Perbandingan Model Konseptual dan Dunia Nyata
184
Tabel 26 Pembentukan SekretariatTim Pokja Pengembangan UKM
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1
Mengumpulkan data dan bahan
- Melalui pembentukan
SekretariatTim Pokja Pengembangan UKM dengan
tugas, pokok, dan fungsi masing-masing di bidangnya,
diharapkan masalah pengorganisasian yang terjadi
pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu akan terselesaikan. Sehingga akan
menghasilkan:
Keterpaduan program, kegiatan, dan anggaran antar
organisasi berjalan dengan baik di bawah koordinator
satu pintu yaitu Sekretariat Tim Pokja Pengembangan
UKM
Pembinaan secara
keseluruhan yang efisien, efektif, dan terkoordinasi
dengan baik dalam mengembangkan UKM
Hal ini juga memperkuat pendapat:
Bromley 1989 yang
mengemukakan fondasi konseptual dari kebijakan
publik
Huseini dan Lubis 2009, Thoha 2002 tentang
organisasi 2
Konsultasi publik
- 3
Menyusun draft rancangan awal
- 4
Membahas draft -
5
Menyempurnakan draft
- 6
Mengajukan rancangan draft SK
- 7
Menetapkan SK Bupati -
Saat ini organisasiinstansi yang memiliki program pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yaitu pemerintah
pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perdagangan; Kementerian Industri; Kementerian Koperasi dan UKM; Kementerian Pekerjaan
Umum, pemerintah daerah Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat; Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu; Dinas Koperasi, UKM,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu; Dinas Bina Marga Kabupaten Indramayu; Bank Indonesia Cabang Indramayu, dan lain-lain,
185
lembaga swasta PT. Pertamina Balongan Kabupaten Indramayu, Bank Perkreditan Rakyat, dan lain-lain yang di dalam cakupan kerjanya antara lain
memiliki tugas dan kewenangan membina UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Selanjutnya, dalam pelaksanaan program dan kegiatan di lapangan
seringkali antar instansiorganisasi menimbulkan tumpang tindih pembinaan maupun pemberian bantuan sarana dan prasarana yang tidak tepat dan efektif.
Kondisi tersebut, boleh jadi malah menambah beban bagi UKM. Pembentukan SekretariatTim Pokja Pengembangan UKM dengan tugas,
pokok, dan fungsi masing-masing di bidangnya, diharapkan masalah pengorganisasian pada tataran makro akan dapat diselesaikan sehingga akan
menghasilkan:
Keterpaduan program, kegiatan, dan anggaran antar organisasi berjalan dengan baik di bawah koordinator satu pintu yaitu SekretariatTim Pokja
Pengembangan UKM
Pembinaan maupun pemberian bantuan sarana dan prasarana yang efisien, efektif, dan terkoordinasi dengan baik dalam rangka pengembangan UKM
sentra industrii pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu Hal ini juga memperkuat pendapat Huseini dan Lubis 2009 bahwa yang
dimaksud dengan organisasi adalah sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota
organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas,
sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya. Menurut Blake dan Mounton, diacu dalam Thoha 2002 pengertian
organisasi dengan mengenalkan adanya tujuh unsur yang melekat pada organisasi yaitu 1 organisasi senantiasa mempunyai tujuan, 2 organisasi mempunyai
kerangkastruktur, 3 organisasi mempunyai sumber keuangan, 4 organisasi mempunyai cara yang memberikan kecakapan bagi anggotanya untuk
melaksanakan kerja mencapai tujuan tersebut, 5 di dalam organisasi terdapat proses interaksi hubungan kerja antara orang-orang yang bekerja sama mencapai
186
tujuan tersebut, 6 organisasi mempunyai pola kebudayaan sebagai dasar cara hidupnya, dan 7 organisasi mempunyai hasil-hasil yang ingin dicapainya.
Struktur organisasi menurut Child, diacu dalam Huseini dan Lubis 2009 antara lain yaitu 1 struktur organisasi memberikan gambaran mengenai
pembagian tugas-tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian- bagian pada suatu organisasi; dan 2 merupakan sistem hubungan dalam
organisasi yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan pengintegrasian segenap kegiatan suatu organisasi, baik ke arah vertikal maupun
horizontal. Menurut pendapat Bromley 1989 yang mengemukakan fondasi konseptual
dari kebijakan publik, dimana memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan, yaitu: policy level, organizational level, operational level.
