Aspek Kelembagaan Kendala Pengembangan Beras Organik

Tabel 29 Lanjutan Aspek Kendala Kebijakan C. Pasca panen dan pengolah- an hasil Petani masih menggunakan peralatan sederhana dan ketersediaan alsintan yang dibutuhkan untuk penanganan pasca panen jenisnya sama dengan non , panen terbatas Bantuan pengadaan alsintan bagi kelompok dan penyediaan fasilitas skim kredit bagi yang mampu melakukan pinjaman secara mandiri D. Pemasaran Kemampuan memenuhi permintaan pasar terbatas, Berbasis kepercayaan personal Peningkatan kapasitas produksi kelompok dan dan bantuan sertifikasi mutu, bantuan promosi pasar Dalam pemasaran petani menghadapi sistem pembayaran tunda konsinyasi Peningkatan kemampuan permodalan kelompok melalui pemupukan modal internal dan bantuan modal talangan atau resi gudang E. Kelembagaan organisasi Kelompok tani berusaha sendiri kurang bimbingan dan asistensi Peningkatan kemampuan manajemen usaha, melalui pendidikan, pelatihan, bimbingan, penyuluhan dan pendapingan Belum ada lembaga sertifikasi mutu atau perwakilannya di lokasi Meningkatkan akses petani dan kelompok tani kepada lembaga sertifikasi mutu organik Pelatihan assesor uji mutu Pemberian fasilitas sertifikasi mutu untuk meningkatan kapasitas laboratorium terdekat lokasi Pemberian sertifikat mutu kepada produk kelompok Dukungan permodalan dari sektor keuangan perlu diarahkan untuk menguatkan kelembagaan kelompok yang mendukung pengembangan pertanian organik, misalnya melalui kredit ternak dan tabungan. Kondisi ini jelas terlihat di lokasi kajian, dimana salah satu penyebab mengapa organisasi ini berjalan dengan baik karena anggota kelompok petani organik tersebut diberikan kredit untuk kegiatan pendukung pertanian organik dan mewajibkan anggotanya untuk menabung. Adanya ternak yang dimiliki akan memotivasi petani untuk melaksanakan pertanian organik, karena mereka telah memiliki sumber bahan baku pupuk telah tersedia. Tabungan ini penting mengingat ada risiko yang cukup besar dalam usahatani padi organik karena sifat organik pada umumnya memberikan respons yang lambat. Peran penting permodalan juga tercermin dari perbedaan proporsi pendapatan kelompok petani organik dan non organik di lokasi kajian. Rata-rata petani organik mempunyai pekerjaan lain yang mendatangkan pendapatan sehingga mereka lebih berani menghadapi risiko usahatani, sementara petani unorganik kurang berani mengambil resiko karena sebagian besar menggantungkan dari usahatani padi sebagai sumber penndapatan keluarga. Pada tahap awal, seyogyanya pengembangan padi dan beras organik dilakukan melalui kelompok, karena selain efisien dalam penyediaan saprodi, transportasi dan pemasaran, peluang untuk tercemar dengan pertanian non organik lebih mudah dikelola. Selain itu, keberadaan kelompok ini akan memberikan motivasi yang besar bagi para anggota, merupakan wadah untuk belajar dan memahami cara-cara bertani organik, serta jalan masuk bagi pihak luar pemerintah, LSM untuk menguatkan organisasi petani tersebut. Dari berbagai kebijakan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan beras organik sebagai produk yang premium tidak bisa dilakukan petani sendiri-sendiri, namun harus bergabung dalam sebuah kelompok. Hal ini disebabkan pengembangan organik pada tahap awal memerlukan biaya yang besar, mempunyai risiko yang tinggi sehingga diperlukan cadangan modal, memerlukan lokasi dengan tingkat pencemaran minimum, memerlukan kontrol kualitas yang relatif ketat baik pada proses usahatani dan penanganan pasca panen, serta kesamaan persepsi atas tujuan usahatani yang dilakukan.