Produktivitas Usahatani Padi Organik

tahun 2003 – 2004 dan menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas` padi organik setiap musim tanam di Kecamatan Sambung Macan dan Sambirejo Kabupaten Sragen, secara nyata atau signifikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi non organik. Berdasarkan hasil penelitian ini dan juga beberapa sumber penelitian lain yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa produktivitas padi organik tidak berbeda dengan produktivitas padi non organik, dan bahkan dibeberapa kasus produktivitasnya lebih tinggi. Hal ini memberikan gambaran bahwa bahwa seharusnya petani lebih baik menanam padi organik karena mempunyai harga yang lebih baik. Terlebih lagi, jika sarana dan prasarana lingkungan mendukung untuk bertani organik dan petani memiliki kemampuan untuk menjual produk akhir yang dihasilkan berupa beras, tentunya dengan produktivitas yang sama akan meningkatkan penerimaan dan pendapatan petani padi. Produktivitas yang relatif sama antara antara padi organik dan non organik tersebut juga menunjukkan bahwa kekhawatiran berbagai pihak bahwa pengembangan padi organik akan mengganggu produksi beras nasional tidak sepenuhnya benar. Bahwa dalam jangka pendek antara dua hingga empat musim tanam, produktivitas`padi organik lebih rendah jika dibandingkan dengan padi non organik, memang benar. Namun demikian, dalam jangka menengah dan panjang yaitu lebih dari empat musim tanam, produktivitas padi organik telah mampu menyamai produktivitas padi non organik. Oleh karena itu, pengembangan padi organik akan lebih baik jika dikembangkan pada daerah- daerah yang relatif belum banyak tersentuh program intensifikasi melalui penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara intensif. Pada wilayah itu umumnya produktivitas padi masih relatif rendah dan tanahnya juga relatif belum terkontaminasi oleh pupuk dan pestisida kimia, sehingga potensi organiknya masih relatif besar. Disamping itu, pada wilayah tersebut pada umumnya juga bukan daerah sentra produksi utama beras nasional, sehingga dalam jangka pendek relatif tidak akan berpengaruh terhadap produksi beras nasional. Wilayah tersebut juga dapat mencakup wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah- wilayah yang masih relatif baru dalam program pengembangan intensifikasi padi nasional, sehingga produktivitasnya juga relatif belum tinggi. Pengembangan padi organik yang dilakukan di wilayah-wilayah yang tepat yaitu di wilayah-wilayah belum banyak tersentuh intensifikasi dan juga wilayah yang relatif baru, dimana unsur hara didalam tanah secara organik masih cukup tersedia dan mendapatkan dukungan kelembagaan input produksi, kelembagaan usahatani, kelembagaan pengolahan hasil, kelembagaan pemasaran dan kelembangaan penunjang, serta infrastruktur pendudukungnya sesuai kebutuhan secara baik dan memadai, maka pengembangan padi organik justru akan meningkatkan produksi beras nasional. Harga beras kualitas premium dari beras organik yang lebih tinggi jika dibandingkan beras non organik dengan sendirinya akan menarik petani untuk mengembangkan usahatani padi organik pada lahan-lahan yang semula belum digunakan untuk berproduksi padi menjadi lahan yang digunakan untuk usahatani padi atau menjadi sawah sehingga total produksi nasional akan meningkat. Melalui pola demikian, diduga kuat pemerintah akan lebih menghemat biaya pengembangan ekstensifikasi padi melalui perluasan areal dan pencetakan sawah baru. Areal pertanaman padi atau bahkan sawah baru dapat saja dibangun oleh petani secara mandiri karena melalui pengembangan program padi organik terdapat insentif harga yang yang lebih tinggi. Penghematan anggaran juga terjadi pada pembiayaan subsidi pupuk kimia, dan bahkan jika diperlukan pupuk kimia dapat saja diekspor untuk memperoleh devisa, sementara kita mengembangan padi organik dengan pupuk dan pestisida organik yang lebih ramah lingkungan.

7.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan usahatani merupakan nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani dalam satu periode tertentu. Penerimaan usahatani merupakan jumlah produksi dikalikan harga jual produk tersebut. Sementara biaya usahatani merupakan nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Konsep biaya dalam usahatani dibedakan atas biaya tunai, yaitu biaya yang riel dikeluarkan oleh petani, dan biaya yang diperhitungkan yaitu biaya- biaya sumberdaya dalam keluarga dan penyusutan. Dalam menganalisis usahatani, analisis yang banyak digunakan adalah analisis RC RC ratio analysis , yang merupakan analisis imbangan penerimaan dan biaya yang digunakan dalam usahatani. Analisis RC menunjukkan berapa penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat atas korbanan yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan menguntungkan bila RC 1, dikatakan pada kondisi impas jika RC = 1, dan dinyatakan pada kondisi merugi jika RC 1.

