bersifat turun temurun di beberapa wilayah pesisir. Aktivitas industri lanjutan dari aktivitas budidaya pun merupakan bentuk-bentuk sederhana dari industri pengolahan ikan. Komoditi dari petani tambak langsung dibawa ke pasar-pasar dalam bentuk komoditi segar. Aktivitas pengolahan ikan. Industri pengolahan menghasilkan produk dengan kandungan teknologi rendah yaitu dengan teknik perebusan dan pengasapan. Perkembangan teknologi dan pasar berpengaruh pada perkembangan industri bandeng. Teknologi autoclave untuk menghasilkan produk berupa bandeng duri lunak atau bandeng presto mendorong perkembangan diferensiasi produk dan aktivitas industri pengolahan bandeng. Produk dan pasar selanjutnya berkembangsesuai dengan karakteristik dan dinamika perekonomian masyarakat lokal. Produk bandeng presto misalnya identik dengan produk unggulan industri bandeng di wilayah semarang dan sekitarnya. Perkembangan teknologi dan pasar terus berkembang dan berpengaruh bagi perkembangan aktivitas industri dan salah satunya pada industri bandeng. Perkembangan teknologi pengolahan makanan dalam kaleng memberikan potensi pertambahan nilai ekonomi yang relatif dibanding aktivitas dengan keterlibatan teknologi rendah. Aktivitas industri pengolahan makanan kaleng dari perikanan misalnya menghasilkan diferensiasi aktivitas dari hulu sampai dengan hilir. Produk yang dihasilkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan pasar yang lebih luas. Pasar dan teknologi pengolahan makanan dalam kaleng ini mulai mengarahkan pelaku usaha bandeng untuk menuju ke aktivitas industri pengalengan bandeng. Beberapa pelaku usaha sudah memulai melakukan aktivitas menuju skala industri pengalengan bandeng. Elemen sistem inovasi berperan dalam mendorong perkembangan pelaku-pelaku usaha bandeng ini untuk masuk pada industri dengan skala industri dengan keunggulan teknologi. BBP2HP dan UPT BPPTK LIPI melakukan kerjasama dalam mengembangkan produk bandeng dalam kaleng. Diseminasi teknologi proses dilakukan pada pelaku-pelaku usaha bandeng. 258 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Proses perkembangan aktivitas industri pada produk-produk makanan dari ikan tergambar dari aktivitas Madani Food yang mengembangkan produk aneka makanan dari ikan laut.Perusahaan berkembang dari UD produk-produk ikan laut. Perusahaan selanjutnya berkembang menjadi sebuah perusahaan yang memproduksi aneka makanan dari ikan laut. Infrastruktur yang dimiliki oleh Madani Food menggambarkan bentuk perusahaan modern dalam industri pengolahan makanan. Khusus untuk komoditi bandeng, Madani Food memiliki target dalam memproduksi bandeng kaleng. Pola kerjasama antara Madani Food dengan pelaku usaha lokal menggambarkan bagaimana pentingnya network dalam mendukung aktivitas industri. Kerjasama antara Madani Food dengan pelaku usaha lokal ini dilakukan dengan pembimbingan, pendampingan, dan bahkan melakukan difusi-difusi teknologi kepada pelaku usaha lokal. Saat ini Madani Food memiliki kemampuan dalam menyediakan beberapa sarana boiler, autoclave, dan seamer produksi yang diperlukan oleh pelaku usaha kecil dalam aktivitas pengalengan makanan. Kasus perkembangan PT MF sebagai salah satu produsen makanan olahan dari ikan laut menjadi gambaran pentingnya aktivitas learning dan aktivitas peningkatan kapabilitas teknologi dalam membangun daya saing dan keberlanjutan aktivitas indsutri yang dilakukan.

IV. PENUTUP

Aktivitas industri pengolahan makanan berbasis bandeng saat ini masih didominasi aktivitas turun temurun dengan produk yang telah umum dan berkembang di pasar. Pelaku usaha pengolahan makanan pada umumnya masih berbentuk pelaku usaha kecil dan menengah seperti beberapa pelaku pada beberapa sentra yang menjadi obyek studi. Penguasaan teknologi pada pelaku UKMK ini terbatas pada jenis teknologi sederhana dan tepat guna. Hal ini juga tercermin dari jenis-jenis produk yang dihasilkan berupa aneka olahan bandeng yang telah dikenal secara luas seperti bandeng presto, otak-otak bandeng, bandeng asap, bandeng cabut duri, rolade bandeng, sate bandeng, pepes bandeng, kerupuk bandeng, dan beberapa produk lainnya. Evolusi produk olahan bandeng selaras dengan perkembangan kapabilitas learning dan kapabilitas teknologi pelaku usaha dalam merespons permintaan pasar. Produk olahan bandeng bervariasi dari produk dengan teknologi sederhana sampai dengan teknologi tinggi seperti halnya produk bandeng dalam kaleng. Aktivitas industri dengan melibatkan teknologi tinggi seperti bandeng dalam kaleng perlu dikembangkan untuk memanfaatkan potensi bandeng yang ada dan mempu menggerakkan diferensiasi aktivitas dengan pertambahan nilai ekonomi lebih tinggi. Elemen sistem inovasi selama ini berkontribusi dalam proses evolusi produk dari bandeng dari produk dengan teknologi sederhana menuju aktivitas pengembangan produk dengan muatan teknologi maju. Diseminasi produk bandeng dalam kaleng dengan teknologi sterilisasi seperti yang dikembangkan oleh UPT BP2TK LIPI menjadi gambaran peran elemen sistem inovasi dalam mendukung perkembangan industri pengolahan bandeng kaleng. Aspubi sebagai wadah pelaku usaha bandeng berperan penting dalam mendukung perkembangan industri bandeng di Indonesia. Lingkup aktivitas ASPUBI meliputi aktivitas di di tingkat budidaya bandeng, aktivitas di lingkungan industri, dan aktivitas terkait dengan pemasaran. Dari studi kasus yang telah dilakukan oleh studi ini, beberapa pelaku usaha bandeng di beberapa sentra industri mampu berkembang dengan peran serta ASPUBI di dalamnya. Pengembangan industri bandeng dengan konsep klaster yang dikembangkan ASPUBI memberikan peluang keterlibatan aktivitas pelaku industri dengan elemen- sistem inovasi terkait. Pelaku indusri pengolahan akan berinteraksi dengan pelaku budidaya di hulu, antar pelaku industri, pelaku industri dengan pasar, dan pelaku industri dengan elemen sistem inovasi. Terkait dengan perlunya kemampuan inovasi pada pelaku usaha bandeng di Indonesia, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: 1 Meningkatkan peran ASPUBI dalam melakukan koordinasi antara pelaku budidaya, produsen, dan sektor pasar. 259 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 2 Meningkatkan peran elemen sistem inovasi dalam melakukan diseminasi produk dan teknologi proses produksi kepada pelaku usaha bandeng dan investor untuk mendorong pertumbuhan industri pengolahan makanan berbasis bandeng dengan teknologi modern. 3 Terkait dengan penguasaan teknologi pada pelaku usaha bandeng, pemerintah perlu melakukan investasi teknologi proses pengolahan makanan modern yang dapat diakses oleh pelaku usaha bandeng. 4 Program-program pemerintah terkait dengan peningkatan kapabilitas teknologi dan inovasi perlu dilakukan kepada pelaku usaha bandeng di Indonesia.Program-program tersebut meliputi program peningkatan penguasaan teknologi proses pengolahan makanan modern dan program peningkatan pengetahuan dan kemampuan pelaku industri dalam sertifikasi produk. 5 Dukungan promosi dan informasi untuk menggerakkan permintaan pasar bandeng perlu dilakukan oleh pemerintah. Program ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan kepada konsumen bahwa bandeng memiliki keunggulan nutrisi dan setara dengan produk aneka makanan ikan impor yang telah berkembang di pasar. Lima butir tersebut di atas dipandang perlu untuk mendorong pertumbuhan pelaku industri bandeng di Indonesia. Peningkatan kapabilitas teknologi perlu terus dilakukan oleh pelaku usaha bandeng untuk mendukung kemampuan inovasi dan mampu bersaing dalam memenuhi tuntutan pasar. Dukungan pemerintah dan elemen sistem inovasi terkait berperan dalam mempersiapkan kemampuan pelaku-pelaku industri bandeng dalam menguasai teknologi modern proses pengolahan makanan dan inovasi produk sebagai aspek penting dalam menjaga daya saing dan keberlangsungan aktivitas usaha mereka di pasar. Berkembangnya aktivitas industri pengolahan bandeng di Indonesia menjadi perwujudan pemanfaatan potensi Indonesia sebagai salah satu produsen komoditi bandeng terbesar di dunia kedalam aktivitas ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. DAFTAR PUSTAKA Malerba, F dan Sunil Mani. 2009. Sectoral Systems of Innovation and Production in Developing Countries. Actors, Structure and Evolution. Edward Elgar. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI 2011-2025. Nelson, R.R. 1993. National Innovation Systems: A Comparative Analysis. New York, NY: Oxford University Press. Statistik Ekspor Hasil perikanan 2011, Kementerian Keluatan dan Perikanan. http:statistik.kkp.go.idindex.phparsipc 50Statistik-Ekspor-Hasil-Perikanan- 2011-Buku-2 Statistik Impor Hasil Perikanan Tahun 2011 - Kementerian Kelautan dan Perikanan, http:statistik.kkp.go.idindex.phparsipc 51Statistik-Impor-Hasil-Perikanan- 2011?category_id=3 Statistik Perikanan Budidaya Tambak Tahun 2011, Ditjen Perikanan Budidaya Ditjen PB – KKP.http:statistik.kkp.go.idindex.phps tatistikc90000Statistik-Perikanan- Budidaya-Tambak Statistik Pemasaran Hasil Perikanan Budidaya Tahun 2011, Ditjen P2HP. www.statistik.kkp.go.idindex.phpstatisti kc780000Statistik-Pemasaran-Hasil- Perikanan Sugiyono. 2006.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan RD. Bandung: ALFABETA. Winarsih, W. H., Priyambodo, Rahardjo, T. dan Husein, A. 2011. Pengembangan Budidaya dan Teknologi Pengolahan Bandeng Serta Distribusinya Sebagai 260 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Sumber Ekonomi Masyarakat Di Jawa Timur. Jurnal Cakrawala Vol. 5: 1-14 World Review of Fisheries and Aquaculture, FAO, 2012. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapakan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Pengendalian dan Pengembangan Hasil Perikanan BB2HP- Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pelaku usaha dan produsen petambakusaha perikanan budidaya komoditi bandeng, sentra Kabupaten Kendal, Gresik, Sidoarjo, yang telah bersedia sebagai narasumber pada penelitian ini. Bapak Faiz Munfaizin, selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Usaha Bandeng Indonesia ASPUBI, UPT BP2TK-LIPI Yogyakarta, dan Bapak Sayim Dolant yang berkontribusi dalam melakukan penelitian terkait dengan aktivitas industri pengolahan makanan berbahan dasar komoditi bandeng pada tahun 2014. 261 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Lampiran: 1. Persiapan pengolahan pemotongan bandeng dan peracikan bumbu bandeng sebelum pengalengan 2. Pengisian kaleng dengan bumbu dan bandeng pada kemasan kaleng 200 ml

3. Proses pemanasan pada mesin autoclave

4. Proses penghampaan udara dengan mesin seamer 5. Proses pendinginan cooling dan pengemasan packing dalam kemasan karton 6. Hasil dari produk olahan bandeng dalam kaleng dan pemeriksaan tekstur dan kekentalan bumbu 262 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 Kolaborasi ABGC Dalam Memperkuat Sistem Inovasi Daerah, Nasional dan Internasional Interaksi Industri dengan Lembaga Litbang Pemerintah Analisis Perspektif Industri Studi Kasus: Industri Teknologi Pengolahan Air Bersih di Indonesia The Interaction of Industry and Government’s RD Institutions Industry Perspective Analysis Case Study: Clean Water Treatment Technology Industry in Indonesia Rendi Febrianda dan Nur Laili 1 Pusat Penelitian Perkembangan IPTEK PAPPIPTEK Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Keyword A B S T R A C T Industry, Research and Development, Interaction, Science and Technology Weak intension and interaction between industry and RD institutions become one of constraint factors for the application of science and technology. This paper aims to provide an overview about the phenomenon of interaction between industry and RD institutions specialized in the sector of clean water treatment technology. Data and information were collected by