Metode Analisis Data METODE PENELITIAN

K : input kapital L : input tenaga kerja α : elastisitas input kapital β : elastisitas input tenaga kerja Jika dinyatakan dalam bentuk tranformasi linear logaritma menjadi: Ln Q = ln A + α ln K + β ln L …………………………………… 4.6 Fungsi produksi Cobb-Douglas dipilih karena fungsi produksi ini memiliki keunggulan, yaitu 1 penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain dan fungsi produksi Cobb-Douglas juga dapat ditransformasikan ke dalam bentuk linea, 2 hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas, yaitu α sebagai elastisitas input K dan β sebagai elastisitas input L, dan 3 besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale Soekartawi, 2003. Fungsi produksi Cobb Douglass dalam penelitian ini yang dirumuskan dalam persamaan regresi logaritma natural: ln QPR = a + a 1 ln IQSo + a 2 ln IQFLo + a 3 ln IQFSo + a 4 ln IQPo + a 5 ln IQLIo.+ a 6 ln IQLOo + a 7 DSo + a 8 DSSo + e …… 4.7 ln QMR = b + b 1 ln IQSno + b 2 ln IQFSno + b 3 ln IQPno + b 4 ln IQLIno + b 5 ln IQLOno + b 6 DSno + b 7 DSSno + e …..……………. 4.8 dimana: QPR = produksi padi organik kg QMR = produksi padi non organik kg IQS = jumlah bibit kg IQFL = jumlah pupuk cair liter IQFS = jumlah pupuk padat kg IQP = jumlah pestisida liter IQLI = jumlah tenaga kerja dalam keluarga HKSP IQLO = jumlah tenaga kerja luar keluarga HKSP DS = dummy musim 1=Musim Hujan; 0 = Musim Kemarau DS = dummy sumber benihbibit 1=benih dari pembelian; 0 = benih dalam keluarga no = non organik o = organik e = error term Penelitian ini menggunakan metode estimasi kuadtrat terkecil atau Ordinary Least Square OLS. Metode OLS ini dipergunakan untuk memperoleh parameter yang akurat dalam fungsi produksi Cobb-Douglas. Alasan-alasan yang penggunaan metode estimasi OLS adalah: 1 estimasi parameter yang diperoleh dengan metode OLS memiliki karakteristik optimal, 2 prosedur pehitungan OLS cukup sederhana jika dibandingkan dengan teknik ekonometrik lainnya, 3 metode OLS telah banyak dipergunakan secara luas dengan hasil yang memuaskan, 4 mekanisme OLS mudah dipahami, dan 5 metode estimasi OLS merupakan komponen esensial dari teknik ekonometrik. Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan estimasi OLS mensyaratkan serangkaian pengujian terhadap model tersebut. Pengujian tersebut berupa pengujian kelayakan model, uji parameter, dan uji asumsi model. Untuk melihat apakah model yang digunakan sesuai, dapat diketahui dengan menghitung nilai koefisien determinasinya, R Gujarati, 1991. Koefisien determinasi didefinisikan sebagai: 1 dim 2 2 ≤ ≤ = r ana TSS ESS r ……………………………………… 4.9 Nilai r 2 sebesar 1 satu berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan r 2 bernilai 0 nol berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskannya. Uji melihat kelayakan parameter yang digunakan digunakan Uji F dan Uji- t. Untuk melihat apakah peubah penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen, maka digunakan uji-F. Hipotesis yang digunakan dalam Uji- F adalah: H o : βi = 0; i = 1,2,…,p H 1 : tidak semua βi = 0 Untuk menguji hipotesis tersebut, statistik uji yang digunakan adalah uji F, dimana: RSS dari MSS ESS dari MSS F hitung = .…………..…………………………… 4.10 Aturan pengambilan keputusan adalah: Jika F hitung ≤ F tabel 1- α, p-1, n-p maka Ho diterima Jika F hitung F tabel 1- α, p-1, n-p maka Ho ditolak Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat tingkat signifikansinya, yaitu jika signifikansi α maka H o ditolak. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen digunakan uji-t. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah: Ho: βi = 0; i = 1,2,…,p H1: βi ≠ 0 Untuk menguji hipotesis tersebut, statistik uji yang digunakan adalah uji t t test, dimana: } ˆ { ˆ i i hitung t β δ β = ...………………………………………………. 4.11 Aturan pengambilan keputusan adalah: Jika │t hitung │ ≤ t tabel 1- α2, n-p-1 maka H o ditolak Jika │t hitung │ t tabel 1- α2, n-p-1 maka H o diterima Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat tingkat signifikansinya, yaitu jika signifikansi α maka H o ditolak. Selain uji kelayakan model dan parameter, pengujian asumsi model sangat penting dalam fungsi produksi Cobb-Douglas dengan estimasi OLS. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu model regresi linier klasik dengan estimasi OLS adalah: 1 asumsi normalitas, 2 non otokorelasi, 3 homokedastisitas, dan non multikloineraritas. Dalam penelitian ini pengujian asumsi model dilakukan dengan bantuan program Eviews 6.1. Asumsi normalitas menyatakan bahwa populasi gangguan disturbance u i didistribusikan secara normal. Dengan terpenuhinya asumsi ini maka estimasi koefisien regresi yang diperoleh akan efisien karena memenuhi sifat ketidakbiasan dan mempunyai varians yang minimum. Gujarati, 1991. Pengujian asumsi kenormalan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Histogram-Normality test. Hipotesis yang dipakai dalam pengujian ini yaitu: H : sisaan berdistribusi normal H 1 : sisaan tidak berdistribusi normal Dengan melihat nilai Probabilitas Jarque-Bera yang dihasilkan dari program E-views 6.1 maka H diterima jika Probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari α yang menunjukkan bahwa asumsi kenormalan telah terpenuhi. Otokorelasi merupakan korelasi yang terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data deretan waktu time series atau ruang seperti dalam data cross-sectional. Kondisi tidak terdapatnya otokorelasi dilambangkan dengan: E εi, εj = 0 i≠j. Adanya masalah otokorelasi akan menyebabkan terjadinya hasil penafsiran yang tidak efisien karena estimasi koefisien memiliki varians yang besar meskipun hasil estimasi koefisien tetap konsisten dan tidak bias. Varians yang tidak efisien ini menyebabkan terjadinya kecenderungan thitung untuk memiliki nilai yang kecil sehingga hasil pengujian yang dilakukan akan cenderung untuk menerima H . Pengujian terhadap adanya otokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson dan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Dalam penelitian ini uji otokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test . Dengan hipotesis yang dipakai yaitu: H : non-otokorelasi H 1 : otokorelasi Dengan melihat nilai Probabilitas ObsR-squared yang dihasilkan dari program Eviews 6.1 maka jika obsR-squared lebih besar dari α maka tidak ada otokorelasi. Heterokedasitas adalah kondisi dimana asumsi homokedastisitas tidak terpenuhi. Heteroskedastisitas ini mengakibatkan varians dari estimasi koefisien regresi tidak lagi minimal sehingga membuat proses estimasi menjadi tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun besar asimtotik meskipun hasil estimasinya tetap konsisten dan tidak bias. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji white heteroscedasticity. Hipotesis yang digunakan adalah: H : Homoskedastis H 1 : Heteroskedastis Dengan melihat nilai Probabilitas ObsR-squared yang dihasilkan dari program E-views 6.1 maka H diterima jika nilai Probabilitas ObsR-squared lebih besar dari α. Asumsi tidak adanya multikoleniaritas merupakan asumsi yang penting dalam estimasi OLS. Multikolinearitas menunjukkan terdapatnya hubungan linear yang signifikan di antara beberapa atau semua variabel bebas dalam model regresi. Gejala terjadinya multikolinearitas dapat ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling menunjang penjelasan adanya multikolinearitas dalam model adalah ketika model hasil regresi memiliki nilai R 2 yang sangat tinggi namun sebagian variabel bebasnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap variabel terikatnya yang dapat dilihat dari perbandingan antara nilai t hitung dan F hitung dengan t tabel dan F tabel . Selain itu terjadinya multikolinearitas ini dapat dilihat dengan menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas

