Soft System Methodology SSM

60 SSM menyediakan pendekatan yang koheren terhadap pemikiran kelompok dan individual mengenai konteks, kompleksitas dan ambiguitas kebijakan Chapman 2004. SSM berparadigma interpretative Mingers 2000; Jackson 2001; Luckett et al. 2001, sehingga teknik penerapannya di lapangan sangat tergantung dengan konteks penelitian, situasi permasalahan, perilaku aktor-aktor, dan kemampuan pengguna. SSM telah digunakan di banyak bidang dan konteks termasuk di dalamnya manajemen perubahan, perencanaan sistem kesehatan dan medis, perencanaan sistem informasi, manajemen sumber daya manusia, analisis sistem logistik, dan pengembangan sistem pakar Maqsood et al. 2001. Beragamnya bidang pemanfaatan SSM menunjukkan handalnya pendekatan ini dalam membantu pemecahan masalah yang berkaitan dengan kompleksitas interaksi manusia. Holwell 2000 mencatat 250 referensi seperti makalah jurnal, makalah seminar, dan buku teks yang menggunakan pemikiran SSM dalam bidang manajemen. SSM juga telah diaplikasikan dalam bidang manajemen sumber daya alam dan lingkungan. Dalam bidang ini Nidumolu et al. 2006 berhasil memanfaatkan pendekatan SSM untuk menyusun program perencanaan tata guna lahan di India. Bunch 2003 menyatakan, mampu membuat rekomendasi pengelolaan lingkungan bantaran sungai di India. Haklay 1999, menganalisis dampak lingkungan pembangunan perumahan di Israel. Meskipun demikian menurut Eriyatno 2003, Eriyatno dan Sofyar 2007, SSM masih jarang digunakan oleh peneliti dan praktisi di Indonesia. Pada awalnya pendekatan SSM ini terlihat sebagai alat pemodelan biasa, tetapi setelah adanya pengembangan, pendekatan itu telah meningkat sebagai alat pembelajaran dan alat pengembangan sebagai pembantu dalam mengartikan masalah. SSM adalah sebuah metodologi untuk menganalisis dan pemodelan sistem yang mengintegrasikan teknologi hard sistem dan human soft sistem. SSM adalah pendekatan untuk pemodelan proses di dalam organisasi dan lingkungannya dan sering digunakan untuk pemodelan manajemen perubahan, dimana organisasi pembelajaran itu sendiri merupakan manajemen perubahan. SSM adalah proses penelitian sistemik yang menggunakan model-model sistem. 61 Pengembangan model sistem tersebut dilakukan dengan penggalian masalah yang tidak terstruktur, mendiskusikan secara intensif dengan pihak terkait dan melakukan penyelesaian masalah secara bersama. Model SSM telah mengalami sejumlah revisi dan modifikasi selama 1981 hingga 1990, namun model original tujuh tahap merupakan model yang umum digunakan dan akan digunakan dalam tulisan ini. Tujuh tahap tersebut merupakan sejumlah ilustrasi yang disuling dari suatu proses iteratif sehingga dalam prakteknya, proses dapat dimulai dari mana saja. Checkland dan Poulter 2006 menegaskan, bahwa SSM merupakan suatu proses yang berlanjut namun tahapan-tahapan dalam SSM tidak bersifat kaku sehingga dapat disesuaikan dengan situasi dalam pelaksanaannya. Biasanya dalam penggunaannya tidak terpaku, bahwa proses itu harus sekuensial maju, namun gerakan setiap tahapan dalam SSM bisa maju atau mundur ke setiap tahapan Brocklesby 1995. Penelitian dapat dimulai pada setiap tahapan dengan interaksi dan penelusuran ulang sebagai komponen penting Maqsood et al. 2001. Ketujuh tahapan tersebut menurut Checkland dan Poulter 2006 adalah: Tahap I: Memahami situasi permasalahan tidak terstruktur Tahap pertama problem situation considered problematic adalah tahap dimana masalah terlihat tidak berstruktur dengan jelas, masalah tersebut begitu kompleks ada begitu banyak messy didalamnya, masalah tersebut memiliki banyak perspektif atau view. Tahap II: Menyusun gambaran situasi permasalahan rich picture Tahap kedua problem situation expressed, dalam tahap ini masalah telah diungkapkan secara terstruktur melalui tiga analisis. Pertama adalah berupa intervention analysis yaitu menentukan client orang atau sekelompok orang yang menyebabkan intervensi terjadi, problem solver atau partitioners orang atau sekelompok orang yang akan melakukan transformasi, problem owner orang atau sekelompok orang yang berkepentingan atau mendapat pengaruh dari masalah maupun mendapat pengaruh dari penyelesaian masalah atas transformasi yang nantinya dilakukan. Kedua adalah berupa social system analysis yaitu menginvestigasi tiga hal penting dalam diri problem owner yaitu roles, norms dan value . Ketiga adalah berupa political systems analysis yaitu untuk 62 menginvestigasi kuasa atau power yang ada dalam situasi tersebut, kekuasaan dari problem owner seperti apa harus diketahui dengan jelas. Tahap selanjutnya masih dalam tahap 2, akan menghasilkan rich picture yaitu sebuah tahap dimana peneliti dan pembimbing sebagai problem solver mendeskripsikan kompleksitas masalah yang ada gambaran yang detail dan kaya. Rich picture tersebut juga akan menjadi jalan awal bagi peneliti untuk menentukan relevan system dalam persoalan tersebut. Checkland dan Poulter 2006 menyatakan, bahwa gambar pada rich picture menunjukkan hubungan dan penilaian, pencarian simbol untuk menyampaikan ‘perasaan’ mengenai situasi, dan mengindikasikan hubungan yang relevan dengan solusi dari situasi permasalahan. Gambaran yang detail dan kaya dibuat melalui diagram, gambar atau model yang mampu menjelaskan hubungan struktur dan proses organisasi dikaitkan kondisi lingkungan environment organisasi. Struktur mencakup denah fisik, hierarki, struktur pelaporan, dan pola komunikasi baik formal maupun informal. Proses mencakup aktivitas dasar organisasi, seperti alokasi sumber daya, pelaksanaan monitor dan kontrol. Hubungan antara struktur dan proses kemudian diwujudkan dalam bentuk masalah, tugas-tugas dan elemen-elemen lingkungan yang dapat dimengerti dengan mudah. Tahap III: Menyusun definisi permasalahan root definitions Tahap ketiga root definition of relevant purposeful activity systems, merupakan tahap dimana peneliti akan membangun definisi akar permasalahan yang mencakup pandangan tertentu terhadap situasi masalah sesuai dengan perspektif yang relevan. Root definitions RDs ditulis berdasarkan semua informasi tentang organisasi yang telah dikumpulkan, dieksplorasi, dan dibahas melalui tahapan proses SSM sebelumnya. Checkland dan Poulter 2006 menyarankan dalam menyusun RDs menggunakan rumus umum PQR, yaitu mengerjakan P dengan Q untuk mewujudkan R. Dimana PQR menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa . Selanjutnya, dalam tahap ini relevan sistem akan dikendalikan oleh CATWOE Tabel 5. CATWOE adalah C atau customers yaitu penerima manfaat dari proses transformasi. A atau actors yaitu siapa yang melakukan transformasi. T atau 63 transformation process yaitu konversi dari input menjadi output. W atau welltanschauung yaitu worldview yang membuat transformasi berarti dalam konteks. O atau owners yaitu orang yang bisa menghentikan transformasi, dan E atau environment constrains yaitu elemen di luar sistem yang mempengaruhi proses transformasi. Tabel 5 Analisis root definitions C Customer Who would be the victimsbeneficiaries of the purposeful activity? A Actors Who would do the activities? T Transformation Process What is the purposeful activity expressed as Input ---------------------- ---------Transformation----------------------Output? W Weltanschauung What view of the world makes this definition meaningful? O Owner Who could stop this activity? E Environmental Constraints What constraints in its environment does this system take as given? Sumber: Checkland dan Poulter 2006 Tiga kriteria bagaimana proses transformasi ini sebaiknya dilaksanakan sebagai berikut: - efficacy apakah langkah yang dilaksanakan means mendukung hasil akhir? - efficiency apakah sumber daya yang penting dan minimum diperhatikan? - effectiveness apakah proses transformasi dapat membantu mempertahankan tujuan untuk jangka panjang dan ada kaitannya dengan output? Tahap IV: Membuat model konseptual Tahap keempat conceptual models of the system holons named in the root definition adalah tahap dimana peneliti akan membuat model konseptual yang memaparkan bekerjanya sistem sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Sistem dalam tahap ini, menggambarkan input dan output dalam transformasi yang menjadi tujuan. Model konseptual yang dibangun dalam tahapan ini tanpa merujuk pada fakta lapangan real world, tetapi dibangun dari idegagasan peneliti berdasarkan teori yang digunakan Nee 2003 dan aturan formal yang berlaku, sehingga gagasan systems thinking menjadi penting dalam tahapan ini. Menurut Checkland, berpikir serba sistem systems thinking didasari atas dua pasang gagasan, yaitu emergent 64 properties berpasangan dengan hierarchy disebut juga layer structure dalam Checkland dan Poulter 2006, dan communication berpasangan dengan control Checkland Scholes 1990. Selanjutnya, dua pasang gagasan ini membutuhkan sistem untuk keberlangsungan hidup sistem tersebut. Checkland dan Poulter 2006 menyarankan, bahwa dalam pembuatan model konseptual menggambarkan kegiatan sistem dimana elemen-elemen adalah kata kerja aktif dan kata benda yang bisa diukur. Kegiatan tersebut dibuat berdasarkan root definition dan struktur kata kerja mengacu pada logic base Checkland dan Scholes 1990. Tahap V: Membandingkan model konseptual dengan fakta lapangan Tahapan kelima comparison of models and real world yaitu tahap membandingkan model konseptual yang dibuat dengan fakta lapangan. Selain membuat matriks yang berguna dalam membandingkan, peneliti juga akan melakukan diskusi dan debat ke berbagai pihak terkait, khususnya yang menangani persoalan atau yang berkaitan dengan model tersebut. Jackson 2003 menyatakan bahwa untuk menghasilkan perdebatan mengenai perubahan yang meningkatkan situasi problematik, maka perlu dilakukan komparasi antara model konseptual dan fakta lapangan Checkland dan Poulter 2006 mengingatkan, bahwa tahap ini bukanlah dimaksudkan untuk menilai kekurangan situasi problematik fakta lapangan dibandingkan dengan model konseptual yang “sempurna”. Jadi, model konseptual merupakan alat buatan yang didasarkan pada sebuah sudut pandang murni sementara fakta lapangan diwarnai oleh beraneka ragam sudut pandang bahkan di dalam diri satu orang yang terus mengalami perubahan, baik perubahan lambat maupun perubahan cepat. Checkland dan Scholes 1990 mengungkapkan, empat cara untuk melakukan perbandingan yaitu dengan diskusi formal, mempertanyakan secara formal, menulis skenario berdasarkan pengoperasian model, dan mencoba untuk membuat model fakta lapangan dalam struktur yang sama dengan model konseptual. Tahap VI: Menentukan perubahan yang diinginkan Tahap keenam changes, systematically desirable, culturally feasible yaitu tahap dimana peneliti akan melakukan diskusi dan debat terhadap perubahan yang 65 diinginkan dengan berbagai pihak terkait. Perubahan tersebut secara teknik merupakan sebuah kondisi yang semakin baik. Sedangkan perubahan yang feasible adalah apakah secara budaya perubahan tersebut cocok. Perubahan tersebut berupa 1 perubahan prosedur, 2 perubahan struktur, dan 3 perubahan sikap dan budaya. Checkland dan Poulter 2006 menyarankan, tiga aspek yang mesti dipertimbangkan dalam melakukan perbaikan, penyempurnaan, atau perubahan yaitu 1 perubahan yang berkaitan dengan struktur, 2 perubahan yang berkaitan dengan proses atau prosedur, dan 3 perubahan yang berkaitan dengan sikap. Pada tahap enam ini, dilakukan melalui diskusi diantara para pihak yang berkepentingan sehingga dapat diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan perubahan yang memang diharapkan dan layak atau dapat diterima oleh semua pihak. Tahap VII: Melakukan langkah tindakan untuk perbaikan Tahap ketujuh action to improve the problem situation, yaitu melakukan aksi dalam perbaikan yang dilakukan terhadap situasi masalah. Proses implementasi ini mencakup sejumlah langkah 1 siapa yang akan bertanggungjawab dalam aksi, 2 dimana dan kapan aksi itu akan dilaksanakan, dan 3 bagaimana dengan time table . Perubahan sikap dan perilaku dibutuhkan untuk menghasilkan pengaruh terhadap sistem. Tahapan ini membutuhkan komitmen dan tanggungjawab untuk memformulasikan konsep menjadi aksi nyata. Tahap 1, tahap 2, dan tahap 5 termasuk dalam tahap pencarian finding out, tahap 3 dan tahap 4 termasuk dalam tahap berpikir sistem system thinking, dan terakhir tahap 6 dan tahap 7 termasuk dalam tahap mengambil tindakan taking action . Siklus ini akan berulang apabila ditemukan hal-hal yang dipandang perlu diperbaiki ataupun ditingkatkan kualitasnya. Secara singkat proses metode SSM terlihat dalam Gambar 9. 66 Sumber: Chekland dan Poulter 2006 Gambar 9 Proses dasar SSM.

2.6 Tiga Tingkat Kerangka Kelembagaan

Menurut Barney 2007, keunggulan kompetitif yang berkelanjutan terjadi pada level perusahaan atau tataran mikro. Pada konteks penelitian, fakta lapangan real word UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu bersifat kompleks, messy, dan menggambarkan sistem aktivitas manusia human activity systems. Berdasarkan kondisi tersebut, maka daya saing UKM dalam penelitian ini menggunakan tiga tingkat yaitu tataran makro, meso, dan mikro. Nee 2005, mengganggap institusi makro melahirkan kepercayaan trust dalam kegiatan ekonomi. Selanjutnya, melalui new institutionalisms in economy and sociology NIES pada Gambar 10, Nee menjelaskan bagaimana institusi berinteraksi dengan jaringan sosial dan norma-norma sosial untuk mengarahkan tindakan-tindakan ekonomi secara langsung. NIES memiliki fokus untuk menjelaskan cara kerja keyakinan, norma, dan institusi dalam kehidupan ekonomi. NIES juga hadir untuk menentukan dan menjelaskan mekanisme sosial yang turut menentukan hubungan antara kelompok Situasi fakta lapangan 6 Menentukan perubahan yang diinginkan 7 Melakukan langkah tindakan untuk perbaikan 5 Membandingkan 4 2 1 Memahami situasi permasalahan yang tidak terstruktur 2 Menyusun situasi permasalahan rich picture 4 Membuat model konseptual 3 Menyusun definisi permasalahan root definitions Berpikir sistem 67 sosial formal dan informal dalam struktur institusional yang dipantau dan ditegakkan oleh organisasi dan negara. NIES telah memberikan kontribusi untuk menjelaskan munculnya aturan resmi keinstitusian yang membentuk perilaku ekonomi Nee 2005. Sumber: Nee 2005 Gambar 10 Model dari NIES. Model NIES menunjukkan mekanisme kausal yang beroperasi di kedua arah, dari makro ke mikro dan mikro ke tingkat makro analisis Nee 2005. Mekanisme kausal penting dalam analisis ekonomi untuk menentukan struktur insentif organisasi dan perusahaan, seperti halnya dalam peraturan yang mengatur hak milik, pasar, dan perusahaan yang terintegrasi dengan aturan formal dan informal di level meso organisasi dan level mikro kelompok sosial dan individu. Setiap tataran, memiliki analisis hubungan kausal yang berbeda dengan institusi yang terkait di dalamnya.

2.6.1 Tataran Makro

The new institutionalism in economics and sociology menganalisis cara hubungan interpersonal dalam perusahaan dan pasar berinteraksi dengan pengaturan kelembagaan formal. Institusi tidak hanya mencakup kendala formal