questionnaire to 45 water treatment technology companies in Indonesia which are then analyzed descriptively. The results showed that the preferred form of communication between companies and RD institutions is informal or personal communication. The publications of RD institutions are considered have no commercial value and only appear on limited form such as journals. The companies wish for the guidelines of technology application that have been adapted to the local conditions of Indonesia. Kata Kunci S A R I K A R A N G A N Industri, Litbang, Interaksi, Iptek Interaksi yang lemah antara industri dengan lembaga litbang menjadi salah satu faktor penghambat penerapan iptek. Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran preview bagaimana fenomena interaksi yang terjadi antara industri dengan lembaga litbang dalam kegiatan alih ilmu pengetahuan dan teknologi khusus dalam bidang teknologi pengolahan air bersih. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner terhadap 45 perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa bentuk komunikasi yang disukai antara perusahaan dan lembaga litbang adalah komunikasi informal. Hasil riset lembaga litbang dianggap belum memiliki nilai jual dan publikasi riset juga masih terbatas dalam bentuk jurnal. Perusahaan sangat menginginkan pedoman-pedoman teknologi dan instalasi yang telah disesuaikan dengan kondisi dalam negeri. © Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 263 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 PENDAHULUAN Saat ini, tidak sedikit persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa air adalah barang sosial public goods yang tersedia dan bisa didapatkan secara gratis, padahal umumnya sumber daya air masih dalam kondisi belum layak konsumsi bahkan tercemar disebabkan oleh berbagai hal terutama di wilayah perkotaan. Disatu sisi upaya konservasi terus digalakkan untuk pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, namun disisi lain kebutuhan akan air bersih terus meningkat dan tidak bisa menunggu dalam waktu yang lama sehingga solusi pengolahan air berbasis teknologi sangat diperlukan dan menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Indonesia memiliki cukup banyak perusahaan yang bermain di dunia industri teknologi pengolahan air bersih. Setiap perusahaan memiliki karakter pasar tersendiri, mulai untuk daerah terpencil marginal, daerah perkotaan, industri, pusat niaga, daerah pariwisata termasuk juga PDAM. Disamping pihak swasta, pemerintah memiliki lembaga litbang seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Puslitbangkim Kementerian Pekerjaan Umum yang memiliki kemampuan didalam penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan air bersih Fizzanty et al, 2014. Sebagai lembaga litbang pemerintah yang akan menuju World Class Research and Development RD Institutions, alih pengetahuan dan teknologi, kontrak kerjasama dengan industri, dan kemampuan mengoptimalkan unit industri adalah tugas dan kriteria yang harus dicapai. Undang-undang nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Inovasi Nasional SINas juga memberikan landasan hukum yang bertujuan untuk memperkuat daya dukung iptek bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara melalui strategi pengembangan teknologi yang mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh industri dan masyarakat Lakitan, 2009. Kenyataannya tugas dan kriteria serta tujuan dari SINas tersebut belum terlaksana dan tercapai dengan baik. Febrianda et al 2014 menarik kesimpulan bahwa masih banyak kendala yang terjadi didalam pengembangan dan inovasi teknologi pada industri teknologi pengolahan air bersih di Indonesia, salah satunya adalah kendala pengetahuan. Sudah menjadi informasi umum bagi kalangan komunitas ilmiah bahwa jejaring dan interaksi yang lemah antara peneliti dan lembaga litbang sebagai penghasil dan pengembang iptek dengan industri sebagai pengguna iptek merupakan salah satu faktor penghambat penerapan iptek di Indonesia. Dewan Riset Nasional DRN telah menaruh perhatian terhadap masalah ini melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalia et al 2011 mengenai “Interaksi Peneliti dan Industri Dalam Rangka Implementasi Hasil Riset” yang mengkaji berbagai model dan dinamika interaksi antara industri dan lembaga litbang dengan beberapa studi kasus yaitu industri barang konsumsi, industri energi terbarukan, dan industri kreatif. Namun dalam penelitian tersebut belum membahas kasus pada industri teknologi pengolahan air bersih. Teknologi pengolahan air bersih memang masih belum merupakan objek industri yang memiliki nilai komersial yang tinggi sementara kebutuhan dan permintaan demand air bersih sangat tinggi. Maka dari itu dalam konteks penerapan dan pengembangan iptek di industri teknologi pengolahan air bersih, makalah ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran preview bagaimana kondisi interaksi antara industri teknologi pengolahan air bersih dengan lembaga litbang pemerintah. Batasan dari studi ini adalah analisis yang hanya dibangun dari cara pandang dan persepsi industri dengan maksud untuk memperluas pemahaman dari sisi industri. Sementara itu, dasar atas pemilihan persepsi industri terhadap lembaga litbang pemerintah karena lembaga litbang milik pemerintah memiliki nilai produktifitas teknologi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga litbang non-pemerintah atau swasta Mulyanto, 2014. KERANGKA KERJA OECD 2007 menyatakan bahwa Sistem Inovasi Nasional SINas berpusat pada 4 aliran informasi dan pengetahuan, salah satunya adalah interaksi industri dengan lembaga penelitian dan pengembangan. Bentuk dari interaksi tersebut 264 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 adalah melakukan kolaborasi riset, akses terhadap publikasi, serta komunikasi formal dan informal. Gambar 1 . Kerangka Kerja Bentuk Interaksi Industri dengan Lembaga Litbang OECD, 2007. METODE PENELITIAN Makalah ini ditulis berdasarkan data hasil kegiatan penelitian kompetitif Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI tahun 2014 yang berjudul “Model Pengembangan Kemampuan Inovasi Teknologi Untuk Penciptaan Industri Air Bersih Di Indonesia”. Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2014 dengan metode kuesioner terhadap 45 perusahaan teknologi pengolahan air bersih di Indonesia. Populasi perusahaan berasal dari database sertifikasi Puslitbangkim Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi yang berwenang dalam memberikan lisensi teknologi pengolahan air serta Penelusuran Website. Responden yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang memiliki interaksi dengan lembaga litbang pemerintah terdiri dari direktur utama, direktur teknik dan konstruksi, manajer teknik dan manajer proyek. Pendalaman data didapat melalui interview dengan responden dari masing-masing perusahaan yang memiliki hubungan atau interaksi dengan lembaga litbang pemerintah. Data tersebut merupakan pemikiran, atau persepsi atau pengalaman perusahaan terhadap lembaga litbang pemerintah. Analisis dilakukan secara deskriptif yang kemudian dibahas dengan hasil studi-studi lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Perusahaan sebenarnya dapat memutuskan untuk berinvestasi dan berinovasi dengan melakukan kegiatan RD sendiri dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan daya saing McGahan Porter, 1997. Tetapi, tidak semua perusahaan memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk melakukan RD secara internal. Untuk dapat melakukan kegiatan RD, suatu perusahaan harus memiliki sumber daya yang cukup baik dari segi kemampuan SDM, finansial, maupun fasilitas teknis lainnya. Keterbatasan sumber daya inilah yang idealnya bisa dibantu oleh lembaga litbang pemerintah untuk menunjang kebutuhan RD perusahaan. Data hasil survei lihat gambar 2 menunjukkan sekitar 17 dari total perusahaan memiliki interaksi dengan lembaga litbang pemerintah, namun lebih kecil bila dibandingkan dengan pihak lainnya. Sebagian besar perusahaan melakukan kegiatan RD dengan kemampuan pembelajaran sendiri berdasarkan masukan dari pelanggan dan perusahaan pemasok teknologi itu sendiri pihak lainnya 21. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan salah satu responden berikut ini. “Tidak ada, karena langsung di engineering. Kalau litbang, kita kerjasama dengan mereka yang jualan produk, jadi dari barang ini hasilnya begini” Gambar 2 . Pihak-pihak yang berinteraksi dengan industri dalam aktifitas RD Data yang berasal dari perusahaan yang memiliki interaksi dengan lembaga litbang 17 akan dijabarkan lebih lanjut dengan menunjukkan beberapa kutipan asli untuk memperlihatkan persepsi atau pengalaman langsung dari responden. 265 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 1. Komunikasi Formal dan Informal Interaksi seyogyanya merupakan suatu tindakan untuk saling mempengaruhi dengan tujuan menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya membentuk struktur sosial Murdiyatmoko Handayani, 2004. Interaksi dan komunikasi yang terjalin antara perusahaan dengan lembaga litbang pemerintah ternyata terjalin secara informal dan biasanya hanya berbentuk komunikasi antar individu interpersonal seperti pernyataan salah satu responden berikut ini: “Secara formal tidak ada, namun kalau langsung ke personalnya ada, biasanya dengan universitas. Kalau BPPT biasanya karena teman secara personal, bukan karena institusinya. Maksudnya sih biar cepat. Alasannya sebetulnya karena biar cepat saja, untuk konsultasi, bisa via telepon” Komunikasi adalah proses seorang komunikator menyampaikan stimulus dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainya atau khalayak Hovland et al, 1982. Sehubungan dengan interaksi industri dengan lembaga litbang, komunikasi yang efektif berperan penting dalam terciptanya aliran dan perkembangan informasi dan pengetahuan sehingga muncul inovasi-inovasi baru yang kemudian bisa berkontribusi terhadap daya saing industri serta pembentukan dan penguatan Sistem Inovasi Nasional SINas Freeman, 1987; Lundvall, 1992 ; Nelson, 1993; OECD, 1997. Komunikasi itu sendiri bisa diklasifikasikan menjadi lima tingkat yaitu komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa publik atau komunikasi internasional Ruben Stewart, 1998. Tingkat komunikasi antara perusahaan- perusahaan teknologi pengolahan air dan lembaga litbang pemerintah masih berada pada tingkat komunikasi interpersonal. Komunikasi informal yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk mencari partner yang bisa diajak untuk diskusi dan berkonsultasi dalam kegiatan pengembangan atau juga sekedar melihat dan mencari tahu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila dilihat dari studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai komunikasi antara industri dengan lembaga litbang, salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan industri dan ketidakmulusan komunikasi dalam melakukan konsultasi dengan lembaga litbang adalah akses yang sulit Gulbrandsen Smeby, 2005; Fontana et al, 2006. Industri merasa rumitnya akses ke peneliti disebabkan karena birokrasi lembaga litbang yang dirasa cukup sulit. Namun demikian, disisi lain komunikasi informal antara praktisi industri dan peneliti menurut beberapa ahli justru merupakan bibit terciptanya kemitraan, kerjasama dan kontrak Price, 1963; Edge, 1979; Katz Martin, 1997. Liew et al 2012 juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang juga menjadi kunci kesuksesan didalam interaksi dan kolaborasi antara industri dengan lembaga litbang adalah strategi dan taktik pendekatan komersial dari lembaga litbang sebagai tempat media bimbingan. Oleh karena itu, tingkat komunikasi interpersonal yang telah terjalin antara perusahaan dengan lembaga litbang seharusnya telah memiliki potensi yang baik terhadap bentuk kemitraan lebih lanjut yang mungkin bisa melahirkan inovasi dan pengembangan teknologi dalam negeri. 2. Publikasi “Sulit mendapat informasi teknologi dalam negeri, peneliti tidak memperhatikan manfaat hasil riset” “Pengetahuan yang dimiliki terbatas hanya berdasarkan jurnal” “Pedoman di Indonesia masih jarang, banyak mengacu pada luar negeri dimana ada produk yang tidak sama, sehingga kesulitan mengikuti yang mana” Pernyataan diatas merupakan tiga kutipan persepsi dan pandangan perusahaan mengenai publikasi ilmiah dari dalam negeri khususnya dari lembaga litbang pemerintah. Berdasarkan pernyataan responden, konten persepsi pertama yang muncul adalah manfaat hasil riset. Penggunaan istilah “manfaat” dalam pernyataan diatas memiliki arti yang luas