4. Merumuskan kebijakan pengembangan beras premium

Merupakan sintesis kebijakan dari berbagai permasalahan pengembangan beras premium, mulai aspek usaha tani sampai pemasaran beras organik dengan merujuk hasil kajian dari tujuan 1 sampai 3.

V. KONDISI UMUM DAERAH

5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Klaten terletak antara 110 26’14” - 110 47’51” Bujur Timur dan 7 32’19” - 7 48’33” Lintang Selatan. Secara geografis terletak di bagian selatan dari Ibu kota Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Klaten secara administratif berbatasan dengan beberapa kabupaten, yaitu: Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul D.I.Yogyakarta Sebelah Barat : Kabupaten Sleman D.I.Yogyakarta Keadaan topografi wilayah Kabupaten Klaten sebagian besar berupa dataran. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran, yaitu sebelah utara berupa dataran lereng Gunung Merapi, sebelah timur berupa dataran rendah, dan sebelah selatan berupa dataran gunung kapur. Jenis tanah sebagian besar wilayah Kabupaten Klaten adalah Regosol Kelabu, sedangkan jenis tanah yang lain adalah Litosol, Grumusol Kelabu Tua, Kompleks Regosol Kelabu, dan Kelabu Tua. Luas wilayah Kabupaten Klaten adalah 65 556 hektar, secara administratif terbagi atas 26 kecamatan, dan 401 desa kelurahan, dengan rata- rata ketinggian tempat 100-500 meter di atas permukaan laut 83.52 persen. Keadaan alam yang sebagian besar adalah dataran rendah dan didukung sumber air yang cukup menjadikan Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial. Dari 65 556 hektar luas Kabupaten Klaten, 50.22 persen merupakan lahan sawah, sehingga dapat dipahami jika Kabupaten Klaten merupakan sentra beras di Propinsi Jawa Tengah. Namun demikian, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan perekonomian wilayah dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan lahan untuk penyediaan sarana dan prasarana perumahan, lingkungan dan perkantoran, luas lahan sawah ini semakin menurun akibat terkonversi menjadi lahan non pertanian, terutama untuk bangunan dan industri.

