Pengembangan UKM dengan Pendekatan Sentra Clustering

40 lokasi tertentu dalam wadah kelembagaan usaha bersama yang dikelola secara profesional. Purwadarminta 2002 menyatakan bahwa sentra adalah tempat yang terletak di tengah-tengah bandar, dsb; titik pusat; pusat kota, industri, pertanian, dsb; sentral. UNIDO 2001 mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan secara sektoral dan secara geografis yang memproduksi dan menjual serangkaian produk-produk yang berhubungan, atau produk-produk yang saling melengkapi, dan mereka menghadapi tantangan dan peluang yang sama. Porter 2001 menggunakan istilah klaster untuk menunjukkan sekelompok perusahaan yang saling terhubung berdekatan secara geografis dengan institusi- institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus, terhubung dengan kebersamaan dan saling melengkapi. Porter percaya, bahwa hubungan di dalam klaster industri lebih menguntungkan karena berdekatan. Berdasarkan definisi di atas, suatu klaster industri dapat termasuk pemasok bahan baku dan input yang spesifik atau perluasan ke hilir, ke pasar atau ke para eksportir. Sebuah klaster menurut pengertian Porter 2002 juga termasuk lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, penyediaan jasa, dan lembaga lain yang mendukung perusahaan-perusahaan klaster, di bidang-bidang seperti pelatihan atau penelitian kejuruan lingkup geografis klaster sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau jalan di daerah kota, sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Fujita dan Thiesse 2002 menyatakan bahwa fenomena sentrakawasan clustering muncul dari kajian geographical economics, dimana pengertian cluster adalah lokasi yang memiliki nilai ekonomis, karena adanya aglomerasi berbagai keterampilan yang saling terkait sehingga membentuk pola kerja sama yang saling menguntungkan. Kaitan dengan perkembangan UKM, kecenderungan pertumbuhan kawasan UKM terjadi karena munculnya tesis flexible specialization yang ditulis dari berbagai pengalaman di sentra-sentra bisnis di Eropa khususnya Italia. Dikatakan bahwa pada saat industri besar di Eropa mengalami kelesuan, justru sentra UKM berbasis tradisional di Italia mampu menghasilkan produk yang inovatif dan mengembangkan jaringan pasar sampai antar negara. 41 Pengalaman ini menunjukkan UKM memiliki fleksibilitas bentuk produksi, skala produksi, dan orientasi pasar. Kerja sama antar unit usaha mampu memberikan kemampuan dan kecepatan mengisi pasar daripada usaha besar. Perkembangan kawasan UKM di Indonesia, banyak terjadi secara alami. Kebijakan kawasan UKM yang dirancang melalui pendekatan kemitraan, baru dilakukan secara sistematis pada tahun 1974 dengan usulan program Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil BIPIK berpola hubungan bapak-anak angkat foster parent. Pola ini terjadi hubungan sub-ordinat antara pengusaha besar dan kecil, namun demikian pengalaman menunjukkan, bahwa pola interaksi bapak- anak angkat memberikan keberhasilan bagi UKM khususnya dalam hal pemindahan pengetahuan. Setelah berjalan selama 20 tahun, baru pada era reformasi dirancang kebijakan kawasan UKM oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. S ebuah “Strategi Industri Nasional” pada tahun 2001 yang menekankan skema pemberdayaan UKM melalui pola kawasan dengan kerja sama yang sejajar antara UKM dengan berbagai lembaga pemerintah, swasta, bisnis, dan perguruan tinggi. Menurut Tambunan 2005, sebagian besar UKM di Indonesia berada pada posisi sub-ordinat perusahaan besar yang menguasai bidang strategis industri tertentu. Hal ini menjadikan modal pengetahuan, khususnya modal eksternal menjadi semakin penting. Strategi pengembangan UKM dapat dilakukan dengan kolaborasi kekuatan elemen-elemen yang mempengaruhi perkembangan bisnisnya pada suatu tempat yang disebut dengan sistem kawasan clustering. Kawasan UKM terpadu merupakan salah satu proses pengembangan ekonomi dengan metode mempersatukan berbagai kekuatan industri yang saling berkaitan dalam suatu wilayah demikian dikemukakan dalam acuan dari OECD. Porter 1998, diacu dalam Hofe dan Chen 2006 mendefinisikan clustering sebagai “...geographically proximate group of interconnected enterprise and associated insititution in particular field”. Tambunan 2005 memberikan acuan pendekatan pengembangan industri berbasis kawasan terpadu, yaitu pengembangan sentra-sentra industri UKM dalam suatu lingkup wilayah yang berisi berbagai proses yang saling berkaitan seperti unit produksi, unit bahan baku, sumber tenaga kerja, sumber permodalan, dan unit pemasaran. 42 Model pemberdayaan UKM melalui sistem kawasan dapat dibedakan secara vertikal maupun horizontal. Pengertiannya adalah 1 Kawasan UKM dengan pola integrasi vertikal mengacu kepada upaya untuk mendekatkan hubungan proses- proses bisnisnya. Suatu kawasan UKM terdapat kekuatan pemasok bahan baku, pemasar, saluran distribusi, sumber tenaga kerja, dan sumber pembiayaan. Kerja sama horizontal memberikan keuntungan skala ekonomis serta memungkinkan efisiensi biaya produksi dan tenaga kerja Tambunan 2005. Lingkup dalam pengembangan pengetahuan, diperoleh proses pembelajaran bersama collective learning process yang dapat menjadi tempat berlangsungnya transaksi ide yang disebut dengan collective exchange and developed ideas dan mengelola pengetahuan organisasi ADB 2001, dan 2 Kawasan UKM dengan pola integrasi horizontal mengacu kepada upaya untuk mengumpulkan bisnis UKM sejenis dalam satu kawasan sehingga memudahkan pembinaan, pemberian bantuan teknis dan permodalan, serta jaminan kebersinambungan bisnisnya. Jenis pola usaha pada suatu kawasan UKM, terdapat berbagai jenis atau satu jenis pola usaha. Jejaring horizontal memungkinkan penguatan bidang permodalan dan penyerapan teknologi. Pembentukan sentra-sentra industri UKM memberikan keuntungan pembinaan dan pengembangan, baik secara kelembagaan UKM maupun personal pelaku bisnis. Verhess dan Meulenberg 2004 mengemukakan bahwa kawasan sentra UKM memungkinkan pengembangan jaringan kerja sama antar institusi bisnis, publik, perguruan tinggi, dan perbankan Gambar 6. Akibatnya, pelaku bisnis di sentra UKM mendapatkan berbagai kemudahan yang berkaitan dengan pembiayaan dan permodalan, produksi dan pemasaran, serta penerapan teknologi Chrisman Mullan 2004. Berbagai hal yang digambarkan dalam konteks pengembangan di sentra UKM, memberikan acuan perlunya pengelolaan kolektivitas dan kolegalitas dalam kawasan UKM. Pengembangan kawasan UKM berbasis kawasan terpadu banyak dijumpai di Indonesia, hampir semua provinsi mengembangkan sentra UKM dalam upaya membangun sektor bisnis non formal tersebut agar kompetitif. Secara teoritis, sentra UKM memiliki kesempatan tumbuh lebih besar dibandingkan UKM yang tidak berada di kawasan terpadu. Anglomerasi keterampilan, pengembangan 43 manajemen, sistem kualitas, dan permodalan menjadi alasan yang memudahkan kawasan terpadu lebih mudah berkembang. Selain kolektivitas internal dan eksternal, kawasan memiliki posisi penting dalam pengembangan kekuatan nilai- nilai strategis. Sumber: Verhess dan Meulenberg 2004 Gambar 6 Jaringan kelembagaan dalam klaster UKM di Indonesia.

2.3 Pengolahan Kerupuk Ikan dan Udang

Kerupuk ikan menurut Standar Nasional Indonesia SNI No. 01-2713-2009 adalah suatu produk makanan kering, yang dibuat dari tepung pati, daging ikan dengan penambahan bahan-bahan lainnya dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Kerupuk udang menurut SNI No. 01-2714-2009 adalah hasil olahan dari campuran yang terdiri dari udang segar, tepung tapioka, dan bahan-bahan lain yang dicetak, dikukus, diiris, dan dikeringkan. Kerupuk merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Kerupuk biasa dikonsumsi sebagai makanan kecil, makanan selingan ataupun lauk pauk walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kerupuk dikenal oleh semua usia maupun tingkat sosial masyarakat. Kerupuk mudah diperoleh di berbagai tempat baik di warung, supermarket maupun restoran. Kerupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan baku dan cara pengolahannya. Lembaga Pendukung Pemerintah Pusat dan Daerah Lembaga Diklat Teknis Perusahaan Besar Klaster UKM dan jaringan internal klaster UKM Universitas Perbankan dan Keuangan Pemasok Klaster UKM Konsultan Jasa Bisnis 44 Menurut Afrianto dan Liviawaty 2005, alur proses pengolahan kerupuk Gambar 7 meliputi: penyiapan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggilingan, pembuatan adonan, pencampuran adonan, pelembutan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, penjemuran, sortir, pengemasan, dan penyimpanan. Sumber: Afrianto dan Liviawaty 2005 Gambar 7 Alur proses pengolahan kerupuk. Berdasarkan bahan bakunya, kerupuk dapat dibagi menjadi kerupuk ikan, kerupuk udang, kerupuk bawang dan jenis kerupuk lainnya sesuai dengan bahan dasar pembuatannya. Menurut cara pengolahannya kerupuk dikelompokan atas kerupuk yang digoreng dan kerupuk yang dipanggang atau dibakar. Kerupuk dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu kerupuk yang bersumber protein baik protein nabati atau hewani dan kerupuk yang tidak bersumber dari protein. Menurut Sukirno 2006, terdapat bermacam-macam jenis kerupuk yang pembuatannya menggunakan bahan baku yang berbeda-beda. Jenis kerupuk seperti namanya: kerupuk ikan merupakan kerupuk yang berbahan baku ikan; dan kerupuk udang merupakan kerupuk yang berbahan baku udang atau kerupuk yang Adonan tepung tapioka tepung tapioka yang diberi air dingin Pencetakan Pengukusan Tepung tapioka, garam, gula, telur dicampur Ikan dan bumbu dicampur hingga merata Ikanudang dibersihkan, dibuang tulang dan kulitnya, dicuci kemudian dihaluskan Pemotongan Penjemuran Pendinginan Pengepakan