Kerjasama Antara Sub Terminal Agribisnis STA dengan Pedagang Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen Analisis Efisiensi Tataniaga

92 membantu petani yang belum memiliki pasar. PPK juga terbantu dengan adanya pasar sasaran atas wortel yang dibelinya dari petani.

c. Kerjasama Antara Sub Terminal Agribisnis STA dengan Pedagang

Pengecer Bentuk kerjasama yang terjalin antara kedua belah pihak ini STA dan pedagang pengecer yaitu STA secara kontinyu dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemasaran dan menyalurkan wortel kepada pedagang pengecer sehingga pedagang pengecer selalu memiliki persedian wortel untuk memenuhi permintaan konsumen akhir. Sehingga kerjasama yang terjalin akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

d. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen

Kerjasama antara pedagang pengecer dan konsumen yang dimaksud ialah kerjasama yang terbentuk di Pasar Senen dan Supermarket. Selanjutnya konsumen akhir mempersiapkan biaya berupa modal untuk membeli wortel dari pedagang pengecer tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka analisis tentang perilaku pasar wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 16. 93 Tabel 17. Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Saluran dan Lembaga Tataniaga Perilaku Pasar Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga I Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga II Petani v - v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga III Petani v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga IV Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v Sub Terminal Agribisnis STA v v v Pedagang Pengecer v v v Keterangan : v Dilakukan oleh lembaga tataniaga - Tidak dilakukan oleh lembaga tataniaga

6.4 Keragaan Pasar

Keragaaan pasar umumnya dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga wortel, keuntungan lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat serta nilai margin yang terletak pada saluran tataniaga. Pada Tabel 18 dapat dilihat presentasi total biaya tataniaga, keuntungan, dan margin tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. 94 Tabel 18. Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Uraian Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Biaya Tataniaga 37,47 23,11 25,67 20,45 Keuntungan 39,19 58,00 61,96 29,85 Margin Tataniaga 76,67 81,11 87,63 50,30 Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa perbedaan-perbedaan antara biaya tataniaga, keuntungan serta margin tataniaga wortel yang diperoleh. Pada saluran tataniaga I, saluran tataniaga II dan saluran tataniaga III terdapat margin yang tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik pasar yang dihadapai oleh ketiga saluran tataniaga tersebut merupakan pasar persaingan sempurna yaitu ang dicirikan dengan banykanya penjual dan pembeli, produk yang dijual homogen, mudahnya keluar masuk pasar serta tidak adanya hambatan untuk masuknya pelaku pasar kedalam pasar tersebut.

6.4.1 Margin Tataniaga

Efisiensi tataniaga suatu produk salah satunya dapat dilihat melalui analisis margin tataniaga yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi disetiap lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Besar dan kecilnya margin tataniaga dapat ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga. Besarnya biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga sesuai dengan saluran-saluran yang ditempuhnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain biaya tenaga kerja, penyusutan, transportasi, pengemasan, komunikasi, bongkar muat, retribusi, listrik dan sewa kios. Sedangkan dari sisi keuntungan dapat diukur dari besarnya imbalan jasa yang diterima atas biaya yang dikelurkan dalam penyaluran wortel. Pada saluran tataniaga I, petani tidak mengelurkan biaya tataniaga tetapi biaya ditanggung oleh PPK selaku lembaga tataniga selanjutnya. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh PPK yaitu sebesar Rp 372,5kg wortel. Biaya tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, penyusutan, pengemasan, komunikasi dan 95 listrik yang masing-masing sebesar Rp 200kg, Rp 100kg, Rp 40kg, Rp 2,5kg dan Rp 10kg wortel. Lembaga lain yang terlibat dalam saluaran tataniaga I yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer, dimana total biaya yang dikeluarkan masing- masing sebesar Rp 295,42kg dan Rp 456,26kg wortel. Lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar yaitu pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 743,74kg wortel. Keuntungan yang diperoleh PPK tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer. Hal ini terjadi karena jauhnya jarak antara kedua lembaga ini sehingga harga yang diterapkan oleh pedagang pengecer lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada PPK karena biaya-biaya yang dikeluarkan. Pada saluran tataniaga II, yang terlibat antara lain petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Dalam saluran ini, sama halnya dengan saluran tataniaga I dimana petani tidak mengeluarkan biaya tataniga. Total biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer tersebut masing-masing sebesar Rp 583,90kg dan Rp 456,26kg wortel. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua lembaga tataniaga tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, transportasi, penyusutan, pengemasan, sewa kios, bongkar muat, retribusi dan listrik. Pada saluran tataniga III petani mengambil peran PPK dan pedagang besar karena dalam hal ini petani langsung mendistribusikan wortel yang dipanennya ke pedagang pengecer yang berada di Bogor. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp 265,83kg wortel yang terdiri dari biaya panen, pencucian, sortasi, pengemasan dan pengangkutan. Keuntungan yang diperoleh petani pada saluran tataniaga III ini cukup besar yaitu sebesar Rp 1101,22kg wortel dari harga jual Rp 1.800kg. Pedagang pengecer selaku lembaga yang menerima wortel sekaligus mendistribusikan kembali wortel ke konsumen akhir mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 632,64kg dengan keuntungan diterima yaitu sebesar Rp 1067,36 kg dari harga jual Rp 3.500kg. Pada saluran tataniaga IV hampir sama halnya dengan saluran tataniaga I, perbedaannya terletak pada peran pedagang besar dilakukan oleh STA. Petani dalam saluran tataniaga ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya tersebut ditanggung oleh PPK. Biaya yang dikeluarkan PPK terhitung sebesar Rp 96 180kg yang terdiri atas biaya tenaga kerja, transportasi,penyusutan, pengemasan, dan biaya listrik. Keuntungan yang diperoleh PPK sebesar Rp 420kg. PPK kemudian mendistribusikan wortel ke STA yang kemudian dilakukan beberapa perlakuan. Biaya yang dikeluarkan STA sebesar Rp 554,89kg dengan keuntungan sebesar Rp 645,11kg dari harga jual sebesar Rp 2.600kg wortel. Wortel selanjutnya didistribusikan kepada pedagang pengecer. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 632, 64kg dengan keuntungan sebesar Rp 767,36kg dari harga jual sebesar Rp 4.000kg. Berikut adalah rincian perhitungan dari biaya, margin dan keuntungan tataniaga wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Lampiran 3.