Policy level diperankan oleh lembaga yudikatif dan legislatif, sedangkan
organizational level diperankan oleh lembaga eksekutif. Adapun operational level
dilaksanakan oleh satuan pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian. Lebih lanjut lagi Bromley 1989 mengingatkan, kebijakan publik
menyangkut dua konsep, yaitu penentuan institutional arrangement dan penentuan “batas-batas otonomi” dalam proses pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, pada masing-masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement
atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat hierarkinya.
Dalam teori yang dikemukakan Bromley, dijelaskan juga mengenai pattern interaction
yang merupakan pola interaksi antara pelaksana kebijakan paling bawah street level bureaucrat dengan kelompok sasaran target group sehingga
menentukan dampak outcome dari kebijakan tersebut. Dampak dari kebijakan yang dilaksanakan dapat berupa keberhasilan atau kegagalan berdasarkan
penilaian masyarakat. Dalam kurun waktu tertentu, hasil yang ditetapkan akan ditinjau kembali assesment untuk menjadi umpan balik feedback bagi semua
level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah perbaikkan atau peningkatan kebijakan.
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu sangat membutuhkan peran pemerintah dalam peningkatan daya saing, namun
187
yang perlu diperhatikan adalah bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan untuk bersaing dengan usaha industri besar tetapi lebih pada
kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Untuk itu, pemerintah pusat dan
daerah perlu segera membentuk SekretariatTim Pokja Pengembagan UKM dalam rangka
meningkatkan koordinasi
agar keterpaduan
dalam setiap
instansiorganisasi baik program, kegiatan, dan anggaran berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Salah satu permasalahan pada tataran makro adalah program dan kegiatan pengembangan UKM melalui APBN dan APBD, belum sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Hal ini disebabkan antara lain:
- Pemerintah pusat dan daerah belum memiliki visi bersama secara jangka
panjang -
Setiap individu dalam organisasi pemerintah pusat dan daerah belum mempunyai rasa saling memiliki dan bekerja sama dengan baik
- Usulan program, kegiatan dan anggaran masih banyak yang berasal dari atas
top down bukan berasal dari bawah bottom up -
Alokasi dana dari APBN untuk UKM terpecah-pecah dengan jumlah yang terbatas sehingga penyaluran bantuan untuk UKM pun tidak terfokus
- Selanjutnya, pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan
dan udang di Indramayu perlu mendapat dukungan yang besar baik dari pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat agar dapat berkembang lebih
kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM, dan upaya pemerintah pusat dan daerah dalam membuat program, kegiatan, dan anggaran yang mampu menyampaikan
kepentingan UKM dan aspirasi masyarakat bottom up.
188
Tabel 27 Mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1 Tataran makro,
mengevaluasi anggaran sebelumnya
Tataran makro, mengevaluasi anggaran
sebelumnya Pengalokasian program dan
kegiatan pengembangan UKM melalui APBD oleh pemerintah
daerah diharapkan sesuai dengan usulan program, kegiatan, dan
anggaran yang berasal dari aspirasi masyarakat bottom up.
Perguruan Tinggi yang berada di luar sistem, namun berkaitan
dengan institusional arrangement, dapat dilibatkan perannya dengan
mendampingi tataran meso koperasi dan asosiasi dan tataran
mikro pelaku usahaUKM dalam pengawalan penyusunan program,
kegiatan, dan anggaran dari mulai persiapan, pembahasan, sampai
dengan tersusunnya konsep APBD. Melalui upaya pengawalan
dan keterlibatan tataran meso, mikro, dan perguruan tinggi
tersebut, diharapkan semua usulan program, kegiatan, dan anggaran
yang disampaikan dapat terpenuhi dan terealisasi sesuai kepentingan
dan kebutuhan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan
dan udang di Indramayu.