7.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik

Perbandingan pendapatan dan keuntungan usahatani padi organik dan non organik pada musim hujan dan musim kemarau di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 22. Merujuk Tabel 22, terlihat bahwa usahatani padi di lokasi penelitian baik padi organik dan non organik masih mendatangkan pendapatan dan layak dilakukan, yang ditunjukkan nilai RC 1. Pada musim hujan 20092010 nilai penerimaan usahatani padi organik per hektar rata-rata sekitar 15.42 juta rupiah, dengan total biaya berkisar 8.67 juta rupiah, pendapatan atas biaya total 6.76 juta rupiah dan nilai RC ratio 2.96. Sedangkan pada musim kemarau 2009, nilai nilai penerimaan usahatani padi organik per hektar rata-rata sekitar 15.53 juta rupiah, dengan total biaya berkisar 8.86 juta rupiah, pendapatan atas biaya total 6.67 juta rupiah dan nilai RC ratio 2.96. Nilai penerimaan tersebut lebih besar dibanding usahatani padi non organik yang hanya mencapai sekitar 13.50 juta rupiah dengan biaya usahatani sebesar 9.06 juta rupiah, pendapatan atas biaya total 4.44 juta rupiah dan nilai RC ratio 2.56 pada musim hujan 20092010. Sementara pada musim kemarau 2009 nilai penerimaan usahatani padi non organik hanya mencapai sekitar 12.66 juta rupiah dengan biaya usahatani sebesar 9.27 juta rupiah, pendapatan atas biaya total 3.39 juta rupiah dan nilai RC ratio 2.30. Hasil-hasil ini secara statistik berbeda nyata, sehingga menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi organik secara nyata lebih tinggi jika dibandingkan pendapatan usahatani padi non organik. Sumbangan terbesar perbedaan pendapatan antara petani organik dan non organik adalah perbedaan harga jual hasil produksi. Hasil gabah yang dihasilkan petani organik rata-rata mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding harga gabah yang dihasilkan oleh petani non organik. Di tingkat penggilingan padi, perbedaan harga antara gabah organik dan non organik berkisar Rp 300 sampai Rp 500 per kg. Tabel 22. Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Organik per hektar pada MH 20092010 dan MK 2009 di Lokasi Penelitian Rp. Ribu Musim Hujan Musim Kemarau Organik Non Organik Organik Non Organik 1. Produktivitas kgHa 5 606.96 5 535.39 tn 5 810.82 5 718.14 tn 2. Nilai Penerimaan 15 424.63 13 498.16 15 530.00 12 663.90 3. a. Total Biaya 8 667.19 9 059.71 8 860.75 9 273.78 b. Total Biaya Tunai 5 219.44 5 263.58 5 254.07 5 512.86 Biaya Benih 256.73 416.10 269.21 415.53 Dalam Keluarga 143.89 272.44 103.29 174.58 Luar Keluarga 112.85 143.66 165.92 240.95 Biaya Pupuk 1 369.92 830.55 1 369.37 893.38 Dalam Keluarga 567.77 26.69 786.39 47.50 Luar Keluarga 802.15 803.86 582.98 845.88 Biaya Pestisida 51.06 193.57 46.62 368.94 Dalam Keluarga 51.06 0.00 46.62 0.00 Luar Keluarga 0.00 193.57 0.00 368.94 Biaya Tenaga Kerja 6 534.81 7 143.95 6 675.09 6 974.93 Dalam Keluarga 2 685.03 3 497.01 2 670.38 3 538.84 Luar Keluarga 3 849.78 3 646.94 4 004.71 3 436.10 Biaya Lain-lain 454.66 475.55 tn 500.45 621.00 tn 4. a. Pendapatan atas Biaya Tunai 10 205.19 8 234.59 10 275.93 7 151.04 b. Pendapatan atas Biaya Total 6 757.44 4 438.45 6 669.25 3 390.12 5. a. RC atas biaya Tunai 1.78 1.49 1.75 1.37 b. RC atas biaya total 2.96 2.56 2.96 2.30 Catatan : tn = tidak nyata pada taraf kepercayaan 95 , = nyata pada taraf kepercayaan 95 Berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, terlihat bahwa biaya tunai yang dikeluarkan kedua kelompok petani hampir berimbang, sekitar 5.23 juta rupiah, namun biaya total yang dikeluarkan berbeda cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya dari dalam keluarga pada kelompok petani organik lebih besar. Dua kegiatan yang menyumbang penurunan biaya tunai petani organik adalah biaya pupuk dan pestisida. Pada kelompok petani organik, pupuk yang digunakan banyak berasal dari dalam keluarga berupa pemanfaatan limbah peternakan dan tumbuhan yang dikomposkan. Sedangkan pada petani non organik, pupuk yang digunakan pada umumnya berasal dari pembelian sehingga biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar. Pada penelitian ini biaya pupuk petani organik lebih besar dibanding petani non organik. Hal ini sepintas tidak sejalan dengan tujuan pengembangan pertanian organik, dimana salah satu keuntungan pertanian organik adalah biaya produksi murah. Biaya tunai pupuk pada penelitian ini besar karena tidak semua petani organik memiliki ternak sebagai penghasil bahan baku pupuk organik, sehingga terpaksa harus membeli. Bila semua petani telah mempunyai sumber bahan baku pupuk dari dalam keluarga, maka biaya tunai akan berkurang. Perbedaan pengeluaran tunai pupuk tersebut dapat dilihat dari persentase biaya pupuk dari dalam dan luar keluarga. Biaya pupuk dari dalam dan luar keluarga kelompok petani organik hampir berimbang, sementara pada kelompok petani non organik, hampir semua pupuk berasal dari pembelian. Hal yang sama terlihat pada biaya pestisida dimana petani organik menggunakan pestisida yang dibuat sendiri dari lingkungan sekitar, seperti air jerami dan belerang untuk mengatasi hama walang sangit, rendaman biji nimba untuk mengatasi wereng, nematoda, bakteri, virus, jamur, rendaman daun tembakau mengatasi ulat kambang, penggerek, tungau, nematoda, rendaman daun johar mengatasi berbagai hama, rendaman dlingo dan bengle mengatasi wereng, dan lain-lain. Petani non organik secara umum menggunakan pestisida pabrikan sehingga biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar. Perbedaan biaya tunai diantara dua usahatani tersebut juga menunjukkan bahwa pengembangan padi organik secara tidak langsung telah memberikan pendapatan kepada rumah tangga petani. Besarnya pendapatan tersebut sebanding dengan biaya tunai yang seharusnya dikeluarkan bila sarana produksi tersebut