6.4.2 Farmer’s Share

Hasil pembagian harga yang diterima oleh petani dibandingkan dengan harga di konsumen akhir dapat diketahui dengan menggunakan analisis Farmer Share’s. Farmer Share’s ditentukan dalam persentase perbandingan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir, dimana farmer’s share juga memiliki hubungan negatif dengan margin tataniaga. Semakin tinggi margin tataniaga maka sebaliknya bagian yang didapatkan oleh petani akan semakin kecil. Bagian harga terbesar dalam saluran tataniaga wortel terdapat pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 51,43 persen karena petani bertindak juga sebagai PPK dan pedagang besar. Sedangkan farmer’s share terkecil terjadi pada saluran tataniaga II yakni sebesar 18,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa padia saluran tataniaga tersebut kurang menguntungkan karena terdapat margin yang cukup besar antara harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada saluran tataniaga I dan IV cukup menguntungkan dibandingkan dengan saluran tataniaga II. Pada saluran tataniaga II dan IV pedagang besar dan STA juga menyakurkan wortelnya ke pasar modern supermarket, farmer’s share atas penjualan wortel ke pasar modern akan semakin kecil diakibatkan oleh margin tataniaga yang semakin besar. Farmer Share’s pada sistem tataniaga wortel dapat dilihat pada Tabel 19. 97 Tabel 19. Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Saluran Tataniaga Harga di Tingkat Petani RpKg Harga Di Tingkat Konsumen Akhir RpKg Farmers Share Pasar Lokal Pasar Modern Pasar Lokal Pasar Modern Saluran Tataniaga I 700 3000 - 23,33 - Saluran Tataniaga II 850 4500 6470 18,89 0,13 Saluran Tataniaga III 1800 3500 - 51,43 - Saluran Tataniaga IV 800 4000 6800 20,00 0,12