Hal ini juga memperkuat pendapat Robbins 2006, Catak Cilingir
2010 tentang anggaran pemerintah
2
Melakukan diskusi dengan tataran meso dan
mikro, untuk menjaring aspirasi masyarakat
-
3
Menyusun usulan program dan kegiatan
pengembangan UKM berdasarkan aspirasi
masyarakat Menyusun usulan
program dan kegiatan pengembangan UKM
4
Melakukan diskusi dan dengar pendapat dengan
tataran meso, mikro, perguruan tinggi, dan
pihak terkait lainnya -
5 Mengajukan usulan
program dan kegiatan ke Bupati
Mengajukan usulan program dan kegiatan
ke Bupati
6 Bupati membahas usulan
program dan kegiatan di tingkat kabupaten
Bupati membahas usulan program dan
kegiatan di tingkat kabupaten
7 Bupati menyampaikan
usulan program dan kegiatan ke tingkat
provinsi Bupati menyampaikan
usulan program dan kegiatan ke tingkat
provinsi
Melalui upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tersebut di atas, diharapkan akan menghasilkan:
Program, kegiatan, dan anggaran yang lebih terfokus bagi UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
Pembinaan, pelatihan, dan bantuan sarana dan prasarana yang sesuai dengan usulan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
189
Hal ini juga memperkuat pendapat Robbin 2006, bahwa anggaran pemerintah sendiri merupakan instrumen yang mencerminkan prioritas
pemerintah dan preferensi warga negara. Anggaran pemerintah inti dari kebijakan publik yang mengindikasikan bagaimana sumber daya publik direncanakan untuk
digunakan dalam rangka mencapai tujuan kebijakan Çatak Çilingir 2010. Efektifitas proses penganggaran dindikasikan salah satunya oleh keterlibatan
pemangku kepentingan. Proses mementingkan stakeholders merupakan salah satu prinsip pelaksanaan tata kelola pemerintahan atau good governance Mattingly et
al. 2009, oleh karena itu dikenal proses penganggaran partisipatif. Penganggaran
partisipatif merupakan cara strategis untuk menciptakan daerah yang lebih demokratis dan berpartisipasi. Peserta harus memutuskan isu-isu lokal yang secara
langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan demikian, partisipasi politik rakyat cenderung meningkat Pinnington et al. 2009. Penganggaran partisipatif
menawarkan beberapa entry point dan tingkat komitmen untuk keterlibatan masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki kepentingan. Dalam banyak
kasus, sebagian orang dengan kepentingan tinggi memainkan peran lebih besar dalam pengambilan keputusan. Sehubungan penganggaran bersifat partisipatif,
maka membuka peluang pengawasan publik, sehingga menciptakan tingkat akuntabilitas dan transparansi yang lebih tinggi dan mengurangi peluang korupsi.
Negara yang menerapkan konsep desentralisasi, mengindikasikan adanya kewenangan yang begitu besar di level daerah untuk merumuskan anggaran.
Dalam hal pemasukan, pemerintah daerah tidak sepenuhnya lepas dari ketergantungan kepada pemerintah pusat. Adanya mekanisme alokasi dana dari
pemerintah yang levelnya lebih tinggi pemerintah pusat, ke pemerintah yang levelnya lebih rendah pemerintah daerah. Dalam lingkup daerah otonom, terjadi
alokasi dana dari pemerintahan daerah ke pemerintahan kecamatan dan desa kelurahan. Roadway dan Shah 2007, diacu dalam Fitriati 2012 menjelaskan
dua jenis transfer keuangan dari pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi, yaitu general purpose transfer
dan specific purpose transfer. Kedua jenis transfer ini menunjukkan adanya mekanisme implementasi program yang disesuaikan dengan
anggaran berbasis kinerja performance based budget yang seharusnya mendukung prinsip money follow function. Kenyataanya di Indonesia, function
190
tidak jalan, kinerja tidak sesuai fungsi, dan aggaran sulit diukur kaitannya dengan kinerja.
Penyusunan anggaran pada level SKPD maupun tingkat pemerintahan yang berada di kecamatan dan kelurahan, merupakan level kebijakan pada tataran
operational level Bromley 1989, diacu dalam Fitriati 2012. Dalam kaitannya
dengan pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu, perencanaan anggaran pada tingkat kelurahan, kecamatan, dan
SKPD, operational level terfasilitasi dalam musrenbang di tingkat masing-masing. Musrembang dilakukan dengan mengundang para pemangku kepentingan yang
terkait. Pada tingkat pemerintah daerah, wujud dari organizational level terfasilitasi dari musrenbang yang diselenggarakan oleh kepala daerah. Output
kebijakan anggaran pada organizational level berupa Rancangan Renja Daerah. Pada level ini, proses musrenbang juga dihadiri oleh pemangku kepentingan yang
terkait di tingkat kabupaten. Selanjutnya, peran policy level dimainkan oleh Kementerian beserta DPR atau Bupati beserta DPRD selaku lembaga legislatif di
tingkat pusat dan daerah. Dalam konteks perencanaan anggaran, peran yang dimainkan berupa menetapkan atau menyetujui anggaran serta mengesahkan Draft
RKA Daerah menjadi RKA KKP. Bromley 1989 menjelaskan bahwa untuk meletakkan fondasi konseptual dari kebijakan publik pada masing-masing level,
maka kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat hierarki.
Dalam kaitannya dengan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu sebagai rujukan penelitian, maka Perguruan Tinggi yang
berada di luar sistem, namun berkaitan dengan institusional arrangement, dapat dilibatkan perannya dengan mendampingi tataran meso koperasi dan asosiasi
dan tataran mikro pelaku usahaUKM dalam pengawalan penyusunan program, kegiatan, dan anggaran dari mulai persiapan, pembahasan sampai dengan
tersusunnya konsep DIPA. Melalui upaya pengawalan dan keterlibatan tataran meso, mikro, dan
perguruan tinggi tersebut, diharapkan mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat dapat terpenuhi dan terealisasi sesuai kepentingan dan kebutuhan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
191
Tabel 28 Peningkatan peran koperasi dan asosiasi
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1 2
3 4
1 Tataran meso menjalin
hubungan dengan tataran makro untuk mendapatkan
pengakuan eksistensi kelembagaan
Tataran meso menjalin hubungan
dengan tataran makro untuk mendapatkan
pengakuan eksistensi kelembagaan
Dalam pengembangannya, koperasi dan asosiasi di
Indramayu yang berdiri karena program pemerintah belum
mampu meningkatkan perannya sebagai fasilitator
yang mewakili kepentingan UKM di tataran mikro.
2 Tataran meso memperoleh
masukan dari tataran makro dan mikro,
perguruan tinggi, masyarakat, dan
pemangku kepentingan lainnya terhadap setiap
kegiatan UKM yang telah dilaksanakan
Tataran meso memperoleh
masukan dari tataran makro dan mikro
untuk kegiatan UKM yang akan
dilaksanakan Koperasi dan asosiasi di
Indramayu perlu meningkatan perannya yang lebih pro aktif
dan dinamis mengikuti perkembangan terkini untuk
mendukung daya saing UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu, melalui
peningkatan SDM koperasiasosiasi,
penyempurnaan ADRT yang lebih bermanfaat, membuat
mekanisme koperasiasosiasi lebih jelas dan sistematis.
Hal ini memperkuat pendapat: Barbara 1995 dan Soekanto
2002 tentang peran dan peranan.
3
Mengikuti atau terlibat dalam program dan
kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan UKM,
baik dalam bentuk seminar, pameran, dan
Musrenbang Kabupaten -
4 Melakukan diskusi dan
rapat dengar pendapat
hearing dengan berbagai pemangku kepentingan,
termasuk perguruan tinggi -
5
Mengikuti perancangan Rencana Kerja Anggaran
RKA yang berkaitan dengan UKM oleh setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD sebelum
dikonsultasikan dengan Bappeda
-
6
Mengikuti Musrenbang Kabupaten dengan
mengundang pemangku kepentingan seperti Kepala
Dinas dan perangkat SKPD terkait, dll
-
7
Menyampaikan program dan kegiatan kepada
pemerintah daerah yang berkaitan dengan UKM
pada setiap SKPD -
192
1 2
3 4
8
Melakukan proses negosiasi untuk membuat
kesepakatan
collective action dengan tataran
makro -
9
Meningkatkan peran koperasi dan asosiasi
sebagai fasilitator yang mewakili kepentingan
UKM di tataran mikro -
Koperasi Kerupuk Mitra Industri KKMI Indramayu dan Asosiasi Pengusaha Kerupuk Indramayu APKI yang ada saat ini, belum memiliki peran
yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih
rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi dan asosiasi
itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi dan asosiasi
itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Masyarakat belum tahu betul bahwa dalam koperasi dan asosiasi konsumen,
juga berarti pemilik, dan berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi dan asosiasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus.
Ditambah lagi, adanya kegiatan koperasi dan asosiasi yang memanfaatkan program bantuan atau dukungan pemerintah bagi kepentingan pribadi pemburu
rente. Koperasi dan asosiasi di Indramayu perlu meningkatan perannya yang lebih
pro aktif dan dinamis mengikuti perkembangan terkini untuk mendukung daya saing UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
Pemerintah pusat dan daerah agar memperkuat dan memantapkan asosiasi dan koperasi usaha yang telah ada, sehingga asosiasi dan koperasi dapat meningkatkan
perannya masing-masing antara lain dalam peningkatan SDM dan manajemen, pengembangan jaringan informasi usaha, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk
pengembangan UKM khususnya bagi usaha anggotanya.
193
Menurut Barbara 1995 peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Soekanto 2002 mendefinisikan, peranan merupakan aspek
dinamis kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.
Sitio dan Tamba 2001 mengemukakan, bahwa koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang
memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan
jasmaniah para anggotanya. Asosiasi, persatuan antara rekan usaha; persekutuan dagang; perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama; tautan dalam
ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera; berasosiasibergabung, berhubungan
antara cita-cita, gambar, angan-angan, dan lain-lain; mengasosiasikan membayangkan sesuatu pikiran, anggapan, dan lain-lain atas dasar kesan-kesan
yang sudah ada; pengasosiasian dan hal cara, perbuatan mengasosiasikan. Coleman 1988 mendefinisikan modal sosial sebagai entitas-entitas yang
berbeda, yang memiliki dua elemen yang sama, terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan memfasilitasi tindakan aktor aktor pribadi maupun
perusahaan dalam struktur organisasi. Konsep ini memperluas konsep asosiasi vertikal maupun horizontal dan perilaku antar entitas.
Terkait masalah peran koperasi dan asosiasi di Indramayu sebagai fasilitator yang mewakili kepentingan UKM di tataran mikro, adalah koperasi dan asosiasi
yang bukan organisasi bentukan underbow pemerintah maupun bukan pelaku tunggal yang bergerak sendiri. Koperasi dan asosiasi ini merupakan model hybrid
campuran yang paling mendekati the nature of industry, sebagai bentuk dinamika antara kelompok sosial di level mikro dengan struktur tata kelola di
level meso yang menjamin pengembangan UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu.
194
Tabel 29 Peningkatan kualitas SDM
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1
Menjalin dan membangun hubungan dengan tataran
makro, meso, dan unit usaha penunjang lembaga
pembiayaan permodalan, lembaga pendidikan
pelatihan, dll untuk pengakuan eksistensi
kelembagaan Menjalin dan
membangun hubungan dengan
tataran makro dan meso untuk
pengakuan eksistensi kelembagaan
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu perlu mengembangkan atau
meningkatkan kualitas SDM nya melalui keikutsertaan
dalam kegiatan pendidikan, pelatihan, training, studi
banding dll.
UKM juga perlu menyediakan anggaran khusus untuk
kegiatan peningkatan kualitas SDM nya.
2
Melakukan diskusi utuk mendapatkan masukan
tentang keteranpilan SDM dari semua pihak terkait
Melakukan diskusi utuk mendapatkan
masukan tentang keteranpilan SDM
dengan tataran makro
3 Mendapatkan pembinaan
pelatihan keterampilan SDM dari tataran makro, meso, dll
Mendapatkan pembinaan pelatihan
keterampilan SDM dari tataran makro
Selajutnya, pemerintah pusat dan daerah, lembaga
pembiayaankeuangan, koperasi, asosiasi, dan pihak
terkait lainnya juga perlu meningkatkan perannya dalam
mendukung atau memberdayakan UKM.
Hal ini juga memperkuat pendapat Saydam 2005,
Notoatmodjo 2003 tentang SDM dan keterampilan SDM
4
Menyediakan anggaran khusus untuk kegiatan
peningkatan keterampilan SDM, melalui kerja sama
dengan lembaga keuangan permodalan, unit usaha
besar, dll -
5 Melakukan kerja sama dengan
lembaga pendidikanpelatihan, studi banding, dll
- 6
Meningkatkan kualitas SDM dalam rangka mendukung daya
saing UKM -
Permasalahan kualitas SDM ini timbul akibat tingkat pendidikan SDM pada UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu yang
masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hasil produksi.
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas SDM antara lain 1 perencanaan tenaga kerja, untuk merencanakan jumlah dan jenis tenaga kerja
195
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan guna mencapai tujuan perusahaan; 2 rekruetmen atau penarikan SDM, agar perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja
sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dan dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tersebut maka dapat
ditempatkan sesuai dengan keahliannya masing-masing; dan 3 pengembangan tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihantraining, sehingga dapat
meningkatkan SDM yang pontensial tersebut menjadi tenaga kerja yang produktif, mampu dan terampil serta menjadi efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
organisasi yang selanjutnya dapat mengurangi ketergantungan organisasi untuk menarik karyawan baru.
Kesimpulan tersebut selaras dengan pendapat Saydam 2005, mengatakan bahwa sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan tidak saja
sebagai objek dianggap sebagai salah satu produksi tetapi sebagai subjek yang menentukan keberhasilan organisasi itu untuk mencapai tujuan. Selanjutnya
dikatakan bahwa SDM paling menetukan dibanding dengan mesin-mesin atau peralatan apapun yang ada dalam perusahaan itu. Belum dapat dibayangkan suatu
organisasi dapat berjalan lancar tanpa ada sumber daya manusia SDM di dalamnya.
