2. Analisis Pendapatan Beras Organik

1. Petani

Struktur pasar yang dihadapi petani padi organik mendekati pasar monopsoni, dimana petani hanya menjual beras organik yang dihasilkan ke kelompok petani organik dan kelompok petani organik tersebut yang memproses menjadi beras organik dengan merk dagang yang ditentukan kelompok. Merk dagang beras organik di lokasi kajian adalah beras Organik “Balak Gumbregah”. Petani dimungkinkan menjual beras organik yang dihasilkan ke pedagang pengumpul di desa atau dijual secara langsung ke konsumen namun petani tersebut tidak dapat menggunakan merk dagang kelompok tersebut sehingga penentuan harga jual lebih bersifat personal dan bergantung kesepakatan kedua belah pihak. Pada tingkat kelompok, besaran harga beras organik ditentukan dalam rapat kelompok, sehingga bila dilihat sebagai individu produsen beras, petani berperan sebagai penerima harga, namun bila dilihat dalam kapasitasnya sebagai anggota kelompok, petani berperan sebagai penentu harga yang mempunyai posisi tawar yang kuat. Pada saat penelitian dilakukan, harga jual beras organik petani ke kelompok disepakati sekitar Rp 7 000 per kilogram. Variasi harga dari harga kelompok dimungkinkan terjadi karena perbedaan varietas beras yang dijual, namun variasi tersebut relatif kecil. Kondisi berbeda terjadi pada struktur pasar beras non organik yang dihadapi petani di lokasi kajian. Pedagang beras non organik di lokasi kajian cukup banyak. Jumlah pedagang beras atau penggilingan yang membeli gabah atau beras di desa lokasi kajian ada sekitar 5 orang atau unit usaha, dimana masing-masing orang atau unit usaha tersebut mempunyai rekanan yang berperan mengumpulkan hasil panen dari petani baik sebagai penebas atau hanya sebagai penghubung broker. Rekanan pedagang beras tersebut biasanya mendapatkan modal dari para pedagang beras tersebut dengan konsekuensi mereka harus menjual gabah atau beras yang dibeli kepada pedagang beras tersebut. Namun, ada juga yang bekerja secara mandiri sehingga lebih bebas menjual gabah yang dibeli dari petani. Dengan banyaknya pembeli dan penjual produk yang dihasilkan dan produk yang dihasilkan homogen maka pada lingkup wilayah yang luas pasar yang dihadapi petani beras non organik cenderung pada pasar persaingan sempurna, namun pada lingkup wilayah yang lebih kecil, pasar yang dihadapi petani cenderung pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan karena biasanya waktu panen di suatu wilayah bersamaan, karena tingkat kebutuhan petani tinggi, baik untuk modal usahatani selanjutnya atau kebutuhan yang lain, petani cenderung mempunyai posisi tawar yang lebih rendah dibanding pedagang. Kisaran harga gabah kering panen GKP yang diterima petani non organik di lokasi kajian pada musim hujan 20092010 dan musim kemarau 2009 berkisar antara Rp 2 300 – Rp 2 700 per kilogram, sedangkan harga GKP organik di lokasi sampai Rp 2 550 – Rp 2 900 per kilogram. Variasi harga tersebut dipengaruhi varietas, kualitas gabah, sistem pembayaran yang dilakukan, serta posisi tawar masing-masing petani. Pada kelompok padi organik, variasi harga jual lebih dipengaruhi dari varietas padi yang diusahakan. Varietas padi yang mempunyai cita rasa yang tinggi seperti Mentik Wangi, Jasmine, Pandan Wangi, Rojolele yang dibudidayakan secara organik pada umumnya mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding varietas lain yang sama-sama diusahakan secara organik. Pada kelompok padi non organik, variasi harga jual antar petani lebih ditentukan oleh kualitas produk dan posisi tawar petani. Petani yang sebagian biaya usahataninya berasal dari pedagang rata-rata mempunyai posisi tawar yang rendah sehingga petani tersebut lebih lebih sebagai penerima harga dari pedagang pemberi modal tersebut.

2. Pedagang Pengumpul

Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul beras organik yang salah satunya diperankan oleh kelompok tani mengarah ke pasar persaingan monopolistik. Kelompok mampu bertindak sebagai penentu harga beras karena beras yang dihasilkan sudah dikenal dan diakui kualitasnya, sehingga peluang peningkatan pendapatannya besar, namun peluang tersebut belum termanfaatkan karena keterbatasan kemampuan produksi dari kelompok terbatas sebagai akibat keterbatasan dana kelompok dan kesulitan melakukan kontrol kualitas. Pasar yang dihadapi pedagang pengumpul gabah dan beras non organik cenderung kearah pasar oligopsoni, dimana pedagang pengumpul sebagain besar hanya telah mempunyai rekanan dagang dalam memasarkan gabahberas yang dibeli dari petani. Biasanya pedagang pengumpul tersebut telah terikat permodalan dengan pedagang beras yang menjadi rekanannya sehingga ada kewajiban menjual gabahberas kepada pedagang tersebut dan pedagang pengumpul tersebut lebih berperan sebagai penerima harga.

3. Pengecer

Struktur pasar yang dihadapi pengecer beras organik, dimana pada kasus sampel penelitian terutama diperankan oleh TokoKoperasi karyawan RRI Solo