Analisis Kepuasan Kerja dan Motivasi Karyawan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk PT BMI Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991 yang diprakarsai oleh beberapa tokoh Majelis Ulama Indonesia MUI dan beberapa cendekiawan Muslim yang kemudian tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI serta Pemerintah. PT BMI Tbk mulai beroperasi 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. PT BMI Tbk memperoleh dukungan dari tokoh-tokoh dan pemimpin Muslim terkemuka serta beberapa pengusaha Muslim, pendiriannya juga mendapat dukungan masyarakat berupa komitmen pembelian saham senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan Akta Pendirian Perseroan di Istana Bogor, diperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat sebesar Rp 22 miliar sehingga menjadi Rp 106 miliar sebagai wujud dukungannya. Pada 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, PT BMI Tbk berhasil menyandang predikat Bank Devisa. Pada upaya memperkuat permodalan, PT BMI Tbk berupaya mencari pemodal potensial dan mendapat tanggapan positif dari Islamic Development Bank IDB yang berkedudukan di Jeddah, Saudi Arabia. Pada 21 Juni 1999, IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham PT BMI Tbk. Kurun waktu antara 1999 sampai 2008 merupakan masa yang penuh tantangan dan keberhasilan bagi PT BMI Tbk. Pada periode 1999-2008, PT BMI Tbk berhasil membalikkan keadaan dari kondisi rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. PT BMI Tbk berhasil melalui masa sulit dan bangkit dari keterpurukan yang diawali dengan pengangkatan direksi baru dari internal. Di tahun 2004, sebuah inovasi lahir untuk mengawal fatwa MUI tentang haramnya bunga bank, yaitu dengan diluncurkannya produk Shar-E. PT BMI Tbk kemudian mengembangkan strategi WAR, Yaitu singkatan dari Whole, Alliance dan Remote, yang memungkinkan PT BMI Tbk menjangkau pelosok-pelosok Indonesia yang sebelumnya tidak terlayani oleh perbankan syariah. Strategi WAR berhasil mengembangkan jaringan pelayanan PT BMI Tbk hingga menjadi ribuan jumlahnya, selain juga memperkokoh basis nasabah. Melanjutkan keberhasilan WAR yang luar biasa, PT BMI Tbk menggulirkan program Service Tranformation dalam rangka menggairahkan pelayanannya untuk melayani kebutuhan nasabah di kota-kota besar akan suatu layanan perbankan syariah yang prima. Pada perkembangan ini, maka dapat dikatakan bahwa manajemen PT BMI Tbk periode 1998-2003, yang berlanjut dengan periode lima tahun berikutnya hingga akhir tahun 2008, berhasil membawa perjalanan 10 tahun PT BMI Tbk, dari krisis ke krisis, untuk menjadi juara diantara para juara perbankan dari segi pertumbuhan usaha. Pada tahun 1998 hingga 2008, total aktiva PT BMI Tbk meningkat sebesar 25,3 kali lipat menjadi Rp 12,60 triliun, jumlah ekuitas tumbuh sebesar 23,6 kali lipat menjadi Rp 966 miliyar, sedangkan jumlah nasabah berkembang hingga menjadi 2,9 juta nasabah.

4.2. Perkembangan PT BMI Tbk Cabang Bogor

PT BMI Tbk telah mempermudah masyarakat Kota Bogor yang ingin memanfaatkan layanan bank syariah dengan dengan mendirikan PT BMI Tbk Cabang Bogor yang terletak di JL. Raya Pajajaran, Bogor, Jawa Barat yang didirikan pada 5 Febuari 2002 dan dijadikan oleh penulis sebagai objek penelitian. PT BMI Tbk Cabang Bogor merupakan kantor cabang utama yang berada di Bogor di bawah pimpinan Kepala Cabang Ibu Rina Sulistianing. Pada tahun 2010 PT BMI Tbk Cabang Bogor memfokuskan bisnisnya pada nasabah ritel. Ini merupakan strategi dalam menghimpun dana murah. Target aset pada 2010 untuk PT BMI Tbk Cabang Bogor adalah tumbuh 25-30 persen. Pada 2009, pencapaian laba PT BMI Tbk Cabang Bogor tercatat 94 persen dari target atau sekitar Rp 7 miliar, sementara aset sebesar Rp 190 miliar. Sedangkan porsi dana murah dan dana mahal pada 2009 tak berbeda jauh. Pada perlolehan Dana Pihak Ketiga DPK berjumlah Rp 180 miliar, tercatat tabungan sekitar Rp 80 miliar, deposito Rp 80 miliar dan giro Rp 20 miliar. Pada 2010, PT BMI Tbk Cabang Bogor berusaha mengoptimalkan dana murah tabungan dan giro dengan porsi 70 persen, sementara 30 persen di deposito. Jumlah nasabah saat ini sebanyak 60 ribu orang. Di 2010 ditargetkan DPK terhimpun sekitar Rp 211 miliar. Khusus pembiayaan, PT BMI Tbk Cabang Bogor pun memfokuskan pada pembiayaan di bawah Rp 20 miliar. Pembiayaan PT BMI Tbk Cabang Bogor terbagi tiga bidang, yaitu pembiayaan bagi lembaga keuangan mikro syariah LKMS termasuk koperasi karyawan Baitul Maal wat Tamwil BMT, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS. Ada sekitar 35 nasabah LKMS yang menjadi mitra dengan penyaluran baik melalui channeling maupun executing. Sejauh ini PT BMI Cabang Bogor Tbk menekan rasio pembiayaan bermasalah Nonperforming Finance NPF hingga 0,4 persen.

4.2.1 Visi, Misi, Tujuan dan Budaya PT BMI Tbk Cabang Bogor

Visi dari PT BMI Tbk yaitu menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual dan dikagumi di pasar rasional. Misi dari PT BMI Tbk adalah menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah Dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada stakeholder. Tujuan berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yaitu: a. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga semakin berkurang kesenjangan sosial ekonomi dan dengan demikian dapat melestarikan pembangunan nasional, antara lain dengan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, peningkatan kesempatan kerja serta peningkatan penghasilan masyarakat banyak. b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan, yang selama ini masih cukup banyak masyarakat yang tidak mau berhubungan dengan bank karena masih menganggap bahwa bunga bank itu riba. c. Mengembangkan lembaga keuangan dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi