Produksi Peternakan dan Perikanan

Tabel 14. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Darat di Kabupaten Klaten Menurut Tipe Budidaya Tahun 2007-2008 Tipe Budidaya Produksi ton Nilai Rp 000 2007 2008 2007 2008 Sawah 2.00 0.20 23 800 1 720 Kolam 1 648.89 2 368.30 14 957 036 18 176 400 Karamba 351.60 437.50 2 988 600 9 602 050 Peraiaran Umum 339.58 326.30 2 972 648 4 241 200 Jumlah 2 342.06 3 132.30 20 942 084 32 021 370 Sumber: Klaten Dalam Angka 20072008 dan Jawa Tengah Dalam Angka, 2009

5.5. Keadaan Sarana Transportasi

Secara umum keadaan sarana perhubungan di Kabupaten Klaten sudah relatif baik. Jalan sebagai prasarana pengangkutan darat yang penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian, rata-rata sudah beraspal. Pembangunan jalan ini dipandang penting karena memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Jenis, kondisi , dan status jalan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Panjang Jalan Berdasarkan Jenis Permukaan, Kondisi Jalan, dan Status Jalan di Kabupaten Klaten Tahun 2008 No Uraian Jumlah kilometer Persentase Persen A. Jenis permukaan • Aspal 691.78 89.03 • Kerikil 0.00 0.00 • Tanah 85.22 10.97 • Tidak Dirinci 0.00 0.00 B. Kondisi Jalan • Baik 305.79 39.36 • Sedang 152.20 19.59 • Rusak 197.42 25.41 • Rusak Berat 121.59 15.65 C. Status Jalan • Jalan Nasional 31.89 3.71 • Jalan Provinsi 37.47 4.36 • Jalan Kabupaten 790.38 91.93 Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009 Tabel 15 menunjukkan bahwa sekitar 90 persen jalan di Kabupaten Klaten sudah diaspal, sekitar 40 persen berada dalam kondisi baik, 41 persen dalam kondisi rusak. Bila dilihat dari status jalan, 91 persen jalan di Kabupaten Klaten merupakan jalan kabupaten. Dengan melihat keadaan jalan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada hambatan yang berat dalam mobilitas penduduk di Kabupaten Klaten, baik untuk kegiatan ekonomi produktif dan kegiatan lain.

VI. DESKRIPSI SAMPEL PENELITIAN

6.1. Profil Petani

Sampel petani penghasil beras premium dalam penelitian ini adalah anggota paguyupan petani organik “Balak Gumbregah”, Desa Balak, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. Sedangkan sampel petani non organik adalah petani Desa Balak yang belum tergabung dalam kelompok petani organik dan petani desa sekitar yang mempunyai lahan sawah di Desa Balak. Dengan membandingkan karakteristik petani dalam hamparan sawah yang sama diharapkan penulis mendapatkan perbandingan yang adil atas berbagai aspek kajian, sehingga perbedaan aspek kajian tersebut disebabkan oleh perbedaan karakteristik pembudidayaan padi organik dan bukan karena penyebab lain yang lebih menonjol dibanding aspek kajian.

6.1.1. Komposisi Petani Berdasarkan Umur

Petani sampel penelitian berusia 33 tahun sampai 82 tahun. Komposisi petani berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa rata-rata umur petani sebagian besar lebih dari 60 tahun. Pada sampel petani organik, 70 persen petani berusia di atas 51 tahun, sedangkan pada sampel petani anorganik, petani yang berusia di atas 51 tahun mencapai 80 persen. Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung menggambarkan bahwa regenerasi di subsektor tanaman pangan kurang berjalan dengan baik. Dengan berbagai alasan, sub sektor tanaman pangan ternyata belum menarik bagi sebagian besar kaum muda pedesaan. Tabel 16. Komposisi Petani Sampel Penelitian Berdasarkan Umur Tahun 2010 Kelompok Umur Petani Organik Petani Non Organik Jumlah Persentase Jumlah Persentase tahun orang orang 40 3 10.00 0.00 41 - 50 6 20.00 6 20.00 51 - 60 9 30.00 10 33.33 60 12 40.00 14 46.67 Total 30 100.00 30 100.00 Berkaitan dengan pengembangan beras organik, usia petani yang rata-rata sudah tua tersebut sedikit banyak menjadi faktor yang mempengaruhi pengembangan beras organik. Petani-petani tua pada umumnya tidak terlalu reaktif dalam menerima hal-hal baru, cenderung berpikiran sederhana dan meneruskan cara-cara yang telah mereka kenal dengan baik, serta berusaha menerima apa yang mereka peroleh dengan cara-cara tersebut, sehingga kurang tertarik mencoba hal-hal baru untuk meningkatkan pendapatannya.

6.1.2. Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan petani sampel pada umumnya adalah Tamat SD dan tidak sekolah atau tidak tamat SD. Pada petani organik, bila digabungkan petani yang hanya tamat SD, tidak tamat SD atau tidak sekolah berjumlah sekitar 57 persen, sedangkan pada petani non organik berjumlah 73 persen. Komposisi petani berdasarkan pendidikan ini terlihat berhubungan dengan komposisi petani menurut umur. Pendidikan petani berumur tua cenderung rendah. Tingkat kesadaran pendidikan yang masih rendah dan kendala biaya saat itu menyebabkan mereka merasa cukup bersekolah pada tingkat dasar. Gambaran komposisi petani berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17.