dan berbeda. Bagi industri istilah tersebut memiliki makna applicable atau implementable dan bermanfaat 266 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016 bagi industri karena memiliki nilai jual, sedangkan bagi peneliti istilah itu cenderung memiliki arti sebagai kontribusi terhadap perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Kementerian Riset dan Teknologi dan Dewan Riset Nasional 2010 membagi empat kategori penelitian berdasarkan jenis penelitian dan hasil yang didapatkannya, yaitu Riset Dasar Basic Research, Riset Terapan Applied Research, Peningkatan Kapasitas Produksi Production Capacity Enhancement, Difusi dan Pemanfaatan Diffusion and Utilization. Menurut Lee 1996, riset dasar berpotensi terhadap terciptanya paten-paten baru yang lebih tinggi dibanding riset terapan. Banyaknya paten baru dapat menaikkan akreditasi suatu lembaga penelitian. Oleh karena itu, hasil publikasi ilmiah dari lembaga litbang seringkali belum sesuai dengan kebutuhan industri. Bahkan seringkali substansi dari publikasi ilmiah lembaga litbang dianggap masih terlalu prematur dan masih harus melewati pengembangan-pengembangan, modifikasi dan desain lebih lanjut agar memiliki nilai komersialitas dan daya jual. Konten persepsi kedua yang muncul selanjutnya adalah bentuk publikasi terbatas hanya berbentuk jurnal. Publikasi pada suatu penerbitan jurnal merupakan salah satu pilihan diseminasi hasil penelitian dan menjadi hal yang umum di kalangan peneliti atau akademisi Jensen, 2002. Hanya saja, industri sebagai pengguna tidak membaca publikasi dalam bentuk jurnal Ball Rigby, 2006. Bahasa ilmiah yang digunakan dalam penerbitan jurnal juga sedikit sulit untuk dipahami dan hanya menarik bagi kalangan akademisi. Pihak peneliti terutama lembaga litbang harus berinovasi dalam penyusunan strategi diseminasi riset Carpenter, 2007. Perusahaan juga terlihat mengalami kesulitan dalam menemukan pedoman penggunaan teknologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Salah satu istilah yang mungkin bisa dipakai adalah localization, yaitu penyesuaian produk atau teknologi dengan kondisi dalam negeri. 3. Kolaborasi Riset Kerjasama dan kolaborasi RD adalah kegiatan untuk berbagi pengetahuan dengan melakukan riset dan pengembangan bersama Rast et al, 2012. Kontrak kerjasama dalam kegiatan RD antara industri dengan lembaga litbang terbukti mampu meningkatkan kapabilitas teknologi industri di negara-negara berkembang Sobankea et al, 2014. Lembaga litbang pemerintah yang telah memiliki kolaborasi riset dengan swasta adalah Puslitbangkim Kementerian Pekerjaan Umum seperti salah satu kutipan responden berikut ini: “Kita kerjasama dengan puslitbangkim. Desainnya dari puslitbangkim. Kami itu perusahaan yang mau bikin contoh dan mengutak atik. Seperti dulu kita disuruh mengutak atik masalah rafing, coba bisa jalan atau tidak. Akhirnya dari hasil tadi kita tulis kemudian kita tunjukkan hasilnya. Mereka nilai itu berhasil, akhirnya disuruh bikin yang skalanya besar” Disisi lain perusahaan yang tidak memiliki kerjasama dengan lembaga litbang pemerintah mengatakan bahwa mereka lebih percaya melakukan kerjasama dengan pihak dari luar negeri yang sudah terbukti sisi komersialisasinya seperti pernyataan responden dibawah ini: “Kita sering undang vendor, jadi pertama jujur kita ambil dari luar, artinya teknologi itu kita ambil dari yang sudah mapan, ketika kita beli ke mereka yah itu ada transfer teknologi. Kita banyak kerjasama, untuk membrane kita kerjasama dengan dari Belanda, untuk UF kita dengan Jepang, untuk RO kita ada dari Amerika” “Sebetulnya kami sama juga dengan perusahaan lain, kami tidak menciptakan, misalnya ada nih sekarang kami belum launching namun sudah ada pembicaraan dengan pihak luar. Dan nah sekarang kami sedang mencoba. Kerjasama dengan luar, dengan Belanda. Secara teknologi di Indonesia kan agak kurang cepat. Dan memang kita itu kalah support, kalau mulai dari nol yah sulit. Kenapa China bisa cepat? Karena mereka tidak dari nol, yang penting disana ada nilai ekonomis yang bisa dimunculkan. China mana ada dia menciptakan sendiri, yang ada kan 267 Forum Tahunan Pengembangan Iptek dan Inovasi Nasional VI, Tahun 2016