6.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya

Analisis rasio keuntungan biaya digunakan untuk mengukur penyebaran keuntungan pada setiap loembaga tataniaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga. Pada saluran tataniaga I petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga sehingga tidak dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya. Tiga lembaga tataniaga yang dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya yaitu PPK sebesar 0,61, pedagang besar sebesar 0,69 dan pedagang pengecer sebesar 1,63. Total rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga I yaitu sebesar 2,93 yang berarti bahwa setiap Rp 1kg yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,93. Pada saluran tataniaga II total rasio keuntungan dan biayanya mencapai 5,50 yang menandakan bahwa setiap Rp 1kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,50. Pada saluran tataniaga ini hanya terdapat dua lembaga tataniaga yang dapat dilihat rasio keuntungan dan biayanya yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga III memiliki rasio keuntungan dan biaya sebesar Rp 5,83kg yang menunjukkan bahwa setiap Rp 1kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,83. Dalam saluran ini lembaga yang dapat dianalisis rasio keuntungan biayanya adalah petani dan pedagang pengecer. Pada saluran ini petani dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya karena pada 98 saluran tataniaga ini, petani mengeluarkan biaya tataniaga tidak sama halnya dengan petani pada saluran I dan II. Sedangkan pada saluran tataniaga IV terdapat tiga lembaga tataniga yang dapat dianalisis rasio keuntungan dan biayanya yaitu PPK, STA dan pedagang pengecer. Jumlah rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh pada saluran tataniaga ini yaitu sebesar Rp 4,70kg. Dengan kata lain bahwa setiap Rp 1kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,70. Berdasarkan uarain diatas rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 5,83. Pada Tabel 20 dapat dilihat mengenai rincian perhitungan rasio keuntungan dan biaya lembaga-lembaga tataniaga pada masing-masing sluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. Tabel 20. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga I II III IV Petani Li 1.101,23 Ci 265,83 Rasio LiCi 4,14 PPK Li 227,50 420,00 Ci 372,50 180,00 Rasio LiCi 0,61 2,33 Pedagang Besar STA Li 204,58 466,10 645,11 Ci 295,42 583,90 554,89 Rasio LiCi 0,69 0,80 1,16 Pedagang Pengecer Li 743,74 2.143,74 1.067,36 767,36 Ci 456,26 456,26 632,64 632,64 Rasio LiCi 1,63 4,70 1,69 1,21 Keterangan : Li : Keuntungan Ci : Biaya 99

6.5 Analisis Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu pemasaran suatu produk atau jasa. Efisiensi tataniaga dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang konsumen pembeli dan sudut pandang penjual. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara konsumen dan produsen. Penjual menganggap suatu sistem tataniaga efisien apabila dapat menghasilkan keuntungan tinggi baginya. Sebaliknya konsumen menganggap sistem tataniaga efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga yang rendah. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mubyarto 1994, bahwa efisiensi tataniaga dapat tejadi jika : 1 Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan, 2 Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konseumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Efisiensi tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dapat dilihat dengan membandingkan total biaya yang dikeluarkan, penerimaan petani berdasarkan harga yang dijual di lembaga terakhir, dan margin tataniaga. Berikut merupakan indikator efisiensi tataniaga wortel pada masing-masing saluran tataniaga di Kecamatan Pacet Kabupaten Bogor tahun 2012. Tabel 21. Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur per kilogram pada Tahun 2012 Saluran Pemasaran Keuntungan RpKg Total Biaya RpKg Margin Rp Farmer Share LiCi I 1.175,82 1.124,18 2.300 23,33 1,05 II 2.609,85 1.040,15 3.650 18,89 2,51 III 2.168,59 898,47 1.700 51,43 2,41 IV 1.832,47 1.367,53 3.200 20,00 1,34 Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet yang paling efisien dapat dilihat dari beberapa langkah analisis diantaranya : 1 Mengetahui nilai margin yang terjadi di setiap saluran tataniaga yang terdiri dari lembaga tataniaga yang 100 terlibat pada saluran tersebut. Saluran III merupakan saluran tataniaga yang memiliki margin terkeci yaitu sebesar Rp 1.700. Nilai itu terjadi karena pendeknya saluran tataniaga atau sedikitnya lembaga tataniaga yang terlibat. Dari sisi margin margin tataniaga yang diperoleh, saluran tataniaga III dapat dikatakan lebih efisien dari saluran tataniaga lainnya. Namun hal ini belum dapat secara umum menentukan apakah saluran III lebih efisien dari saluran tataniaga lainnya. Untuk itu perlu dianalisis lebih lanjut. 2 Mengetahui nilai farmer’s share pada setiap saluran tataniaga, berdasarkan Tabel 21 farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran III sebesar 51,43 persen. Tingginya farmer’s share pada saluran tataniaga III disebabkan oleh tingginya harga jual ditingkat petani yang disebabkan oleh petani mengambil peran PPK dan pedagang besar. Dari kedua indikator tersebut saluran tataniaga III dikatakan sebagai saluran tataniaga yang paling efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Saluran tataniaga III juga dapat dikatakan efisien jika merajuk pada konsep efisien pemasaran menurut Mubyarto 1994. Saluran tataniaga III Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya. Hal ini sesuai dengan total biaya dari masing-masing saluran tataniaga pada Tabel 21. Saluran tataniaga I, II, III, dan IV masing-masing mengeluarkan total biaya tataniaga sebesar Rp 1.124,18, Rp 1.040,15, Rp 898,47, dan Rp 1.367,53. Dari biaya tersebut, saluran tataniaga III mengeluarkan biaya yang paling kecil. Dari keempat saluran tataniaga tersebut juga saluran III merupakan salah satu saluran yang mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20. Pada saluran I dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan yang cukup merata yang dapat dilihat dari Rasio LiCi. Pedagang pengecer umumnya mendapatkan rasio keuntungan yang lebih besar karena secara kuantitas yang dijual lebih sedikit dibanding dengan pedagang besar dan PPK. Rasio LiCi yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga yang telibat PPK, pedagang besar dan pedagang pengecer pada saluran tataniaga I yaitu 0,61, 0,69 dan 1,63. Namun jika dilihat dari rasio LiCi secara keseluruhan, saluran tataniaga I 101 memberi keuntungan yang kecil yaitu sebesar Rp 1,05 dari setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan. Saluran tataniaga II secara teknis lebih melibatkan sedikit lembaga tataniaga dibanding saluran tataniaga I. Saluran tataniaga II tidak mampu memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen. Hal ini ditunjukkan pada kesenjangan dari Rasio LiCi antara pedagang besar dan pedagang pengecer yaitu masing-masing sebesar 0,80 dan 4,70 ,eskipun secara keseluruhan rasio LiCi yang dihasilkan pada saluran tataniaga ini paling besar yaitu sebesar 2,51. Saluran tataniaga III melibatkan dua lembaga tataniaga yaitu petani dan pedang pengecer. Masing-masing memperoleh LiCi sebesar 4,14 dan 1,69. Hal ini dirasa cukup adil mengingat bahwa petani lebih banyak melakukan fungsi- fungsi tataniaga karena mengambil peran pedagang besar dan PPK. Selain itu, secara keseluruhan saluran tataniaga III memberikan LiCi cukup besar yaitu sebesar 2,41. Saluran tataniaga IV kurang dapat memberikan kesejahteraan yang merata kepada setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio LiCi masing lembaga tataniaga yaitu PPK sebesar 2,33, STA sebesar 1,16 dan, pedagang pengecer sebesa 1,21. Tidak meratanya kesejahteraan pada saluran tataniaga IV dapat dilihat pada LiCi yang diterima PPK jauh lebih besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lain padahal secara teknis, fungsi dan aktivitas yang dilakukan tidak banyak dilihat dari Li yang kecil. Selain itu secara total LiCi yang diperoleh tidak begitu besar yaitu sebesar 1,34. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga di Kecamatan Pacet untuk komoditas wortel dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga yang paling efisisen yaitu saluran III dimana dari saluran tersebut mengeluarkan biaya terendah, pembagian kesejahteraan yang merata, margin yang paling kecil serta Farmer;s Share yang paling besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya.Secara keseluruha juga saluran tataniaga III mampu memberi keuntungan yang cukup besar sesuai dengan Li Ci Tabel 21 sebesar 2,41 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 2,41. 102 Dengan demikian petani sebaiknya menggunakan saluran tataniaga III karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar untuk petani dan biaya yang dikeluarkannya lebih kecil. Akan tetapi untuk menjalankan sistem saluran tataniaga III petani harus mempunyai kekuatan dari sisi modal dan pasar, karena pada saluran ini dimana petani mengambil peran tataniaga lainnya sepeprti PPK dan pedagan besar. Oleh sebab itu sangat dibutukan adanya kombinasi modal, akses pasar dan akses informasi pasar. 103

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul kebun PPK, Sub Terminal Agribisnis STA, pedagang besar sampai pedagang pengecer. Dari masing- masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniga wortel sampai ke konsumen terdapat empat saluran tataniaga. Masing-masing lembaga tataniaga menghadapi proses tataniaga yang berbeda yang dan dapat dilihat berdasarkan fungsi- fungsi pemasaran, struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar. Fungsi –fungsi yang dilakukan oleh lembaga –lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik, namun belum tepat dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, PPK dan sebagian pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar cenderung mengarah ke pasar persaingan oligopoli. Dan sebagian pedagang pengecer supermarket menghadapi struktur pasar oligopoli. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktek penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga tataniaga. 2. Analisis terhadap sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet menunjukkan bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda sesuai dengan fungsi tataniaga yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Marjin terbesar terdapat pada saluran II dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga III lebih efisien jika dilihat dari nilai margin yang merata di setiap lembaga