Menurut Notoatmodjo 2003, bahwa keterampilan SDM menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik kualitas fisik dan aspek non fisik kualitas non fisik
yang menyangkut kemampuan bekerja, berfikir dan keterampilan-keterampilan lain. Hal ini juga memperkuat pendapat Werther dan Davis 1996 bahwa SDM
adalah manusia yang siap, mau, dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan perusahaan.
Kualitas SDM menurut Ruky 2003 adalah tingkat pengetahuan, kemampuan, dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh SDM. Tingkat itu
dibandingkan dengan tingkat yang dibutuhkan dari waktu ke waktu oleh organisasi yang memiliki SDM tersebut. Kemampuan pegawai sebagai SDM
dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya untuk peningkatan produktivitas kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsur
terpenting yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan dan mengembangkan misinya.
196
Selanjutnya, keterampilan sumber daya UKM berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan, pengalaman, kinerja yang dimiliki UKM dalam
melaksanakan aktvitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawab anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Nawawi 2000 bahwa pelatihan merupakan
peningkatan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan seseorang dan dapat digunakan untuk pengembangan pegawai dalam menghadapi
peningkatan tanggung jawabnya pada masa mendatang bersamaan dengan peningkatan kepangkatannya serta dilakukan untuk pegawai lama dan baru.
Nawawi 2000 menyatakan bahwa kinerja dalam arti untuk prilaku dalam bekerja performance yang positif, merupakan gambaran kongkrit kemampuan
dalam mendaya gunakan sumber-sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi non
profit. Kinerja yang tinggi terlihat dari proses pelaksanaan pekerjaan yang berlangsung efektif dan efisien, yang terus menerus diperbaiki kualitasnya.
Disamping itu juga dapat diketahui dari prestasi atau hasil kerja yang berkualitas, dan selalu sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat yang dilayani,
sebagai bukti bahwa sumber-sumber kualitas berdaya guna secara efektif. Selanjutnya, tataran mikro pelaku usahaUKM memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso koperasi dan asosiasi yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee 2003, embeddedness
digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang
dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga
menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan. Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya peningkatan kualitas SDM
untuk memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di antara para tataran makro, meso, dan mikro. Selain itu, tataran meso harus
persuasif dalam meminta partisipasi dari pelaku tataran mikro untuk mengikuti program-program penguatan dan pemberdayaan UKM. Perilaku individu yang
197
saling terkait dan saling memengaruhi melalui alat komunikasi yaitu interaksi sosial.
Tabel 30 Pemenuhan modal usaha
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1
Menjalin dan membangun hubungan dengan tataran
meso, makro, dan unit usaha penunjang untuk
pengakuan eksistensi kelembagaan
Menjalin dan membangun hubungan
dengan tataran makro dan perbankan untuk
pengakuan eksistensi kelembagaan
UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan
udang di Indramayu diharapkan menjalin interaksi,
dan mendapatkan memperoleh masukan dari pemerintah pusat
dan daerah, asosiasi, dan koperasi dalam pemenuhan
modal usaha.
2
Melakukan diskusi untuk mendapatkan masukan
tentang permodalan dengan semua pihak
terkait Melakukan diskusi
untuk mendapatkan masukan tentang
permodalan dengan tataran makro
Pemerintah juga perlu memperluas skim kredit khusus
dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM,
untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa inansial formal, sektor jasa
finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana
modal ventura. Pembiayaan untuk UKM
sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro
LKM yang ada, maupun non bank. LKM bank antara Lain:
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan
Rakyat BPR.
Hal ini juga memperkuat pendapat Sawir 2005
tentang permodalan 3
Mendapatkan bantuan permodalan dari tataran
makro, meso, dll Mendapatkan bantuan
permodalan dari tataran makro
4
Melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan
permodalan, dll dalam pemberian kredit
pinjaman modal usaha Melakukan kerja sama
dengan lembaga keuanganpermodalan
dalam pemberian kredit pinjaman modal
usaha
5 Pemenuhan modal usaha
untuk keberlangsungan produksi
Pemenuhan modal usaha untuk
keberlangsungan produksi
Permasalahan modal ini timbul akibat produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja dengan besaran terbatas,
sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Kesulitan untuk menambah modal usaha memberikan berbagai dampak kepada UKM, diantaranya adalah
sulitnya 1 melakukan perluasanakses pasar, 2 meningkatkan kelembagaan, 3 mendapatkan bahan baku, 4 melakukan peningkatan kemampuan SDM
198
khususnya dalam peningkatan kualitas mutu dan pengembangan produk, dan 5 melakukan promosi usaha.
