95
Sehubungan mengenai teori tentang sikap yang digunakan, sikap pedagang makanan jajanan terhadap: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana
berjualan yang ada di sekolah dasar Kecamatan Cipinang besar Utara masih ditemukan hal yang tidak konsisten dalam menyikapi higiene sanitasi makanan.
Ketidakkonsistenan itu terlihat dari banyaknya responden yang berpikir boleh saja batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan 51,4, sehingga
dibutuhkan serangkaian pelatihan atau pemasangan media penyuluhan agar sikap higiene sanitasi yang baik dapat dibiasakan Purnawijayanti, 2001.
6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu disebut tindakan Budiman dan Riyanto, 2013. Berdasarkan observasi, ditemukan
sebanyak 74,3 responden bertindak buruk terhadap higiene sanitasi makanan. Berikut ini penjabaran analisis hasil penelitian pada aspek tindakan higiene
sanitasi makanan jajanan.
6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
Hasil skoring dari tindakan terhadap kebersihan diri pada pedagang makanan jajanan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang makanan
77,1 kebersihan dirinya baik. Di sisi lain, pada distribusi frekuensi tindakan kebersihan diri pedagang makanan yang diperoleh dari observasi dan
96
wawancara, ditemukan jumlah responden yang sebagian besar tidak memenuhi aspek tindakan kebersihan diri, seperti: tidak menjaga kebersihan
tangan, kuku dan rambut sebanyak 62,9, tidak memakai celemek dan tutup kepala 97,1 serta tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani
makanan 97,1. Beberapa responden yang kebersihan tangan, kuku dan rambutnya buruk
memiliki kuku yang panjang dan kehitaman serta mengenakan pakaian yang terlihat kotor. Kebersihan diri yang buruk tersebut dikarenakan para pedagang
makanan yang terlihat tidak peduli pada kebersihan kuku serta pakaiannya. Padahal pakaian, tangan dan kuku yang kotor dapat memindahkan agen
penyakit ke makanan Purnawijayanti, 2001. Pemakaian celemek dan tutup kepala hanya ditemukan pada satu orang responden, namun pemakaian tutup
kepala berupa kerudung atau topi dilakukan karena alasan kebiasaan, bukan karena untuk menghindari kontaminasi makanan oleh rambut. Pemakaian
tutup kepala sangat penting untuk mencegah rambut terjatuh dan masuk kedalam makanan, meskipun berpeluang kecil mengontaminasi makanan
dengan bakeri yang melekat, keberadaan sehelai rambut pada makanan dapat menurunkan nilai estetis dari makanan itu sendiri Purnawijayanti, 2001.
Banyaknya responden yang tidak mencuci tangan saat observasi dikarenakan mereka sudah terbiasa tidak mencuci tangan serta sarana air
bersih yang jarang ditemukan. Di tempat-tempat berjualan yang tersedia tempat air bersih juga ditemukan pedagang makanan jajanan yang tidak
mencuci tangannya karena merasa malas harus mondar-mandir setiap akan
97
menangani makanan, terlebih saat pembeli yang hampir seluruhnya anak-anak datang dalam jumlah banyak ketika waktu istirahat dan pulang sekolah. Saat
anak-anak tersebut berebut untuk membeli makanan jajanan dan pedagang makanan jajanan sibuk melayani, pedagang tersebut tidak mencuci tangannya,
padahal selalu memegang uang setelah selesai menangani makanan lalu kembali menangani makanan untuk pembeli berikutnya. Kebersihan diri yang
buruk seperti: bersin didekat makanan, meludah, merokok ataupun tidak mencuci tangan menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan yang
disajikan atau diproses Mortimore dan Wallace, 2001. Kontaminasi silang dapat menyebabkan makanan tercemar sehingga kuman penyebab diare masuk
kedalam tubuh dan menginfeksi saluran pencernaan Arisman, 2009. Oleh karena itu, bagi pedagang yang menggunakan gerobak hendaknya
menyediakan sabun dan tempat air yang terpisah antara air untuk mencuci tangan dengan mencuci peralatan serta membiasakan cuci tangan dengan cara
yang benar tangan tidak dicelupkan langsung ke wadah air serta menggunakan penjepit makanan atau sarung tangan plastik, sedangkan
pemilik kios hendaknya menyediakan tempat cuci tangan yang memadai. Jika pengguna kios adalah penyewa, hal tersebut dapat disiasati dengan
menggunakan wadah air khusus untuk mencuci tangan yang diletakkan tidak terlalu jauh atau mengusulkan kepada pemilik kios untuk menyediakan tempat
cuci tangan yang memadai. Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah 2012 menunjukkan
beberapa tindakan kebersihan diri pada pedagang makanan masih
98
menunjukkan presentase yang rendah meskipun sudah diberi pelatihan dan pendampingan. Tindakan tersebut antara lain: mencuci tangan menggunakan
sabun 28,6, penggunaan celemek 14,2, serta tidak menggunakan perhiasan saat mengolah bahan makanan 35,7 Jumlah responden yang
rendah ketika mencuci tangan dengan sabun serta penggunaan perhiasan dikarenakan faktor kebiasaan. Rendahnya penggunaan celemek pada para
responden disebabkan mereka lupa untuk menggunakannya meskipun sudah difasilitasi saat pelatihan.
Sejalan dengan penelitian Agustina dkk 2009 mengenai Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah
Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang, tindakan kebersihan diri yang baik pada respondennya sebesar 52,2. Pada penelitian tersebut tidak
ditemukan responden yang menderita penyakit menular dan tidak ada yang terdapat luka atau bisul. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden
34,8 tamat SMA sederajat. Di sisi lain, seluruh responden tidak ada yang menggunakan celemek dan sebagian besar responden 86,9 tidak mencuci
tangan saat hendak menjamah makanan. Hal tersebut dikarenakan faktor kebiasaan tidak mencuci tangan dan pemakaian celemek dianggap
mengganggu kenyamanan.
99
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan