siswa bila akan menghadapi metode ini, khususnya bagi siswa yang tidak siap.
40
f. Tujuan dan Prinsip-prinsip Pemberian Tugas
Agar pemberian tugas memberikan efek yang baik, maka guru dalam memberikan tugas perlu memperhatikan, mengarahkan dan membimbing
siswa sehingga maksud dan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Adapun maksud dan tujuan pemberian tugas
antara lain: Untuk memelihara dan memantapkan tingkah laku yang telah dipelajari. Untuk melatih keterampilan, konsep, dan prinsip yang baru saja
dikembangkan untuk memperoleh pengertian yang lebih dalam tentang konsep itu. Untuk mengingatkan kembali dan memelihara topik-topik yang
telah dipelajari sebelumnya. Menurut Hartono Kasmadi pemberian tugas mempunyai maksud dan
tujuan sebagai berikut. Latihan dan keterampilan, serta untuk menambah kecepatan belajar dan keakuratan belajar. Membaca, meresapkan, dan
meringkas apa yang dipelajari. Mendorong siswa untuk bertanggung jawab terhadap pelajaran. Mengembangkan belajar mandiri.
41
Menurut I wayan Laba dalam catatan harian penelitiannya menyatakan maksud dan tujuan dari pemberian tugas antara lain untuk
memelihara dan memantapkan tingkah laku yang dipelajari, melatih keterampilan, konsep, dan prinsip yang baru saja dikembangkan untuk
memperoleh pengertian yang lebih dalam tentang konsep itu, dan terakhir adalah mengingatkan kembali serta memelihara topik-topik yang sudah
dipelajari.
42
Dari uraian diatas, maka dapat penulis katakan bahwa tujuan dari pemberian tugas ini diharapkan mematangkan konsep yang dipelajari siswa
serta memeliharanya dan mengingatkannya.
40
Siti Masruroh, op cit., h. 13
41
Ibid., h. 17
42
I Wayan Laba, op cit., h. 4
7. Pendampingan Belajar
Scaffolding
Kata Scaffolding berasal dari kerja WOOD, Bruner dan Ross 1976. Kata Scaffolding dikembangkan sebagai metafora untuk menggambarkan tipe
pendampingan yang dilakukan guru untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam proses Scaffolding, guru membantu siswa menguasai tugas atau konsep yang tidak
dapat dikuasai siswa jika dipelajari sendiri. Guru menawarkan pendampingan hanya untuk hal yang membutuhkan kemampuan lebih dari kemampuan siswa.
Untuk lebih pentingnya lagi adalah membiarkan siswa untuk menyelesaikan tugas sebanyak yang mereka bisa, tanpa didampingi. Guru hanya bertindak untuk
membantu siswa dengan tugas yang melebihi kemampuan siswa pada umumnya. Kesalahan pada siswa akan dimaklumi, tetapi, guru harus memberikan umpan
balik dan mengarahkan tindakan yang tepat, siswa mampu mencapai tujuan dari tugasnya. Saat siswa mengambil tanggung jawab untuk menguasai tugas, guru
memulai proses fading atau pengurangan scaffolding secara berangsur-angsur, yang membuat siswa mampu bekerja sendiri. Scaffolding sebenarnya adalah suatu
jembatan yang digunakan untuk sesuatu yang sudah dimengerti siswa ke hal yang belum diketahui siswa.
Orang dewasa membimbing anak-anak dalam penggunaan dukungan yang dikalibrasi dengan benar pada sebuah instruksi, memimpin anak-anak dalam tugas
yag diselesaikan dengan baik. Dalam latihan tersebut memliki 6 fitur yakni: rekrutmen, dengan memasukkan hal yang menarik bagi anak-anak dalam suatu
tugas; mengurangi derajat kebebasan, untuk menghindari kelebihan anak dengan menggunakan kenaikan langkah dalam proses pemecahan masalah; menjaga
arahan, selama menjaga anak untuk mencapai tujuan; penandaan fitur penting, untuk menggambarkan perhatian anak pada hal yang signifikan; pengontrolan
frustrasi, untuk menjamin bahwa anak tersebut akan mendapatkan gangguan yang minimal saat menyelsaikan tugas; dan mencontohkan, atau mendemonstrasikan
solusi pada langkah tugas, yang anak-anak dapat tiru pada bentuk yang seharusnya.