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kapasitas modal bagi UKM antara lain 1 meningkatkan akses ke lembaga pembiayaan usaha dengan
memenuhi aspek legalitas usahasesuai persyaratan yang diminta; dan 2 melakukan kemitraan dengan sesama UKM maupun usaha besar, dll.
Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro LKM yang ada, maupun non bank. LKM bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat BPR.
Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani
UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM. Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan
dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
Kesimpulan tersebut selaras dengan pendapat Levin dan Tadeli 2002, berdasarkan hasil risetnya tentang cost and benefit partnership organization,
menyimpulkan bahwa organisasi yang melakukan kemitraan memperoleh beberapa hal 1 dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya, 2 dapat
meningkatkan profitnya secara maksimum, 3 kemitraan cenderung dapat meningkatkan kinerja sumber daya manusia yang ada, dan 4 organisasi yang
bermitra dapat saling mengontrol kualitas produk yang dihasilkan. Ketersedian modal akan memperlancar kegiatan usaha, sehingga dapat
mengembangkan modal itu sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Sawir 2005 bahwa modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Menurut Adnan dan
Kurniasih 2000 bahwa gabungan modal yang terdiri dari modal sendiri dan modal asing pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan modal guna
199
menjalankan usahanya sampai pada suatu volume penjualan yang diharapkan. Volume penjualan yang meningkat, pada umumnya akan disertai dengan
peningkatan produksi dalam jangka panjang diikuti pula oleh perkembangan usaha tersebut. Peningkatan volume penjualan ini, pada akhirnya akan
meningkatkan pangsa pasar dan mencerminkan daya saing yang tinggi. Selanjutnya, tataran mikro pelaku usahaUKM memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso koperasi dan asosiasi yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee 2003, embeddedness
digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang
dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga
menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan. Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya pemenuhan modal usaha
untuk memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di antara para tataran. Selain itu, tataran meso harus persuasif dalam meminta
partisipasi dari pelaku tataran mikro untuk mengikuti program-program penguatan dan pemberdayaan UKM.
Saat ini ketersediaan bahan baku ikan sulit dikendalikan, ada dua kesulitan yang dihadapi yaitu 1 sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak karena
tergantung dari hasil melaut nelayan sehingga harga ikan sulit terkontol, dan 2 bahan baku ikan tidak tahan lama disimpan dalam cool boxwadah penyimpanan,
sehingga harus segera diproses. Kondisi lain yang sering terjadi yaitu tidak tersedianya modal pada saat harga ikan naik atau saat pesanan bahan baku ikan
datang, sehingga menyebabkan keberlangsungan produksi terganggu yang pada akhirnya dapat mengakibatkan proses produksi terhenti sama sekali.
Kesulitan dalam keberlangsungan produksi memberikan berbagai dampak kepada UKM, diantaranya adalah 1 sulitnya melakukan pengelolaan usaha, 2
sulitnya meningkatkan usaha, dan 3 produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan permintaan konsumen.
200
Tabel 31 Pemenuhan bahan baku
No Model Konseptual
Dunia Nyata Refleksi dengan Kerangka
Teori dan Penyelesaian Masalah
1 Menjalin dan membangun
hubungan dengan tataran makro, meso, dan unit usaha
penunjang untuk pengakuan eksistensi kelembagaan
Menjalin dan membangun hubungan
dengan tataran makro untuk pengakuan
eksistensi kelembagaan UKM sentra industri
pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
diharapkan menjalin interaksi, dan mendapatkanmemperoleh
masukan dari pemerintah pusat dan daerah, koperasi dan
asosiasi, dalam pemenuhan bahan baku.
Selain itu juga terbentuk kerja sama dengan lembaga
keuangan, dalam pemberian modalkredit pinjaman.
2
Mempererat hubungan keterlekatan melalui
keterlibatan pelaku usaha UKM pada program
kegiatan tataran meso, seperti diskusi, sarasehan,
seminar maupunpameran -
3
Melakukan kerja sama dengan lembaga
pembiayaan keuangan, dll untuk ketersediaan
anggaran pembelian bahan baku
Melakukan kerja sama dengan lembaga
pembiayaan keuangan untuk ketersediaan
anggaran pembelian bahan baku
Serta kerja sama pemenuhan bahan baku dengan unit usaha
penunjang TPI, pemasok bahan baku di dalam atau di
luar sentra, dan usaha besar sehingga kelancaran proses
produksi tidak terganggu.
