Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik

biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar. Pada penelitian ini biaya pupuk petani organik lebih besar dibanding petani non organik. Hal ini sepintas tidak sejalan dengan tujuan pengembangan pertanian organik, dimana salah satu keuntungan pertanian organik adalah biaya produksi murah. Biaya tunai pupuk pada penelitian ini besar karena tidak semua petani organik memiliki ternak sebagai penghasil bahan baku pupuk organik, sehingga terpaksa harus membeli. Bila semua petani telah mempunyai sumber bahan baku pupuk dari dalam keluarga, maka biaya tunai akan berkurang. Perbedaan pengeluaran tunai pupuk tersebut dapat dilihat dari persentase biaya pupuk dari dalam dan luar keluarga. Biaya pupuk dari dalam dan luar keluarga kelompok petani organik hampir berimbang, sementara pada kelompok petani non organik, hampir semua pupuk berasal dari pembelian. Hal yang sama terlihat pada biaya pestisida dimana petani organik menggunakan pestisida yang dibuat sendiri dari lingkungan sekitar, seperti air jerami dan belerang untuk mengatasi hama walang sangit, rendaman biji nimba untuk mengatasi wereng, nematoda, bakteri, virus, jamur, rendaman daun tembakau mengatasi ulat kambang, penggerek, tungau, nematoda, rendaman daun johar mengatasi berbagai hama, rendaman dlingo dan bengle mengatasi wereng, dan lain-lain. Petani non organik secara umum menggunakan pestisida pabrikan sehingga biaya tunai yang dikeluarkan lebih besar. Perbedaan biaya tunai diantara dua usahatani tersebut juga menunjukkan bahwa pengembangan padi organik secara tidak langsung telah memberikan pendapatan kepada rumah tangga petani. Besarnya pendapatan tersebut sebanding dengan biaya tunai yang seharusnya dikeluarkan bila sarana produksi tersebut harus dibeli. Hal ini menjadi penting mengingat sebagian ketersedian uang tunai besar keluarga pertanian di pedesaan terbatas dan masih mengandalkan tenaga kerja sebagai aset mendapatkan penghasilan. Sumbangan terhadap pendapatan keluarga usahatani padi organik ini perlu menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam melihat manfaat pengembangan pertanian organik. Bila dilihat dari struktur biaya usahatani, terlihat bahwa sebagian besar biaya tunai usahatani dialokasikan untuk biaya tenaga kerja. Kondisi tersebut bisa dipahami mengingat sebagian besar sistem pengupahan yang berkembang di lokasi kajian adalah borongan karena periode pekerjaan dalam usahatani terbatas, dan rata-rata petani mempunyai kegiatan lain. Kegiatan usahatani yang menggunakan sistem borongan antara lain tanam, pengolahan lahan, panen, perontokan, dan peangkutan hasil panen.

7.2. 2. Analisis Pendapatan Beras Organik

Beras organik merupakan beras yang dihasilkan dari usahatani padi organik. Tujuan menghasilkan beras organik pada umumnya karena alasan kesehatan, dan kualitas rasa yang tinggi. Selain berbeda dalam proses usahatani, beras organik biasanya mempunyai perbedaan perlakuan pasca panen dengan beras biasa. Karena perbedaan proses tersebut, harga beras organik selalu lebih tinggi dari beras biasa. Salah satu kelebihan padi organik dibanding dengan padi biasa adalah bahwa pada umumnya beras organik lebih berisi dan tidak mudah pecah, sehingga bila sasaran akhir dari usahatani adalah beras, maka petani akan mendapatkan pendapatan lebih banyak. Artinya nilai tambah yang diperoleh dalam menghasilkan beras organik lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan. Dari bentuk gabah menjadi beras, perbedaan perlakuan pasca panen padi di lokasi kajian praktis hanya dalam kegiatan mengayakansortasi, sementara proses yang lain relatif sama, seperti terlihat pada Tabel 23. Tabel 23. Perbandingan Pendapatan Beras Organik dan Non Organik per Hektar di Lokasi Penelitian Tahun 2010 Organik Non Organik Produksi GKP kg 5 708.89 5 626.77 Produksi GKG kg 4 567.11 4 220.07 Produksi Beras kg 2 968.62 2 658.65 Ongkos giling Rp 200kg 913 421.89 844 015.00 Biaya sortasi Rp.100kg 296 862.11 - Harga beras Rpkg 7 000.00 5 600.00 Nilai beras Rp 20 572 544.43 14 739 540.33 Biaya Total Rp 11 454 690.24 9 959 913.83 Total Pendapatan Beras Rp 9 117 854.18 4 779 626.50 Berdasakan Tabel 23 terlihat bahwa dengan penerimaan 20.57 juta rupiah dan rerata biaya produksi beras organik sekitar 11.45 juta rupiah, maka petani organik memperoleh pendapatan sekitar 9.12 juta rupiah. Sementara penerimaan petani non organik hanya mencapai 14.74 juta rupiah per hektar dengan tingkat pendapatan mencapai sekitar 4.78 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa petani organik mendapatkan nilai tambah sekitar 4.50 juta rupiah per hektar lebih banyak dibanding petani non organik, dengan biaya tunai yang hampir sama, yaitu sekitar 5.23 juta rupiah Tabel 22. Nilai tambah tersebut telah menutup 75 persen kebutuhan biaya usahatani sehingga lebih leluasa dalam menjalankan usahataninya. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi dan beras organik ini, maka pengembangan padi organik sebagai salah satu jenis beras kualitas premium dapat digunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan dalam rangka peningkatan pendapatan petani padi.