43
43
Nancy Boblett, Scaffolding: Defining the Metaphor, Columbia :Columbia University, 2012, h. 2
Irina menyatakan dalam catatan harian penelitiannya, “Some other texts
focus on the techniques of scaffolding as various forms of adult support: demonstration; dividing a task into simpler steps; providing guidelines; keeping
attention focused McDevitt Ormrod, 2002 as well as providing examples and questioning Eggen Kauchak, 1999. Breaking content into manageable pieces
also seems to be a common feature of scaffolding that has been emphasised in the texts Berk, 2002; Eggen Kauchak, 1999; McDevitt Ormrod, 2002; Krause et
al., 2003.” yang berarti bahwa beberapa teks lain terfokus pada teknik Scaffolding dengan berbagai bentuk bimbingan dari orang dewasa, seperti :
demonstrasi, pembagian tugas menjadi langkah sederhana, menjaga fokus perhatian sekaligus memberikan contoh dan pertanyaan. Membagi konten menjadi
bagian yang teratur sepertinya terlihat fitur umum dari Scaffolding.
44
Berbagai uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Scaffolding adalah suatu bentuk pendampingan pengajar terhadap siswa dalam mengerjakan
tugasnya, menjelaskan atau menginstruksikan tugas menjadi lebih sederhana untuk dimengerti siswa.
8. Konsep Jaringan Tumbuhan
Pada kurikulum 2013 yang terbaru jaringan tumbuhan dialokasikan pada kelas xi semester ganjil. Pada kompetensi dasar disebutkan “mengidentifikasi
struktur jaringan tumbuhan dan mengaitkannya dengan fungsinya, menjelaskan sifat totipotensi sebagai dasar kultur jaringan.”
45
Pada kompetendi dasar ke-3 siswa dituntut untuk menguasai suatu konsep jaringan tumbuhan dalam ranah
kognitif, yang dapat dipahami lewat bahan ajar materi yang disampaikan guru melalui ceramah, media audio, visual maupun audio-visual, sehingga akhirnya
siswa akan dapat membangun sendiri dan mendeskripikan sendiri pengetahuan yang didapatnya.
44
Irina Verenikina.,Understanding Scaffolding and the ZPD in Educational Research, Australia : University of Wollongong, h. 12
45
Anonym, Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas SMAMadrasah Aliyah MA, Jakarta:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, h. 118
Guru dapat menggunakan media pendukung dalam menunjang konstruksi pengetahuan siswa, misalnya dengan menggunakan media pembelajaran yang
interaktif, karena pada konsep jaringan tumbuhan ini sangat cocok untuk dipresentasikan dalam media audio-visual, konsepnya yang cukup abstrak untuk
dibayangkan atau dipikirkan oleh siswa akan sangat membosankan jika dibawakan hanya melalui metode ceramah atau membaca bahan ajar berupa
textbook atau mengerjakan tugas berupa soal saja. Kompetensi inti ke-
4 disebutkan “mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.”
46
Siswa dituntut untuk dapat mengetahui dan memahami keterkaitan suatu konsep dalam kehidupan
nyata dengan mampu bertindak sesuai dengan kaidah keilmuan, dalam hal ini guru dituntut untuk membawa siswa menggali potensi afektif siswa, tidak hanya
ranah kognitif saja, karena siswa juga harus mengetahui manfaat dan keterkaitan suatu konsep dengan kehidupannya, hal tersebut dapat diwujudkan dengan
membuat suatu kegiatan praktik maupun observasi bersama sehingga tujuan dari kompetensi inti tersebut dapat dapat tercapai.
Secara umum jaringan tumbuhan ini membahas tentang struktur jaringan pada tumbuhan monokotil dan dikotil, letak dan fungsi jaringan, pengenalan
bioteknologi pada jaringan tumbuhan kepada siswa. Hal nyata yang dapat dikaitkan dengan konsep ini adalah siswa dapat memahami struktur jaringan
tumbuhan yang dapat dilihat di kesehariannya dengan mendetail, mengetahui fungsi dan letak jaringan, serta sedikit banyak mengetahui kaitan antara jaringan
tumbuhan dengan bioteknologi kultur jaringan. Karena konsep ini tak hanya dilihat langsung oleh siswa secara kasat mata, struktur jaringan yang bersifat
mikroskopis dan cara kerja atau fungsinya masih terlalu abstrak jika hanya dilihat secara kasat mata, maka guru akan terbantu dengan penggunaan media
pembelajaran yang bersifat audio, visual, maupun audio-visual agar segala rasa ingin tahu siswa dapat terjawab.
46
Ibid., h. 120