Tataran Meso Tiga Tingkat Kerangka Kelembagaan

69 sebagai sebuah tata kelola governance, dimana dalam tata kelola terjadi transaksi atau interaksi antara individu. Transaksi dengan pihak luar dipengaruhi oleh lingkungan kelembagaan yang tingkatannya lebih tinggi. Perubahan pada lingkungan kelembagaan berpengaruh pada transaksi yang terjadi antara individu dalam tata kelola. Transaksi dalam suatu tata kelola juga dipengaruhi oleh sifat individu yang cenderung oportunis dan dibatasi rasionalitas yang ada. Williamson 1994 mengatakan, bahwa tata kelola perusahaan berkaitan dengan masalah oportunisme dan mengurangi risiko penyimpangan kinerja agen. Berkaitan dengan oportunisme dan penyimpangan kinerja agen dalam organisasi, konsep rent seeking dan opportunistic behavior dapat menjelaskan fenomena ini. Rent seeker merupakan individu yang menggunakan undang-undang dan peraturan pemerintah untuk mentransfer kekayaan sewa untuk diri mereka sendiri Johnsen 1991. Sehubungan dengan teori kelembagaan, suatu kelembagaan dianggap dapat mempengaruhi keberhasilan rent seeking. Becker 1983 mengajukan gagasan mengenai teori kepentingan pribadi private interest berkaitan dengan konsep rent seeking. Konsep rent seeking memiliki analisis penekanan pada insentif bagi pihak swasta untuk berinvestasi dalam kegiatan mencari sewa. Terkait dengan perusahaan sebagai suatu organisasi non profit dalam level meso, organisasi melalui tindakan kolektif melobi perubahan aturan formal yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi Nee 2005. Asosiasi dan pelobi profesional dapat bertindak sebagai agen mewakili kepentingan individu di level mikro. Selanjutnya dalam pasar kompetitif, tekanan pada perusahaan-perusahaan yang lolos dari proses seleksi memerlukan sebuah tindakan strategis, berbeda dengan tekanan legitimasi pada orientasi organisasi non profit yang tergantung pada pemerintah dalam hal sumber daya. Upaya organisasi mendapat legitimasi sebagai penggerak yang mendorong konformitas dengan aturan kelembagaan dan praktik melalui pemaksaan, normatif, dan mekanisme. Legitimasi penting untuk perusahaan sebagai wujud dalam investasi perusahaan dalam mempromosikan merek, nama pengakuan, reputasi untuk 70 keandalan dan kualitas layanan atau produk dan kebutuhan hukum pada negara yang didorong oleh kepentingan kelangsungan hidup perusahaan dan profitabilitas di pasar yang kompetitif. Bagi organisasi non profit, legitimasi merupakan modal sosial social capital penting yang meningkatkan peluang untuk mengoptimalkan akses ke sumber daya langka. Baik organisasi profit atau non profit, legitimasi dapat dilihat sebagai kondisi yang memungkinkan organisasi untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup mereka dan keuntungan yang terjamin di pasar ekonomi dan politik.

2.6.3 Tataran Mikro

Granovetter 2005 dalam artikelnya “Economic Action Social Structure” menunjukkan, bahwa aktor tidak akan berperilaku atau memutuskan tindakan sebagai atom yang berada di luar konteks sosial. Tindakan aktor selalu bertujuan yang embedded dengan konkrit dalam sistem relasi sosial yang sedang berlangsung. Granovetter berpandangan bahwa hubungan sosial, daripada pengaturan institusional atau moralitas umum misalnya keyakinan bersama dan norma, bertanggungjawab dalam produksi, kepercayaan dalam kehidupan ekonomi. Nee 2005 menjelaskan model kausal dalam NIES dengan mengintegrasikan temuan mikro berdasarkan rasionalitas sebagai konteks terikat, dipengaruhi oleh hubungan sosial dan norma, dengan kerangka ekonomi institusional. Berkaitan dengan spesifikasi mekanisme tingkat mikro, sosiologi organisasi menekankan tindakan organisasi berorientasi untuk meniru, menyesuaikan, dan decaupling. Selanjutnya, peraturan-peraturan dipantau dan ditegakkan oleh negara, seperti halnya pada kerangka organisasi yang mendasari struktur sosial dari lingkungan kelembagaan. Nee 2005 mengemukakan adanya mekanisme integrasi hubungan formal dan informal pada setiap level kausal mikro, meso, dan makro berupa lingkungan kebijakan policy environment. Pada akhirnya, pendekatan NIES telah membuka pengetahuan mengenai bagaimana lingkungan kelembagaan pada tiga tingkat makro, meso, dan mikro yang turut mempengaruhi perilaku ekonomi. 71

2.7 Riset Tindakan Action Research

Menurut Creswell 2010 dalam kaitannya dengan strategi penelitian kualitatif, mengkategorikan penelitian ini sebagai penelitian studi kasus riset tindakan. Denzin dan Lincoln 2000 memasukkannya, pada jenis penelitian riset tindakan. Riset tindakan, menawarkan berbagai fitur yang menyumbangkan alat yang sangat kuat powerful tool bagi para peneliti yang tertarik dalam penelitian mengenai kajian manusia, teknologi, informasi, dan sosial-budaya. Tidak seperti pendekatan penelitian lainnya, seperti percobaan laboratorium, yang berjuang untuk mempertahankan relevansinya terhadap fakta lapangan, “laboratorium” riset tindakan adalah fakta lapangan real world itu sendiri. Burns 2005 melakukan klasifikasi pada tiga jenis riset tindakan, yaitu 1 riset tindakan teknis atau technical AR, 2 riset tindakan praktis atau practical AR, dan 3 riset tindakan kritis atau critical AR Tabel 6. Pelaksanaan dalam penelitian riset tindakan dimulai dengan perencanaan, eksekusi intervensi, observasi, dan refleksi, sebelum akhirnya peneliti akan kembali membuat perencanaan dan terlibat dalam siklus baru Checkland 1991; Zuber-Skerrit 1991; Dick 1993. Perencanaan yang dibuat peneliti, secara tipikal, harus berkaitan dengan masalah sosial atau praktis daripada berkaitan dengan pertanyaan teoretis Kemmis 1988. Peters dan Robinson 1984 menegaskan bahwa peneliti perlu melampirkan pentingnya nilai, kepercayaan dan tujuan dari partisipan, karena peneliti berupaya untuk mengubah realitas sosial menjadi lebih baik dalam referensi kerangka yang bebas emancipatory frame of reference. Barton et al. 2009 menyatakan bahwa penelitian ilmiah scientific research dan riset tindakan action research bukanlah pendekatan ilmu pengetahuan yang saling berkompetisi satu sama lain, melainkan saling melengkapi complementary. Lebih lanjut lagi, Barton at al. 2009 menyatakan bahwa riset tindakan dan positivis memainkan peran komplementer dalam cakupan metode ilmiah dimana hipotesis diusulkan, diuji, dan ditindak sepanjang proses logis yang dapat dijelaskan oleh referensi dalam membingkai framing hipotesis pada konteks sistem terbuka dan tertutup. Namun Blum, diacu dalam