7.3. Pemasaran Beras

Sistem pemasaran merupakan bagian yang penting dalam pengembangan suatu komoditas. Tanpa sistem pemasaran yang baik, sebanyak dan sebaik apapun komoditas yang dihasilkan tidak banyak memberikan nilai tambah. Sistem pemasaran sangat berperan menentukan efisiensi pasar suatu barang, termasuk produk pertanian. Pemasaran yang menimbulkan biaya tinggi berdampak bukan saja mengurangi surplus produsen, tetapi juga membebani konsumen. Sistem pemasaran produk pertanian pada umumnya selalu mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada struktur produksi dan konsumsi. Pola pemasaran pangan hasil pertanian juga mempunyai kaitan erat dengan perkembangan ekonomi, karena pemasaran pangan merupakan salah satu subsistem dalam perekonomian secara keseluruhan, sehingga dalam analisis ekonomi pemasaran hasil pertanian perlu pemahaman struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.

7.3.1 Struktur dan Perilaku Pasar Beras

Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara para penjual dengan para pembeli. Pelaku utama yang terlibat dalam pemasaran beras di lokasi kajian adalah petani, kelompok tani, pedagang pengumpul, dan pengecer. Pelaku-pelaku tersebut tidak jarang menjalankan beberapa fungsi sekaligus pemasaran sekaligus. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing pembeli dan penjual dalam pemasaran gabah atau beras organik di lokasi kajian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Petani

Struktur pasar yang dihadapi petani padi organik mendekati pasar monopsoni, dimana petani hanya menjual beras organik yang dihasilkan ke kelompok petani organik dan kelompok petani organik tersebut yang memproses menjadi beras organik dengan merk dagang yang ditentukan kelompok. Merk dagang beras organik di lokasi kajian adalah beras Organik “Balak Gumbregah”. Petani dimungkinkan menjual beras organik yang dihasilkan ke pedagang pengumpul di desa atau dijual secara langsung ke konsumen namun petani tersebut tidak dapat menggunakan merk dagang kelompok tersebut sehingga penentuan harga jual lebih bersifat personal dan bergantung kesepakatan kedua belah pihak. Pada tingkat kelompok, besaran harga beras organik ditentukan dalam rapat kelompok, sehingga bila dilihat sebagai individu produsen beras, petani berperan sebagai penerima harga, namun bila dilihat dalam kapasitasnya sebagai anggota kelompok, petani berperan sebagai penentu harga yang mempunyai posisi tawar yang kuat. Pada saat penelitian dilakukan, harga jual beras organik petani ke kelompok disepakati sekitar Rp 7 000 per kilogram. Variasi harga dari harga kelompok dimungkinkan terjadi karena perbedaan varietas beras yang dijual, namun variasi tersebut relatif kecil. Kondisi berbeda terjadi pada struktur pasar beras non organik yang dihadapi petani di lokasi kajian. Pedagang beras non organik di lokasi kajian cukup banyak. Jumlah pedagang beras atau penggilingan yang membeli gabah atau beras di desa lokasi kajian ada sekitar 5 orang atau unit usaha, dimana masing-masing orang atau unit usaha tersebut mempunyai rekanan yang berperan