Hal ini juga memperkuat pendapat Tambunan 2001,
Skousen 2004 tentang bahan baku
4 Melakukan interaksi dan
kerja sama dengan TPI, pemasok bahan baku di
dalamluar sentra, unit usaha besar, dll
Melakukan kerja sama dengan pemasok bahan
baku di luar sentra
5 Pemenuhan bahan baku di
UPI Pemenuhan bahan baku
di UPI
Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan keberlangsungan produksi bagi UKM antara lain 1 meningkatkan modal usaha, 2 mengelola ketersediaan
bahan baku di UPI; 3 melakukan kemitraankelembagaan untuk menunjang pengadaan bahan baku; dan 4 meningkatkan kerja sama dengan sesama UKM
atau pemasok bahan baku. UKM sentra industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu
diharapkan menjalin interaksi, dan mendapatkanmemperoleh masukan dari pemerintah pusat dan daerah, asosiasi, dan koperasi dalam pemenuhan bahan
baku, dan terbentuk kerja sama dengan lembaga keuangan dalam pemberian modalkredit pinjaman serta kerja sama pemenuhan bahan baku dengan unit usaha
penunjang TPI, pemasok bahan baku di dalam atau di luar sentra, dan usaha besar sehingga kelancaran proses produksi tidak terganggu.
201
Menurut Tambunan 2001, salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan usahadaya hidup adalah pengadaan bahan baku. Suatu proses
produksi sangat bergantung pada pengadaan bahan baku, karena keberadaan bahan baku merupakan bahan dasar atau bahan utama yang digunakan dalam
proses produksi. Keberadaan bahan baku akan sangat mempengaruhi daya hidup usaha atau keberlangsungan produksi karena bahan baku merupakan mata rantai
dalam proses produksi yang pada akhirnya akan menentukan besarnya laba yang dihasilkan.
Menurut Skousen dan Smith 2004, bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi. Kieso et al. 2002 menyatakan
bahwa bahan baku yang ada ditangan tetapi belum dialihkan ke produksi dilaporkan sebagai persediaan bahan baku. Menurut Niswonger et al. 1999
menyatakan persediaan bahan baku terdiri dari biaya bahan langsung dan bahan tidak langsung yang belum memasuki proses produksi.
Menurut Sofjan 2008, pembelian bahan baku merupakan salah satu fungsi yang penting dalam berhasilnya operasi suatu perusahaan. Fungsi ini dibebani
tanggung jawab untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas bahan-bahan yang tersedia pada waktu dibutuhkan dengan harga yang sesuai dengan harga yang
berlaku. Pengawasan perlu dilakukan terhadap pelaksanaan fungsi ini, karena pembelian menyangkut investasi dana dalam persediaan dan kelancaran bahan ke
dalam pabrik. Selanjutnya, bahwa bahan baku merupakan barang-barang yang digunakan
untuk diproses yang kemudian menjadi produk, dimana bahan baku tersebut harus berkualitas sehingga produk yang dihasilkan bermutu tinggi. Pemenuhan bahan
baku adalah salah satu faktor produksi paling penting dalam menjaga keberlangsungan kegiatan usaha produksi pada UKM sentra industri pengolahan
kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Selanjutnya, tataran mikro pelaku usahaUKM memperkuat intensitas dan
kualitas hubungan melalui keterlibatan diri dalam setiap kegiatan tataran meso koperasi dan asosiasi yang diproyeksikan untuk pengembangan UKM sentra
industri pengolahan kerupuk ikan dan udang di Indramayu. Menurut Nee 2003, embeddedness
digunakan untuk memecahkan masalah kepercayaan dan berfokus
202
pada sistematika pola hubungan pribadi dengan transaksi ekonomi yang dilakukan. Hubungan interpersonal memainkan peran dalam hal pengamanan
kepercayaan dan pelayanan saluran informasi. Pendekatan embeddedness juga menekankan solusi informal untuk mengatasi masalah kepercayaan.
Tataran meso secara rutin memfasilitasi upaya pemenuhan bahan baku untuk memperkuat hubungan dan interaksi, serta membangun keterlekatan di antara para
tataran. Selain itu, tataran meso harus persuasif dalam meminta partisipasi dari pelaku tataran mikro untuk mengikuti program-program penguatan dan
pemberdayaan UKM.