5.2. Keadaan Penduduk

Perkembangan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk karena adanya pertambahan dan penurunan jumlah penduduk dari faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu tingkat kelahiran, kematian, jumlah pendatang dan jumlah penduduk yang pindah. Pada tahun 2008 semester I, jumlah penduduk Kabupaten Klaten adalah 1 345 871 jiwa dan meningkat 48 884 jiwa 3.77 persen dibandingkan tahun 2007 Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Penduduk di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2008 Tahun Jumlah Penduduk Kenaikan Pertumbuhan Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah jiwa jiwa jiwa jiwa th 2004 625 173 656 613 1 281 786 4 489 0.35 95.21 2005 627 751 658 307 1 286 058 4 272 0.33 95.36 2006 631 231 662 011 1 293 242 7 184 0.56 95.35 2007 633 552 663 435 1 296 987 3 745 0.29 95.50 2008 679 950 665 921 1 345 871 48 884 3.77 102.11 Sumber: BPS Kabupaten Klaten 2009 Data rasio jenis kelamin menunjukkan bahwa bila pada tahun sebelum 2007 rata-rata jumlah penduduk perempuan lebih banyak, pada tahun 2008 penduduk laki-laki di Kabupaten Klaten lebih banyak. Data komposisi penduduk menurut umur, menunjukkan bahwa penduduk usia produktif di Kabupaten Klaten relatif tinggi, yaitu 66.93 persen Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Umur di Kabupaten Klaten Tahun 2007 Umur Jumlah Penduduk Persentase Laki-laki Perempuan Jumlah tahun jiwa jiwa jiwa 0 - 14 161 232 153 985 315 217 24.30 15 -64 421 508 446 528 868 036 66.93 64 50 812 62 922 113 734 8.77 Jumlah 633 552 663 435 1 296 987 100.00 Sumber: Klaten Dalam Angka, 2007 Berdasarkan komposisi penduduk menurut umur tersebut dapat dihitung angka ketergantungan BDR= Burden Depedency Ratio di Kabupaten Klaten, yaitu perbandingan penduduk usia produktif dengan non produktif. Besarnya nilai BDR di Kabupaten Klaten adalah: = + = 100 036 868 734 113 217 315 x BDR 49.42 persen BDR = 49.42 persen, menunjukkan bahwa setiap 100 jiwa penduduk produktif harus menanggung sekitar 50 orang penduduk non produktif.

5.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Perkembangan suatu wilayah sangat ditentukan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Beberapa tolok ukur yang biasa digunakan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi suatu wilayah adalah kondisi pendidikan masyarakat, jenis lapangan pekerjaan utama, dan perkembangan sarana-sarana ekonomi di wilayah tersebut.

5.3.1. Keadaan Pendidikan

Keadaan pendidikan merupakan parameter yang baik untuk dikaji karena langsung atau tidak langsung mencerminkan kemampuan masyarakat memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta, serta berguna untuk melihat kemampuan masyarakat dapat memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Klaten Tahun 2008 No Tingkat Pendidikan Jumlah jiwa Persentase 1 Tidak Sekolah dan Tamat SD 501 687 51.68 2 Tamat SLTP 168 671 17.38 3 Tamat SLTA dan Perguruan Tinggi 300 408 30.95 Total 970 766 100.00 Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009 Dengan melihat keadaan pendidikan seperti tercantum pada Tabel 5 maka dapat diketahui bahwa hampir 52 persen penduduk Kabupaten Klaten berpendidikan SD atau tidak tamat SD atau tidak sekolah. Terkait dengan kegiatan usaha tani, keadaan pendidikan ini sedikit banyak akan mempengaruhi dalam menyerap dan menyaring informasi, dan adopsi teknologi dalam rangka peningkatan hasil pertanian dan pendapatan.

5.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Utama

Informasi tentang komposisi penduduk menurut jenis pekerjaan sangat diperlukan dalam melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat. Informasi ini penting karena secara langsung menggambarkan daya serap sektor-sektor